BAB II PEMBAHASAN
B. Shalat Berjamaah
10. Cara Melaksanakan Shalat Berjamaah
Dalam melaksanakan shalat berjamaah mempunyai
cara-cara tertentu, kaum muslimin baik laki-laki maupun
perempuan berhimpun disuatu tempat dan berbaris
(bersahaf), menghadap kiblat dan salah seorang bertindak sebagai imam yang akan memimpin shalat berjamaah
tersebut dan berdiri didepan makmum.22
Didalam peraturan shaf shalat berjamaah kaum
perempuan berjajar sesamanya dan berdiri dibelakan
barisan atau shaf laki-laki. Imam selaku pemimpin dalam
shalat hendaknya meringkas cara pelaksanaan shalat.
“Diringkaskan” disini adalah dalam hal pengguanaan
ayat, artinya kata ayat yang digunakan imam dalam shalat
tersebut janganlah ayatyang terlalu panjang, karena
dengan panjangnya ayat tersebut akan membuat makmum
merasa diberatkan atau disulitkan, mengingat kondisinya
yang tidak memungkinkan yaitu orang tua, anak-anak,
lemah dan mempunyai keperluan lain.
22 Syamsudin Noor, Pedoman Shalat Berjamaah Menurut Rasulullah SAW, (Jakarta:
Amnur Press, 2007), hal 92
Dengan melihat besarnya tanggung jawab imam dalam
shalat berjamaah, maka yang akan menjadi imam tidak
boleh sembarangan saja, seorang imam harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu.
Adapun kriteria seorang imam adalah sebagai berikut:
a. Islam
Islam merupakan syarat mutlak bagi seseorang
untuk menjadi imam, oleh karna itu orang kafir
tidak sah untuk menjadi imam, sedangkan orang
fasik dan ahli bid’ah sah menjadi imam tetapi tentu
saja makruh hukumnya.
b. Baliq
Mengenai kriteria baliq ini terdapat iktilaf ulama,
diantaranya:
1. Menurut Imam Abu Hanifah anak kecil tidak
boleh menjadi imam baik dalam shalat fardhu
maupun shalat sunnah.
2. Menurut Imam Syafi’i anak kecil boleh menjadi
imam baik dalam shalat fardhu maupun shalat
sunnah asalkan mumayyiz, kecuali dalam shalat
jum’at.
c. Berakal
Orang gila tidak sah menjadi imam disaat tidak
sadar. Tetapi jika ada seseorang yang terkadang ia
gila dan terkadanf sembuh, maka dikala sembuh
atau sdar itu sah menjadi imam dan jika kumat
kembali maka batalah.23
d. Laki-laki
Wanita atau bancitidak sah menjadi imam bagi
orang laki-laki, baik dalam shalat fardhu maupun
dalam shalat sunnah.
e. Imam haruslah orang fasih bacaanya
Orang yang qari tidak sah beriman kepada orang
23 Sudirman Yuba, Nikmatnya Shalat Berjamaah, (Banten : Pustaka Irvan, 2008), cet 1, hal 30
yang tidak pandai atau fasih membaca.
f. Sehat
Orang yang menjadi imamdalam shalat haruslah
orang yang sehat dari penyakit-penyakit seperti
mimisan yang terus menerus keluar, besar kencing,
dan sebagainya. Tetapi bagi golongan Syafi’i dan
Maliki hal itu sah hanya saja hukumnya makruh,
kecuali bagi makmum yang penyakitnya sama
dengan imam.
g. Suci
Orang yang berhadas atau terkena najis tidak sah
menjadi imam tetapi jik ia lupa bahwa dirinya
berhadas lalu shalat menjadi imam sedangkan
makmum tidak mengetahui keadaannya, maka jika
terus ia menyelesaikan shalatnya, shalatnya
makmum adalah sah sedangkan shalatnya imam
batal.
Disamping imam, makmum juga memiliki beberapa
ketentuan agar shalat berjamaah sah. Ketentuan
tersebut antara lain :
1. Tidak berdiri didepan imam
Jika berdiri didepan imam maka shalat tidak sah
kecuali jika shalat berjaah itu disekeliling ka’bah.
Jika makmum sendirian ia berdiri disebelah kanan
imam sedangkan jika dua orang arau lebih
hendaklah berdiri dibelakang imam.
2. Makmum harus mengetahui secara pasti segala
perbuatan imam
Makmum harus mengetahui perbuatan imam
baik dengan cara melihat atau mendengarnya.
Apabila terdapat bangunan atau dinding yang
memisahkan keduanya. Maka disyaratka ada pintu
yang dapat menghubungkan tempat mereka. Sah
juga shalat imam dan makmum apabila didalam
mesjid sedangkan makmum diluar mesjid tetapi
jarak tidak lebih dari 300 hasta, dari sisi mesjid dan
tidak terdapat bangunan/dinding yang
menghalanginya.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa jarak antara
imam dan makmum tidak boleh terlalu jauh agar
segala perbuatan imam dapat dilihat dan didengar
oleh makmum.24
3. Makmum berniat mengikuti imam
Dalam shalat berjamaah sahnya shalat makmum
tegantung kepada niat, yaitu niat mengikuti
imam. Seorang makmum tidak boleh menyalahi
imam dalam setiap gerakan, karena imam
merupakan orang yang harus diikuti dalam
shalat.
4. Makmum harus selalu mengikuti imam
Dalam shalat berjamaah harus selalu
mengikuti imam dan haram menadahuluinya,
jika mendahului dalam takbiratul ikhram atau
dalam mengucapkan salam maka shalatnya batal.
Tetapi jika mengucapkan salam itu disebabkan
lupa maka ia harus mengulanginya lagi bersama
24 Masykuri Abdurrahman, Syaiful Bahri, Kupas Tuntas Shalat, Tata Cara Dan Hikmahnya, (Jakarta : PT Glora Aksara, 2006), hal 45
imam. Demikian juga batal shalatnya, jika ia
mendahului imam dengan satu rukun fi’il, yang
tidak dikerjakan bersama-sama dengan imam,
seperti ia rukuk dan bangkit kembali sementara
imam masih berdiri. Namun apabila ia lupa maka
ia harus kembali mengikuti imam dan tambahkan
yang dilakukannya itu dianggap tidak ada atau
tidak terpakai.
Dengan demikian pada intinya apabila
makmum mendahului imam baik dari segi
ucapan atau rukun fi’il dengan alasan lupa atau
tidak sengaja maka dimaafkan dan diwajibkan
kembali untuk mengikuti imam meskipu telah
salam.
5. Shalat fardhu makmum harus sama dengan
shalat yang dilakukan imam.
Shalat fardhu makmum harus sama dengan
shalat yang dilakukan imam yang diikutinya,
maksudnya apabila imam melakukan shalat
zuhur maka makmum yang mengikuti imam juga
harus melakukan shalat zuhur. Tidak sah shalat
zuhur makmum diikuti dengan shalat asar imam,
apabila shalat fardhu makmum diikatkan dengan
shalat.
Kesimpulan penulis mengenai hal diatas adalah bahwa
didalam pelaksanaan shalat berjamaah ada hal-hal yang perlu
diperhatikan sehingga pelaksanaan shalat berjamaah tersebut
dapat berjalan dengan khusyuk, jangan karena disuruh untuk
menjadi imam langsung mau menjadi imam didalam shalat
tampa melihat hal-hal yang perlu diperhatikan sehingga shalat
berjamaah berjalan dengan baik. Tugas sebagai sebagai
seorang imam sangatlah besar, sebab seorang imam apabila
salah maka dia menanggung dosa seluruh makmumnya.