• Tidak ada hasil yang ditemukan

Halaman 1 Kuesioner penelitian ... 75 2 Peta Kelurahan Karadenan ... 80 3 Sebaran lokasi pemukiman RT, RW, dan Posyandu di Kelurahan Karadenan... 81 4 Persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan... 82 5 Rataan persepsi ibu bekerja... 83 6 Korelasi faktor internal ibu bekerja dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif... 84 7 Korelasi faktor eksternal ibu bekerja dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif... 85 8 Korelasi ibu bekerja dengan implementasi ASI eksklusif... 86 9 Dukungan suami tentangASI eksklusif……… 87 10 Kendala-kendala memberikan ASI eksklusif……….. 88 11 Deskripsi dukungan perusahaan tentang ASI eksklusif... 89 12 Deskripsi lamanya ibu memberikan ASI saja pada bayi... 90 13 Deskripsi responden yang memberikan ASI eksklusif... 91

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menyusui merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak dahulu, namun dengan perkembangan teknologi, di mana pabrik pengolahan susu mengalami kemajuan pesat dan gencarnya promosi susu formula yang agresif, tidak hanya membuat ibu-ibu tertarik untuk memberikan bayinya susu formula, tetapi juga membuat percaya bahwa susu formula sungguh praktis dan aman, sehingga bagi ibu dapat memberikan bayinya susu formula selama ibu pergi bekerja. Kondisi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap praktek pemberian ASI oleh ibu kepada bayinya.

Sosialisasi ASI eksklusif di Indonesia belum tersebar secara merata, di mana masih sering ditemukan bayi diberi susu botol daripada disusui oleh ibunya. Sementara di pedesaan, bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai tambahan ASI. Sebenarnya menyusui khususnya secara eksklusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah, namun sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar, dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya. ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk waktu sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, maka mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih (Roesli 2004).

Air susu ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang paling sempurna bagi bayi dan anak. Sempurna bukan hanya karena lengkapnya kandungan zat gizi yang ada pada ASI, namun lebih dari itu ASI mengandung zat kekebalan yang mampu melindungi bayi dan anak dari berbagai macam penyakit infeksi, dan ASI memberikan sentuhan emosional bagi bayi dan ibu yaitu rasa terlindungi, aman, dan damai (Depkes 2001). ASI sangat penting bagi tumbuh

kembang anak secara optimal dan kecerdasannya. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif. Maksud menyusui secara dini adalah menyusui bayi langsung setelah bayi keluar dari kandungan ibu.

Pemerintah Indonesia terus mengupayakan peningkatan pemberian ASI eksklusif melalui berbagai program, tetapi pemberian ASI eksklusif di Indonesia masih tetap memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2004) di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor hanya 2,6 persen bayi yang disusui secara eksklusif sampai 4 bulan. Mengingat begitu pentingya ASI eksklusif bagi perkembangan bayi maka Pemerintah telah menetapkan dengan Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia adalah sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan (Depkes 2004).

Tujuan utama penyuluhan pembangunan (termasuk pembangunan kesehatan) adalah perbuatan konkrit, untuk itu diperlukan dukungan pelatihan-pelatihan yang mencakup berbagai keterampilan, pemberian contoh nyata, penyediaan berbagai macam sarana yang diperlukan untuk dapat memunculkan perbuatan konkrit masyarakat. Oleh sebab itu, tugas penyuluh dinilai berhasil apabila penyuluhan yang dilakukan menimbulkan perubahan dalam aspek perilaku sasaran penyuluhan yang mengarah ke perbaikan taraf hidup, sehingga diharapkan ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif. Penyuluhan ASI eksklusif sudah dilakukan Departemen Kesehatan dengan memberikan pelatihan konseling menyusui dan pelatihan fasilitator konseling menyusui serta menginstruksikan kepada semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu yang baru melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif (Depkes 2007). Namun pada kenyataannya dari beberapa hasil penelitian masih sedikit bayi yang di berikan ASI eksklusif.

Partisipasi angkatan kerja wanita di sektor formal dan informal cenderung meningkat sejalan dengan arus mordenisasi. Hal ini menjadikan kendala bagi ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif (Setyowaty dan Budiarso 1998). Turut sertanya ibu mencari nafkah kususnya ibu yang masih menyusui anaknya

menyebabkan bayinya tidak dapat menyusu dengan baik dan teratur (Tumbelaka 1989). Pada ibu yang bekerja dan singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir, sudah harus kembali bekerja, hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Selanjutnya Moehji (1989) mengemukakan bahwa para ibu yang sering ke luar rumah baik karena bekerja maupun tugas-tugas sosial, maka susu sapi atau susu formula merupakan satu-satunya jalan keluar dalam pemberian makan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah. Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu yang bekerja tetap dapat memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Mengingat begitu pentingnya pemberian ASI eksklusif maka dikeluarkan peraturan bersama menteri negara pemberdayaan perempuan, menteri tenaga kerja dan transmigrasi, dan menteri kesehatan Nomor: 48/Men.PP/XII/2008, Nomor PER. 27/MEN/XII/2008, dan Nomor: 1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang peningkatan pemberian Air Susu Ibu selama waktu kerja di tempat kerja (Depkes 2008).

Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dapat berupa kesan, penafsiran, atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh, dimana persepsi merupakan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang dalam hal ini ibu bekerja dikaitkan dengan suatu obyek (ASI eksklusif). Seseorang dalam memberikan arti pada suatu pola seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi tersebut sangat dipengaruhi oleh pengamatan, pengindraaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu, di mana ibu bekerja melihat, memperhatikan dan memahami stimulus dan akhirnya mengambil keputusan apakah akan memberikan ASI eksklusif atau tidak.

Persepsi yang benar terhadap suatu objek sangat diperlukan, karena persepsi merupakan dasar pembentukan perilaku. Asngari (1984) mengatakan bahwa persepsi individu terhadap lingkungannya merupakan faktor penting,

karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan tersebut. Penelitian ini menitikberatkan pada pentingnya persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif. Dengan memiliki persepsi tentang ASI eksklusif secara benar, maka ibu bekerja diharapkan dapat mengubah perilakunya kearah yang lebih baik, dengan memberikan ASI eksklusif. Oleh karena itu maka penelitian mengenai persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif menjadi sangat penting untuk dapat dilakukan, di mana faktor-faktor yang berasal dari dalam dan dari luar ibu bekerja diduga berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan terhadap implementasi ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan pada ibu bekerja yang memiliki bayi berusia 6 – 24 bulan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.

Masalah Penelitian

Berdasarkan keadaan yang dijelaskan di atas maka timbul beberapa permasalahan penelitian:

1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif.

2. Apakah persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berhubungan dengan implementasi ASI eksklusif.

Tujuan Penelitian

1. Menemukan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif

2. Mengkaji persepsi ibu bekerja yang berhubungan dengan implementasi ASI eksklusif

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan tentang persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, selain itu juga sebagai masukan bagi penyempurnaan program pemberian ASI eksklusif yang telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Departemen Kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA

ASI Eksklusif

Pengertian ASI Ekslusif

ASI ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai (Depkes 2004). UNICEF pada tahun 1999 memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI menjadi 6 bulan dan pada tanggal 13 – 17 Maret 2000 sebanyak dua puluh ahli berkumpul di Geneva untuk membantu WHO dan UNICEF dalam merumuskan waktu pemberian ASI eksklusif. Para ahli berpendapat bahwa sepanjang 10 tahun setelah Deklarasi Innocenti, cukup bukti ilmiah untuk mengubah jangka waktu pemberian ASI eksklusif menjadi 6 bulan, maka ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif dari mulai lahir sampai 6 bulan (UNICEF 2006).

ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan dan dapat dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Roesli 2004). Menurut WHO (2003) bagi keluarga miskin pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan akan lebih bermakna karena dapat mencegah kejadian infeksi, diare dan menghemat pengeluaran. Keputusan ibu erat kaitannya dengan pemberian ASI pada bayinya. Penelitian Dermer (2001) bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu memberikan ASI adalah kurangnya informasi tentang manfaat ASI. Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan persepsi yang kurang tepat tentang ASI yang pada akhirnya akan mempengaruhi praktek ibu untuk memberikan ASI kepada bayi secara eksklusif, oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi yang tepat tentang ASI eksklusif.

Jumlah bayi yang meninggal karena tidak diberikan ASI eksklusif setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif selama 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13 persen.

Selain itu ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000). Hasil penelitian di Jakarta-Indonesia (Roesli 2008), menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk inisiasi dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil bagi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif dari pada ibu yang tidak melakukan inisiasi dini. Selain itu, inisiasi dini atau menyusui dini dapat menurunkan resiko kematian bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada tahun 1997 sebesar 42,4 persen turun menjadi 39,5 persen pada tahun 2003, sementara pemakaian susu formula meningkat dari 10,8 persen tahun 1997 menjadi 32,4 persen pada tahun 2003. Proporsi penurunan pemberian ASI eksklusif dan peningkatan pemakaian susu formula ini mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi dan mengurangi resiko kanker payudara dan rahim pada ibu.

Manfaat Pemberian dan Keunggulan ASI Eksklusif:

Keuntungan menyusui ASI eksklusif tidak hanya dirasakan oleh bayi saja tetapi dirasakan pula manfaatnya oleh ibu (Roesli 2008). Manfaat menyusui bagi bayi: (1) ASI mengandung nutrisi yang optimal, baik kuantitas maupun kualitasnya, (2) ASI meningkatkan kesehatan bayi, (3) ASI meningkatkan kecerdasan bayi, dan (4) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-anak (bonding). Manfaat menyusui bagi ibu: (1) mengurangi resiko kanker payudara, (2) mengurangi resiko kanker indung telur dan kanker rahim, (3) mengurangi resiko keropos tulang, (4) mengurangi resiko rheumatoid artritis, (5) metode KB paling aman, (6) mengurangi diabetes maternal, (7) mengurangi stress dan gelisah, dan (8) berat badan lebih cepat kembali normal.

Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Hal ini disebabkan karena bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit, seperti: 1) infeksi saluran pencernaan, 2) infeksi saluran pernapasan, 3) meningkatkan resiko alergi, 4) meningkatkan resiko serangan asma, 5) menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, 6) meningkatkan resiko kegemukan, 7) meningkatkan resiko penyakit jantung dan pembuluh darah, 8) meningkatkan resiko kencing manis, 9) meningkatkan resiko

kanker pada anak, 10) meningkatkan resiko penyakit menahun, 11) meningkatkan resiko infeksi telinga tengah, 12) meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari susu formula yang tercemar, 13) meningkatkan resiko efek samping zat pencemar lingkungan, 14) meningkatkan kurang gizi, dan 15) meningkatkan resiko kematian (Roesli, 2008).

ASI Perahan

ASI perahan adalah ASI yang dikeluarkan dari puting susu baik dengan menggunakan alat pemompa maupun menggunakan tangan secara manual. Kandungan gizi ASI perahan dapat bertahan 6-8 jam pada udara luar, 24 jam di dalam termos es, 2x 24 jam pada lemari es dan 2 minggu di freezer serta 3 bulan di freezer pada lemari es dua pintu, Roesli (2000). Adapun manfaat ASI perah atau ASI pompa adalah: (1) Memerah ASI untuk persediaan saat ibu bekerja; bagi ibu bekerja yang tidak dapat membawa bayinya ke tempat kerja, pemberian ASI perah akan tetap memungkinkan bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan. (2) Memerah ASI untuk bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau bayi sakit yang lemah; bila bayi terlalu kecil atau terlalu lemah sehingga belum dapat minum langsung pada ibu, ASI perah dapat diberikan melalui pipet atau sendok. Hal ini dilakukan supaya tidak menyebabkan bayi lelah. Bila keadaan bayi sudah memungkinkan dianjurkan untuk secepatnya menyusu pada ibunya. (3) Menghilangkan bendungan; perahlah sesering dan sebanyak mungkin, yang diperlukan agar payudara tetap nyaman dan kelenturan puting susu terjaga. Beberapa ibu mungkin perlu memerah setiap kali sebelum menyusui. Pada ibu yang lain mungkin hanya perlu memerah satu atau dua kali sehari. Beberapa ibu mendapatkan bahwa kompres hangat atau pijatan lembut membuat ASI mengalir. (4) Menjaga kelangsungan persediaan ASI saat bayi sakit atau berat badan bayi sangat rendah; Saat bayi sakit atau sangat kecil sehingga belum dapat diberi minum melalui mulut, memerah ASI merupakan jalan untuk mempertahankan persediaan ASI. Ibu harus memerah sebanyak mungkin dan sesering mungkin agar pasokan ASI terjaga. (5) Menghilangkan rembesan/penetesan ASI; Pemerahan ASI yang cukup banyak akan mengurangi tekanan pada payudara sehingga akan mengurangi perembesan atau penetesan. (6) Memudahkan bayi minum bila ASI terlalu banyak; Bila ASI ibu terlalu banyak, perahlah ASI

sebelum menyusui agar bayi tidak tersedak. ASI perahan diberikan dengan sendok saat bayi selesai disusui (Roesli 2000).

Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Memerah dengan tangan tanpa menggunakan alat bantu sehingga ibu dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja. Memerah dengan tangan mudah dilakukan bila payudara lunak. Namun, jika payudara sangat terbendung dan nyeri maka harus menggunakan alat untuk memerah yang banyak dijual di apotik atau toko perlengkapan bayi.

Implementasi ASI Eksklusif

Implementasi ASI eksklusif adalah tindakan ibu untuk memberikan bayinya ASI secara eksklusif atau tidak. Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu: (1) mempersiapkan payudara bila diperlukan, (2) mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui, (3) menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya, (4) memilih tempat melahirkan yang ”sayang bayi”, (5) memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif, (6) Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran dalam menyusui bayinya, dan (7) menciptakan pikiran positif tentang ASI dan menyusui.

Ibu yang sedang hamil dan memasuki trimester akhir hendaknya mengurut payudara sehingga setelah melahirkan, ASI dapat langsung keluar dan bisa disusukan kepada bayinya. Kegagalam pemberian ASI eksklusif umumnya adalah karena setelah melahirkan ASI tidak keluar sehingga banyak ibu memberikan bayinya madu atau susu formula karena khawatir bayinya kekurangan cairan. Selain faktor ASI tidak keluar begitu melahirkan masih banyak faktor lain yang menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif seperti tradisi memberikan nasi pisang yang dilumatkan kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan dengan alasan supaya bayinya kenyang dan nantinya tidak rewel, serta memberikan susu formula ketika ibu bepergian atau bekerja.

Sosialisasi ASI perahan yang belum tersebar luas juga merupakan salah satu penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif di mana banyak ibu-ibu yang menyangka ASI yang sudah dikeluarkan akan cepat basi dan belum terbiasanya memerah ASI. Dengan demikian susu formula merupakan alternatif pengganti

ASI, jika ibu tidak berada di rumah. Bayi yang sudah merasakan susu formula atau dot susu sebelum mendapatkan ASI umumnya tidak mau minum ASI (Roesli 2000).

Penyuluhan

Ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana pola perilaku manusia membangun terbentuk, bagaimana perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Margono 2003). Selanjutnya yang dimaksud dengan penyuluhan pembangunan (termasuk pembangunan di bidang kesehatan) adalah upaya transformatif melalui pendekatan pendidikan, komunikasi, dan partisipasi agar masyarakat dapat mengambil keputusan mengelola kegiatan menuju kesejahteraannya (Amanah 2005).

Secara internal manusia cenderung mempertahankan pola perilaku, kebiasaan-kebiasaan, dan adat istiadat yang telah dimiliki. Kalaupun manusia ternyata berubah dari zaman ke zaman, itu terutama karena pengaruh lingkungan. Penyuluhan pembangunan berusaha mengendalikan atau memanipulasi lingkungan tersebut sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi orang-orang tertentu untuk mau mengubah pola perilakunya yang akan memperbaiki mutu hidup mereka.

Perubahan perilaku kearah yang berkualitas pada dasarnya merupakan esensi dari penyuluhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara mandiri. Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah hal-hal yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun yang dapat diamati secara tidak langsung. Secara umum perilaku manusia dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas (keturunan) merupakan konsepsi dasar atau modal bagi perkembangan perilaku, sedangkan lingkungan merupakan kondisi untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).

Bloom (Winkel 1996) membagi perilaku ke dalam tiga ranah, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotorik yang kemudian oleh para ahli pendidikan dikembangkan menjadi hal yang dapat diukur yaitu pengetahuan, sikap, dan praktek atau tindakan. Bloom mengklasifikasi ranah kognitif atas tujuh: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi; ranah afektif atas lima: (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3) penilaian, (4) organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup; serta ranah psikomotorik atas tujuh: (1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan terbiasa, (5) gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola gerakan, dan (7) kreativitas.

Asngari (2001) mengatakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang, dapat dilakukan dengan mengubah salah satu ranah itu atau ketiga-tiganya. Perubahan masing-masing ranah itu saling mempengaruhi. Sehubungan dengan itu, kebutuhan menjadi salah satu faktor yang nyata bagi seseorang berperilaku. Kebutuhan itu sendiri ada yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan yang nyata (real needs). Masalahnya tidak semua kebutuhan yang dirasakan seseorang itu merupakan kebutuhan yang nyata, demikian juga sebaliknya, tidak semua kebutuhan yang nyata benar-benar dirasakan seseorang. Dalam kaitan ini penting bagi penyuluh untuk mengubah kebutuhan yang nyata menjadi kebutuhan yang dirasakan individu sasaran penyuluhan. Mardikanto (1992) menjelaskan bahwa hal yang utama adalah felt needs dari pada real needs.

Persepsi

Persepsi adalah interpretasi individu akan makna sesuatu bagi dirinya dalam menafsirkan suatu obyek dalam lingkungannya. Seseorang dalam memberikan arti pada suatu obyek seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi tersebut sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan pengindraaan terhadap proses berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu. Hal ini dirasa penting untuk mengetahui prinsip persepsi bagi penyuluh dalam

mengapresiasikan bagaimana seseorang menginterpretasikan persepsi terhadap lingkungannya dan sejauhmana persepsi tersebut berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek persepsi ibu bekerja adalah ASI eksklusif.

Sehubungan dengan itu menurut Asngari (1984), persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam memegang peranan penting

Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam konteks persepsi ibu bekerja, respon terhadap ASI eksklusif dapat berupa memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya. Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi adalah kepribadian, motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan harapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi diantaranya faktor personal dan faktor situasional atau yang disebut oleh Krech dan Crutchfield yaitu faktor fungsional dan struktural (Rakhmat 2007). Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi di antaranya kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan faktor personal seseorang. Adapun faktor struktural yang mempengaruhi persepsi adalah faktor-faktor yang berasal dari

Dokumen terkait