• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Kuisioner penelitian ... 60 2 Hasil uji korelasi Spearman antar variabel penelitian ... 65

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima. Kekurangan gizi yang terjadi pada individu dapat merusak kualitas sumberdaya manusia. Kejadian kekurangan gizi sering terluput dari pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan dapat berakibat pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan hidup (WKNPG 2004).

Program kesehatan anak merupakan salah satu kegiatan dari penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan yang dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan untuk menjalin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa. (Depkes RI 2008). Pemenuhan kebutuhan gizi, terutama diperlukan sejak masa janin sampai anak berusia lima tahun. Masa- masa ini merupakan masa rawan bagi anak. Pemenuhan gizi pada masa rawan sangat menentukan kualitas seseorang pada masa produktif (Krisnatuti & Yenrina 2001).

Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama adalah masa yang sangat kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi juga terjadi dengan cepat. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama pada masa ini. ASI tidak hanya mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam susunan yang diperlukan, tetapi juga mengandung zat kekebalan yang dibutuhkan bagi bayi untuk menjaga kesehatan tubuhnya agar tidak terganggu oleh berbagai penyakit termasuk infeksi (Roesli 2001).

Anak di bawah tiga tahun merupakan usia yang rentan terhadap gizi buruk. Tingkat pertumbuhan selama periode ini lebih besar dari pada waktu lainnya dan terdapat peningkatan risiko penurunan pertumbuhan. Sistem imunologi tidak sepenuhnya matang pada usia ini, sehingga meningkatkan resiko terjangkitnya suatu penyakit infeksi. Pada periode usia ini pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan secara normal jika mereka diberikan ASI eksklusif selama enam bulan. Pemberian ASI eksklusif ini merupakan salah satu

faktor yang akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan normal dalam tiga tahun pertama kehidupan (WHO 2000).

Inisiasi menyusui dini (IMD) memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup bayi. Menyusui dapat meningkatkan kelangsungan hidup anak, meningkatkan status kesehatan, serta meningkatkan perkembangan otak dan motorik. Inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif dapat mencegah kematian neonatal dan mengurangi risiko penyakit menular (WHO 2010)

Pendekatan (IMD) yang sekarang dianjurkan adalah dengan metode breast crawl dimana segera setelah bayi lahir ia diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencapai sendiri puting ibunya dan akhirnya menghisap tanpa bantuan. Karena proses ini menekankan kata “menyusu”

bukan “menyusui” sebab bayilah yang menjadi pusat perhatian untuk aktif

melakukannya sendiri (Februhartanty 2009).

Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di Ghana pada tahun 2003- 2004 menerangkan bahwa pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah kelahiran dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir hingga 22% dan resiko kematian neonatal adalah empat kali lebih besar pada anak-anak yang diberi susu berasis ciran atau padatan selain ASI (Pediatrics 2006).

Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase pelaksanaan inisiasi menyusui dini setelah kelahiran di Jawa Barat sebesar 29,5%. Tertinggi di Nusa Tenggara Timur dengan persentase sebesar 56,2% dan terendah di Maluku dengan persentase sebesar 13%.

Keberhasilan pelaksanaan IMD tidak terlepas dari peran serta tenaga medis yang menangani proses kelahiran. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Yulianty (2010) menerangkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan IMD adalah keterampilan yang dimiliki oleh tenaga medis. Berdasarkan data cakupan persalinan berdasarkan penolong di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 di Kabupaten Bogor jumlah ibu melahirkan yang ditolong tenaga kesehatan sebesar 10% dan sebesar 20% di tolong oleh dukun beranak (Dinkes Jawa Barat 2010).

Seiring dengan perkembangan zaman serta terjadinya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui semakin terlupakan. Dari penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek (1995) diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5% dari 98% ibu yang menyusui.

Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli 2000).

Pada tahun 1999, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama dengan World Health Asembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli 2000).

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) yang bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller Internasional di 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) dan 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar), menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perdesaan 14% - 26%, sedangkan di perkotaan antara 14% - 21%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perdesaan 6% - 19% sedangkan di perkotan hanya mencapai 3% - 18% (Kodrat 2010).

Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 menunjukkan pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah dan adanya kecenderungan yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja hingga usia 6 bulan cenderung rendah dengan persentase sebasar 15-17%. Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase bayi menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan di Indonesia adalah 15,3%. Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Bogor tahun 2010 pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencapai 44,16%.

Triani (2010) dalam tesisnya menerangkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif. Selain itu keberhasilan pelaksanaan inisiasi menyusui dini tidak terlepas dari pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dimiliki oleh ibu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) menerangkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan inisiasi menyusi dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini.

Masih terdapatnya ibu yang melahirkan dengan bantuan tenaga non medis seperti dukun beranak dan masih rendahnya persentase menyusui kurang dari satu jam pertama setelah kelahiran diduga karena masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai persalinan yang aman dan pentingnya pelaksanaan

inisiasi menyusui dini. Selain itu pula dikarenakan masih sangat terbatasnya pengetahuan tenaga medis mengenai pentingnya pelaksanaan IMD dan maraknya promosi susu formula yang dapat langsung diberikan pada bayi baru lahir.

Inisiasi menyusui dini merupakan langkah awal bagi kesuksesan pelaksanaan ASI eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan cenderung memiliki status gizi yang baik. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan dan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mempelajari karakteristik batita (umur, jenis kelamin, berat saat lahir), karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) dan karakteristik keluarga (pendapatan dan besar keluarga)

2. Mempelajari pengetahuan IMD ibu di perdesaan dan perkotaan 3. Mempelajari pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan 4. Mempelajari pemberian ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan 5. Mempelajari status gizi batita di perdesaan dan perkotaan

6. Mempelajari hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan praktek pelaksanaan IMD.

7. Mempelajari hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI Eksklusif.

8. Mempelajari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan bagi masyarakat. Bagi puskesmas, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai IMD baik bagi petugas kesehatan setempat maupun masyarakat khususnya tentang IMD sehingga dapat dijadikan masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan tetang IMD yang kemudian akan disosialisasikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak.

Dokumen terkait