• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TOKOH, PENOKOHAN DAN LATAR

2.5 Cerpen “Payudara Nai Nai”

(138) Ada teman yang setiap pagi menyiapkan air hangat untuk mandi (hlm 74).

(139)Ada teman yang menemani clubbing (hlm 75).

(140)Andaikan tidak saya angkat karena tidak sopan menerima telpon di dalam bioskop, tetap saja mereka bisa meninggalkan sms (hlm 77). (141) Pada saat kami nonton, tidak jarang pula ponsel saya berdering

(hlm 75).

(142) Biasanya minta ditemani ke disko atau sekedar nongkrong di kafe (hlm 75).

(143) Kalau saya bosan mobil van dan ingin ganti sedan, saya pesan (hlm 76).

(144) Kalau sekali-sekali harus jebol tabungan atau terpaksa mencairkan deposito bolehlah ... yang penting dananya memang ada (hlm 77). (145) Menyeleksi mulai dari apakah ada pernak-pernik baru yang saya

pakai, kantong belanja, hingga jenis kartu kredit saat membayar bon tagihan makan (hlm 80).

Latar masyarakat modern juga ditunjukkan dengan kehidupan masyarakatnya yang suka bergosip, atau menggunjingkan orang lain. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(146) Semua orang merasa lebih tahu dibanding diri saya sendiri (hlm 79).

(147) Beberapa bagian dari mereka itu sibuk dengan pendapatnya masing-masing, dan lebih luar biasa lagi mereka bisa membahas perihal saya ini berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bertahun-tahun, sementara teman-teman saya semakin banyak, silih berganti tanpa henti dan ini membuat mereka menjadi punya materi yang lebih dari cukup untuk terus mempergunjingkan saya seolah tidak ada hal lain yang lebih pantas untuk diangkat sebagai tema (hlm 79).

(148) Mereka bergunjing lewat telepon (hlm 79).

2.5 Cerpen “Payudara Nai Nai”

Dikisahkan seorang anak perempuan bernama Nai Nai ( dalam bahasa mandarin berarti payudara) yang memiliki payudara rata. Oleh karena itu, teman-temannya menambahkan kata “kecil” dibelakang namanya. Nai Nai terlahir dari

keluaga tidak mampu, namun ayahnya tetap berkeinginan agar Nai Nai bersekolah di sekolah swasta mahal tempat dia bekerja.

Mulanya Nai Nai tidak terlalu khawatir dengan pertumbuhan payudaranya. Namun, ketika menginjak remaja dan teman-temannya selalu membicarkan payudara, Nai Nai merasa tidak percaya diri. Untuk menutupi rasa tidak percaya diri Nai Nai selalu berbohong kepada teman-temannya dengan menceritakan pengalaman seksnya. Nai Nai mengetahui tentang hubungan seks dari buku stensilan yang dijual ayahya pada malam hari. Diam-diam Nai Nai membacanya, dan menceritakan ulang kepada teman-temannya. Hampir semua teman percaya dan kagum pada Nai. Namun tidak dengan Yongki, teman sekolah Nai yang pertama kali menambahkan kata “kecil” di belakang namanya.

Belakangan Nai menaruh dendam pada Yongki. Nai berpendapat dengan bercerita tentang berbagai pengalaman seks, dia dapat merebut hati Yongki. Pada akhirnya, banyak teman-teman pria Nai yang ingin membuktikan cerita Nai. Merasakan kehangatan tubuh Nai meski tidak mempunyai payudara yang besar. Namun tidak dengan Yongki. Yongki tetap diam dan memandang sinis pada Nai. 2.5.1 Tokoh dan Penokohan

2.5.1.1 Tokoh Utama 2.5.1.1.1 Nai Nai

Secara fisik, tokoh Nai Nai digambarkan sebagai seorang perempuan keturunan Tionghoa yang berpayudara rata. Hal tersebut ditunjukkan lewat kutipan berikut

(149) Yang ia tahu dalam bahasa moyangnya, bahasa Mandarin, Nai Nai artinya payudara. Yang ia tahu, payudaranya tidak tumbuh sesuai

bertambahnya usia dan pertumbuhan tubuhnya. Yang ia tahu, teman-teman prianya sering menambahkan kata “kecil” di belakang namanya (hlm 107).

(150) Hari jadinya yang jatuh pada bulan Juni seolah menjadi peringatan bahwa usianya bertambah namun payudaranya tidak juga tumbuh (hlm 108).

Karena payudara yang tumbuh tidak semestinya hal itu menyebabkan Nai Nai malu dan minder terhadap teman-temannya. Hal tersebut ditunjukkan lewat kutipan berikut.

(151) Dan pada saat itulah segala hal mengenai payudara menteror hari-hari Nai. Perbincangan tentang ukuran kutang yang sering dibahas teman-teman perempuannya (hlm 108).

(152) Nai selalu gelisah ketika diharuskan untuk saling memperkenalkan diri dengan teman kelasnya yang baru karena ia tak bisa mengelak dari tatapan spontan semua orang yang memandang ke arah payudaranya setiap kali ia menyebutkan nama. Nai Nai malu akan payudaranya, sebesar ia malu akan kehidupannya (hlm 109).

Nai adalah anak dari keluarga sederhana. Ibunya sudah lama meninggal. Dengan keadaan seperti itu, Nai Nai menjadi rendah diri sehingga ia kurang dapat bergaul dengan teman-teman sekolahnya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(153) Nai Nai lahir dari keluarga sederhana. Ayahnya bekerja sebagai pembersih pendingin ruangan waktu siang dan penjual buku stensilan di daerah Pecenongan waktu malam. Ibunya sudah lama meninggal (hlm 109).

(154) Nai tahu, mereka mendapat keringanan karena ayahnya kebetulan juga bertugas sebagai pembersih pendingin ruangan di sekolah. Tapi Nai sebenarnya sangat kesulitan menghadapi lingkungan yang mayoritas adalah kalangan menengah ke atas (hlm 110).

(155) Tapi Nai seperti kehabisan napas. Ia tidak dapat mengimbangi teman-teman ketika sedang membicarakan trend terbaru (hlm 113).

(156) Ia tidak sampai hati menyakiti perasaan ayahnya walaupun disatu sisi ia tak dapat menepis rasa rendah dirinya (hlm 110).

Rasa rendah diri membawa dampak yang buruk bagi psikologis Nai. Apalagi jika disinggung masalah payudaranya. Nai Nai menjadi dendam dengan

teman-temannya yang pernah mengejeknya sehingga ia melakukan berbagai cara supaya ia tidak diejek teman-temannya lagi. Salah satu caranya adalah dengan membaca buku-buku stensilan yang dijual ayahnya dan menceritakannya seolah-olah apa yang dibacanya dalam cerita itu benar-benar ia alami. Dengan membaca buku stensilan itu membuat imajinasi Nai menjadi liar. Hal itu dibuktikan dengan kutipan berikut.

(157) Ketika Ayah bekerja di siang hari, Nai sering membaca buku-buku stensilan yang sudah ayahnya persiapkan untuk dijual malam harinya. Disantapnya berbagai cerita pengalaman seksual seperti yang kerap didengar dari mulut teman-temannya, berikut ilustrasi yang melengkapinya (hlm 111).

(158) Ketika Nai membaca, ia adalah perempuan berkutang yang digarap diatas meja direktur. Ia adalah perempuan berpayudara besar yang dapat menjepit penis laki-laki di antara payudaranya saat sedang mengalami menstruasi. Ia adalah perempuan yang bisa mengencani dua laki-laki dalam sehari. Bahkan ia perempuan yang dapat berhubungan seksual dengan empat laki-laki sekaligus! Dengan menggunakan lubang vaginanya, lubang anusnya, lubang mulutnya, dan...sela payudaranya (hlm 111).

(159) Sedangkan laki-laki di dalam imajinasinya adalah Yongki. Teman laki-laki yang pertama kali menambahkan kata ‘kecil’ membuatnya tak betah berada di sekolah, membuat perasaan tidak percaya dirinya bertambah, membuatnya sangat marah, membuatnya lemah (hlm 112).

(160) Hingga suatu hari ketika teman-temannya sedang saling berbagi cerita tentang pengalaman pertama kencan, Nai memberanikan diri untuk mengemukakan apa yang sering dibacanya dari buku-buku stensilan sebagai pengalaman pribadinya (hlm 113).

(161) Ia hanyut dalam imajinasi dan realitas. Ia bukan hanya perempuan berkaus kutang yang menjelma sebagai perempuan berkutang. Ia bukan hanya perempuan berpayudara kecil yang menjelma sebagai perempuan berpayudara besar. Ia bukan hanya perempuan idaman yang bisa menggarap beberapa laki-laki bersamaan (hlm 114).

(162) Semakin Yongki bertingkah seperti itu, semakin rakusnya ia melahap buku-buku stensilan demi memenangkan perhatian Yongki dan memanjakan imajinasinya. Karena segala yang ia baca, segala yang ia ceritakan dengan penuh percaya diri tanpa cela di depan teman-temannya adalah segala fantasinya terhadap Yongki (hlm 115).

Dari beberapa kutipan di atas, dapat disimpulakan bahwa Nai Nai adalah seorang perempuan keturunan Tionghoa yang memiliki payudara rata. Karena payudara yang rata itulah membuat Nai Nai merasa tidak percaya diri. Selain itu, ketidak percayaan diri Nai Nai semakin besar karena Nai bukan berasal dari keluarga yang mampu. Hal itu mebuat Nai dendam kepada teman-temannya dan tidak bisa bergaul baik dengan teman-teman sekolahnya. Akibat lain yang dialami Nai adalah Nai merasa sangat terobsesi dengan payudara yang besar serta fantasi-fantasi seks yang selalu teman-temannya ceritakan ketika mereka berhubungan seks dengan pacarnya.

2.5.1.1.2 Yongki

Tokoh utama (antagonis) dalam cerpen ini adalah Yongki. Yongki digolongkan dalam tokoh utama antagonis karena Yongki yang menyebabkan tokoh Nai Nai berkonflik. Tokoh Yongki juga selalu menentang tokoh Nai Nai. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(163))Sedangkan laki-laki di dalam imajinasinya adalah Yongki. Teman laki-laki yang pertama kali menambahkan kata ‘kecil’ di belakang namanya dan seterusnya diikuti oleh anak-anak yang lain. Membuatnya tak betah di sekolah, membuat perasaan tidak percaya dirinya bertambah, membuatnya sangat marah, membuatnya lemah (hlm 111).

Yongki adalah teman laki-laki Nai yang mempunyai karakter suka meledek dan menghina Nai. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(164))Sedangkan laki-laki di dalam imajinasinya adalah Yongki. Teman laki-lak yang pertama kali menambahkan kata ‘kecil’ di belakang namanya dan seterusnya diikuti oleh anak-anak yang lain ( hlm 111). (165)Sejak saat itu, Yongki tidak pernah berhenti meledekinya. Dan julukan

Nai Nai kecil makin hari makin merajalela. Tidak hanya sampai di situ. Yongki selalu mencari apa pun yang bisa dijadikan senjata untuk

memeranginya, tidak terkecuali, ayahnya yang hanya sebagai pembersih pendingin ruangan (hlm 113).

(164) Juga masih bisa merasakan panas di telapak tangannya ketika menampar mulut Yongki. Juga masih terbayang kilat mata Yongki ketika tawa bahak yang ditujukan pada Nai berarah kepadanya (hlm 112).

Yongki juga digambarkan mempunyai karakter yang cuek dan sinis terhadap hal-hal yang dilakukan Nai Nai. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(165) Semua laki-laki yang sudah mendengar perihal pengalaman seksual Nai berlomba-lomba mendapatkan Nai. Tapi laki-laki yang berharap itu, bukan Yongki (hlm 115).

(167) Semakin Yongki tidak juga memberi perhatian pada ceritanya, semakin Nai antusias membaca buku-buku stensilan. Ia harus datang dengan cerita-cerita baru. Ia harus datang dengan cerita-cerita yang mencengangkan. Berharap Yongki terkesima. Berharap Yongki menaruh perhatian kepadanya. Tapi Yongki adalah Yongki. Yongki yang masih meledekinya dengan panggilan Nai Nai Kecil. Yongki yang menjaga jarak. Yongki yang tidak terpengaruh. Malahan sering sekali bibir Yongki menyeringai sinis setiap kali teman-teman bercerita tentang pengalaman-pengalaman Nai yang luar biasa

(hlm 115).

Dari kutipan-kutipan di atas, dapat dapat disimpulkan bahwa Yongki mempunyai karakter yang cuek, dan sinis. Yongki juga orang pertama yang meledek Nai perihal payudaranya yang rata. Yongki juga selalu beroposisi dengan Nai dengan selalu membuat Nai berkonflik dengan dirinya dan selalu ingin memiliki payudara yang besar.

2.5.2 Latar

2.5.2.1 Latar Tempat

Latar tempat pada cerpen ini adalah sekolah dasar, sekolah menengah pertama tempat Nai bersekolah. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

(168)Namun menginjak tahun keenam di sekolah dasar, adalah satu masa di mana Nai mensyukuri keberadaan payudaranya ( hlm 107).

(169)Menginjak sekolah menengah pertama, adalah satu kejanggalan jika perempuan masih memakai kaus kutang bukan kutang (hlm 108). Selain itu, rumah Nai juga menjadi latar tempat dalam cerpen ini. Di rumahnya itulah Nai biasa membaca buku stensilan yang akan dijual ayahnya. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

(170)Ketika Ayah bekerja di siang hari, Nai sering membaca buku-buku stensilan yang sudah ayahnya persiapkan untuk dijual pada malam harinya (hlm 110).

Daerah Pecenongan adalah latar tempat dimana Ayah Nai menjual buku-buku stensilan. Hal tersebut terlihat dalam kutipan berikut.

(171) Juga masih ada rasa yang tidak pernah bisa Nai terjemahkan kecuali ketika sedang membaca buku-buku stensilan yang akan diperjualbelikan ayah di daerah Pecenongan (hlm 112).

Kantin sekolah adalah latar tempat dimana teman-teman Nai mempergunjingkan Nai. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(172) Lonceng tanda masuk sekolah berbunyi. Sekelompok anak-anak yang sedang bergerombol di kantin itu serta merta bubar (hlm 116). 2.5.2.2 Latar Waktu

Latar waktu dalam cerpen ini lebih banyak menceritakan tentang kejadian-kejadian yang dialami Nai Nai, seperti ketika Nai Nai menginjak tahun keenam di sekolah dasar. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(173)Namun, menginjak tahun keenam di sekolah dasar, adalah satu masa di mana Nai mensyukuri keberadaan payudaranya. Ketika anak-anak perempuan lain harus selalu siaga dari incaran tengan-tangan usil anak-anak laki yang kapan saja siap menarik tali kutang mereka dari belakang, Nai yang hanya memakai kaus kutang bisa melenggang dengan bebas merdeka (hlm 107).

Latar waktu juga ditunjukkan ketika Nai Nai menginjak sekolah menengah pertama. Saat itulah Nai-Nai mengalami rasa rendah diri terhadap payudaranya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(174) Menginjak sekolah menengah pertama, adalah satu kejanggalan jika perempuan masih memakai kaus kutang bukan kutang. Kutang menjadi simbol kebanggaan perempuan, satu nilai lebih ketimbang hanya mengenakan miniset, apalagi hanya kaus kutang (hlm 108). (175) Dan pada saat itulah segala hal mengenai payudara menteror

hari-hari Nai. Perbincangan tentang ukuran kutang yang sering dibahas teman-temannya. Ritual ganti baju bersama sebelum dan sesudah pelajaran olah raga yang klimaksnya adalah saling memamerkan model kutang terbaru. Tidak terkecuali, sensasi yang mereka rasakan ketika pacar pertama menggerayangi payudara (hlm 108).

Ketika hari ulang tahun tiba merupakan hari-hari yang menteror Nai Nai, terlebih lagi hari ulang tahunnya bertepatan dengan hari kenaikan kelas. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(176)Tapi yang menteror Nai adalah setiap kali memasuki pertengahan tahun. Hari jadinya yang jatuh pada bulan Juni seolah menjadi peringatan bahwa usianya bertambah namun peyudaranya tidak juga tumbuh (hlm 108).

(177)Selain hari ulang tahun, pertengahan tahun juga bertepatan dengan hari kenaikan kelas. Nai selalu gelisah ketika diharuskan untuk saling memperkenalkan diri dengan teman kelasnya yang baru karena ia tak bisa mengelak dari tatapan spontan semua orang yang memandang ke arah payudaranya setiap kali ia menyebutkan nama (hlm 109).

Latar waktu siang hari melatari cerpen ini. Pada waktu siang hari itulah biasanya Nai membaca buku-buku stensilan itu. Pada saat membaca buku stensilan yang dijual Ayahnya, Nai Nai merasa bukan Nai Nai yang tidak memiliki payudara. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(178) Ketika Ayah bekerja di siang hari, Nai sering membaca buku-buku stensilan yang sudah ayahnya persiapkan untuk dijual malam harinya (hlm 110).

(179) Ketika membaca, Nai bukan lagi perempuan berkaus kutang. Ketika Nai membaca, ia adalah perempuan berkutang yang digarap dia atas

meja direktur. Ia adalah perempuan berpayudara besar yang dapat menjepit penis laki-laki diantara payudaranya saat sedang mengalami menstruasi (hlm 112).

(180) Ia bukan hanya perempuan berkaus kutang yang menjelma sebagai perempuan perempuan berkutang. Ia bukan hanya perempuan berpayudara kecil yang menjelma sebagai perempuan berpayudara besar. Ia bukan hanya perempuan idaman yang bisa menggarap beberapa laki-laki bersamaan

(hlm 114).

Selanjutnya, latar waktu berlanjut ketika Nai Nai menceritakan apa yang dibacanya dari buku-buku stensilan sebagai pengalaman pribadinya. Hal tersebut ditunjukkan dalam kutipan berikut.

(181) Hingga suatu hari ketika teman-temannya sedang saling berbagi cerita tentang pengalaman pertama kencan, Nai memberanikan diri untuk mengemukakan apa yang sering dibacanya sebagai pengalaman pribadinya. Serentak teman-temannya terdiam. Semuanya mendengarkan. Semuanya memberi perhatian (hlm 113).

(182) Itulah ketika Nai Nai menginjak tahun ketiga di sekolah menengah pertama. Semuanya berubah hanya dengan bercerita, dengan mengutip buku-buku stensilan. Semua laki-laki yang sudah mendengar perihal pengalaman seksual Nai berlomba-lomba mendapatkan Nai (hlm 114). 2.5.2.3 Latar Sosial

Latar sosial dalam cerpen ini adalah kehidupan remaja di lingkungan masyarakat modern. Hal tersebut ditunjukkan dengan topik pembicaraan mereka seputar seksualitas. Mereka tidak sungkan-sungkan menceritakan masalah kencan pertama, pamer model bra terbaru. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.

(183)Ritual ganti baju bersama sebelum dan sesudah pelajaran olah raga yang klimaksnya adalah saling memamerkan model kutang terbaru. Tidak terkecuali, sensasi yang mereka rasakan ketika pacar pertama menggerayangi payudara (hlm 108).

(184)Hingga suatu hari ketika teman-temannya sedang saling berbagi cerita tentang pengalaman pertama kencan, Nai memberanikan diri untuk mengemukakan apa yang sering dibacanya dari buku-buku stensilan sebagai pengalaman pribadinya. Serentak teman-temannya terdiam (hlm 113).

BAB III

Dokumen terkait