• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cakupan Pelayanan KIA dan Imunisasi

B. ISU MANAJEMEN PUSKESMAS

7. Cakupan Pelayanan KIA dan Imunisasi

Pelayanan KIA dan Imunisasi adalah indikitor – indikator penting yang dipakai dalam menentukan Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM). IPKM diharapkan dapat menggambarkan kemajuan pembangunan kesehatan di kabupaten/kota.

IPKM sendiri dibentuk oleh kombinasi 4 variabel input (Proporsi Akses Air Bersih, Proporsi Akses Sanitasi, Rasio Dokter dan Rasio Bidan), 2 variabel process (Proporsi Cuci Tangan, Proporsi Merokok Tiap Hari), 4 variabel output (Cakupan Persalinan Oleh Nakes, Cakupan Pemeriksaan Neonatal 1, Cakupan Imunisasi Lengkap, dan Cakupan Penimbangan Balita), 6 variabel effect (Prevalensi Balita Gizi Buruk dan Kurang, Prevalensi Balita Sangat Pendek dan Pendek, Prevalensi Sangat Kurus dan Kurus, Prevalensi Balita Gemuk), serta 6 variabel im-pact (Prevalensi Diare, Prevalensi Pneumonia, Prevalensi Hipertensi, Prevalensi Gangguan Mental, Prevalensi Asma, dan Prevalensi Penyakit Gigi dan Mulut).

Tabel 21. Cakupan Program KIA dan Imunisasi Puskesmas

No Indikator Cakupan

Minimum Maksimum Mean Median 1 Kunjungan antenatal ke-1 (K1 akses) 2 141 91.40 95.00 2 Kunjungan antenatal ke-4 (K-4) 2 112 75.85 80.00 3 Persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) 10 116 74.10 76.50 4 Kunjungan nifas lengkap (KF) 7 119 78.61 83.00 5 Deteksi faktor risiko/komplikasi oleh masyarakat 1 118 25.67 14.00 6 Penanganan komplikasi obstetrik (PK) 1 102 34.80 20.00 7 Kunjungan neonatal Pertama (KN1) 7 149 84.06 87.00 8 Kunjungan Neonatal Lengkap (KNL) 1 136 78.77 84.00

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Di Provinsi Banten terlihat bahwa rata - rata cakupan K1-nya adalah 91,40%. Untuk rata – rata cakupan K4 Provinsi Banten sejumlah 75,85%. Dari beberapa indikator cakupan KIA dan Imunisasi, hanya cakupan pelayanan KB yang relatif rendah, sedangkan cakupan lain meskipun tidak berada di angka nasional, namun angkanya secara provinsi relatif baik.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 29. Cakupan K1 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

9 Neonatus dengan komplikasi yang ditangani (NK) 1 200 43.15 37.00 10 Kunjungan bayi (Kby) 11 213 83.82 87.00 11 Pelayanan anak balita (Kbal) 1 257 71.28 73.50 12 Pelayanan KB (PUS Aktif ber KB) 1 259 57.83 61.00

13 TT WUS 1 188 59.98 63.00 14 TT ibu hamil 1 172 76.21 81.5 15 HbO 13 126 72.03 73.00 16 BCG 16 134 89.39 91.00 17 DPT 3 16 129 88.16 90.00 18 Polio 4 15 134 88.05 90.00 19 Campak 15 127 87.77 90.00 20 DT Kelas 1 SD (BIAS) 9 100 90.82 95.50 21 TT Kelas 2 SD (BIAS) 9 100 91.60 96.00 22 TT Kelas 3 SD (BIAS) 9 100 91.18 96.00 23 Campak 35 100 92.46 96.00

Berikut adalah Grafik berdasarkan gambaran Cakupan K4 perkabupaten kota di Banten:

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 30. Cakupan K4 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan grafik di atas, Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kabupaten Pandeglang angkanya lebih rendah dibandingkan dengan angka Provinsi. Angka ini juga jauh di bawah target SPM. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 adalah cakupan ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit 4 kali di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani oleh tenaga kesehatan dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai standar.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Sebagian besar persalinan berjalan normal, namun sekitar 15% diperkirakan akan mengalami komplikasi. Pencegahan komplikasi kebidanan, identifikasi dini, dan penanganan persalinan dengan komplikasi yang tepat dan adekuat merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai kelangsungan hidup ibu. Dalam konteks Indonesia dan banyak Negara berkembang lainnya, jalan pertama adalah dimulai di tingkat masyarakat, dimana ibu pertama kali mencari pelayanan persalinan terkait dengan prognosis dari keluaran persalinan. Banyak komplikasi kebidanan tidak dapat diprediksi, akan tetapi dapat dicegah. Pencegahan dan identifikasi dini komplikasi akan mengarah kepada rujukan yang efektif, menentukan rujukan yang tepat dan tindakan stabilisasi yang diberikan akan adekuat. Probabilitas kelangsungan ibu tinggi ketika langkah-langkah tersebut disertai dengan pelayanan kedaruratan kebidanan yang tepat dan berkualitas di rumah sakit

“Persalinan oleh Tenaga Kesehatan” adalah peraturan yang pernah digaungkan oleh Pemerintah Indonesia untuk menurunkan angka kematian ibu dan neonatal. Demi tercapainya hal tersebut, Pemerintah mencanangkan Program Penempatan Bidan di Desa yang sampai saat ini baru 40% desa memiliki Bidan Desa.

Tetapi faktanya angka kematian ibu dan neonatal tidak mengalami penurunan yang signifikan, disebabkan oleh berbagai faktor seperti luasnya jangkauan wilayah dan banyaknya populasi yang menjadi tanggung jawab Bidan Desa; masih tingginya persalinan yang terjadi di rumah masyarakat; masih banyaknya persalinan yang ditolong oleh bukan tenaga kesehatan; tidak ada fasilitas persalinan yang terstandar di desa; terbatasnya alat dan obat emergency dasar yang dimiliki oleh Poskesdes, Polindes dan BPS; geografis dan transportasi yang sulit sehingga akses kepada pelayanan rujukan menjadi kendala tersendiri.

Grafik di atas menunjukkan bahwa cakupan persalinan di Provinsi Banten oleh tenaga kesehatan yang angkanya 74,1 % belum mencapai target. Cakupan persalinan terendah ada di Kabupaten Lebak dan Pandeglang, sedangkan cakupan persalinan oleh nakes tertinggi ada di Kab. Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Persoalan akses di wilayah rural menjadi salah satu masalah yang mendasar.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Penyebab kematian kasus-kasus kebidanan (maternal) terbanyak adalah perdarahan, dimana perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab terbanyak dari kematian tersebut. Akan tetapi, sebagian besar dari perdarahan pasca persalinan ini dapat dicegah bila pengelolaan aktif kala tiga dilakukan dengan baik. Penyebab kematian lain yang tidak kalah penting adalah preeklampsia dan eklampsia. Akan tetapi, pencegahan terhadap preeklampsia dan eklampsia tidaklah sederhana. Selain perdarahan pasca persalinan, hal yang perlu dicermati untuk perbaikan pelayanan kebidanan di Rumah Sakit.

Cakupan Kunjungan Nifas di Banten hanya berada pada angka 78,61%, hal ini belum dapat dikatakan mencapai target. Beberapa kabupaten angka cakupannya sebetulnya sudah mencapai 80%, namun ini lebih banyak pada wilayah urban.

Cakupan deteksi faktor risiko dan komplikasi oleh masyarakat adalah cakupan ibu hamil dengan faktor risiko atau komplikasi yang ditemukan oleh kader atau dukun bayi atau masyarakat serta dirujuk ke tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Masyarakat disini, bisa keluarga ataupun ibu hamil, bersalin, nifas itu sendiri. Indikator ini menggambarkan peran serta dan keterlibatan masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 33. Cakupan Deteksi Faktor risiko per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Dari Grafik hasil survei GAVI untuk variabel cakupan deteksi risiko di atas, terlihat bahwa cakupan deteksi risiko di Banten sejumlah 78,6%. Angka ini masih perlu ditingkatkan agar resiko komplikasi dapat dicegah. Komplikasi kebidanan yang ditangani adalah ibu hamil, ibu bersalin, dan ibu nifas dengan komplikasi yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes, Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, dan RSU PONEK).

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 34. Cakupan TT WUS Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan Grafik di atas, Kabupaten Pandeglang, Tangerang, Serang dan Lebak adalah kabupaten yang cakupannya rendah. Untuk Kabupaten pandeglang, Tangerang, dan Kabupaten Serang, angkanya bahkan jauh dibawah angka cakupan Provinsi.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 35. Cakupan TT Bumil per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan Grafik di atas, Kabupaten pandeglang, dan Lebak cakupannya rendah dan jauh di bawah angka Provinsi Banten. Cakupan TT Bumil Provinsi Banten sebanyak 76,21%. Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan cakupannya diatas 90% dan berada diatas angka cakupan Provinsi Banten.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 36. Cakupan HB0 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan Grafik di atas, Kabupaten pandeglang, dan Lebak cakupannya rendah dan jauh di bawah angka Provinsi Banten. Cakupan TT Bumil Provinsi Banten sebanyak 72,03%. Sedangkan daerah urban seperti Kota Serang, Cilegon, Tangerang dan Kota Tangerang Selatan cakupannya berada diatas angka cakupan Provinsi Banten.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 37. Cakupan BCG Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan Grafik di atas terlihat bahwa tidak seluruh kabupaten di Banten telah memenuhi standar UCI untuk imunisasi HB0. Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang juga menjadi kabupaten dengan cakupan paling rendah.

Sebaran cakupan BCG Provinsi Banten berdasarkan hasil pemetaan yang telah dilakukan, titik-titik yang berwarna merah menunjukkan bahwa cakupan BCG pada daerah tersebut telah mencapai 99%, sehingga berdasarkan hasil berikut dapat diketahui bahwa sebagian besar di kabupaten/kota di Provinsi Banten target cakupan imunisasi BCG belum mencapai standar.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Gambar 5. Peta Cakupan DPT 3 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 38. Cakupan DPT3 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan Grafik di atas, Kabupaten Pandeglang dan Lebak adalah kabupaten yang cakupannya rendah. Untuk Kabupaten/kota yang lain, cakupannya angkanya diatas angka

cakupan Provinsi. Angka cakupan Provinsi Banten sendiri adalah 88,16%, adapun hasil pemetaan yang telah dilakukan dapat diketahui sebaran cakupan imunisasi tersebut.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Gambar 6. Cakupan Polio 4 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 39. Cakupan Polio 4 Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan Grafik di atas, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Tangerang, Kota Tangsel adalah kabupaten yang cakupannya diatas 90%. Untuk kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang angka cakupan dibawah angka cakupan Provinsi.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Gambar 7. Cakupan Campak Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 40. Cakupan Campak Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Cakupan imunisasi campak Banten adalah 87,77%. Kabupaten Lebak dan Pandeglang memiliki proporsi yang paling rendah (78.68% dan 80.18%) dibandingkan dengan kabupaten/ kota yang lain .

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Gambar 8. Cakupan BIAS Kelas 1 SD BerdasarkanKabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Bulan Imunisasi Anak sekolah atau yang dikenal dengan istilah BIAS adalah suatu pro-gram pelayanan imunisasi dengan sasaran seluruh siswa SD/MI kelas 1,2 dan 3 termasuk pula institusi lain setara SD. BIAS dilakukan pada bulan November setiap tahunnya. Jenis imunisasi yang diberikan adalah imunisasi DT dan Campak untuk kelas 1 serta imunisasi TT untuk kelas 2 dan 3 dengan dosis masing-masing 0,5 cc.

Berdasarkan hasil pemetaan yang telah dilakukan, imunisasi campak sudah dilakukan di semua daerah.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 41. Cakupan BIAS Kelas 1 SD Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Untuk imunisasi DT kelas 1 SD (BIAS 1 SD), cakupan imunisasi kota Tangerang lebih rendah dibandingkan angka Provinsi Banten begitu pula dengan kabupaten Tangerang.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 42. Cakupan BIAS Kelas 2 SD per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan grafik diatas, cakupan imunisasi TT kelas 2 SD (BIAS) menunjukkan bahwa cakupan kabupaten dan kota Tangerang lebih rendah dibandingkan dengan angka Provinsi Banten dan kabupaten/kota lainnya yang ada di Provinsi Banten.

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 43. Cakupan Bias Kelas 3 SD Berdasarkan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Data untuk cakupan imunisasi TT BIAS kelas 3 SD menunjukkan hasil tidak jauh berbeda dengan hasil cakupan imunisasi TT kelas 2 SD, yaitu bahwa proporsi cakupan imunisasi

Sumber : Survey GAVI-HSS, 2010

Grafik 44. Cakupan Bias Campak per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2010

Berdasarkan grafik diatas, rata-rata cakupan BIAS Provinsi Banten diatas 90%, kecuali untuk kota Tangerang dan Tangerang Selatan (73.38% dan 88.4%).

Dokumen terkait