• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1 Analisis Proksimat Bahan Baku

Analisis proksimat bahan baku dilakukan untuk mengetahui kualitas bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku yang telah dikeringkan sehingga kemungkinan terdapat perbedaan dengan penggunaan bahan segar. Sebagai pembanding disajikan data dari berbagai literatur acuan yang disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil analisis proksimat bahan baku

Analisis bahan (setelah dikeringkan)

Teh hijau Pegagan Daun jeruk purut Hasil analisis Literatur acuana Hasil analisis Literatur acuanb Hasil analisis Literatur acuanc Kadar air (%) 7,53 3,1 3,60 89,3 4,94 57,1 Kadar abu (%) 6,63 5,5 2,13 1,6 9,37 4,0 Kadar protein (%) 18,45 17 2,09 1,6 11,55 6,8 Kadar serat kasar (%) 13,03 34 19,16 2,0 28,86 8,2 Kadar vitamin C (mg) 11,25 - 0,28 4 0,92 20 Sumber :

a.

Adiwilaga dan Insyaf (2005) b.

Pramono (1992)

c. U.S Deparment of Health, Education and Welfare (1972)

Berdasarkan data pada Tabel 6. dapat dilihat bahwa kadar air pegagan dan daun jeruk purut hasil analisis jauh berbeda dengan kadar air bahan pada literatur acuan. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini bahan baku yang digunakan telah dikeringkan sebelumnya sehingga kadar air jauh berkurang dibandingkan penggunaan bahan segar.

Perbedaan data yang jauh berbeda juga terdapat pada kadar serat kasar pada masing-masing bahan baku. Serat kasar menurut Winarno (2002) merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Kadar serat kasar pada teh hijau menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan kadar serat hasil

analisis, sedangkan kadar serat kasar pada pegagan dan daun jeruk purut menunjukkan nilai yang jauh lebih rendah dibandingkan kadar serat kasar hasil analisis. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan umur daun tanaman yang digunakan pada masing-masing penelitian. Umur daun tanaman yang lebih tua umumnya memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin yang lebih tinggi, sehingga pada daun tanaman yang lebih tua memiliki kadar serat kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan daun tanaman yang lebih muda.

Pengukuran kadar abu dan kadar protein menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Sehingga menujukkan kisaran data yang dimiliki daun pada umumnya. Perbedaan karakteristik dalam bahan dapat disebabkan oleh jenis varietas, umur tanaman dan kondisi tempat tumbuh dari masing-masing bahan baku.

Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Menurut Winarno (2002), vitamin C dapat terserap sangat cepat dari alat pencernaan masuk ke dalam aliran darah dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Peranan utama vitamin C dalam tubuh adalah untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu pembentukan kolagen interseluler.

2. Penentuan Metode Ekstraksi

Penentuan metode ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan hasil ekstraksi optimal dengan cara mengkondisikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi meliputi jenis pelarut, perbandingan jumlah bahan dan pelarut, serta metode ekstraksi yang digunakan.

Ekstraksi yang dilakukan dalam penelitian ini termasuk ekstraksi secara kimia dengan menggunakan pelarut air. Menurut Winarno (2002), air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung di dalam teh dan kopi. Sejumlah penelitian juga menyebutkan bahwa air mampu melarutkan senyawa katekin, kafein, dan minyak atsiri dalam teh hijau (Adiwilaga dan Insyaf, 2005); senyawa asiatikosida dan sejumlah flavonoid dalam pegagan

(Kuntari, 2005); senyawa sitronelal, sitronelol, dan sejumlah senyawa minyak atsiri dalam daun jeruk purut (Rahardja, 1995); serta sejumlah senyawa glikosida termasuk steviosida dalam daun stevia (Muhammad, 1983). Walaupun air dapat melarutkan sejumlah senyawa tersebut di atas namun kemampuan air untuk melarutkan senyawa-senyawa aktif tersebut masih kurang efektif dibanding penggunaan pelarut metanol untuk melarutkan senyawa-senyawa aktif dalam pegagan dan daun stevia. Begitu juga untuk melarutkan senyawa minyak atsiri dalam daun jeruk purut penggunaan air masih kalah efektif dibandingkan penggunaan pelarut heksana.

Sifat air yang sangat polar diduga menjadi penyebab sulitnya sejumlah senyawa aktif untuk larut dalam air. Menurut Ucko (1982), setiap komponen pembentuk bahan mempunyai perbedaan kelarutan yang berbeda dalam setiap zat pelarut. Kelarutan suatu senyawa dalam pelarut tertentu dapat terjadi karena persamaan kepolaran. Polaritas menggambarkan distribusi ion dalam molekul yang berpengaruh terhadap daya larut suatu bahan dalam pelarut. Senyawa kimia yang terkandung dalam bahan akan dapat larut pada pelarut yang relatif sama kepolarannya, sehingga senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut dalam pelarut non polar.

Perbandingan jumlah bahan dan pelarut yang digunakan adalah 5% (b/v), yaitu 5 gram bahan diekstraksi dalam 100 ml air. Perbandingan ini menurut oktaviany (2002) adalah perbandingan terbaik untuk melarutkan bahan rempah-rempah. Menurut Suryandari (1981), semakin besar volume pelarut yang digunakan dibandingkan dengan jumlah bahan yang diekstrak maka rendemen yang dihasilkan juga semakin besar. Semakin banyak pelarut yang ditambahkan maka semakin besar kemampuan pelarut untuk melarutkan bahan sehingga komponen bahan yang dapat terekstrak pun sermakin banyak. Akan tetapi penggunaan pelarut yang terlalu banyak dapat menyebabkan meningkatnya biaya produksi, selain itu juga dapat meyebabkan lamanya waktu pengeringan karena jumlah air yang mesti diuapkan pun semakin banyak. Sedangkan penggunaan bahan dalam jumlah

yang semakin besar dengan volume yang sama menyebabkan sulitnya air untuk berpenetrasi kedalam bahan sehingga kemampuan untuk mengekstrak bahan pun menjadi tidak optimal. Walaupun rendemen yang dihasilkan semakin banyak dengan semakin banyaknya bahan yang dilarutkan, akan tetapi jumlah kenaikan rendemen ekstraknya tidak signifikan dibandingkan dengan penggunaan bahan yang lebih sedikit.

Ekstraksi dilakukan berdasarkan pada metode ekstraksi masing- masing bahan yang telah ditetapkan sebelumnya. Teh hijau diekstrak dengan metode penyeduhan, pegagan diekstrak dengan metode kombinasi antara maserasi dan pemanasan, daun jeruk purut diekstrak dengan cara perebusan, dan daun stevia diekstrak dengan teknik perkolasi.

Waktu ekstraksi jeruk purut ditetapkan berdasarkan perbandingan hasil antara total padatan terlarut dan bobot oleoresin yang terbaik. Hasil pengukuran total padatan terlarut dan bobot oleoresin disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil perhitungan total padatan terlarut dan bobot oleoresin

Waktu (menit)

Total padatan terlarut (obrix) Bobot oleoresin (gram) 5 3,1 0,472 10 3,7 0,368 15 4,1 0,204 20 4,5 0,035

Berdasarkan data tersebut di atas diketahui bahwa total padatan terlarut semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan semakin lamanya waktu ekstraksi maka jumlah komponen yang terekstrak akan semakin banyak hingga akhirnya larutan menjadi jenuh. Selain itu, semakin lamanya waktu ekstraksi menyebabkan semakin banyaknya air yang teruapkan akibat pemanasan, sehingga larutan menjadi lebih pekat dan total padatan terlarutnya pun menjadi lebih tinggi. Sedangkan bobot oleoresin semakin menurun dengan semakin lamanya

waktu ekstraksi. Hal ini dikarenakan semakin lamanya waktu ekstraksi maka komponen volatil pada bahan akan semakin berkurang akibat teruapkan bersama air pada waktu pemanasan.

Berdasarkan hal tersebut maka dipilih waktu ekstraksi 10 menit pada penelitian lanjutan. Karena berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 7, jumlah total padatan terlarut berbanding terbalik dengan bobot oleresin, sehingga dipilih waktu ekstraksi yang paling memungkinkan untuk mendapatkan total padatan terlarut yang optimal, tetapi dengan tetap memilih jumlah bobot oleoresin yang masih signifikan untuk diterima.

3. Penentuan Kondisi Pengering Semprot

Menurut Rankell et al. (1987), Metode pengeringan yang paling umum digunakan dalam proses pembuatan bubuk instan adalah dengan menggunakan alat pengering semprot (spraydryer). Dalam penggunaan alat pengering semprot ini penentuan kondisi pengering semprot merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan karena setiap larutan bahan yang akan dikeringkan memiliki perbedaan karakteristik.

Pada penelitian pendahuluan suhu inlet yang diujikan yaitu 150 oC, 160 oC, 170 oC, dan 180 oC. Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh suhu terbaik untuk proses pengeringan adalah 170 oC. Pada suhu ini dihasilkan jumlah produk akhir yang baik dengan tekstur yang halus dan kering. Pemakaian suhu inlet di bawah suhu 170 oC memberikan acceptable product yang rendah karena sebagian produk ada yang menempel pada siklon pemisah dan ruang pengumpul produk. Sedangkan pada suhu 180 oC memberikan produk akhir yang tidak jauh berbeda dengan suhu 170 oC, tetapi mengingat kandungan komponen aktif pada bahan, maka penggunaan suhu yang lebih rendah akan memperkecil kemungkinan terjadinya kerusakan komponen aktif.

Suhu outlet yang digunakan ditentukan secara otomatis mengikuti nilai pada suhu inlet. Pada suhu inlet 170 oC suhu outlet yang digunakn adalah 90 oC. Sedangkan tekanan aliran bahan yang digunakan adalah 3 bar.

B. PENELITIAN LANJUTAN

Dokumen terkait