• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM KEJAHATAN CYBERBULLYING

B. Cyberbullying dalam Perspektif Hukum Islam

Semakin meningkatnya pengguna media sosial dari hari ke hari tak menjamin semakin berkualitas dari segi pemanfaatannya. Banyak kita jumpai media sosial menjadi ajang usaha mencari citra kesalehan di mata masyarakat.

Dari sini kita secara tak langsung menggeser maksud ibadah yang semestinya untuk Allah. Media sosial juga kerap menjadi arena caci-maki, penghinaan, pencemaran nama baik, atau biasa disebut cyberbullying. Tak jarang media sosial disesaki debat kusir saling menjatuhkan, ghibah (gosip), fitnah dan berita bohong.

Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan persaudaraan, saling wasiat akan kebenaran serta mengajak pada kebaikan (amr bi ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (nahyu ‘an

al-munkar).

Bullying menurut hukum Islam mencakup dua kategori yaitu Namimah dan

42

Setiap perilaku yang merendahkan harkat dan martabat manusia, baik secara pribadi maupun sebagai anggota masyarakat tentu dilarang oleh Allah SWT.

Islam dengan tegas melarang perbuatan menggunjing, mengadu domba, memata-matai, mengumpat, mencaci maki, memanggil dengan julukan tidak baik, dan perbuatan-perbuatan sejenis yang merendahkan kehormatan atau kemuliaan manusia. Islam pun menghinakan orang-orang yang melakukan dosa ini, juga mengancam mereka dengan janji yang pedih pada hari kiamat, dan memasukan mereka kedalam golongan orang-orang yang fasik.

Menurut Abdul Rahman al-Maliki membagi penghinaan menjadi tiga: 1. Al-Dzamm: Penisbahan sebuah perkara tertentu kepada seseorang berbentuk

sindiran halus yang menyebabkan kemarahan dan pelecehan manusia.

2. Al-Qadh: Segala sesuatu yang berhubungan dengan reputasi dan harga diri tanpa menisbahkan sesuatu hal tertentu.

3. Al-Tahqir: Setiap kata yang bersifat celaan atau mengindikasikan pelecehan atau pencelaan.70

Adapun Menurut Imam Jalaluddin membagi penghinaan menjadi tiga: 1. Sukhriyyah, yaitu meremehkan atau menganggap remeh orang lain karena sebab

tertentu.

2. Lamzu, adalah jelekkan dengan cacian atau hinaan dengan menjelek-jelekkan orang lain.

3. Tanabur, adalah penghinaan memanggil lawan bicara dengan sebutan yang jelek atau yang tidak baik.71

Berikut dasar Hukum yang menjelaskan tentang larangan seorang muslim saling mengolok-olok dan menyebarkan berita bohong.

Dalam firman Allah SWT melarang untuk menyebarkan praduga dan kecurigaan, mencari keburukan orang, serta menggunjing:

70Abdurrahman al-Maliki, Sistem Sanksi dalam Islam, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002), h.291.

71Nur Sa’idatul Ma’nunah, Pencemaran Nama Baik Melalui Media Sosial Persepektif Hukum Islam, Jurnal Hukum Pidana Islam, Vol.3 , No.2 Desember 2017, h.408.

ٓاَل ۡوَلَو

ٓ

ٓمي ِظَعٌَٰٓ َتَۡ ُبٓإَذَٰ َهٓ َكَنَٰ َحۡب ُ سٓإَذََٰ ِبَٓمَّ َكََتَّنٓنَأٓااَنَلٓ ُنوُكَيٓاَّمٓ ُتُۡلُقُٓهوُمُتۡعِ َسَٓۡذِإ

١٦

“Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar" (Q.S An-Nur:16)

1. Tafsir Q.S. An-Nur: 16 a. Tafsir Jalalain

(Dan mengapa tidak, sewaktu) ketika (kalian mendengar berita bohong itu, kalian tidak mengatakan, "Sekali-kali tidaklah pantas) maksudnya tidak layak (bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau) lafal Subhaanaka menunjukkan makna Ta'ajjub (ini adalah dusta) bohong (yang besar.")72

b. Tafsir Ibnu Katsir

lni adalah ajaran sebelumnya terhadap kaum Muslimin untuk berbaik sangka kepada orang-orang beriman. Seandainya ia menyebutkan perkataan yang tidak pantas terhadap orang-orang beriman yang baik-baik, maka seharusnya harus berbaik sangka. Orang-orang beriman seharusnya tidak merasa selain berbaik sangka kepada mereka. Lalu, seandainya terlintas dalam benaknya suatu sangkaan buruk terhadap mereka, bisikan atau imajinasi, maka sebaiknya ia tidak mengungkapkannya.

Rasulullah SAW Bersabda, Sesungguhnya Allah memafkan bisikan jiwa dari umat, selama ia belum melakukannya atau mengucapkannya. Pelajaran bagi kaum Muslimin pada ayat ini, supaya mereka tidak mengucapkan perkataan yang melecehkan orang-orang shalih.

ٓاَيۡنُّلد أٓ ِفِٓميِلَأٓ ٌبإَذَعٓۡمُهَلْٓإوُنَمإَءَٓنيَِّلَّ أٓ ِفُِٓةَشِحَٰ َفۡل أَٓعي ِ شَتٓنَأَٓنوُّبُِيَُٓنيَِّلَّ أَّٓنإِ

َٓنوُمَلۡعَتٓ َلٓۡ ُتُنَأَوَُٓلَۡعَيٓ ُ َّللَّ أَوِِٓۚةَرِخاأ ۡل أَو

١٩

“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui” (Q.S An-Nur:19)

2. Tafsir Q.S. An-Nur: 19 a. Tafsir Jalalain

(Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang amat keji itu tersiar) dengan melalui mulut mereka (di kalangan orang-orang yang beriman)

72 Terjemah Tafsir Jalalain Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally.221

44

dengan menisbatkan perbuatan keji itu kepada mereka, yang dimaksud adalah segolongan dari kaum Mukmin (bagi mereka azab yang pedih di dunia) mendapat hukuman hudud menuduh berzina (dan di akhirat) oleh Allah dimasukkan ke dalam neraka. (Dan Allah Maha Mengetahui) ketiadaan perbuatan keji itu dari kalangan mereka (sedangkan kalian) hai golongan orang-orang yang melancarkan berita bohong, terhadap apa yang kalian katakan itu (tidak mengetahui) tentang adanya perbuatan keji di kalangan orang-orang yang beriman.73

b. Tafsir Ibnu Katsir

lni adalah pelajaran ketiga bagi kaum Muslimin, barangsiapa yang mendengarkan sesuatu dari perkataan yang buruk, dan terlintas dalam pikirannya sesuatu akan hal itu, dan mengucapkannya, maka janganlah ia memperbanyak dan menyebarkan luaskannya. Karena orang-orang yang menyukai penyebaran berita yang keji di antara orang-orang beriman, maka baginya siksa yang pedih. Orang-orang yang memilih munculnya perkataan yang buruk tentang mereka maka baginya azab yang pedih di dunia berupa hukuman (had), dan di akhirat berupa azab yang pedih. Maka kembalikan segala urusan kepada-Nya, agar kamu mendapat petunjuk.74

Firman Allah SWT yang menjelaskan bahwa perbuatan menyakiti orang mukmin tanpa kesalahan yang mereka perbuat adalah dosa,

ِٓبُّمٓاٗمۡث

ِ

إَوٓاٗنَٰ َتۡ ُبْٓإوُلَمَتۡح أِٓدَقَفْٓإوُب َ سَتۡك أٓاَمِٓ ۡيَۡغِبٓ ِتَٰ َنِمۡؤُمۡل أَوَٓينِنِمۡؤُمۡل أَٓنوُذۡؤُيَٓنيَِّلَّ أَو

ٓاٗني

٥٨

ٓٓ

ٓ

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Q.S Al-Ahzab:58)

3. Tafsir Q.S Al-Ahzab: 58

73 Abu Bakar Bahrun, Lc, 2019 Terjemah Tafsir Jalalain Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin

Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally berikut asbabunnuzul. Bandung Sinar Baru Algensindo. Cetakan Ketujuh

Belas. Jilid 2 h. 221

74 Dr. Shalfih Abdul Faftah al-halidi, Mudah Tafsir lbnu Katsir Jilid 4 Shahih, Sistematis, Lengkap Cetakan Pertama, Maghfiroh Pustaka, Oktober 2017 .h 796

a. Tafsir Jalalain

(Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat) yaitu menuduh mereka mengerjakan hal-hal yang tidak mereka lakukan (maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan) melancarkan tuduhan bohong (dan dosa yang nyata) yakni perbuatan yang nyata dosanya.75

b. Tafsir Ibnu Katsir

Orang-orang yang menyakiti Mukmin dan Mukminat adalah orang-orang yang menisbahkan pada apa yang tidak mereka perbuat. Mereka terlepas dari yang mereka nisbahkan. Orang-orang seperti ini telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. Kebohongan besar adalah menceritakan atau menisbahkan orang-orang Mukmin dan Mukminat terhadap apa yang tidak mereka perbuat dengan cara menggosip. Golongan yang termasuk pada ancaman Allah ini adalah orang-orang kafir yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya dan kaum rofidhah (sempalan syi'ah) yang mencela dan menentang sebagian sahabat. Padahal, Allah memuji kaum Muhajirin dan Anshar. Allah meridhai semua sahabat. Orang orang rofidhah mencela para sahabat dan menisbahkan pada apa yang yang tidak mereka (sahabat) perbuat. Hati mereka terbalik dan memutarbalikkan fakta. Mereka mencela orang-orang yang dipuji Allah dan memuji orang-orang-orang-orang yang dicela Allah.76

Firman Allah SWT yang menegaskan keburukan pencela serta larangan mengikutinya, antara lain:

ٖٓٓيِمَنِبِِٓۢءاا َّشَّمٓ ٖزاَّ َهٍَٓٓٓينِهَّمٓ ٖف َّلََّحَّٓ ُكُٓۡع ِطُتٓ َلَو

ٓ

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,.yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. (Q.S Al Qalam: 10-11)

75 Abu Bakar Bahrun, Lc, 2019 Terjemah Tafsir Jalalain Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin

Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally berikut asbabunnuzul. Bandung Sinar Baru Algensindo. Cetakan

Ketujuh Belas. Jilid 2 h.269

76 Dr. Shalfih'Abdul Fattdh al-halidi, Mudah Tafsir lbnu Katsir Jilid 5 Shahih, Sistematis, lengkap Cetakan Pertama, Maghfiroh Pustaka, November 2017.h 424

46

4. Tafsir Q.S Al Qalam: 10-11 a. Tafsir Jalalain

(Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah) dengan cara yang batil (lagi hina) yakni rendah. (Yang banyak mencela) atau sering mengumpat (yang kian ke mari menghambur fitnah) yakni berjalan ke sana dan ke mari di antara orang-orang dengan maksud merusak mereka, yakni menghasut mereka.77

b. Tafsir Ibnu Katsir

Hal itu karena orang yang berdusta adalah lemah dan hina. Karena kelemahan dan kehinaanya, dia berlindung dengan sumpah-sumpah dustanya dan berani mengatasnamakan Allah. Dia menggunakan sumpah-sumpahnya di setiap waktu dan bukan pada tempatnya. lbnu 'Abbas berkata bahwa makna

ٓٓٓٓ ٍينِهَّم

adalah pendusta.

Mujahid berkata bahwa makna

ٓٓٓٓ ٍينِهَّم

adalah orang yang hatinya lemah. Sedangkan al-Hasan berkata bahwa maknanya adalah setiap orang yang suka bersumpah, sombong, hina lagi lemah lbnu 'Abbas dan Qatidah berkata bahwa makna ,

ٖٓزاَّ َهَ

adalah orang yang menggunjing manusia. Makna

ٖٓٓيِمَنِبِِٓۢءاا َّشَّم

adalah orang yang berjalan di antara manusia untuk memecah belah, merusak mereka, menyampaikan berita untuk merusak dua orang yang sedang berseteru. Itulah penggunting ikatan.78

Hadis Nabi Muhammad. SAW:

ٓٓ َّنِاَفٓ ِق ْد ِِّصل ِبِْٓ ُكُْيَلَعٓ:لَسوٓهيلعٓاللهٓلىصٓاللهٓلوسرٓلاقٓ:ٓلاقٓهنعٓاللهٓضيرٓدوعسمٓنبٓاللهٓدبعٓنع

ٓٓ َدْنِعٓ َبَتْكُيٓ َّتىَحٓ َقْٓد ِِّصلإٓىَّرَحَتَيَوٓ ُقُد ْصَيُٓلُجَّرلإُٓلإَزَيٓاَمَوِٓةَّنَلجإٓ َلىِإٓ ْيِدَْيََّٓبلإَّٓنِإَوِِّٓ ِبلإَٓلىِإٓيِدْ َيَٓ َق ْد ِِّصلإ

77 Abu Bakar Bahrun, Lc, 2019 Terjemah Tafsir Jalalain Jalaluddin As-Suyuthi, Jalaluddin

Muhammad Ibnu Ahmad Al-Mahally berikut asbabunnuzul. Bandung Sinar Baru Algensindo. Cetakan

Ketujuh Belas. Jilid 2 h. 221366

78 Dr. Shalfih'Abdul Fattdh al-halidi , Mudah Tafsir lbnu Katsir Jilid 6 Shahih, Sistematis, Lengkap. Cetakan Pertamo, Maghfiroh Pustaka April 2017 h 438

ُٓٓلُجَّرلإُٓلإَزَيٓاَمَوِٓراَّنلإٓ َلىِإٓيِدَْيََٓرْوُجُفلإَّٓنِإَوِٓرْوُجُفلإَٓلىِإٓىِدَِيَٓ َبِذَكلإَّٓنِاَفٓ َبِذَكلإَوْٓ ُكُ َّيَّ

ِ

إَوٓ,ًاقْيِد ِصِٓالله

79 .

ًٓبِإذكِٓاللهٓ َدْنِعٓ َبَتْكُيٓ َّتىَحٓ َبِذَكلإٓىَّرَحَتيَوٓ ُبِذْكَي

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wajib atas kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya jujur itu menunjukkan (pelakunya) kepada kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan kepada Surga. Seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang sangat jujur. Dan jauhilah oleh kalian sifat dusta, karena sesungguhnya dusta itu menunjukkan pelakunya kepada keburukan, dan keburukan itu menunjukkan kepada api Neraka. Seseorang senantiasa berdusta dan berusaha untuk selalu berdusta sehingga ia ditulis disisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Muslim)

Sebuah perilaku cyberbullying yang tidak sesuai fakta masuk ke dalam ranah fitnah yang juga merupakan perbuatan dusta. Dalam hadis ini Rasulullah menjelaskan bahwa kejujuran akan mengarahkan seseorang ke surga sementara kedustaan mengarahkannya ke neraka. Artinya bahwa perilaku cyberbullying yang berupa fitnah merupakan perilaku yang haram dan harus dijauhi agar tidak menimbulkan keburukan dan mendekatkan pelakunya ke neraka.

Untuk menjauhkan diri dari dusta, hendaknya seseorang itu tidak mudah menyampaikan segala berita yang ia terima kecuali terverifikasi kebenarannya. Sebab kemungkinan sebuah informasi hanya ada dua sebagaimana disampaikan oleh Al-Imam An-Nawawi dalam Kitab Syarh Shahih Muslim:

:

ْٓدَقَفَٓعِ َسَٓاَمٓ ِِّ ُكِبٓ َثَّدَحٓإَذاَفٓٓبِذَكْلإَوٓق ْد ِِّصلإٓةَداَعْلإٓ ِفِٓعَم ْسَيُٓهَّنِ ِاَفٓنا َسْنِْلإَٓعِ َسَٓاَمِِّٓ ُكِب

ٓ

ٓ ْمَلٓاَمِبِٓهِراَبْخِِلٓ َبَذَك

80

ْٓنُكَي

Setiap informasi yang didengar oleh seseorang, karena biasanya ia mendengar kabar yang benar dan yang dusta, maka jika ia menyampaikan setiap yang ia dengar, berarti ia telah berdusta karena menyampaikan sesuatu yang tidak terjadi

Dengan menghindari penyampaian informasi yang tidak terverifikasi artinya kita sudah meminimalisasi perilaku fitnah.

79Syekh Musa Syahin Lasyin, Fath al-Mun'im Syarah Shahih Muslim, (Beirut : Darus

Syuruq), Juz 10, h.93

80 Al-Allamah Syihabuddin Ahmad bin Muhammad Al-Khothib Al-Qostholani, Irsyadus Sari Ila Syarhi Shohih Bukhori (Mesir: Maktabah Al-Kubro Al-Amiriyah) Juz.1,h.101

48

81

ٌٓماَّمَنَٓةَّنَلجإُٓلُخ ْدَيَٓل

“Tidak akan masuk surga, ahli namimah.” (HR. Muslim)

Tidak hanya kategori fitnah saja yang dilarang dengan tegas dalam hadis, begitupun dengan kategori namimah. Dalam hadis di atas Rasulullah dengan tegas mengancam bahwa perilaku namimah tidak akan masuk surga. Kedua kategori fitnah dan namimah dengan tegas diancam dengan neraka, artinya kedua hal ini sangat penting untuk dijauhi dalam perspektif agama Islam.

ٓٓ ْوَأٓإً ْيَۡخْٓلُقَيْٓلَفِٓرِخالإِٓمْوَيْلإَوِٓ َّللَّ ِبِٓ ُنِمْؤُيٓ َن َكَٓ ْنَمٓٓلَسوٓهيلعٓاللهٓلىصِٓٓ َّللَّإُٓلو ُسَرَٓلاَقَٓلاَقَٓةَرْيَرُهٓ ِبَِأٓ ْنَع

82

ْٓتُم ْصَيِل

Dari Abi Hurairah ra dari Rasulullah saw beliau bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam." (HR. Muslim)

Selain fitnah dan namimah, perkataan buruk lainnya bukan berarti boleh dilontarkan. Seorang muslim harus senantiasa menjaga lisannya dan berkata-kata yang baik, Rasulullah bahkan memberikan dua pilihan tegas dalam hadis di atas yaitu berkata baik atau diam. Artinya jika seseorang tidak mampu berkata-kata baik maka diam lebih baik baginya sehingga tidak keluar kata-kata yang tidak layak dilontarkan.

Hadis Nabi saw yang menjelaskan perintah untuk menutupi aib orang lain sebagaimana sabdanya:

ُٓمْلإٓوُخَأُٓ ِلَ ْسُمْلإ:َٓلاَقٓ َّلَ َسَوِٓهْيَلَعُٓاللهٓ َّلى َصِٓاللهَٓلْو ُسَرَّٓنَأٓاَمُ ْنَْعُٓاللهٓ َ ِضي َرٓ َرَ ُعُٓ ِنْبإٓ ْنَعَو

َٓوُٓهُمِل ْظَيٓ َلِٓ ِلَ ْس

ٓٓ َل

َٓعٓ ُ َّللَّإٓ َجَّرَفًٓةبْرُكٍٓ ِلَ ْسُمٓ ْنَعٓ َجَّرَفٓ ْنَمَوِٓهِتَجاَحٓ ِفِٓ ُ َّللَّإٓ َن َكَِٓهْيِخَأِٓةَجاَحٓ ِفِٓ َن َكَٓ ْنَمُٓهُمِل ْسُي

ٓ ِبَرُكٓ ْنِمًٓةَبْرُكٓاَ ِبُٓهْن

83 .

ِٓةَماَيِقْلإَٓمْوَيٓ ُ َّللَّإُٓهَ َتَ َسًٓماِل ْسُمٓ َ َتَ َسٓ ْنَمَوِٓةَماَيِقْلإَٓمْوَي

81 Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shohih Muslim, (Beirut : Daarul Kutub Al-Ilmiyah), Juz 1. h.213

82 Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shohih Muslim, (Beirut : Daarul Kutub Al-Ilmiyah), Juz 1. h.151

83 Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyuddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi, Riyadhus Shalihin, (Kairo:Daar ar-Rayyan lit Turats,) h.87

“Dari Abdullah ibn ‘Umar ra. bahwasanya rasulullah saw bersabda: “Sesama orang muslim itu bersaudara. Tidak boleh berbuat zalim dan aniaya kepadanya. Barang siapa yang membantu memenuhi kebutuhan saudaranya niscaya Allah SWT akan memenuhi kebutuhannya dan barang siapa yang membantu meringankan kesulitan saudaranya niscaya Allah SWT akan meringankan kesulitannya di hari kiamat kelak. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim niscaya Allah SWT akan menutupi aibnya di hari kiamat.” (HR. al-Bukhari

Muslim)

Dalam hadis di atas dijelaskan posisi sesama muslim yang merupakan saudara seiman, dimana masing-masing harus berperilaku selayaknya saudara dengan saling membantu memenuhi hajat, meringankan kesulitan dan menutupi aib. Sebagai gantinya Allah yang akan memenuhi hajatnya, meringankan kesulitannya dan menjaga aibnya di hari kiamat kelak.

Dalam fatwanya MUI menjelaskan dasar hukum yang berkaitan dengan pedoman bermuamalah melalui media sosial yaitu:

1. Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq) serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (al-nahyu ‘an al-munkar).

2. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.

b. Mempererat ukhuwwah (persaudaraan), baik ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan ke-Islaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), maupun ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan). c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat

50

3. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk: a. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan. b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku,

agama, ras, atau antar golongan.

c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipun dengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orang yang masih hidup.

d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.

e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

4. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

5. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

6. Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i. 7. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk

membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak hukumnya haram.

8. Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.

9. Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun

non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.84

Kaitan dengan fatwa MUI sudah jelas bahwa dalam menjalankan kehidupan bermualah kita diwajibkan saling menjaga diri, baik prilaku maupun tingkah laku kita, bila kita cermati dalam fatwa ini sudah sangat lengkap dan bisa menjadi rujukan dalam melakukan kegiatan kemasyaraktan baik yang dilakukan di dunia nyata maupun di dunia maya.

Kita banyak temui pada dunia maya berita-berita yang secara kebenarannya tidak dapat di buktikan, atau biasa kita sebut dengan berita hoax, selain di atur dalam UUD ITE juga MUI turut andil dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di dunia maya., selain itu banyak juga kita temui masyarakat kita belum melek terkait bagaimana bermedia sosia dengan ramah tanpa melakukan ghibah, atau menyebarkan fitnah.

Perlu disadari bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang mengikat setiap individu masyarakatnya dengan tatanan norma, baik norma Agama, norma adat, atau norma hukum yang berlaku di Indonesia, dengan adanya fatwa tentang pedoman bermuamalah melalui media sosial yang di keluarkan oleh MUI di harapkan mampu menjadi rujukan untuk masyarakatnya sehingga terciptanya iklim yang damai baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Seperti pada contoh fatwa yang dikeluarkan oleh MUI kita tidak bisa membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, demi tujuan tertentu dengan membangun dan merancang opini agar semua masyarakat percaya. Ini merupakan tindakan tercela yang tidak boleh dilakukan oleh kita semua, terlebih tindakan demikian meruapakan tindakan yang nantinya akan merugikan individu atau kelompok masyarakat.

Dalam fatwa ini juga di jelaskan secara rinci haram memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak.

84 Fatwa majelis ulama indonesia nomor 24 tahun 2017 tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial

47 BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN NOMOR 471/PID.SUS/2013/PN.SLMN