• Tidak ada hasil yang ditemukan

Campur Kode Penyisipan Frasa bahasa Indonesia di dalam Bahasa Jawa (85) Bu Rusti :“Kowe ngapa, Damar, kok melu ibut neng dhapur? Oh, iya

2) Campur Kode Berwujud Frasa

2.1 Campur Kode Penyisipan Frasa bahasa Indonesia di dalam Bahasa Jawa (85) Bu Rusti :“Kowe ngapa, Damar, kok melu ibut neng dhapur? Oh, iya

ngerti. Kowe mesthi ketarik merga sing dimasak iwak grameh. Kowe rak ahli perikanan.”

„Kamu kenapa, Damar, kok ikut ribut di dapur? Oh, iya tahu. Kamu pasti tertarik karena yang dimasak ikan gurameh. Kamu kan ahli perikanan.‟

Damarjati :“Iya, Bu. Nalika praktek ing dhaerah perikanan, aku malah praktek ngolah grameh dhewe, wiwit nyekel ing blumbang nganti akhire nyekel ing piring sawise mateng.”

„Iya, Bu. Ketika saya praktek di daerah perikanan, saya malah praktek mengolah gurameh sendiri, mulai dari menangkap di kolam sampai akhirnya memakan dipiring setelah matang.‟ (MN/SWS/27/2015)

Pada data (85) merupakan dialog yang melibatkan Bu Rusti dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Bu Rusti yaitu pada frasa „ahli perikanan‟ yang merupakan frasa yang

berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(86) Marta :“Mengko dhisik, aja salah paham ya. Kowe lagi wae teka ing Jakarta, durung ngerti cara-cara uripe wong kene, mligine wong sugih-sugih sing wis sugih bandha.”

„Sebentar, jangan salah paham ya. Kamu baru saja datang ke Jakarta, belum tahu cara-cara hidup orang sini, khususnya orang-orang kayang yang sudah kaya raya.‟

Marsanti :”Maksudmu apa, terangna sing cetha.” „Maksud kamu apa, jelaskan.‟

(MN/SWS/29/2015)

Pada data (86) merupakan dialog yang melibatkan Marta dan Marsanti. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Marta yaitu pada frasa „salah paham‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. (87) Marta :“Akeh wong sugih mblegedhu ing Jakarta iki, katone waras-

wiris nanging sejatine duwe penyakit, kaya dene penyakit gula darah, tekanan darah tinggi, lemah jantung, jantung koroner, vertigo, radang lambung lan sabangsane, sing sok ora kenyana-nyana kumat saenggon-enggon....”

„Banyak orang kaya raya di Jakarta ini, kelihatanya sehat tapi sebenarnya mempunyai penyakit, seperti penyakit gula darah, tekanan darah tinggi, lemah jantung, jantung koroner, vertigo, radang lambung dan lain sebagainya, yang terkadang tidak disangka-sangka bisa kambuh dimana-mana....‟

(MN/SWS/29/2015)

Pada data (87) ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Marta yaitu pada frasa „gula darah‟, „tekanan darah tinggi, „lemah jantung‟, „jantung koroner‟, dan „radang lambung‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur

kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(88) Marta :“Mligi sing dak kandhakake mau, aku ki pancen diwelingi kon nggolekake wong wadon sing gelem ngancani yen pinuju butuh dikancani. Dheweke iku umur seketan taun, wis dhudha wiwit limang taun kepungkur lan ora rabi nganti seprene merga kepengen meleng ndadekake anak-anake. Saiki anake sing tuwa, lanang wis dadi pegawe propinsi ing Semarang. Sing nom wadon, uga wis lulus STAN lan diangkat pegawe dhinas perpajakan ing Cirebon. Ing kene iki masalahe, Santi. Dheweke iku duwe penyakit tekanan darah tinggi. Wingi-wingi nalika anake wadon isih kuliyah, nek mrana-mrana dikancani anake. Bareng anake wis diangkat ing Cirebon, ora ana maneh sing ngancani. Mulane dheweke butuh kanca, mung ngancani, Santi, mung ngancani, ora arep diklethak.”

„Khusus yang saya katakan tadi, saya ini memang diingatkan untuk mencarikan perempuan yang mau menemani jika dibutuhkan untuk ditemani. Dia itu berumur 50an tahun, sudah menjadi duda semenjak lima tahun yang lalu dan tidak menikah lagi sampai sekarang karena ingin menjaga anak-anaknya. Sekarang anaknya yang besar, laki-laki sudah menjadi pegawai provinsi di Semarang. yang kecil perempuan, juga sudah lulus STAN dan diangkat pegawai dinas perpajakan ing Cirebon. Di sini ini permasalahannya, Santi. Dia itu mempunyai penyakit tekanan darah tinggi. Kemarin-kemarin ketika anak perempuannya masih kuliah, jika kemana-kemana ditemani anaknya. Setelah anakanya suda diangkat di Cirebon, tidak ada lagi yang menemani. Maka dari itu dia butuh teman, hanya menemani, Santi, hanya menemani, tidak akan digigit.‟

(MN/SWS/29/2015)

Pada data (88) ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Marta yaitu pada frasa „pegawe dhinas perpajakan‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(89) Pak Jolang :“Santi omah iki mentas wae daktuku kanggo awakmu. Wiwit sesuk kowe manggona ing kene. Iku wis dakcepaki motor Yamaha Mio, yen sawanci-wanci kowe butuh nyang endi-endi lan yen sawanci-wanci dak tilpun, kowe bisa enggal teka.”

„Santi rumah ini baru saja saya beli untuk kamu. Mulai besok kamu tinggallah di sini. Itu sudah saya siapkan motor Yamaha Mio, jika sewaktu-waktu kamu ada perlu kemana-mana dan jika sewaktu-waktu saya telfon, kamu bisa langsung datang.‟ Marsanti :”Inggih pak.”

„Iya pak.‟ (MN/SWS/30/2015)

Pada data (89) merupakan dialog yang melibatkan Pak Jolang dan Marsanti. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Pak Jolang yaitu pada frasa „motor Yamaha Mio‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(90) Marsanti :”Wis kebacut nyemplung kali, pisan sing kebroh.”

„Sudah terlanjur tercebur ke sungai, sekalian yang basah kuyup.‟

Marta :“Maksudmu apa Santi?” „Maksudmu apa Santi?‟

Marsanti :“Njembarake lapangan kerja.” „Melebarkan lapangan kerja.‟ (MN/SWS/31/2015)

Pada data (90) merupakan dialog yang melibatkan Marsanti dan Marta. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Marsanti yaitu pada frasa „lapangan kerja‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. (91) Marta :”Piye karepmu?”

„Bagaimana maksudmu?‟

Marsanti :“Pengin dadi tukang pijet panggilan. Golekna langganan, nek ana sing butuh, aku pethuken mrene. Ning telpuna dhisik, dadi yen Pak Jolang pas ana kene kowe ngerti.”

„Ingin jadi tukang pijet panggilan. Carikan pelanggan, kalau ada yang membutuhkan, jemput saya di sini. Tetapi telfon dahulu, jadi kalau Pak Jolang ada di sini kamu tahu.‟

(MN/SWS/31/2015)

Pada data (91) adalah diaog yang melibatkan Marta dan Marsanti. Marsanti mengatakan kepada Marta bahwa ia ingin menjadi tukang pijat panggilan dan Marta disurtuh mencarikan pelanggan. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Marsanti yaitu pada frasa „tukang pijet panggilan‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(92) Sekarwangi :”Ha? Njenengan ngerti tenan, Mas?” „Ha? Kamu betul-betul tahu, Mas?‟

Damarjati :“Ngerti Dhik. Pak Jolang ki akrab banget karo bapak, padha dene pegawe kantor perpajakan. Mung pangkate luwih dhuwur. Cethane Pak Jolang ki ndhuwurane bapak. Ngertiku merga bapak crita karo ibu.”

„Tahu Dhik. Pak Jolang itu akrab sekali dengan bapak, sama-sama pegawai kantor perpajakan. Hanya saja pangkatnya lebih tinggi. Lebih jelasnnya Pak Jolang itu atasannya bapak. Saya tahu karena bapak bercerita kepada ibu.‟

(MN/SWS/33/2015)

Pada data (92) merupakan dialog yang melibatkan Sekarwangi dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Damarjati yaitu pada frasa „pegawe kantor perpajakan‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(93) Damarjati :“Lupute: dheweke ora ditundhung merga tumindak ala, nanging pancen diniyati lunga saka ngomah. Dheweke mbabu ora kanggo nyambung urip jalaran kepepet, nanging kanggo

nggayuh panguripan sing luwih becik. Dene benere: dheweke pancen bener asal saka kulawarga sing duwe martabat, ora kalah karo awake dhewe iki. Bapakne biyen malah lulusan sarjana, luwih dhuwur tinimbang bapakku sing mung ahli madya. Bapakne biyen ngasta guru SMA. Upama bapakne isih sugeng, dheweke mesthi ya bisa lulus sarjana kaya aku.” „Salahnya: dia tidak disuruh pergi karena berlaku tidak baik, tapi memang sudah berniat pergi dari rumah. Dia menjadi pembantu bukan untuk menyambung hidup karena kekurangan, tapi untuk menraih kehidupan yang lebih baik. Lalu benarnya: dia memang benar berasal dari keluarga yang mempunyai martabat, tidak berbeda dengan kita. Bapaknya dulu malah lulusan sarjana, lebih tinggi daripada bapakku yang hanya ahlimadya. Bapaknya dulu berkerja sebagai guru SMA. Seandainya bapaknya masih sehat, dia pasti juga bisa lulus sarjana seperti aku.‟

(MN/SWS/34/2015)

Pada data (93) terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Damarjati yaitu pada frasa „lulusan sarjana‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(94) Bu Rusti :“Dheweke pancen ayu lan wasis, Damar. Nanging kabeh uwong wis ngerti yen dheweke iku babu. Piye bakal aloke wong-wong mengko. Damarjati sarjana perikanan, nikah etuk babu. Apa iku penak dirungu? Beda masalahe yen dheweke ora mbabu. Upamane dheweke bakul ing kios pasar apa manager toko, njur dadi bojomu. Damarjati sarjana perikanan, nikah entuk manager toko. Rak penak dirungu, ora entuk babu.” „Dia memang cantik dan pintar, Damar. Tetapi semua orang sudah tahu kalau dia itu pembantu. Bagaimana kata orang-orang nanti. Damarjati sarjana perikanan, menikah dengan babu. Apa itu enak didengar? Berbeda masalahnya jika dia tidak jadi pembantu. Seandainya dia penjual di kios pasar atau manager toko, lalu menjadi istrimu. Damarjati sarjana perikanan, menikah dengan manager toko. Kan enak didengar, bukan dengan pembantu.‟

Damarjati :“Nek mung ngono we rak gampang ta Bu. Sekar sesuk

pocoten olehe mbabu ing kene, terus dakpeke. Rak wis dudu babu meneh ta?”

„Kalau haya begitu saja kan mudah Bu. Besok Sekar berhenti jadi pembantu di sini, lalu saya jadikan istri. Kan sudah bukan pembantu lagi?‟

(MN/SWS/34/2015)

Pada data (94) merupakan dialog yang melibatkan Bu Rusti dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Bu Rusti yaitu pada frasa „sarjana perikanan, „kios pasar‟, dan „manager toko‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(95) Damarjati :”Kowe kerep mrene ta, Dhik?” „Kamu sering ke sini ya, Dik?‟

Sofi :“Iya, Mas. Meh saben malem Minggu aku mrene.” „Iya, Mas. Hampir setiap malam Minggu aku ke sini.‟ (MN/SWS/35/2015)

Pada data (95) merupakan dialog yang melibatkan Damarjati dan Sofi. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sofi yaitu pada frasa „malem Minggu‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. (96) Damarjati :”Saben malem Minggu? Njur apa wae sing dituku?”

„Saben malem Minggu? Lalu apa saja yang kamu beli?‟ Sofi :“Ya apa sing daksenengi. Sok klambi, sok sepatu. Pokoke

saben ana modhel anyar aku tuku. Koleksi sepatuku lagi rongatus pasang. Aku pengin duwe koleksi sepatu sewu pasang.”

„Ya apa yang aku sukai. Kadang baju, kadang sepatu. Pokoknya setia ada model baru aku beli. Koleksi sepatuku baru dua ratus pasang. Aku ingin punya koleksi sepatu seribu pasang.‟

Pada data (96) merupakan dialog yang melibatkan Dmarjati dan Sofi. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sofi yaitu pada frasa „koleksi sepatu‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. (97) Sofi :”Apa kudu teka, Mas?”

„Apa harus datang, Mas?‟

Damarjati :“Aku kudu teka, dhik. Sabab aku iki konsultan perikanan ing koperasi kono.”

„Aku harus datang, Dik. Karena aku ini konsultan perikanan di koperasi itu.‟

(MN/SWS/35/2015)

Pada data (97) merupakan dialog yang melibatkan Sofi dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Damarjati yaitu pada frasa „konsultan perikanan‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(98) Sekarwangi :”Acara napa?” „Acara apa?‟

Damarjati :“Lha iki, acara minum kopi.” „Lha ini, acara minum kopi.‟ (MN/SWS/35/2015)

Pada data (98) adalah dialog yang melibatkan Sekarwangi dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Damarjati yaitu pada frasa „acara minum kopi‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode

intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(99) Damarjati :“Lha iki, acara minum kopi.” „Lha ini, acara minum kopi.‟

Sekarwangi :“Wah, jan ora mutu tenan. Pacar ayu-ayu kok diklelerake, ditinggal minum kopi. Njenenganki nek karo jeng Sofi kae jan harmonis tenan lho, Mas.”

„Wah, tidak mutu sama sekali. Pacar cantik kok diabaikan, ditinggal minum kopi. Kamu itu kalau sama jeng Sofi harmonis sekali lho, Mas.‟

(MN/SWS/35/2015)

Pada data (99) adalah dialog yang melibatkan Damarjati dan Sekarwangi. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sekarwangi yaitu pada frasa „ditinggal minum kopi yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(100) Sekarwangi :”Sing kakung gantheng, sing putri ayu. Dedeg setimbang. Nyandhang nganggo padha dene rapih.”

„Yang lelaki tampan, yang perempuan cantik. Perawakan seimbang. Pakaiannya sama-sama rapi.‟

Damarjati :“Aku yakin, kowe mesthi ngerti yen faktor harmonis ki ra mung kuwi.”

„Aku yakin, kamu pasti tahu jika faktor harmonis tidak hanya itu.‟

(MN/SWS/35/2015)

Pada data (100) adalah dialog yang melibatkan Sekarwangi dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Damarjati yaitu pada frasa „faktor harmonis‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode

intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(101) Damarjati :”Dhik Sofi dakjak nyang Bogor, gelem?” „Dik Sofi apakah mau saya ajak ke Bogor?‟

Sofi :“Gelem Mas, kapan? Nyang ngendi? Nyang villa? Apa Taman Safari?”

„Mau Mas, kapan? Kemana? Ke villa? Apa Taman Safari?‟ (MN/SWS/36/2015)

Pada data (101) merupakan dialog yang melibatkan Damarjati dan Sofi. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sofi yaitu pada frasa „Taman Safari‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. (102) Damarjati :”Nyang cedhak Clawi. Nyang lokasi bencana tanah longsor

wingi iku lho, Dhik.”

„Ke dekat Clawi. Ke lokasi bencana tanah longsor kemarin itu lo Dik.‟

Sofi :“Ha? Ngapa nyang tanah longsor barang? Arep golek mala?”

„Ha? Ngapain ke tanah longsor? Mau cari bahaya?‟ (MN/SWS/36/2015)

Pada data (102) adalah dialog yang melibatkan Damarjati dan Sofi. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sofi yaitu pada frasa „tanah longsor‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa. (103) Damarjati :”Ora ketang sithik arep nyuimbang bantuwan kanggo para

kurban.”

„Walaupun sedikit mau menyumbang untuk para kurban.‟ Sofi :“Oh, my God. Kok kaya pegawai dinas sosial wae.”

„Oh, my God. Kok seperti pegawai dinas sosial saja.‟ (MN/SWS/36/2015)

Pada data (103) merupakan dialog yang melibatkan Damarjati dan Sofi. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sofi yaitu pada frasa „pegawai dinas sosial‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(104) Sofi :“Petugas Sosial, LSM, TimSAR lan adate wis ana panitya sing khusus ngurusi iku.”

„Petugas Sosial, LSM, Tim SAR dan biasanya sudah ada panitia yang khusus menangani itu.‟

Damarjati :”Apa salah yen warga masyarakat kaya awake dhewe iki melu cawe-cawe aweh bantuan.”

„Apa salah jika warga masyarakat seperti kita ini ikut memberi bantuan.‟

(MN/SWS/36/2015)

Pada data (104) adalah dialog yang melibatkan Sofi Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sofi yaitu pada frasa „petugas sosial‟, dan „LSM‟ yang merupakan akronim dari „Lembaga Swadaya Masyarakat‟ merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(105) Damarjati :“Paket sembako wae, Bu. Kurban sing ngungsi ana seketan kulawaraga.”

„Paket sembako saja, Bu. Korban yang mengungsi ada 50an keluarga.‟

Bu Rusti :”Sesuk nggawa satus paket. Karo bantuwan dhuwit. Nek ngono Sekar undangen mrene. Dheweke luwih pinter ngrancang isine paket kuwi.”

„Besok membawa seratus paket. Sama bantuan berupa uang. Kalau begitu panggillah Sekar kemari. Dia lebih pintar merancang isi paket tersebut.‟

Pada data (105) merupakan dialog yang melibatkan Damarjati dan Bu Rusti. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Damarjati yaitu pada frasa „paket sembako‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(106) Sekarwangi :“Actingya Mas? Kaya pemain sinetron?” „Acting ya Mas? Seperti pemain sinetron?‟ Damarjati :”Iya.”

„Iya.‟ (MN/SWS/36/2015)

Pada data (106) merupakan dialog yang melibatkan Sekarwangi dan Damarjati. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Sekarwangi yaitu pada frasa „pemain sinetron‟ yang merupakan frasa yang berasal dari bahasa Indonesia. Campur kode tersebut merupakan campur kode intern karena menyisipkan unsur bahasa Indonesia ke dalam tuturan bahasa Jawa.

(107) Sekarwangi :“Bangkrut? Lha sababe?” „Bangkrut? Sebabnya apa?‟

Tuminah :“Juraganku ki jebule koruptor. Ditangkep petugas ka-pe-ka, terus kabeh bandhane dirampas negara. Omah pirang-pirang enggon, mobil mewah, simpenan dhuwit ing bank, kabeh entek dirampas. Saiki sing wadon manggon ing omah kontrakan cilik, karo anak-anake.”

„Majikanku itu ternyata koruptor. Ditangkap petugas KPK, lalu semua hartanya dirampas negara. Rumah dibeberapa tempat, mobil mewah, simpanan uang di bank, semua habis dirampas. Sekarang istrinya menempati rumah kontrakan kecil dengan anak-anaknya.‟

Pada data (107) adalah dialog yang melibatkan Sekarwangi dan Tuminah. Dalam tuturan ini terdapat peristiwa campur kode yang ditunjukkan dengan kata yang bercetak tebal. Peristiwa campur kode yang dilakukan oleh Tuminah yaitu pada frasa „mobil mewah‟ yang merupakan frasa yang berasal