• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Cacat

II.C.1. Definisi Cacat

UU No. 4/1997 tentang Penyandang Cacat, Psl. 1 menyebutkan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya, yang terdiri dari : penyandang cacat fisik,

penyandang cacat mental, serta penyandang cacat fisik dan mental (ganda)

Sementara itu, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) memberikan definisi kecacatan ke dalam 3 kategori, yaitu: impairment, disability, dan handicap.

Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur

atau fungsi psikologis atau anatomis. Sedangkan disability adalah

ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi manusia. Adapun

handicap, merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, disability yang mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal

(dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang

bersangkutan

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata cacat dapat diartikan dalam berbagai makna, seperti: 1) Kekurangan yang menyebabkan mutunya kurang baik atau kurang sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin atau akhlak); 2) Lecet (kerusakan, noda) yang menyebabkan keadaannya menjadi kurang baik (kurang sempurna); 3) Cela atau aib; 4) Tidak (kurang sempurna) (Alwi, 2005).

ADA atau Americans of Disabilities Act (1990), yaitu sebuah lembaga yang memperhatikan mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan cacat tubuh, menjelaskan definisi mengenai cacat tubuh atas tiga hal, yaitu: 1) memiliki kelemahan fis ik ataupun mental yang pada dasarnya membatasi satu atau lebih

aktivitas kehidupan sehari-hari; 2) memiliki catatan mengenai kelemahan tersebut; atau 3) dipandang memiliki kelemahan. Kelemahan fisik yang dimaksud disini merupakan segala gangguan atau kondisi fisiologis, kerusakan akibat kosmetik, atau kehilangan anggota tubuh yang mempengaruhi satu atau lebih sistem tubuh berikut: neurologis, musculoskeletal, organ panca indera khusus, pernapasan (termasuk alat berbicara), cardiovascular, reproduktif, digestif, genitourinary, hemic dan lymphatic, kulit dan endokrin

II.C.2. Jenis-jenis Cacat

Ada beberapa jenis kecacatan fisik yang dibagi kedalam beberapa kategori, yaitu:

1) tuna netra, dimana indra penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas; 2) tuna rungu, dimana individu kehilangan daya dengarnya sedemikian rupa,

dan ;

3) tuna daksa, yaitu individu yang mengalami kelainan anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu, misalnya kelainan pada bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun daerah persendian dan kelainan yang disebabkan oleh gangguan pada urat syaraf.

II.C.3. Faktor-faktor Penyebab Kecacatan

Kecacatan yang dialami oleh seseorang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari dalam ataupun faktor dari luar individu.

Cacat genetik (bawaan) adalah suatu kelainan/cacat yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun mental. Cacat bawaan dapat disebabkan akibat kejadian sebelum kehamilan, selama kehamilan dan saat melahirkan atau masa prenatal. Cacat ini dapat disebabkan oleh penyakit genetik, pengaruh lingkungan baik sebelum pembuahan (bahan mutagenik) maupun setelah terjadi pembuahan (bahan teratogenik) (Faradz, 2001). Sedangkan cacat akibat kecelakaan merupakan kelainan/cacat yang terjadi pada individu akibat kecelakaan yang dapat berupa kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, kebakaran, tersiram air keras, jatuh, tertimpa benda-benda berat, dan lain-lain.

II.C.4. Bentuk-bentuk Kecelakaan yang Mengakibatkan Kecacatan

Ada beberapa jenis kecelakaan yang dapat menyebabkan kecacatan pada individu, yaitu: cacat akibat kecelakaan lalu lintas seperti tertera dalam UU Pasal 93 tahun 1992, yaitu suatu keadaan dimana korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadi kecelakaan (Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, 1992); kecelakaan kerja, yaitu kecelakaan yang terjadi ketika individu sedang melakukan tugas pekerjaannya dan mengalami kecacatan akibat kecelakaan kerja dan mengakibatkan berkurangnya dan terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis. Selain yang tertera diatas,

ada juga beberapa bentuk kecelakaan lainnya, seperti kecacatan akibat tersiram air keras, kebakaran, dan jatuh.

II.C.5. Hambatan-hambatan

Hambatan-hambatan yang dialami oleh orang yang mengalami kecacatan antara lain:

a. Sosialisasi

Dalam aspek sosialisasi terdapat dua faktor yang menjadi penghambat bagi orang cacat, yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi rasa rendah diri, tidak percaya diri, merasa berbeda dari orang lain yang kondisi fisiknya normal dan sering kali merasa takut dirinya akan menjadi beban bagi orang lain. Perasaan-perasaan tersebut yang sering kali menjadi penghambat seorang yang cacat untuk bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, lingkungan yang tidak aksesibel juga menjadi penghambat utama bagi penyandang cacat untuk dapat melakukan mobilitas sosial.

b. Pekerjaan

Tantangan lainnya yang dirasa berat bagi penyandang cacat adalah masalah pekerjaan. Kondisi mereka yang cacat kurang memungkinkan mereka untuk bergerak dengan bebas seperti orang normal. Ini membuat kebanyakan orang beranggapan bahwa orang cacat kurang berkompeten untuk melakukan pekerjaan dan hanya akan memberikan kesulitan bagi orang lain karena kecacatan yang dimilikinya. Padahal orang cacat juga

perlu untuk memiliki pekerjaan sebagai bentuk penyaluran hobi dan pengetahuan yang dimilikinya.

c. Mencari pasangan

Setiap individu memiliki hasrat untuk memiliki pasangan, menikah dan berkeluarga apalagi ketika individu memasuki tahap dewasa awal karena hal tersebut merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dilewatinya. Akan tetapi kondisi fisik yang cacat membuat individu membatasi diri dari lingkungan sosial dan memiliki sedikit teman. Hal itu dikarenakan mereka merasa rendah diri dan malu dengan kondisi fisiknya apalagi sebelumnya mereka memiliki fisik yang normal. Mereka juga beranggapan apabila mereka kelak menikah, mereka hanya akan mempersulit hidup pasangannya kelak. Selain itu, masyarakat juga beranggapan bahwa memiliki menantu yang cacat merupakan suatu hal yang memalukan.

d. Emosi

Secara umum, kekurangan fisik yang dimiliki individu akan membuat individu tersebut memiliki perasaan yang sensitif. Perasaan tidak mampu dan rendah diri yang berlebihan sering menjadikan mereka mudah tersinggung oleh kata-kata dan segala sesuatu yang dianggap menyepelekan dan menyinggung kekurangan mereka. Mereka juga sering berprasangka dan mudah curiga terhadap orang lain.

II.D. Kondisi Psikologis Orang yang Mengalami Kecacatan Akibat

Dokumen terkait