• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

A. TEH HIJAU

Tanaman teh (Camellia sinensis L. Kuntze) merupakan salah satu tanaman perkebunan yang diduga berasal dari Asia Tenggara. Tanaman teh dapat tumbuh mulai dari pantai sampai pegunungan. Namun, perkebunan teh umumnya dikembangkan di daerah pegunungan yang sejuk (Ghani, 2002). Sutejo (1972) mengungkapkan bahwa tanaman teh tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan sepanjang tahun tidak kurang dari 1 500 mm. Tanaman ini memerlukan kelembaban yang tinggi dan temperatur udara antara 13-29,5 oC.

Menurut Hartoyo (2003), berdasarkan proses pengolahannya, produk teh dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase atau fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah.

Menurut Afandi dan Sudarno (1996), pengolahan teh hijau adalah serangkaian proses fisik dan mekanis tanpa atau sedikit proses oksidasi enzimatis (fermentasi) terhadap pucuk teh dengan menggunkan sistem panning (pengeringan dengan uap). Tahapan pengolahannya terdiri dari pelayuan, penggulungan, pengeringan, dan sortasi kering. Berdasarkan cara dan tahapan pengolahan tersebut dihasilkan empat jenis mutu yang sudah baku di Indonesia, yaitu mutu 1/peko, mutu 2/jikeng, mutu 3/bubuk, dan mutu 4/tulang.

Bahan-bahan kimia dalam daun teh menurut Bambang (1996) dapat digolongkan menjadi empat kelompok besar, yaitu substansi fenol, substansi non fenol, substansi aromatis, dan enzim. Substansi fenol terdiri atas katekin dan flavanol; substansi non fenol terdiri atas karbohidrat, pektin, alkaloid, protein, klorofil, asam organik, resin, vitamin, dan mineral; serta enzim terdiri atas enzim invertase, amilase, β-glukosidase, oksimetilase, protease, dan

peroksidase. Komposisi kadar bahan-bahan kimia dalam teh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi senyawa kimia dalam teh jadi

Komposisi Teh Hijau (%) Teh Hitam (%) Yang tidak larut dalam air :

1. Selulosa dan serat kasar 2. Protein

3. Klorofil dan pigmen 4. Pati 34 17 1,5 0,5 34 16 1,0 0,25 Yang larut dalam air :

1. Katekin/polifenol 2. Tanin teroksidasi 3. Kafein 4. Asam-asam amino 5. Karbohidrat 6. Mineral 7. Abu total 8. Minyak atsiri 25 - 4 8 3 4 5,5 0,01-0,02 13 4 4 9 4 4 5,5 0,01-0,02 Sumber : Adiwilaga dan Insyaf, (2005)

Menurut Bambang (1996), katekin atau dulu dikenal dengan nama tanin merupakan senyawa yang paling penting pada daun teh. Senyawa ini dalam pengolahannya, langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sifat teh jadi, yaitu rasa, warna, dan aroma. Kandungan katekin berkisar antara 20-30 persen dari seluruh berat kering daun.

Menurut Hartoyo (2003), katekin teh merupakan flavonoid yang termasuk dalam kelas flavanol. Jumlah atau kandungan katekin bervariasi untuk masing-masing jenis teh. Adapun katekin teh yang utama adalah epicatechin (EC), epicatechin gallate (ECG) epigallocatechin (EGC), dan epigallocatechin gallate (EGCG). Katekin mempunyai sifat tidak berwarna, larut air, serta membawa sifat pahit dan sepat pada seduhan teh. Hampir

semua sifat produk teh termasuk di dalamnya rasa, warna, dan aroma, secara langsung maupun tidak, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ini. Misalnya degalloasi dari katekin ester menjadi katekin non ester dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau.

Hartoyo (2003) menambahkan juga bahwa katekin teh mengandung sifat antioksidatif yang berperan dalam melawan radikal bebas yang sangat berbahaya bagi tubuh. Katekin juga mempunyai sifat potensial fisiologis yang dapat menurunkan resiko penyakit jantung koroner dan kanker.

Menurut Ghani (2002), teh mengandung bahan-bahan alami yang dapat menstimulasi kesehatan, yaitu kafein untuk merangsang kerja sistem saraf; polifenol yang dapat meningkatkan daya tahan terhadap virus dan bakteri; vitamin B-kompleks untuk kesehatan mulut, lidah dan bibir; serta flouride yang baik untuk gigi. Teh juga berguna untuk mengobati sakit perut akibat kelainan usus.

B. PEGAGAN

Pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tumbuhan kosmopolit atau memiliki daerah penyebaran luas, terutama di daerah tropis dan subtropis. Pegagan menyebar liar dan dapat tumbuh subur di atas tanah dengan ketinggian 1-2500 meter dari permukaan laut (Winarto dan Surbakti, 2003). Pegagan banyak tumbuh di perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah ataupun di ladang yang agak basah. Tanaman ini berasal dari daerah Asia tropik, tersebar di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, India, Tiongkok, Jepang, dan Australia kemudian menyebar ke berbagai negara-negara lain (http://id.wikipedia.org/, 2007).

Pegagan merupakan tumbuhan terna atau herba tahunan tanpa batang, tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata dengan tinggi 10-80 cm. Daunnya tunggal yang tersusun dalam roset yang terdiri atas 2 sampai 10 daun (Handra, 2004). Daun pegagan berwarna hijau, berbentuk seperti kipas, buah pinggang, atau ginjal; berdiameter 1-7 cm; permukaan dan punggung daunnya licin; tepinya agak melengkung ke atas, bergerigi, dan

kadang-kadang berambut; tulangnya berpusat di pangkal dan tersebar ke ujung (Winarto dan Surbakti, 2003).

Menurut Winarto dan Surbakti (2003), bunga pegagan sangat kecil, bentuknya lonjong, cekung, dan runcing ke ujung. Jumlah tangkai bunga antara 1-5 tangkai dengan ukuran sangat pendek, keluar dari ketiak daun, tersusun dalam kerangka seperti payung, berwarna putih sampai merah muda atau agak kemerahan. Kelopak bunga tidak bercuping serta tajuk bunga berbentuk bulat telur dan meruncing ke bagian ujung. Buah pegagan juga berukuran kecil, panjangnya 2-2,5 mm dan lebar 7 mm, berbentuk lonjong atau pipih, menggantung, baunya wangi, rasanya pahit, berdinding agak tebal, berkulit keras, berlekuk dua, berusuk jelas, dan berwarna kuning.

Menurut Januwati dan Yusron (2005), pegagan tidak tahan terhadap tempat yang terlalu kering, karena sistem perakarannya yang dangkal. Tanaman ini akan tumbuh baik dengan intensitas cahaya 30-40 persen. Pada tempat dengan naungan yang cukup, helaian daun pegagan menjadi besar dan tebal dibanding apabila tanaman tumbuh di tempat terbuka. Sedangkan pada tempat yang kurang cahaya, helaian daun akan menipis dan warnanya memucat.

Jenis pegagan yang banyak dijumpai adalah pegagan merah dan pegagan hijau. Pegagan merah dikenal juga dengan antanan kebun atau antanan batu karena banyak ditemukan di daerah bebatuan, kering dan terbuka. Pegagan merah tumbuh merambat dengan stolon (geragih) dan tidak mempunyai batang, tetapi mempunyai rhizoma (rimpang pendek). Sedangkan pegagan hijau sering banyak dijumpai di daerah pesawahan dan di sela-sela rumput. Tempat yang disukai oleh pegagan hijau yaitu tempat agak lembab dan terbuka atau agak ternaungi (http://id.wikipedia.org/, 2007).

Menurut Winarto dan Surbakti (2003), pegagan memiliki kandungan zat kimia yang bermanfat bagi manusia. Berbagai kandungan zat kimia yang sudah diketahui antara lain asiaticoside, thankunside, isothankunside, madecassoside, brahmaside, brahmic acid, modasiatic acid, meso-inosetol, centellose, carotenoids, garam K, Na, Ca, Fe, vellarine, tannin, mucilage, resin, pektin, gula, protein, fosfor, vitamin B, vitamin C, dan sedikit minyak

atsiri. Selain kandungan zat kimia yang beragam, menurut Pramono (1992), pegagan juga memiliki kandungan nutrisi yang cukup banyak. Komposisi nilai nutrisi dalam 100 gram herbal pegagan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi nilai nutrisi pegagan dalam 100 gram Komposisi Jumlah Satuan

Energi Air Protein Lemak Serat Abu Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Kalium Beta-karoten Tiamin Riboflavin Niasin Asam askorbat 34,0 89,3 1,6 0,6 2,0 1,6 6,9 170,0 30,0 3,1 414,0 6,580 0,15 0,14 0,12 4,0 Kal g g g g g g mg mg mg mg mg mg mg mg mg Sumber : Pramono (1992)

Menurut Winarto dan Surbakti (2003), sifat dan manfaat pegagan diantaranya pegagan bersifat menyejukkan atau mendinginkan, rasanya tajam, pahit, dan sedikit manis. Sedangkan manfaatnya antara lain merevitalisasi tubuh dan pembuluh darah serta mampu memperkuat struktur jaringan tubuh; sebagai tonik otak, yaitu memperlancar darah ke otak, meningkatkan kerja otak, dan mempertajam ingatan; berkhasiat untuk memudahkan proses pencernaan dan sebagai pencahar; menenangkan saraf, mempermudah timbulnya rasa kantuk bagi penderita sulit tidur; memperbanyak sel-sel darah merah, serta menyembuhkan gangguan ringan di hati dan limpa yang membengkak.

Selain efek farmakologis di atas, Winarto dan Surbakti (2003) juga menambahkan manfaat lain pegagan antara lain sebagai anti infeksi, anti racun, penurun panas, peluruh air seni (diuretikum), anti lepra, dan anti sifilis

yang berasal dari kandungan triterpenoid, yaitu asiaticoside dan vellarine. selain itu, daun pegagan dapat digunakan sebagai tonikum untuk menambah energi dan meningkatkan stamina.

Menurut Handra (2004), pegagan yang juga dikenal dengan nama Asiatic pennywort dan Indian pennywort ini sudah banyak digunakan di Asia Tenggara, India, dan China semenjak zaman pra sejarah untuk berbagai macam penyakit. Di China, tumbuhan ini digunakan sebagai tonikum dan pengobatan lepra. Dengan karakternya yang dingin, tumbuhan ini digunakan sebagai anti infeksi, anti toksik, antipiretik, dan diuretik. Dalam sistem pengobatan ayurvedic di India, pegagan dibuat dalam bentuk sirup tanpa alkohol untuk pengobatan epilepsi. Di Thailand, digunakan sebagai tonikum dan obat diare. Di Sri Lanka, tumbuhan ini banyak dimanfaatkan untuk meningkatkan pengeluaran air susu. Sedangkan di Vietnam digunakan untuk mengatasi lemah badan karena usia lanjut. Di Indonesia sendiri, tumbuhan ini digunakan untuk menyembuhkan luka, sakit perut, obat cacing, dan kencing batu. Pegagan juga digunakan sebagai obat demam, pembersih darah, hemoroid, batuk kering, dan penyakit anak-anak hidung berdarah, serta digunakan untuk mengobati kusta dan sipilis.

Dokumen terkait