• Tidak ada hasil yang ditemukan

Batita

Masa batita (bawah tiga tahun) merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo & Anggraini 2010).

Batita dikenal sebagai konsumen pasif, artinya mereka menerima jenis makanan yang disajikan orang tua. Untuk itu, orang tua harus mengontrol ketat asupan makanannya, mulai jenis makanan yang disukai, mudah dikunyah, mudah dicerna, dan mengandung nutrisi lengkap. Pemilihan makanan untuk batita harus lebih hati-hati dibandingkan anak-anak usia prasekolah, karena pertumbuhan gigi geligi dan proses pencernaan mereka masih belum optimal (Sutomo & Anggraini 2010).

Anak batita mengalami pertumbuhan mental dan gerak yang sangat pesat, pertumbuhan fisik melambat selama tahun kedua. Selama tahun pertama, bayi rata-rata dapat bertambah besar sebanyak 13 pon dan 10 inci (6,4 kg dan 25 cm); selama tahun kedua, mereka bisa bertambah besar sebanyak lima pon dan lima inci (2,3 kg dan 13 cm) saja. Pertumbuhan yang menurun ini menyebabkan nafsu makan yang menurun, sehingga anak batita diberi label

“Pemilih Makanan”. Anak batita tidak hanya mengkonsumsi kalori yang berjumlah

lebih sedikit, ia juga banyak menghabiskan lemak yang ia simpan selama tahun pertama dan menjadi lebih tampak langsing (Sears & Sears 2003).

Menurut Arisman (2007), anak berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun kedua 12 cm, dan tahun ketiga 8-9 cm). Berdasarkan standar WHO-NCHS, ditetapkan berat rata-rata anak balita usia 1 hingga 3 tahun masing-masing adalah 10,12, dan 14 kg.

Karakteristik Keluarga

Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat merupakan lingkungan alami hasil pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu terus diberdayakan sehingga menjadi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak.

Menurut Megawangi (2004) keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seseorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama dalam

resolusi majelis umum PBB adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Besar Keluarga

Menurut BBKBN (1998), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi 3, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, keluarga sedang adalah keluarga 5-7 orang, sedangkan keluarga besar lebih dari 7 orang.

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Pada suatu keluarga, terutama keluarga miskin akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah keluarganya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 2003).

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga, dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah besar jumlah keluarga, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak- anak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak dibandingkan anak-anak yang lebih tua (Suhardjo 2003).

Pendapatan Keluarga

Menurut Suhardjo (1989), dengan meningkatnya pendapatan seseorang, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan.

Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi. Pada umumnya tingkat

pendapatan naik, maka jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik, tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Suhardjo 2003).

Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Keluarga yang berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan bahan pangan yang sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi (Nasoetion dan Riyadi 1994).

Penurunan pendapatan terkait erat dengan penurunan tingkat ketahanan pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Keterkaitan pendapatan dan ketidaktahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum engel dimana pada saat terjadinya peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatan untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman 2000).

Karakteristik Ibu Umur

Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anak berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kulitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998).

Pekerjaan

Semakin bertambah luasnya lapangan kerja maka semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi, hal tersebut berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan anak menjadi kurang, sehingga cenderung dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk

terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak (Mulyani 1990).Hasil penelitian Juliastuti (2011) ibu yang tidak bekerja akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif.

Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor yan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Angka melek hidup merupakan salah satu indikator penting yang juga akan membawa pengaruh positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat (Atmanita & Fallah 2004).

Pengetahuan Gizi dan IMD Ibu

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat mengindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar atau majalah, mendengar siaran radio dan meyaksikan siaran televisi ataupun penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996).

Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 1996).

Berdasarkan hasil penelitian Juliastuti (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI ekslusif. Serta berdasarkan penelitian Kusumawati (2010) dan Hasanah (2009) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui

dini dimana ibu yang memiliki tingkat pengetahuan IMD baik maka akan memungkinkan terjadinya peningkatan pelaksanaan IMD

Inisiasi Menyusui Dini

Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibunya dan bayi itu sendiri dengan segala upayanya mencari puting untuk segera menyusui. Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan. IMD sangat penting tidak hanya untuk bayi, namun juga bagi ibu. Dengan demikian, sekitar 22% angka kematian bayi setelah lahir pada satu bulan pertama dapat ditekan. Bayi disusui selama satu jam atau lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu dua kali lipat. Itulah bedanya isapan dengan perasan (Yuliarti 2010).

Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dapat melatih motorik bayi dan sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan anak. Sebaiknya, bayi langsung diletakkan diatas dada ibu sebelum bayi dibersihkan. Sentuhan dengan kulit mampu memberi efek psikologis yang kuat antara ibu dan anak. Untuk dapat melakukan IMD, dibutuhkan waktu, kesabaran serta dukungan dari keluarga. Bayi yang lahir dalam kondisi normal dengan kelahiran tanpa operasi dapat menyusu pada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu jam. Kondisi ini tidak akan terjadi dalam kelahiran dengan operasi Caesar. Maka kemungkinan keberhasilan IMD hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi dengan menggunakan obat kimiawi ataupun medicated labor (Prasetyono 2009).

Cara melakukan IMD ini disebut pula breast crawl atau merangkak untuk mencari puting ibu secara alamiah. Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan, kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap

menempel. Kontak antarkulit ini dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusui (Siswosuharjo & Chakrawati 2010).

Tindakan IMD membantu bayi memperoleh air susu ibu (ASI) pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan kasih antara ibu dan bayi. IMD juga terbukti dapat mencegah 22% risiko kematian pada bayi baru lahir. Selain itu, bayi bisa menyusu dalam 20-30 menit pertama setelah lahir. Hal ini akan membangun refleks mengisap pada bayi sehingga proses menyusu berikutnya akan lebih baik. Sebaliknya, bayi yang tidak segera menyusu hanya akan bertahan menyusu selama tiga bulan (Trihendradi & Indarto 2010).

Berdasarka penelitian yang dilakukan Aprilia (2009) menyatkan bahwa keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat.

Data Riskesdas tahun 2010 mencatat bahwa pelaksanakan inisiasi menyusui dini di Indonesia sebesar 29,3% dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan terendah di Maluku 13%. Sedangkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di Jawa Barat sendiri sebesar 29,5%.

Berdasarkan hasil penelitian Fitria (2010) yang dilakukan di klinik Mariani, Sumatra Utara mencatat bahwa dari 14 responden terdapat 7 responden (50%) yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.

Hasil penelitian yang dilakukan Arifah (2009) terhadap 24 pasien di RS Sultan Agung, Semarang menunjukkan bahwa sebesar 38,42% ibu yang melaksanakan IMD.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmaningtyas, Ribut & Koekoeh pada tahun 2009 yang dilaksanakan di RSIA Swasta Kota Kediri dan tercatat dalam jurnal ISSN (2010) menerangkan bahwa terdapat 34 ibu yang menjalankan persalinan normal dan terdapat 31 sampel atau sekitar 91,2% yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.

Pentingnya Inisiasi Menyusui Dini

Roesli (2008) menyatakan bahwa pentingnya kontak kulit bayi dan ibu segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan, antara lain :

1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian akibat kedinginan (hypothermia).

2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi.

3. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri baik di kulit ibu.

Bakteri “baik” ini akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan usu bayi, menyaingi bakteri “jahat” dari lingkungan.

4. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih karena pada 1- 2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setlah ibu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama.

5. Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganti pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal.

6. Bayi yang diberikan kesempatan menyusui lebih dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan akan lebih lama disusui.

7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu, merangsang pengeluaran hormon oksitosin.

8. Bayi mendapatkan ASI kolostrum – ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas ini kadang juga dinamakan the gift of life. Bayi yang diberikesempatan inisiasi menyusui dini lebih dahulu mendapatkan kolostrum dibandingkan yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum merupakan ASI istimewa yang kaya akan zat yang berguna bagi daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usu, bahkan untuk kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usu bayi yang masih bselum matang sekaligus mematangkan dinding usus.

9. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapatkan kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.

Langkah - langkah IMD

1. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan

2. Sebaiknya hindari penggunaan obat kimiawi karena obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan dapat mencapai janin melalui ari-ari dan menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibu.

3. Segera setelah bayi dilahirkan, menangis, dan mulai bernafas : a. Bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering

b. Keringkan secepatnya dengan kain lembut seluruh tubuh kecuali kedua tangannya. Jangan hilangkan lemak putih (vernix) di tubuh bayi karena akan berfungsi sebagai pelindung bayi

c. Setelah tali pusar dipotong dan diikat, tanpa dibedong, tengkurapkan bayi dalam keadaan telanjang di dada atau perut ibu dengan melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya. Bila perlu, tutupi kepala bayi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya.

d. Biarkan bayi mencari sendiri puting susu ibu. Ibu dapat membantu bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu.

e. Tendangan lembut, tekanan kaki bayi ke perut ibu akan membantu kontraksi rahim utuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan.

f. Remasan tangan bayi pada daerah puting, hentakan kepala ke dada ibu, perilaku bayi menoleh ke kiri dan ke kanan yang menggesek payudara ibu akan merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan mengerutkan rahim.

g. Ajak suami atau keluarga untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu dan bersama ibu mengenali tanda-tanda bayi siap menyusu (isap tangan, buka mulut mencari puting, dan keluar air liur)

h. Dalam upaya mencari puting susu, bayi sering menjilati kulit ibu. Hal ini sangat bermanfaat dalam membentuk kekebalan tubuh bayi.

i. Setelah bayi berada di dekat puting, bayi mengeluarkan air liur, menjilati puting, dan membuka mulut lebar. Biarkan bayi mengulum puting ibu dan menghisapnya. Hisapan bayi pada

puting ibu ini membantu mengerutkan rahim (hormon oksitosin) sehingga mengurangi perdarahan.

j. Biarkan bayi tetap tengkurap dengan tubuh bayi menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusui pertama dan melepas puting.

k. Dalam menyusu pertama bayi memperoleh kolostrum yang kaya akan protein, serta zat kekebalan tubuh yang sangat berguna untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

l. Proses di atas dimulai segera dan berlangsung minimal satu jam pertama sejak bayi lahir.

m. Bila persalinan harus melalui proses Cesar, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat tetap dilakukan walaupun kemungkinan berhasilnya sekitar 50% daripada persalinan normal.

4. Bayi tidak dipisahkan dari ibunya (rawat gabung) dan berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Dengan melakukan IMD, ASI akan keluar lebih cepat dan banyak. Ketika baru lahir, bayi hanya memerlukan ASI. Makanan atau minuman selain ASI hanya membebani kerja lambung dan saluran pencernaa lain serta ginjal bayi (Depkes RI 2008).

Manfaat IMD

Proses inisiasi menyusui dini memberikan manfaat bagi ibu dan bayi, antara lain :

1. Mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya. Hal ini penting untuk dasar pada interaksi ibu dan bayi selanjutnya.

2. Bagi ibu, IMD menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim berkontarksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi. 3. Bagi bayi, IMD bisa meredakan ketegangan dan stres yang kemungkinan

terjadi selama proses kelahiran, memberi rasa nyaman, dan aman. Menghisap merupakan hal alami yang dilakukan bayi di dalam rahim ibu. 4. IMD bisa menyelamatkan nyawa bayi. Faktanya, empat juta bayi

dalam waktu satu jam pertama akan mengurangi angka risiko kematian bayi (Siswosuharjo & Chakrawati 2010).

Soedjatmiko (2009) dalam bukunya menyatakan bahwa proses menyusui yang baik sejak dini (inisiasi menyusui dini) akan memperkuat ikatan antara ibu dan bayi yang penting untuk perkembangan emosi dan kepercayaan diri di kemudian hari.

Penghambat Inisiasi Menyusui Dini

Beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli (2008), antara lain :

1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya 2. Tenaga kesehatan kurang tersedia

3. Bayi harus dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur. 4. Bayi kedinginan bila diletakkan di dada ibu.

5. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, sehingga ibu dan bayi harus segera dipindahkan ke ruang perawatan.

6. Ibu harus dijahit setelah melahirkan

7. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore harus segera diberikan setelah lahir.

8. Bayi kurang siaga, sehingga sulit bergerak untuk mencapai puting susu ibu.

9. Kolostrum tidak keluar, atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal).

10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Pemberian ASI Eksklusif

Banyak sikap dan kepercayaan yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan ASI eksklusif selama 6 bulan. Alasan umum mengapa ibu tidak memberikan ASI eksklusif meliputi rasa takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang dihasilkan tidak cukup atau memiliki mutu yang tidak baik, keterlambatan memulai pemberian ASI dan pembuangan kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, serta kepercayaan yang keliru bahwa bayi haus dan memerlukan cairan tambahan. Selain itu, kurangnya dukungan dari pelayanan kesehatan dan keberadaan pemasaran susu formula sebagai pengganti ASI menjadi kendala ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Gibney et al 2005).

Pemberian Kolostrum

ASI yang dihasilkan perama kali hingga lima hari pertama setelah kelahiran, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental yang dikenal dengan nama kolostrum. Kolostrum sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu perama mempunyai arti sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya (Krisnatuti & Yenrina 2001).

Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai usus bayi yang baru lahir dan membersihkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Selain itu banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI matang, serta mengandung zat anti-infeksi 10- 17 kali lebih banyak dibandingkan ASI matang. Total energi lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matang. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam (Roesli 2004).

Hasil penelitian Rahayu (2005) sebesar 26,7% contoh di perkotaan dan 10% contoh di perdesaan tidak memberikan kolotrum pada bayinya. Alasan contoh di perkotaan tidak memberikan kolostrum pada bayinya adalah kotor dan berbau amis (12,5%), tidak diperbolehkan oleh orang tua (37,5%), tidak diperbolehkan oleh bidan(12,5%) dan anak muntah (37,4%). Sedangkan diperdesaan, alasan contoh tidak memberikan kolostrum antara lain tidak diperoehkan oleh orang tua (33,33%), anak muntah (33,33%) dan ibu sakit (33,33%).

Makanan prelaktal

Makanan prelaktal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Makanan prelaktal biasanya diberikan kepada bayi dengan proses mulai menyusui > 1 jam setelah lahir dengan alasan ASI belum keluar atau alasan tradisi. Pemberian makanan prelaktal dapat diberikan oleh penolong persalinan atau orang tua dan keluarga bayi (Riskesdas 2010).

Hasil penelitian Rahayu (2005) menunjukkan bahwa sebesar 50% baduta

Dokumen terkait