BAB II PEMBAHASAN
B. Shalat Berjamaah
7. Hukum Berjamaah Dengan Satu Makmum
Shalat berjama’ah sah walau hanya dilakukan oleh dua
orang, yakni hanya ada imam dan makmum, meskipun
yang menjadi makmum adalah anak-anak kecil atau
seorang perempuan. Hal ini merujuk kepada beberapa
hadits-hadits berikut :
a. Ibnu Abbas, berkata, “saya menginap dirumah bibiku,
maimunah. Ketika malam tiba, Nabi SAW bangun
melakukan shlat malam, dan aku pun turut shalat
bersama beliau. Semula aku berdiri disisi kiri beliau,
kemudian beliau menarik kepalaku dan menempatkan
aku disebelah kanan beliau.18
b. Abu Said dan Abu Hurairah berkata, bahwa Rasulullah
bersabda:
ِﻦْﻴَﺘَﻌْﻛَر ﺎَﻴﻠَﺼَﻓ ُﻪَﺗا َﺮْﻣا َﻆَﻘْﻳاَو ِﻞْﻴﻠﻟا َﻦِﻣ َﻆَﻘْﻴَﺘْﺳا ْﻦَﻣ
ِتاَﺮِﻛ اﺬﻟاَو اًﺮْﻴِﺜَﻛ َﻪﻠﻟا َﻦْﻳِﺮِﻛ اﺬﻟا َﻦِﻣ ﺎَﺒِﺘُﻛ ﺎًﻌْﻴِﻤَﺟ
c. Abu Said berkata bahwa ada seseorang masuk kemesjid,
sedangkan Rasulullah dan para sahabat telah
melakukan shalat. Maka, Rasulullah bersabda: lalu,
berdirilah seorang laki-laki dari mereka dan melakukan
shalat bersamanya.
d. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Abu Bakar
Ash-Shiddiq adalah orang yang shalat bersamanya. Dari
hadits ini Imam At-Tirmidzi menyimpulkan tentang
18 Sayyid Sabiq, fiqih sunnah, (surakarta: insan kamil, 2016) hal 419
bolehnya seseorang melakukan shalat (yang kedua
kalinya) dengan berjamaah di mesjid meskipun ia telah
melakukan shalat sendiriandimesjid itu. Pendapat ini
yang juga dianut oleh Ahmad dan Ishaq.
e. Ada sebagian ulama yang berpendapat, “mereka cukup
dengan shalat masing-masing”. Ini adalah pendapat
Sufyan, Malik, Ibnu Mubarak, dan Syafi’i.
8. Tujuan sahalat berjama’ah
Tujuan shalat berjama’ah dapat ditinjau dari dua segi
yaitu tujuan yang bersifat individu dan tujuan yang bersiat
sosial.tujuan yang bersifat individu merupakan tujuan
yang menyangkut pribadi orang yang mengerjakan shalat,
sedangkat tujuan yang bersifatsosial adalah tujuan yang
menyangkut hubungan antara orang yang mengajarkan
shalat dengan orang lain/masyarakat.19
Tujuan yang menangkut pribadi orang yeng
mengerjakan shalat adalah untuk beribadah atau
menyembah Allah SWT karena dengan menyembah Allah
berarti mendekatkan diri kepadanya dan menguatkan jiwa.
19 Tm, Habsy Ashshiddieqi, pedoman shalat,...hal 308
Keinginan mendekatkan kepadanya semata-mata
mengagungkan Allah SWT bukan berlomba-lomba
mempertahankan hawa nafsu dalam mencapai
kemegahan dan mengumpulkan harta.
Tujuan solat berjama’ah yang bersifat sosial adalah untuk
menciptakan kebersamaan diantara umat islam, sehingga
dengan kebersamaan itu lahirlah persatuan, solidaritas,
dan persaudaraan. Didalam shalat berjama’ah terkandung
nilai-nilai sosial, yang menyangkut tata cara berhubungan
dengan orang lain. Seperti bagaimana cara mentaati
pemimpin dan bagaimana cara berdampingan dengan
sesama manusia, hal ini sangat relavan sekali jika
dibawahkan kepada tatanan hidup bermasyarakat.
Dengan adanya seseorang mengerjakan shalat
berjamaah maka timbul akan saling kenal antara satu
dengan yang lainnya. Bermula dari mengenal wajah,
karena saling berjumpa, maka akan timbul rasa ingin tahu
nama dan seterusnya, sehingga rasa persaudaraan
terwujud. Anjuran untuk saling mengenal ini terdapat
dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Hujarat ayat 13
yang berbunyi :
ْﻢُﻜَﻨْﻠَﻌَﺟَو ﻰَﺘْﻧاَو ٍﺮَﻛَذ ْﻦﻣ ْﻢُﻜَﻨْﻘَﻠَﺧ ﺎﻧا ُسﺎﻨﻟاﺎُﻬْﻳﺎَﻳ ﻪﻠﻟا نإ ْﻢُﻜَﻘْﺗا ﻪﻠﻟااَﺪْﻨَﻋ ْﻢُﻜَﻣَﺮْﻛا نا اﻮُﻓَرﺎَﻌَﺘِﻟ َﻞِﺋ ﺎَﺒَﻗَوﺎًﺑﻮُﻌُﺷ ٌﺮْﻴﺒَﺧ ٌﻢﻴﻠَﻋ
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kmu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kmu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal. (Q.S Al-Hujarat: 13)
9. Hikmah shalat berjamaah
Setelah membahas tujuan dari shalat berjamah
selanjutnya penulis akan membahas hikmah dari shalat
berjamah tersebut, diantara hikmah yang didapat atau
diperoleh dari shalat berjamah adalah sebagai berikut:
a. Memupuk keimanan
Dalam wasiat abu bakar menjelaskan suatu
metodologi untuk memupuk keimanan, karena
keimanan membutuhkan pupuk dan pupuknya adalah
ibadah sehari-hari seperti shalat lima waktu yang
dilaksanakan secara berjamaah dimesjid dengan
khusyuk dan tenang. Jika seseorang mengabaikan hal itu maka dapat melemahkan iman dan sikap konsistennya.
Besarnya usaha seseorang untuk beribadah maka
sebesar itu pula imannya bertambah dan sebesar itu
pula kekuatan hubungannya dengan Allah menguat.20
b. Sebagai pembina karakter islam
Diantara hikmah shalat berjamaah dalam
membina karakter islam adalah untuk meningkatkan
semangat beribadah, khusuknya shalat, memelihara
shalat, dan berlomba untuk mengerjakannya
sebaik-baiknya.
Melaksanakan shalat dengan segala ketekunan,
memperbanyak melakukannya, karena selama ini
hanya dikerjakan sendirian atau pun karena tidak tahu
tata cara secara benar untuk mencapai ridha Allah SWT.
20 Rifqi Romadhani, pahala dandosa, (jombang : Lintas media), hal 140
Sehingga dengan shalat berjamaah ia dapat
mempelajari hukum yang belum diketahui, tata cara
dan bacaannya dengan cara bertanya kepada ulama
yang menguasai masalah fiqh atau hamba-hamba Allah
yang shaleh. Dan diantara hikmahnya lagi adalah
bahwa ketulusan sebagian orang yang melakukan
jamaah dalam shalatnya dan kekhusukan dapat
mempengaruhi kepada orang yang berjamaah, maka
dapat dijadikan sebab diterimanya ibadah mereka,
disamping menutupi kelemahan dan kekurangannya
adalah merupakan suatu yang logis karena orang-orang
yang ikhlas dan khusuk tidak akan rela
saudara-saudaranya sengsara.
c. Menolong orang yang mengerjakan shalat untuk
mewujudkan khusuk yaitu dengan jalan
menghindarkan mereka dari lupa dan menghadirkan
hati yang keduanya itu menjadi ruh shalat. Dengan
khusuk dan hadirnya hati terwujudlah maksud dari
shalat itu, yakni membesarkan tuhan yang maha esa
dan maha agung.
d. Sahalat berjamah itu bisa menghidupkan kembali roh
kebersamaan dan solidaritas dalam hidup
bermasyarakat, karena pada dasarnya manusia adalah
makhluk sosial yang tidak bisa hidup secara sendiri dan
membutuhkan orang lain.21
e. Dalam shalat berjamah terkandung nilai-nilai
persaudaraan dan persatuan diantara sesama umat
islam. Dengan adanya shalat berjamah seseorang dapat
saling mengenal diantara sesama saudaranya. Dimana
tida ada lagi perbedaan yang tampak antara sika dan
simiskin, tua dengan muda, penjabat dengan rakyat,
besar dan kecil, semuanya sama-sama merendahakan
diri kepada Allah SWT.
f. Shalat berjamah merupakan sarana dakwah yang
sangat efektif dan merupakan lambang
kesatuankelompok umat. Maka apabila disuatu daerah
shalat berjamaah tersebut dapat diselenggarakan
21 Husain Muhammad Syamir, 31 Sebab Lemahnya Imam, (jakarta : Darul Haq, 2001), hal 27-28
dengan baik makakekompakan dan persatuan akan
mudah terbina dalam masyarakat tersebut.
g. Sahalat berjamaah dapat membatu pemahaman orang
awam tentang shalat, dimana ilmu orang awam akan
bertambah karena berada dimajlis orang alim.
h. Shalat berjamaah dapat membiasakan umat untuk
mengikuti pemimpin karena dalam tata cara shalat
berjamaah terdapat salah satu konsep kepemimpinan
dan kemasyarakatan, yang menyangkut tata cara
mengikuti imam, termasuk hal-hal yang harus
dilakukan apabila imam terlupa atau salah.
Jadi, penulis dapat menyimpulkan bahwa hikmah didalam
shalat berjamaah itu adalah dengan shalat berjamaah dapat
memupuk rasa keimanan terhadap Allah SWT sehingga timbul
didalam sanubari rasa solidaritas terhadap lingkungan
sekitar seperti tolong menolong dan sebagainya sehingga
timbul rasa persaudaraan antara sesama muslim, dan didalam
shalat berjamaah juga mengajarkan kepada umat manusia
agar selalu patuh dan taat kepada pemimpin.
10. Cara melaksanakan shalat berjamaah
Dalam melaksanakan shalat berjamaah mempunyai
cara-cara tertentu, kaum muslimin baik laki-laki maupun
perempuan berhimpun disuatu tempat dan berbaris
(bersahaf), menghadap kiblat dan salah seorang bertindak sebagai imam yang akan memimpin shalat berjamaah
tersebut dan berdiri didepan makmum.22
Didalam peraturan shaf shalat berjamaah kaum
perempuan berjajar sesamanya dan berdiri dibelakan
barisan atau shaf laki-laki. Imam selaku pemimpin dalam
shalat hendaknya meringkas cara pelaksanaan shalat.
“Diringkaskan” disini adalah dalam hal pengguanaan
ayat, artinya kata ayat yang digunakan imam dalam shalat
tersebut janganlah ayatyang terlalu panjang, karena
dengan panjangnya ayat tersebut akan membuat makmum
merasa diberatkan atau disulitkan, mengingat kondisinya
yang tidak memungkinkan yaitu orang tua, anak-anak,
lemah dan mempunyai keperluan lain.
22 Syamsudin Noor, Pedoman Shalat Berjamaah Menurut Rasulullah SAW, (Jakarta:
Amnur Press, 2007), hal 92
Dengan melihat besarnya tanggung jawab imam dalam
shalat berjamaah, maka yang akan menjadi imam tidak
boleh sembarangan saja, seorang imam harus memenuhi
kriteria-kriteria tertentu.
Adapun kriteria seorang imam adalah sebagai berikut:
a. Islam
Islam merupakan syarat mutlak bagi seseorang
untuk menjadi imam, oleh karna itu orang kafir
tidak sah untuk menjadi imam, sedangkan orang
fasik dan ahli bid’ah sah menjadi imam tetapi tentu
saja makruh hukumnya.
b. Baliq
Mengenai kriteria baliq ini terdapat iktilaf ulama,
diantaranya:
1. Menurut Imam Abu Hanifah anak kecil tidak
boleh menjadi imam baik dalam shalat fardhu
maupun shalat sunnah.
2. Menurut Imam Syafi’i anak kecil boleh menjadi
imam baik dalam shalat fardhu maupun shalat
sunnah asalkan mumayyiz, kecuali dalam shalat
jum’at.
c. Berakal
Orang gila tidak sah menjadi imam disaat tidak
sadar. Tetapi jika ada seseorang yang terkadang ia
gila dan terkadanf sembuh, maka dikala sembuh
atau sdar itu sah menjadi imam dan jika kumat
kembali maka batalah.23
d. Laki-laki
Wanita atau bancitidak sah menjadi imam bagi
orang laki-laki, baik dalam shalat fardhu maupun
dalam shalat sunnah.
e. Imam haruslah orang fasih bacaanya
Orang yang qari tidak sah beriman kepada orang
23 Sudirman Yuba, Nikmatnya Shalat Berjamaah, (Banten : Pustaka Irvan, 2008), cet 1, hal 30
yang tidak pandai atau fasih membaca.
f. Sehat
Orang yang menjadi imamdalam shalat haruslah
orang yang sehat dari penyakit-penyakit seperti
mimisan yang terus menerus keluar, besar kencing,
dan sebagainya. Tetapi bagi golongan Syafi’i dan
Maliki hal itu sah hanya saja hukumnya makruh,
kecuali bagi makmum yang penyakitnya sama
dengan imam.
g. Suci
Orang yang berhadas atau terkena najis tidak sah
menjadi imam tetapi jik ia lupa bahwa dirinya
berhadas lalu shalat menjadi imam sedangkan
makmum tidak mengetahui keadaannya, maka jika
terus ia menyelesaikan shalatnya, shalatnya
makmum adalah sah sedangkan shalatnya imam
batal.
Disamping imam, makmum juga memiliki beberapa
ketentuan agar shalat berjamaah sah. Ketentuan
tersebut antara lain :
1. Tidak berdiri didepan imam
Jika berdiri didepan imam maka shalat tidak sah
kecuali jika shalat berjaah itu disekeliling ka’bah.
Jika makmum sendirian ia berdiri disebelah kanan
imam sedangkan jika dua orang arau lebih
hendaklah berdiri dibelakang imam.
2. Makmum harus mengetahui secara pasti segala
perbuatan imam
Makmum harus mengetahui perbuatan imam
baik dengan cara melihat atau mendengarnya.
Apabila terdapat bangunan atau dinding yang
memisahkan keduanya. Maka disyaratka ada pintu
yang dapat menghubungkan tempat mereka. Sah
juga shalat imam dan makmum apabila didalam
mesjid sedangkan makmum diluar mesjid tetapi
jarak tidak lebih dari 300 hasta, dari sisi mesjid dan
tidak terdapat bangunan/dinding yang
menghalanginya.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa jarak antara
imam dan makmum tidak boleh terlalu jauh agar
segala perbuatan imam dapat dilihat dan didengar
oleh makmum.24
3. Makmum berniat mengikuti imam
Dalam shalat berjamaah sahnya shalat makmum
tegantung kepada niat, yaitu niat mengikuti
imam. Seorang makmum tidak boleh menyalahi
imam dalam setiap gerakan, karena imam
merupakan orang yang harus diikuti dalam
shalat.
4. Makmum harus selalu mengikuti imam
Dalam shalat berjamaah harus selalu
mengikuti imam dan haram menadahuluinya,
jika mendahului dalam takbiratul ikhram atau
dalam mengucapkan salam maka shalatnya batal.
Tetapi jika mengucapkan salam itu disebabkan
lupa maka ia harus mengulanginya lagi bersama
24 Masykuri Abdurrahman, Syaiful Bahri, Kupas Tuntas Shalat, Tata Cara Dan Hikmahnya, (Jakarta : PT Glora Aksara, 2006), hal 45
imam. Demikian juga batal shalatnya, jika ia
mendahului imam dengan satu rukun fi’il, yang
tidak dikerjakan bersama-sama dengan imam,
seperti ia rukuk dan bangkit kembali sementara
imam masih berdiri. Namun apabila ia lupa maka
ia harus kembali mengikuti imam dan tambahkan
yang dilakukannya itu dianggap tidak ada atau
tidak terpakai.
Dengan demikian pada intinya apabila
makmum mendahului imam baik dari segi
ucapan atau rukun fi’il dengan alasan lupa atau
tidak sengaja maka dimaafkan dan diwajibkan
kembali untuk mengikuti imam meskipu telah
salam.
5. Shalat fardhu makmum harus sama dengan
shalat yang dilakukan imam.
Shalat fardhu makmum harus sama dengan
shalat yang dilakukan imam yang diikutinya,
maksudnya apabila imam melakukan shalat
zuhur maka makmum yang mengikuti imam juga
harus melakukan shalat zuhur. Tidak sah shalat
zuhur makmum diikuti dengan shalat asar imam,
apabila shalat fardhu makmum diikatkan dengan
shalat.
Kesimpulan penulis mengenai hal diatas adalah bahwa
didalam pelaksanaan shalat berjamaah ada hal-hal yang perlu
diperhatikan sehingga pelaksanaan shalat berjamaah tersebut
dapat berjalan dengan khusyuk, jangan karena disuruh untuk
menjadi imam langsung mau menjadi imam didalam shalat
tampa melihat hal-hal yang perlu diperhatikan sehingga shalat
berjamaah berjalan dengan baik. Tugas sebagai sebagai
seorang imam sangatlah besar, sebab seorang imam apabila
salah maka dia menanggung dosa seluruh makmumnya.
C. Penelitian Relevan
Pelenelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah
penelitian yang dilakukan oleh Dian Willian yang berjudul
penelitiannya “Faktor Penyebab Tidak Dilaksanakan Shalat
Ashar Berjamaah Bagi Siswa Madrasah Diniyah Awaliyah
Hasanatuddin Pakan Labuah Tigo Boleh” dalam penelitian ini
Dian Willian untuk mengetahui faktor penyebab tidak
dilaksanakan shalat berjamaah dia merumuskan rumusan
masalahnya mengenai apakah faktor penyebab siswa tidak
melaksanakan shalat ashar berjamaah.25 Sedangkan didalam
rumsan masalah saya adalah sebagian masyarakat masih
kurang dalam melaksanakan shalat berjamaah. Jadi,
perbedaan penelitian ini terletak pada rumusan masalahnya.
Penelitian relevan selanjutnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Muhamad Basori dengan judul “Kedisiplinan
Shalat Berjamaah Dalam Pembinaan Akhlak Siswa Disekolah
Menengah Atas Pondok Modren Selamat Kendal” dia
merumuskan rumusan masalahnya mengenai apa saja faktor
penghambat pelaksanaan kedisiplinan shalat berjamaah
siswa. Sedangkan didalam rumusan masalah saya adalah
sebagian masayarakat tidak melaksanakan shalat berjamaah.
Jadi, perbedaan penelitiannya terletak pada rumusan
25 Dian Willian, Faktor Penyebab Tidak Di Laksanakan Shalat Ashar Berjamaah Bagi Siswa Madrasah Aliyah Hasanatuddin Pekan Labuh Tigo Baleh, (Skripsi, 2012)
masalahnya.26
Penelitian relevan lainnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Siti Nindoru Rohmah dengan judul
“Implementasi Pelaksanaan Shalat Berjmaah Dalam
Pembentukan Karakter Siswa Di Mts Surya Buana Malang” dia
melakukan teknik pengumpulan data yaitu dengan cara
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pada penelitian
diatas teknik pengumpulan datanya dilakukan disekolah
sedang teknik penelitian yang saya lakukan adalah di
masyarakat. Jadi perbedaannya terletak pada teknik
pengumpulan data.27
Penelitian relevan selanjudnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Muhammad Habibi dengan judul “Pembiasaan
Shalat Berjamaah Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Peserta
Didik Di Mts Nu Kaliawi Bandar Lampung” dalam penelitian
metode yang dilakukan oleh Muhammad Habibi adalah
postpositivisme. Sedang kan metode penelitian yang saya
26 Mhamad Basori, Kedisiplinan Shalat Berjamaah DiDalam Pembinaan Akhlak Siswa Di Sekolah Menengah Atas Pondok Modrern Selamat Kendal, (Skripsi, 2017)
27 Siti Nindoru Rohmah,Implementasi Pelaksanaan Shalat Berjmaah Dalam Pembentukan Karakter Siswa Di Mts Surya Buana Malang, (skripsi, 2019)
lakukan adalah snowball sampling. Jadi, perbedaannya
terletak pada metode penelitiannya.28
Penelitian relevan lainnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh M. Mujalisin dengan judul “Pengaruh Shalat
Zuhur Berjamaah Terhadap Kemampuan Afektif Siswa Di
Sekolah Kelas VIII MTs. Al-Ihsan Pamulang” pada penelitian
ini teknik pengumpulan datanya adalah observasi,
wawancara, angket dan dokumentasi. Sedangkan teknik
pengumpulan data yang saya lakukan adalah wawancara dan
observasi. Jadi, perbedaannya terletak pada teknik
pengumpulan data.29
28 Muhammad Habibi dengan judul, Pembiasaan Shalat Berjamaah Dalam Meningkatkan Kedisiplinan Peserta Didik Di Mts Nu Kaliawi Bandar Lampung, (Sripsi, 2019)
29 M. Mujalisin dengan judul, Pengaruh Shalat Zuhur Berjamaah Terhadap
Kemampuan Afektif Siswa Di Sekolah Kelas VIII MTs. Al-Ihsan Pamulang, (Skripsi, 2015)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian
adalah penelitian lapangan (field researct). Sedangkan metode
yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini penulis
menggambarkan masalah di lapangan sesuai dengan
fakta-fakta yang penulis temukan di lapangan.
Mengenai metode deskriptif kualitatif ini di jelaskan
oleh Suharsimi Arikunto: ”penelitian deskriptif kualitatif tidak
dimaksud untuk menguji hipotesa tertentu tetapi hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala
atau kejadian.” Memang adakalanya dalam penelitian
deskriptif kualitatif ini juga membuktikan, tetapi tidak lazim
yang umumnya adalah penelitian deskriptif kualitatif tidak
dimaksudkan menguji hipotesa.30
Dengan demikian dapat dipahami penelitian lapangan
(field researct) yaitu penelitian yang dilakukan disuatu lokasi, ruangan yang luas dan tengah-tengah masyarakat yang
bersifat deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kualitatif dapat
diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek
penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak sebagaimana adanya sehingga tidak bermaksud
30 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Penilitan Ilmiah, (Bandung: Cv Pustakastia, 2005) Hal 64
membandingkan.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Nagari Muara Kiawai,
kec. Gunung Tuleh, kab. Pasaman Barat. Alasan penulis
memilih lokasi penelitian ini sebagai latar belakang yang
didasarkan kepada pertimbangan bahwa lokasi ini lah penulis
menemukan suatu permasalahan yang perlu dibahas dan
dipecahkan yaitu pelaksanakan shalat berjamaah.
C. Informan Penelitian
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk
memberikan informasi tentang situasi dan kondisi lokasi
penelitian. Jadi ia mempunyai kewajiban sukarela menjadi
anggota tim penelitian, walaupun hanya bersifat informan,
dengan kebaikan dan sukarelanya ia dapat memberikan
pandangan tentang nilai-nilai sikap, bangunan, proses dan
kebudayaan yang menjadi lokasi penelitian setempat.31
Informan penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu:
a. Informan kunci
Informen kunci adalah orang yang dijadikan kunci. Dalam
31 Sukardi, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003) Hal 53
penelitian ini orang yang dijadikan informan kunci adalah
bapak jorong dan laki-laki yang sudah balig.
b. Informan pendukung
Informen pendukung adalah informen tambahan.
Informen pendukung ini ada setelah adanya informen kunci.
Ada pun informen pendukung dalam penelitian ini yaitu ketua
mesjid dan alim ulama dan tokoh masyarakat.
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data adalah cara-cara yang
digunakan dalam pemngumpulan data. Dalam pengumpulan
data, penulis terjun secara langsung terhadap obyek
penelitian. Sehingga data yang didapat merupakan data fakta
yang diperoleh dari sumbernya langsung.
Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah sebagai alat pengumpul data,
observasi langsung memberikan sumbangan yang
sangat penting sekali dalam penelitian deskriptif.
Jenis-jenis informasi tertentu dapat diperoleh melalui
pemangatan langsung oleh peneliti. Hasil observasi ini
berguna untuk menguatkan data yang diperoleh dari
hasil wawancara. Tekhnik pengumpulan data melalui
observasi ini, peneulis mengamati penyebab
masyarakat tidak melaksanakan shalat berjamaah
dimesjid. Kemudian data ini dituangkan kedalam hasil
penelitian.32
b. Wawancara
Wawancara adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mendapatkan informasi secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan
secara lisan kepada responden. Wawancara merupakan
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu wawancara (interviewe)
32 Sugiono, Metode Penelitan Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D, (Bandung:
Alfabeta, 2011) Hal 145
yang mengajukan pertanyaan yang diwawancarai
(interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
itu. Maksud mengadakan wawancara, menurut Lexy
J.Moleong seperti yang dikutip oleh Lincoln dan Guba
antara lain; mengkontruksikan mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntunan, kepedulian dan lain-lain kebetulan
mengkontruksi mengubah dan memperluas informasi
yang diperoleh dari orang lain.
Karena keterbatasan penulis, maka untuk
melaksanakan wawancara, penulis akan menggunakan
tekhnik snowball sampling, yaitu wawancara
berdasarkan pedoman wawancara. Selanjutnya dalam
proses wawancara berlangsung pewancara
mengarahkan yang diwawancarai, bila responden
menyimpang, pedoman wawancara berfungsi sebaagai
pengendali agar proses wawancara tidak kehilangan
arah.
Dengan pedoman pada panduan wawancara, lalu
penulis menulis jawaban yang di berikan informan
tersebut. Setelah itu, penulis sempurnakan dan
menaungkannya kedalam narasi.
E. Tekhnik Analisis Data
Setelah data terkumpul, kemudian penulis mengolah
data dengan menggunakan teknik analisis data menurut Miles
dan Hubermen, yang mana di dalam teknik tersebut terdapat
Reduksi Data, Display Data, dan Verifikasi atau Conclusion.
1. Reduksi data itu adalah, memilih data terlebih dahulu,
kemudian merangkup data tersebut, setelah itu
menyimpulkan data itu.
2. Display Data adalah, setelah data itu dipilih, dirangkup dan
disimpulkan, maka data tersebut dipaparkan.
3. Verifikasi Data atau Conclusion adalah, mengambil
kesimpulan dari data yang telah di analisis.33
F. Triangulasi Data
Triangulasi adalah tekhnik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk
33 Rahma Hidayati Sari, Metodologi Penelitian, (Bukittinggi: Suci Percetakan
& Photocopy, 2018) Hal 36
keperluan pengecekan atau sebagai perbandingan terhadap
data tersebut. Tekhnik triangulasi yang paling banyak
digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya.
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan cara membandingkan
data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.34
Hal ini dapat dicapai dengan jalan:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan
hasil wawancara
hasil wawancara