Kemampuan Akhir yang Diharapkan
Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai riset case control.
3.1.
Pengertian Riset Case ControlRiset epidemiologi dirasa perlu diuraikan dalam epidemiologi lingkungan. Hal ini menjadi sangat penting karena beberapa hal. Pertama, zat pencemar lingkungan akan semakin banyak dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya, kebanyakan belum, atau tidak jelas efeknya terhadap kesehatan sehinga perlu terus dipantau. Pemantauan dengan tujuan sedemikian perlu dilaksanakan dengan memakai langkah riset epidiemologi lingkungan karena tanda yang ditimbulkan pencemar lingkungan seringkali tidak berbeda dari penyakit infeksi biasa, sedangkan agen-nya sangat berbeda. Selain itu, sebuah zat pencemar (agen) bisa menyebabkan timbulnya tanda dari berbagai penyakit yang dikenal, dan sebaliknya berbagai zat pencemar (agen) dapat memberi tanda yang sama. Kedua, karena zat pencemar merupakan agen potensial karena sifatnya yang tergolong berbahaya. Untuk mengetahui masalah tersebut, maka kita perlu mengetahui prinsip-prinsip dasar dan langkah-langkah riset epidemiologi yang dapat digunakan untuk riset awal.
Riset case control adalah studi epidemiologis yang mempelajari hubungan antara paparan (amatan riset) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok pengendali berdasarkan status paparannya (Sugiyono, 2013). Riset ini mempelajari seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi munculnya efek.
Case control dalam desain studi epidemiologi adalah studi analitik yang menganalisa hubungan kausal dengan memakai logika terbalik, yaitu menentukan penyakit (luaran) terlebih dahulu dan Selanjutya mengidentifikasi penyebab (faktor risiko) (Sastroasmoro dkk., 2010). Studi case control umunya dilaksanakan dengan memakai kelompok pengendali sehingga dinamakan sebagai studi case control dan bersifat retrospektif. Dalam studi case control ini dimulai dengan kasus atau sampel yang telah ada atau sudah muncul dan sudah ada dimana digunakan sampel kelompok pengendali sebagai pembanding. Kelompok pengendali tersebut terdiri dari sekumpulan orang yang bukan kasus (bukan penderita penyakit yang bersangkutan) yang ciri-cirinya (dalam hal umur, bentuk kelamin, ras, tingkat sosial, dan lain-lain). Pada studi case control, dimulai dari pemaparan pada masa lampau untuk melacak riwayat pengalamannya.
24
bagaimana faktor risiko dipelajari dengan memakai pendekatan retrospektif, dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan efek atau penyakit tertentu (kelompok kasus) dan kelompok tanpa efek (kelompok pengendali), Selanjutya diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kelompok kasus terkena efek, sedangkan kelompok pengendali tidak (Gordis, 2009).
Desain riset ini bertujuan mengetahui apakah sebuah faktor risiko tertentu benar berpengaruh terhadap munculnya efek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kelompok pengendali. Jadi, hipotesis yang diajukan adalah: Pasien penyakit x lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y dibandingkan dengan mereka yang tidak berpenyakit X. Pertanyaan yang perlu dijawab dengan riset ini adalah : apakah ada asosiasi antara variabel efek (penyakit, atau kondisi lain) dengan variabel lain (yang diduga mempengaruhi muncul penyakit tersebut) pada populasi yang diteliti.
Pada case control, riset dimulai dengan menentukan populasi, populasi riset diambil dari sumber yang sama sehingga memiliki karakteristik yang sebanding kecuali status penyaitnya. Membagi sasaran riset menjadi 2 populasi, yaitu populasi kasus dan populasi pengendali (penyakit typhoid). Peneliti mengukur paparan wawancara, memeriksa catatan medis, dan lain sebagainya. Untuk kasus typhoid sebagai disease (D) yang muncul pada anak-anak maka populasi dengan kasus atau typhoid memiliki paparan (E) kebiasaan jajan di sekolah dan tidak mencuci tangan, tidak jajan di sekolah dan mencuci tangan sedangkan pada kelompok pengendali memiliki kebiasaan tidak jajan di sekolah dan sering mencuci tangan untuk tidak terkena risiko penyakit typhoid.
Riset retrospektif sering dinamakan juga riset case control, ekspos faktor dan untuk memudahkan agar tidak muncul kesalahan maka disarankan untuk memakai istilah trohok atau trohoc (Alvan Feinstein) yaitu kohort yang dibaca dari belakang selaras dengan kegiatan perjalanan penyakit yang diikuti, sedangkan pada riset kohort kegiatan diikuti kedepan Maknanya dari faktor risiko mencari insidensi, sedangkan riset retrospektif mengikuti kegiatan ke belakang dari penderita pada kondisi awal untuk mencari faktor risiko.
Studi case control adalah sebuah riset analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan memakai pendekatan “retrospektif.” case control dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor risiko mempengaruhi munculnya penyakit, misalnya hubungan anatara kanker serviks dengan perilaku seksual, hubungan anatara tuberkulosis anak dengan vaksinasi BCG atau hubungan antara status bayi gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada
25 ibu.
Studi riset case control ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3. 1 Gambaran Studi Case Control
Desain case control sering dipergunakan para peneliti karena dibandingkan dengan kohort, ia lebih murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar. Bahkan untuk penyakit yang jarang, case control merupakan satu-satunya riset yang mungkin dilaksanakan untuk mengidentifikasi faktor risiko. Misalnya, kita ingin menentukan apakah pemberian esterogen pada ibu pada periode sekitar konsepsi mempertinggi risiko munculnya kelainan jantung bawaan. Dengan mengetahui bahwa insiden penyakit jantung bawaan pada BBL dari ibu yang tidak mendapat esterogen adalah 8 per 1000.
Studi kohort diperlukan ±4000 ibu terpajan dan 4000 ibu tidak terpajan faktor risiko untuk dapat mendeteksi potensi peninggian potensi peninggian risiko sebanyak 2x. Sedangkan case control hanya diperlukan 188 kasus dan 188 pengendali.
Bila yang diteliti adalah kelainan jantung yang khusus, misalnya malformasi konotrunkus yang kekerapannya hanya 2 per 1000, maka untuk riset kohort diperlukan 15.700 ibu tepajan dan 15.700 ibu tidak terpajan esterogen. Sedangkan untuk case control tetap hanya diperlukan 188 kasus dan 188 pengendali.
3.2.
Tahapan Riset Case ControlTahap-tahap riset case control (Hadi, 2015) ini adalah sebagai berikut:
1.
Identifikasi variabel-variabel riset (faktor risiko dan efek).2.
Menetapkan objek riset (populasi dan sampel).3.
Identifikasi kasus.26
5.
Melaksanakan pengukuran “retrospektif” (melihat kebelakang) untuk melihat faktor risiko.6.
Melaksanakan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel- variabel objek riset dengan variabel pengendali.3.3.
Langkah-Langkah Riset Case ControlLangkah-langkah dalam melaksanakan riset case control menurut Arikunto (2016) antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Menetapkan pertanyaan riset dan hipotesis yang selaras. Dari pertanyaan riset dapat disusun hipotesis riset yang akan diuji kebenarannya secara empiris.2.
Menetapkan variabel risetIntensitas pajanan faktor risiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis, frekuensi, atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor risiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat bersifat:
a.
Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat dua kategori, misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak.b.
Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari dua tingkat, misalnya tidak pernah, terkadang, atau sering terpajan.c.
Kontinu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun, pritas, dan berat lahir.Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa:
a.
Lamanya Pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus-menerus,b.
Saat mendapat pajanan pertama,c.
Bilakah muncul pajanan terkahir.3.
Menetapkan subjek risetKelompok kasus adalah kelompok individu yang menderita penyakit yang akan diteliti serta ikut dalam kegiatan riset sebagai subjek studi. Sedangkan kelompok pengendali adalah kelompok individu sehat atau tidak menderita penyakit yang akan diteliti, tetapi memiliki peluang yang sama dengan kelompok kasus karea terpajan oleh faktor risiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit. Cara terbaik untuk mermilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subjek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam praktek, hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakan karena riset case control lebih sering dilaksanakan pada kasus yang jarang, dimana diagnosisnya biasanya ditegakkan di rumah sakit. Beberapa hasil berikut ini perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi case control.
27
b.
Tempat pengumpulan kasus.c.
Saat diagnosis.Sementara itu, pemilihan pengendali semata-mata ditentukan oleh peneliti sehingga sangat terancam bias. Kelompok pengendali harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus dan didasarkan pada kesamaan dengan karakteristik subjek pada kasus, sehingga memiliki kesempatan yang sama untuk terpajan oleh faktor risiko yang diteliti. Ada beberapa cara memlilih pengendali yang baik, diantaranya yaitu:
a.
Memilih kasus dan pengendali dari populasi yang sama.b.
Memilih pengendali dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variabel yang diteliti (matching).c.
Memilih lebih dari satu kelompok pengendali.Pada dasarnya untuk riset case control jumlah subjek yang akan diteliti bergantung pada:
a.
Berapa besar densitas pajanan faktor risiko pada populasi. Bila densitas pajanan faktor risiko terlalu¶ kecil atau terlalu¶ besar, maka kemungkinan pajanan risiko pada kasus dan pengendali hampir sama dan diperlukan sampel yang cukup besar untuk mengetahui perbedaanya.b.
Odds ratio terkecil yang dianggap bermakna (R).c.
Derajat kemaknaan (kesalahan tipe I,a) dan kekuatan (power=1-b) yang dipilih. Biasanya dipilih a=5%, b=10% atau 20% (power=90% atau 80%).d.
Rasio (perbandingan) antara jumlah kasus dan pengendali. Dengan memilih pengendali lebih banyak, maka jumlah kasus dapat dikurangi. Bila jumlah pengendali diambil c kali, maka jumlah kasus dapat dikurangi dari n menjadi (c+1)e.
Apakah pemilihan pengendali dilaksanakan dengan matching atau tidak. dengan melaksanakan matching, jumlah subjek yang diperlukan menjadi lebih sedikit.4.
Melaksanakan pengukuran variabelPengukuran terhadap variabel yang dipelajari (efek dan faktor risiko) merupakan hal yang sentral pada studi case control. Penentuan efek harus sudah didefinisakan dalam usulan riset. Pengukuran faktor risiko atau pajanan yang muncul di waktu lampau melalui anamnesis (recall) semata-mata mengandalkan daya ingat responden. Bias yang dapat mengancam dalam konteks ini adalah recall bias.
28
Analisis hasil studi case control dapat bersifat sederhana yaitu penentuan odds ratio, sampai yang bersifat kompleks yaitu memakai analisis multivariant. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti, bagaimana cara memilih pengendali (cocok atau tidak), dan terdapatnya variabel yang mengganggu atau tidak.
a.
Menetukan kasus1)
Insidensi (baru) atau prevalensi (baru+lama).2)
Tempat pengumpulan kasus.3)
Waktu diagnosis.b.
Menentukan kelompok pengendali1)
Populasi yang sama dengan kasus.2)
“matching” (karakteristik pengendali = kasus dalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor risiko.3)
Pengendali lebih dari satu kelompok.4)
Pengendali harus dipilih secara independen, harus mewakili populasi sumber sehubungan dengan paparan.3.4.
Ciri-Ciri Riset Case ControlPemilihan subjek berdasarkan status penyakitnya untuk Selanjutya dilaksanakan pengamatan apakah subjek memiliki riwayat terpapar atau tidak. Subjek yang didiagnosis menderita dinamakan kasus, sedangkan subjek yang tidak menderita dinamakan pengendali. bentuk riset ini dapat saja berupa riset retrospekstif bila peneliti melihat kebelakang dengan memakai data yang berasal dari masa kemudian atau bersifat prospektif bila pengumpulan data berlangsung secara berkesinambungan seiring dengan berjalannya waktu. Idealnya riset case control itu memakai kasus (insiden) baru untuk mencegah adanya kesulitan dalam menguraikan faktor yang berhubungan dengan penyebab dan kelangsungan hidup.
Riset retrospektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Merupakan riset yang bersifat observasional.2.
Diawali dari kelompok penderita dilanjutkan dengan bukan penderita.3.
Terdapat kelompok pengendali.4.
Kelompok pengendali harus memiliki resiko terpajan oleh faktor resiko yang sama dengan kelompok kasus.5.
Membandingkan besar pengalaman terpajan oleh faktor resiko antara kelompok kasus dengan kelompok pengendali.29
3.5.
Karakteristik Riset Case ControlKarakteristik case control (Emzir, 2009) antara lain:
1.
Merupakan riset observasional yang bersifat retrospektif.2.
Riset diawali dengan kelompok kasus dan kelompok pengendali.3.
Kelompok pengendali digunakan untuk memperkuat ada atau tidaknya hubungan sebab-akibat.4.
Terdapat hipotesis spesifik yang akan diuji.5.
Kelompok pengendali memiliki risiko terpajan yang sama dengan kelompok kasus.6.
Pada riset case control, yang dibandingkan adalah pengalaman terpajan oleh faktor risiko anatara kelompok kasus dengan kelompok pengendali.7.
Penghitungan besarnya risiko relatif hanya melalui perkiraan melalui perhitungan odds ratio.Studi case control bersifat retrospektif, maksudnya adalah jika peneliti menentukan status penyakit dulu, kemudian mengusut riwayat paparan ke belakang. Arah pengusutan seperti itu bisa dikatakan “anti-logis,” sebab peneliti mengamati akibatnya dulu kemudian meneliti penyebabnya, sementara yang muncul sesungguhnya penyebab selalu mendahului akibat.
Studi case control, peneliti memakai kasus-kasus yang sudah ada dan memilih pengendali (non-kasus) yang sebanding. kemudian peneliti mencari informasi status (riwayat) paparan masing-masing subjek kasus dan pengendali. Jadi pada studi case control peneliti tidak bisa menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Sebagai ganti risiko, pada studi case control peneliti memakai odd. Odd adalah probabilitas dua peristiwa yang berkebalikan, misalnya sakit vs sehat, mati vs hidup, terpapar vs tidak terpapar. Dalam studi case control, odd pada kasus adalah rasio antara jumlah kasus yang terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada pengendali adalah rasio antara jumlah pengendali terpapar dibagi tidak terpapar. Jika odd pada kasus dibagi menjadi odd pada pengendali, diperoleh rasio (OR). OR digunakan pada studi case control sebagai pengganti RR.
Riset retrospektif dapat diartikan sebagai sebuah riset dengan pendekatan longitudinal yang bersifat observational mengikuti perjalanan penyakit kearah belakang (retrospektif) untuk menguji hipotesis spesifik mengenai adanya hubungan pemaparan terhadap faktor risiko di masa kemudian dengan timbulnya penyakit. Dapat dikatakan, mengikuti perjalanan penyakit dari akibat ke sebab dengan membandingkan besarnya pemaparan faktor risiko di masa kemudian antara kelompok kasus dengan kelompok pengendali sebagai pembnding. Hal ini menunjukkan bahwa pada awalnya riset terdiri dari kelompok penderita (kasus) dan kelompok
30
bukan penderita yang akan diteliti sebagai pengendali.
Kelompok kasus atau kelompok penderita adalah keolmpok individu yang menderita penyakit yang akan diteliti dan ikut dalam kegiatan riset sebagai subjek studi. Hal ini penting dijelaskan karena tidak semua orang yang memenuhi kriteria penyakit yang akan diteliti, bersedia mengikuti riset, dan tidak semua penderita memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
Kelompok pengendali adalah kelompok individu yang sehat atau tidak menderita penyakit yang akan diteliti, tetapi memiliki peluang yang sama dengan kelompok kasus untuk terpajan oleh faktor risiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit dan bersedia menjadi subjek studi.
3.6.
Kelebihan Dan Kekurangan Riset Case Control Kelebihan case control antara lain:1.
Cocok untuk mempelajari penyakit yang jarang ditemukan.2.
Subjek riset bisa lebih sedikit.3.
Memungkinkan mengetahui sejumlah faktor risiko yang mungkin berhubungan dengan penyakit.4.
Kesimpulan korelasi kurang baik karena ada pembatasan dan pengendalian faktor risiko.5.
Tidak menghadapi kendala etik seperti pada riset uji coba dan kohort.6.
Tidak memerlukan waktu lama (lebih ekonomis).7.
Studi case control terkadang menjadi satu-satunya cara untuk meneliti kasus yang jarang atau yang memiliki masa laten panjang, atau bila riset prospektif tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan sumber atau hasil diperlukan secepatnya.8.
Hasil dapat diperoleh dengan cepat.9.
Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.10.
Memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor resiko sekaligus dalam satu riset (bila faktor resiko tidak diketahui).11.
Tidak mengalami kendala etik seperti pada riset uji coba atau kohort. Sedangkan kekurangan case control diantaranya, yaitu:1.
Pengukuran variabel yang retrospektif, objektifitas, dan realibilitasnya kurang karena subjek riset harus mengingat kembali faktor-faktorrisikonya.
2.
Tidak dapat diketahui efek variabel luar karena secara teknis tidak dapat dikendalikan.3.
Kadang-kadang sulit memilih pengendali yang benar-benar selaras dengan kelompok kasus karena banyaknya faktor risiko yang harus31 dikendalikan.
4.
Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau catatan medik. Daya ingat responden menyebabkan munculnya recall bias, baik karena lupa atau responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan faktor risiko daripada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini catatan medik rutin yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat (objektivitas dan reliabilitas pengukuran variabel yang kurang).5.
Validasi informasi terkadang sukar diperoleh.6.
Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok kasus dan pengendali sebanding karena banyaknya faktor eksternal / faktor penyerta dan sumber bias lainnya yang sukar dikendalikan.7.
Tidak dapat memberikan incidence rates karena proporsi kasus dalam riset tidak mewakili proporsi orang dengan penyakit tersebut dalam populasi.8.
Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya berhubungan dengan satu penyakit atau efek.9.
Tidak dapat dilaksanakan untuk riset refleksi hasil pengobatan.3.7.
Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan1.
Pengambilan sampel dimulai dengan identifikasi.2.
Untuk memperoleh n kasus, perlu memeriksa n orang, yang jumlahnya tergantung prevalensi kasus di populasi.3.
Definisi kasus sangat penting.4.
Secara ideal pengendali harus berasal dari populasi yang sama.5.
Tidak dapat digunakan untuk menghitung pravelensi.6.
Pengukuran Odds ratio.Pengukuran rasio relatif pada riset case control tidak dapat dilaksanakan secara langsung tetapi hanya berupa perkiraan karena pada riset case control tidak mengukur insidensi, tetapi hanya mengukur besarnya paparan. Secara skematis dapat disajikan dalam bentuk berikut :
Penyakit
Pemaparan Positif Negatif Jumlah Odds Penyakit
Positif A B m1 a/b
Negatif C D m2 c/d
Jumlah n1 n2 n
Tabel 3. 1 Pengukuran Odds Ratio Penyakit
Odds pemaparan a/c b/d
32 Contoh:
Sebuah riset mengenai hubungan karsinoma paru-paru dengan rokok yang dilaksanakan secara retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita kanker paru-paru sebagai kasus dan 100 orang dengan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan kanker paru-paru sebagai pengendali. Kedua kelompok disamakan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi. Hasilnya yang dapat dipeoleh adalah pada kelompok kasus dengan 90 orang yang merokok, sedangkan pada kelompok pengendali terdapat 40 orang yang merokok. Hal ini dapat digambarkan secara skematis dalam bentuk tabel berikut.
Pajanan Kasus Pengen
dali
Perokok 90 40
Bukan Perokok 10 60
Jumlah 100 100
Tabel 3. 2 Hasil Kelompok Pengendali
a.
Rate pemaparan pada kelompok kasus=90/100= 90%b.
Rate pemaparan pada kelompok pengendali = 40/100= 40% c. Odd ratio= (90x60)/ (40x10)= 5400/500= 10,8Ini berarti bahwa diperkirakan risiko bagi perokok terkena kasinoma paru-paru adalah 10,8 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.
Luaran Faktor Risiko
Ya Tidak Jumlah
Ya A B A+B
Tidak C D C+D
Jumlah A+C B+D A+B+C+D
33
c.
Interpretasi hasil OR (Odds Ratio)Insiden pada kelompok dengan faktor risiko disbanding insiden pada kelompok tanpa faktor risiko a/A+B : C/C+D
OR = 1 faktor risiko bersifat netral
OR >1 ; Confident Interval (CI)>1 = faktor risiko menyeba bkan sakit. OR <1; Confident Interval (CI)<1 = faktor risiko mencegah sakit.
3.8.
RingkasanRiset studi kasus adalah studi epidemiologis yang mempelajari hubungan antara paparan (amatan riset) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok pengendali berdasarkan status paparannya. Riset ini menganalisa hubungan kausal dengan memakai logika terbalik, yaitu menentukan penyakit (outcome) terlebih dahulu dan Selanjutya mengidentifikasi penyebab (faktor risiko). Riset studi kasus memakai pendekatan retrospektif, dimulai dengan mengidentifikasi pasien dengan efek atau penyakit tertentu (kelompok kasus) dan kelompok tanpa efek (kelompok pengendali), Selanjutya diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan mengapa kelompok kasus terkena efek, sedangkan kelompok pengendali tidak.
3.9.
Bahan DiskusiBahas bagaimana membentuk studi riset case control dan bandingkan dengan studi riset lain.
3.10.
ReferensiAlsa, Asmadi. 2014. Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dalam Riset Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Alya dkk. 2014 Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dalam Riset Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Riset Sebuah Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Emzir. 2009. Metodologi Riset Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Ibnu,H. 1999. Dasar-dasar Metodologi Kuantitatif dalam Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Martono, Nanang. 2010. Langkah Riset Kuantitatif. Jakarta: PT Raya Grafindo Persada.
Muliawan, Jasa Ungguh. 2014. Metodologi Riset Pendidikan dengan Studi Kasus, Yogyakarta: Penerbit Gava Media
Muri, A.Y. 2014. Langkah Riset Kuantitatif Kualitatif dan Riset Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group
34
Nazir, M. (2003). Langkah Riset. Jakarta: Salemba Empat.
Notoadmodjo, S. 2010. Langkah Riset Kesehatan Edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. 2017. Kesehatan Mayarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2010. Langkah Riset Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D
Sutrisno. 2015 Metodologi Research Jilid 11. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM.
3.11.
Latihan Soal1. Jelaskan pengertian dari riset case control
2. Jelaskan langkah-langkah dalam riset case control
3. Hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan riset case control?
4. Sebutkan ciri-ciri riset case control
35