PERSEPSI IBU BEKERJA TERHADAP IMPLEMENTASI ASI
EKSKLUSIF
(Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)
ASIH MULYANINGSIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis saya.
Bogor, Maret 2010
ABSTRACT
ASIH MULYANINGSIH. Perception of Working Mother’s on Exclusive Breastfeeding and It’s Implementation. Under direction of AIDA VITAYALA S HUBEIS and DJOKO SUSANTO.
Due to modernization atmosphere there are so many young mothers got involve in various kind of jobs especially in factories. The aims of the research were: (1) to determine factors of mother’s perception on exclusive breastfeeding and (2) to study working mother’s perception on exclusive breastfeeding implementation. The research’s location is Karadenan Village, District of Cibinong, Regency of Bogor. The number of sample is 100 respondents selected based on simple random sampling from 239 of working mothers who have infants of 6-24 months. The method of data collection was survey and in depth interview. Data collection were carried out as long as 3 months, from October to December 2009. Data were analyzed descriptively using non-parametric statistic with Spearman rank correlation test. The results show that independent variable namely have, significant and high correlation to perception of working mothers on exclusive breastfeeding. The dependent variable, namely perception of working mother on tapped milk, has significant correlation to implementation of exclusive breastfeeding. However, there are 11 working mothers do exclusive breastfeeding, while the others namely 89 of working mothers do not. This fact shows that the better working mothers perception on tapped milk, working mothers will do breastfeeding to their babies, especially when the managers of the factories permit them to do so in their factories and supply special room to tapped breast milk.
RINGKASAN
ASIH MULYANINGSIH. 2010. Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan DJOKO SUSANTO.
Sejalan dengan arus modernisasi di mana partisipasi angkatan kerja wanita, baik di sektor formal dan informal cenderung meningkat, hal ini merupakan kendala bagi ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif. Turut sertanya ibu mencari nafkah khususnya ibu yang masih menyusui menyebabkan bayinya tidak dapat disusui dengan baik dan teratur. Pada ibu yang bekerja dan singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir, sudah harus kembali bekerja. Hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Ibu yang sering keluar rumah baik karena bekerja maupun tugas-tugas sosial, maka penggunaan susu formula merupakan jalan keluar dalam pemberian makan bagi bayi. Oleh karena itu salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu yang bekerja dapat tetap memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Pemahaman persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif perlu diteliti secara mendalam, dimana faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yaitu faktor dari dalam maupun faktor dari luar ibu bekerja.
Dalam penelitian ini dikaji persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif. Tujuan penelitian adalah untuk: (1) menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, dan (2) mengkaji persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yang berhubungan dengan implementasi ASI eksklusif.
Penelitian dilakukan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Pertimbangan dipilihnya lokasi ini adalah karena Kecamatan Cibinong memiliki jumlah balita tertinggi di Kabupaten Bogor. Pemilihan Kelurahan Karadenan sebagai lokasi penelitian dilakukan secara acak. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak 100 responden yang dipilih secara acak dari populasi yang berjumlah 239 ibu bekerja yang memiliki bayi berusia 6-24 bulan. Pengumpulan data dilaksanakan selama tiga bulan, sejak bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2009.
perahan adalah tergolong baik namun demikian hanya 11 orang ibu bekerja yang memberikan ASI eksklusif sedangkan 89 ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif.
Terkait hubungan antara faktor internal ibu bekerja dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif memperlihatkan bahwa pendidikan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan. Jenis pekerjaan ibu berkorelasi nyata pada taraf α≤ 5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi bayi. Pendapatan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan. Pendapatan keluarga berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan. Pengetahuan ibu berkorelasi sangat nyata pada taraf α≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan.
Hubungan antara faktor eksternal ibu bekerja dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif memperlihatkan bahwa jumlah jam kerja berkorelasi nyata pada taraf α≤ 5 persen dengan persepsi ibu tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi. Jarak tempat kerja berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ASI perahan serta berkorelasi nyata pada taraf α ≤5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi ibu. Peluang pemberi kerja berkorelasi sangat nyata pada taraf α≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi ibu dan ASI perahan serta berkorelasi nyata pada taraf α ≤ 5 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI bagi bayi. Dukungan suami berkorelasi sangat nyata pada taraf α ≤ 1 persen dengan persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi, ibu dan ASI perahan.
Hubungan antara persepsi ibu bekerja tentang manfaat ASI eksklusif bagi bayi dan ibu tidak berkorelasi nyata dengan implementasi ASI eksklusif dan persepsi ibu bekerja tentang ASI perahan berkorelasi secara nyata pada taraf α ≤ 5 persen dengan implementasi ASI eksklusif.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar.
PERSEPSI IBU BEKERJA TERHADAP IMPLEMENTASI ASI
EKSKLUSIF
(Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)
ASIH MULYANINGSIH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Persepsi Ibu Bekerja terhadap Implementasi ASI Eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor)
Nama : Asih Mulyaningsih NIM : I351080021
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis Prof . (Ris) Dr. Djoko Susanto, SKM Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Penyuluhan Pembangunan
Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc Prof. Dr. Ir. H. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai dengan bulan Desember 2009 adalah persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif (Kasus Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Aida Vitayala S Hubeis dan Bapak Prof. (R) Dr. Djoko Susanto, SKM, selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan arahan, dan Ibu Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc., MSc atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi, Serta Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, Msi, wakil Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas kesediaannya menghadiri sidang tesis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Tami selaku Kepala Puskesmas Karadenan, Ibu Uti selaku bidan Peskesmas, Ibu Iin yang menemani dan membatu penulis mengumpulkan responden serta seluruh kader Kelurahan Karadenan atas kerjasamanya, Bapak Lurah Karadenan dan Kepala UPTD Puskesmas Cibinong atas ijin dan kemudahan dalam pengambilan data. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada rekan-rekan ibu bekerja yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai, serta rekan-rekan mahasiswa Program Studi Penyuluhan Pembangunan angkatan 2008 atas segala bantuan dan motivasi yang diberikan.
Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Bapak H. M. Supardi dan Ibu Hj. Lely Malia selaku orang tua yang senantiasa memberikan doa, kasih dan sayang kepada penulis. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada suami, Suprapto, SE dan anakku Cita Nafisah Putri dan Andhika Widyadhana atas dukungan dan pengertiannya sehingga memberikan iklim yang kondusif bagi penulis selama menjalankan studi hingga menyelesaikan tugas belajar pada Program Pascasarjana IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Betung, 4 September 1975 dari Bapak H. M. Supardi dan Ibu Hj. Lely Malia. Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara.
Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDN 3 Panjang Utara Bandar Lampung, pendidikan SLTP di SMPN I Teluk Betung Bandar Lampung, dan pendidikan SLTA di SMAN 2 Tanjungkarang Bandar Lampung, lulus tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan memilih Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister pada Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh tahun 2008. Beasiswa pendidikan diperoleh dari BPPS melalui IPB. Studi S2 di IPB pada Fakultas Ekologi Manusia dengan Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) mulai tahun 2008.
Pada saat ini penulis bekerja sebagai Dosen pada Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ... xiv DAFTAR LAMPIRAN ... xv PENDAHULUAN ...
Latar Belakang ... Masalah Penelitian ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ...
1 1 4 4 4 TINJAUAN PUSTAKA ...
ASI Eksklusif... ... Implementasi ASI Eksklusif... Penyuluhan……….. Persepsi... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Ibu Bekerja...
5 5 8 9 10 12 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ...
Kerangka Berpikir ... Hipotesis Penelitian ... ...
23 23 25 METODE PENELITIAN ...
Rancangan Penelitian ... Lokasi dan Waktu Penelitian ... Populasi dan Sampel ... Data dan Instrumentasi ... ... Definisi Operasional ... Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ...
26 26 27 27 27 28 30 32 HASIL DAN PEMBAHASAN ...
KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ...
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Peubah, definisi operasional, dan pengukuran penelitian ... 28
2 Validitas peubah... ... 31
3 Reliabilitas peubah... ... 32
4 Jarak Kelurahan Karadenan ke pusat pemerintahan... 34
5 Sebaran penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin... 35
6 Sebaran penduduk Kelurahan Karadenan berdasarkan jenis pekerjaan... 36
7 Prasarana pendidikan di Kelurahan Karadenan ... 36
8 Deskripsi faktor internal ibu bekerja... ... 37
9 Deskripsi faktor eksternal ibu bekerja... ... 41
10 Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berdasarkan rataan skor... 45
11 Hubungan faktor internal dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif .. 51
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kuesioner penelitian ... 75
2 Peta Kelurahan Karadenan ... 80
3 Sebaran lokasi pemukiman RT, RW, dan Posyandu di Kelurahan Karadenan... 81
4 Persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan... 82
5 Rataan persepsi ibu bekerja... 83
6 Korelasi faktor internal ibu bekerja dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif... 84
7 Korelasi faktor eksternal ibu bekerja dengan persepsi ibu tentang ASI eksklusif... 85
8 Korelasi ibu bekerja dengan implementasi ASI eksklusif... 86
9 Dukungan suami tentangASI eksklusif……… 87
10 Kendala-kendala memberikan ASI eksklusif……….. 88
11 Deskripsi dukungan perusahaan tentang ASI eksklusif... 89
12 Deskripsi lamanya ibu memberikan ASI saja pada bayi... 90
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menyusui merupakan kegiatan yang sudah dilakukan sejak dahulu, namun
dengan perkembangan teknologi, di mana pabrik pengolahan susu mengalami
kemajuan pesat dan gencarnya promosi susu formula yang agresif, tidak hanya
membuat ibu-ibu tertarik untuk memberikan bayinya susu formula, tetapi juga
membuat percaya bahwa susu formula sungguh praktis dan aman, sehingga bagi
ibu dapat memberikan bayinya susu formula selama ibu pergi bekerja. Kondisi
tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap praktek pemberian ASI oleh
ibu kepada bayinya.
Sosialisasi ASI eksklusif di Indonesia belum tersebar secara merata, di
mana masih sering ditemukan bayi diberi susu botol daripada disusui oleh ibunya.
Sementara di pedesaan, bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau
nasi lembut sebagai tambahan ASI. Sebenarnya menyusui khususnya secara
eksklusif merupakan cara pemberian makan bayi yang alamiah, namun sering kali
ibu-ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi
yang salah tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang
benar, dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui
bayinya. ASI eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,
madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Pemberian ASI eksklusif ini
dianjurkan untuk waktu sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, maka
mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan
sampai berusia 2 tahun atau bahkan lebih (Roesli 2004).
Air susu ibu (ASI) merupakan satu-satunya makanan yang paling
sempurna bagi bayi dan anak. Sempurna bukan hanya karena lengkapnya
kandungan zat gizi yang ada pada ASI, namun lebih dari itu ASI mengandung zat
kekebalan yang mampu melindungi bayi dan anak dari berbagai macam penyakit
infeksi, dan ASI memberikan sentuhan emosional bagi bayi dan ibu yaitu rasa
kembang anak secara optimal dan kecerdasannya. Faktor keberhasilan dalam
menyusui adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur
dan eksklusif. Maksud menyusui secara dini adalah menyusui bayi langsung
setelah bayi keluar dari kandungan ibu.
Pemerintah Indonesia terus mengupayakan peningkatan pemberian ASI
eksklusif melalui berbagai program, tetapi pemberian ASI eksklusif di Indonesia
masih tetap memprihatinkan. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati (2004) di
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor hanya 2,6 persen bayi yang disusui secara
eksklusif sampai 4 bulan. Mengingat begitu pentingya ASI eksklusif bagi
perkembangan bayi maka Pemerintah telah menetapkan dengan Kepmenkes RI
No. 450/MENKES/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara
eksklusif pada bayi Indonesia adalah sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan
(Depkes 2004).
Tujuan utama penyuluhan pembangunan (termasuk pembangunan
kesehatan) adalah perbuatan konkrit, untuk itu diperlukan dukungan
pelatihan-pelatihan yang mencakup berbagai keterampilan, pemberian contoh nyata,
penyediaan berbagai macam sarana yang diperlukan untuk dapat memunculkan
perbuatan konkrit masyarakat. Oleh sebab itu, tugas penyuluh dinilai berhasil
apabila penyuluhan yang dilakukan menimbulkan perubahan dalam aspek
perilaku sasaran penyuluhan yang mengarah ke perbaikan taraf hidup, sehingga
diharapkan ibu bekerja tetap dapat memberikan ASI eksklusif. Penyuluhan ASI
eksklusif sudah dilakukan Departemen Kesehatan dengan memberikan pelatihan
konseling menyusui dan pelatihan fasilitator konseling menyusui serta
menginstruksikan kepada semua tenaga kesehatan yang bekerja di sarana
pelayanan kesehatan agar menginformasikan kepada semua ibu yang baru
melahirkan untuk memberikan ASI eksklusif (Depkes 2007). Namun pada
kenyataannya dari beberapa hasil penelitian masih sedikit bayi yang di berikan
ASI eksklusif.
Partisipasi angkatan kerja wanita di sektor formal dan informal cenderung
meningkat sejalan dengan arus mordenisasi. Hal ini menjadikan kendala bagi
ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklusif (Setyowaty dan Budiarso 1998). Turut
menyebabkan bayinya tidak dapat menyusu dengan baik dan teratur (Tumbelaka
1989). Pada ibu yang bekerja dan singkatnya masa cuti hamil/melahirkan
mengakibatkan sebelum masa pemberian ASI eksklusif berakhir, sudah harus
kembali bekerja, hal ini mengganggu upaya pemberian ASI eksklusif selama
enam bulan. Selanjutnya Moehji (1989) mengemukakan bahwa para ibu yang
sering ke luar rumah baik karena bekerja maupun tugas-tugas sosial, maka susu
sapi atau susu formula merupakan satu-satunya jalan keluar dalam pemberian
makan bagi bayi yang ditinggalkan di rumah. Oleh karena itu salah satu yang
perlu mendapat perhatian adalah bagaimana ibu yang bekerja tetap dapat
memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif sampai 6 bulan. Mengingat
begitu pentingnya pemberian ASI eksklusif maka dikeluarkan peraturan bersama
menteri negara pemberdayaan perempuan, menteri tenaga kerja dan transmigrasi,
dan menteri kesehatan Nomor: 48/Men.PP/XII/2008, Nomor PER.
27/MEN/XII/2008, dan Nomor: 1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang peningkatan
pemberian Air Susu Ibu selama waktu kerja di tempat kerja (Depkes 2008).
Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dapat berupa kesan, penafsiran,
atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh, dimana persepsi
merupakan suatu proses pengambilan keputusan tentang pemahaman seseorang
dalam hal ini ibu bekerja dikaitkan dengan suatu obyek (ASI eksklusif).
Seseorang dalam memberikan arti pada suatu pola seringkali tidak sama yang satu
dengan yang lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di
luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi
tersebut sangat dipengaruhi oleh pengamatan, pengindraaan terhadap proses
berpikir yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang
terhadap suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses
transaksi penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan
pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu, di mana
ibu bekerja melihat, memperhatikan dan memahami stimulus dan akhirnya
mengambil keputusan apakah akan memberikan ASI eksklusif atau tidak.
Persepsi yang benar terhadap suatu objek sangat diperlukan, karena
persepsi merupakan dasar pembentukan perilaku. Asngari (1984) mengatakan
karena akan berlanjut dalam menentukan tindakan tersebut. Penelitian ini
menitikberatkan pada pentingnya persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif.
Dengan memiliki persepsi tentang ASI eksklusif secara benar, maka ibu bekerja
diharapkan dapat mengubah perilakunya kearah yang lebih baik, dengan
memberikan ASI eksklusif. Oleh karena itu maka penelitian mengenai persepsi
ibu bekerja tentang ASI eksklusif menjadi sangat penting untuk dapat dilakukan,
di mana faktor-faktor yang berasal dari dalam dan dari luar ibu bekerja diduga
berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan terhadap
implementasi ASI eksklusif. Penelitian ini dilakukan pada ibu bekerja yang
memiliki bayi berusia 6 – 24 bulan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor.
Masalah Penelitian
Berdasarkan keadaan yang dijelaskan di atas maka timbul beberapa
permasalahan penelitian:
1. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang
ASI eksklusif.
2. Apakah persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berhubungan dengan
implementasi ASI eksklusif.
Tujuan Penelitian
1. Menemukan faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja
tentang ASI eksklusif
2. Mengkaji persepsi ibu bekerja yang berhubungan dengan implementasi ASI
eksklusif
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pengetahuan
tentang persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, selain itu juga sebagai
masukan bagi penyempurnaan program pemberian ASI eksklusif yang telah
TINJAUAN PUSTAKA
ASI Eksklusif
Pengertian ASI Ekslusif
ASI ekslusif adalah pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sejak lahir
sampai dengan bayi berumur 6 (enam) bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai
anak berusia 2 (dua) tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai
(Depkes 2004). UNICEF pada tahun 1999 memberikan klarifikasi tentang
rekomendasi jangka waktu pemberian ASI menjadi 6 bulan dan pada tanggal 13 –
17 Maret 2000 sebanyak dua puluh ahli berkumpul di Geneva untuk membantu
WHO dan UNICEF dalam merumuskan waktu pemberian ASI eksklusif. Para
ahli berpendapat bahwa sepanjang 10 tahun setelah Deklarasi Innocenti, cukup
bukti ilmiah untuk mengubah jangka waktu pemberian ASI eksklusif menjadi 6
bulan, maka ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif dari mulai lahir sampai 6
bulan (UNICEF 2006).
ASI dapat memenuhi kebutuhan bayi sampai berusia 6 bulan dan dapat
dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun (Roesli 2004). Menurut WHO (2003)
bagi keluarga miskin pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan akan lebih
bermakna karena dapat mencegah kejadian infeksi, diare dan menghemat
pengeluaran. Keputusan ibu erat kaitannya dengan pemberian ASI pada bayinya.
Penelitian Dermer (2001) bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan ibu
memberikan ASI adalah kurangnya informasi tentang manfaat ASI. Kurangnya
pengetahuan ibu tentang manfaat ASI dan persepsi yang kurang tepat tentang ASI
yang pada akhirnya akan mempengaruhi praktek ibu untuk memberikan ASI
kepada bayi secara eksklusif, oleh karena itu ibu perlu memperoleh informasi
yang tepat tentang ASI eksklusif.
Jumlah bayi yang meninggal karena tidak diberikan ASI eksklusif setiap
tahunnya terdapat 1-1,5 juta (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian
balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF
2006). Bayi yang disusui secara eksklusif selama 6 bulan dan tetap diberi ASI
Selain itu ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan
merasakan kepuasan, kebanggan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).
Hasil penelitian di Jakarta-Indonesia (Roesli 2008), menunjukkan bayi
yang diberi kesempatan untuk inisiasi dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil
bagi ibu untuk memberikan ASI secara eksklusif dari pada ibu yang tidak
melakukan inisiasi dini. Selain itu, inisiasi dini atau menyusui dini dapat
menurunkan resiko kematian bayi. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada
tahun 1997 sebesar 42,4 persen turun menjadi 39,5 persen pada tahun 2003,
sementara pemakaian susu formula meningkat dari 10,8 persen tahun 1997
menjadi 32,4 persen pada tahun 2003. Proporsi penurunan pemberian ASI
eksklusif dan peningkatan pemakaian susu formula ini mencerminkan
ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal
pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi
bayi dan mengurangi resiko kanker payudara dan rahim pada ibu.
Manfaat Pemberian dan Keunggulan ASI Eksklusif:
Keuntungan menyusui ASI eksklusif tidak hanya dirasakan oleh bayi saja
tetapi dirasakan pula manfaatnya oleh ibu (Roesli 2008). Manfaat menyusui bagi
bayi: (1) ASI mengandung nutrisi yang optimal, baik kuantitas maupun
kualitasnya, (2) ASI meningkatkan kesehatan bayi, (3) ASI meningkatkan
kecerdasan bayi, dan (4) ASI meningkatkan jalinan kasih sayang ibu-anak
(bonding). Manfaat menyusui bagi ibu: (1) mengurangi resiko kanker payudara,
(2) mengurangi resiko kanker indung telur dan kanker rahim, (3) mengurangi
resiko keropos tulang, (4) mengurangi resiko rheumatoid artritis, (5) metode KB
paling aman, (6) mengurangi diabetes maternal, (7) mengurangi stress dan
gelisah, dan (8) berat badan lebih cepat kembali normal.
Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan
langkah yang tepat. Hal ini disebabkan karena bayi yang diberi susu formula
sangat rentan terserang penyakit, seperti: 1) infeksi saluran pencernaan, 2) infeksi
saluran pernapasan, 3) meningkatkan resiko alergi, 4) meningkatkan resiko
serangan asma, 5) menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, 6)
meningkatkan resiko kegemukan, 7) meningkatkan resiko penyakit jantung dan
kanker pada anak, 10) meningkatkan resiko penyakit menahun, 11) meningkatkan
resiko infeksi telinga tengah, 12) meningkatkan resiko infeksi yang berasal dari
susu formula yang tercemar, 13) meningkatkan resiko efek samping zat pencemar
lingkungan, 14) meningkatkan kurang gizi, dan 15) meningkatkan resiko
kematian (Roesli, 2008).
ASI Perahan
ASI perahan adalah ASI yang dikeluarkan dari puting susu baik dengan
menggunakan alat pemompa maupun menggunakan tangan secara manual.
Kandungan gizi ASI perahan dapat bertahan 6-8 jam pada udara luar, 24 jam di
dalam termos es, 2x 24 jam pada lemari es dan 2 minggu di freezer serta 3 bulan
di freezer pada lemari es dua pintu, Roesli (2000). Adapun manfaat ASI perah
atau ASI pompa adalah: (1) Memerah ASI untuk persediaan saat ibu bekerja; bagi
ibu bekerja yang tidak dapat membawa bayinya ke tempat kerja, pemberian ASI
perah akan tetap memungkinkan bayi untuk memperoleh ASI eksklusif selama 6
bulan. (2) Memerah ASI untuk bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) atau bayi
sakit yang lemah; bila bayi terlalu kecil atau terlalu lemah sehingga belum dapat
minum langsung pada ibu, ASI perah dapat diberikan melalui pipet atau sendok.
Hal ini dilakukan supaya tidak menyebabkan bayi lelah. Bila keadaan bayi sudah
memungkinkan dianjurkan untuk secepatnya menyusu pada ibunya. (3)
Menghilangkan bendungan; perahlah sesering dan sebanyak mungkin, yang
diperlukan agar payudara tetap nyaman dan kelenturan puting susu terjaga.
Beberapa ibu mungkin perlu memerah setiap kali sebelum menyusui. Pada ibu
yang lain mungkin hanya perlu memerah satu atau dua kali sehari. Beberapa ibu
mendapatkan bahwa kompres hangat atau pijatan lembut membuat ASI mengalir.
(4) Menjaga kelangsungan persediaan ASI saat bayi sakit atau berat badan bayi
sangat rendah; Saat bayi sakit atau sangat kecil sehingga belum dapat diberi
minum melalui mulut, memerah ASI merupakan jalan untuk mempertahankan
persediaan ASI. Ibu harus memerah sebanyak mungkin dan sesering mungkin
agar pasokan ASI terjaga. (5) Menghilangkan rembesan/penetesan ASI;
Pemerahan ASI yang cukup banyak akan mengurangi tekanan pada payudara
sehingga akan mengurangi perembesan atau penetesan. (6) Memudahkan bayi
sebelum menyusui agar bayi tidak tersedak. ASI perahan diberikan dengan sendok
saat bayi selesai disusui (Roesli 2000).
Semua ibu dapat belajar memerah ASI. Memerah dengan tangan tanpa
menggunakan alat bantu sehingga ibu dapat melakukannya di mana saja dan
kapan saja. Memerah dengan tangan mudah dilakukan bila payudara lunak.
Namun, jika payudara sangat terbendung dan nyeri maka harus menggunakan alat
untuk memerah yang banyak dijual di apotik atau toko perlengkapan bayi.
Implementasi ASI Eksklusif
Implementasi ASI eksklusif adalah tindakan ibu untuk memberikan
bayinya ASI secara eksklusif atau tidak. Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh
langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu: (1)
mempersiapkan payudara bila diperlukan, (2) mempelajari ASI dan tatalaksana
menyusui, (3) menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya, (4)
memilih tempat melahirkan yang ”sayang bayi”, (5) memilih tenaga kesehatan
yang mendukung pemberian ASI eksklusif, (6) Mencari ahli persoalan menyusui
seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu
menemui kesukaran dalam menyusui bayinya, dan (7) menciptakan pikiran positif
tentang ASI dan menyusui.
Ibu yang sedang hamil dan memasuki trimester akhir hendaknya mengurut
payudara sehingga setelah melahirkan, ASI dapat langsung keluar dan bisa
disusukan kepada bayinya. Kegagalam pemberian ASI eksklusif umumnya adalah
karena setelah melahirkan ASI tidak keluar sehingga banyak ibu memberikan
bayinya madu atau susu formula karena khawatir bayinya kekurangan cairan.
Selain faktor ASI tidak keluar begitu melahirkan masih banyak faktor lain yang
menyebabkan ibu tidak memberikan ASI eksklusif seperti tradisi memberikan
nasi pisang yang dilumatkan kepada bayi sebelum bayi berusia 6 bulan dengan
alasan supaya bayinya kenyang dan nantinya tidak rewel, serta memberikan susu
formula ketika ibu bepergian atau bekerja.
Sosialisasi ASI perahan yang belum tersebar luas juga merupakan salah
satu penyebab kegagalan pemberian ASI eksklusif di mana banyak ibu-ibu yang
menyangka ASI yang sudah dikeluarkan akan cepat basi dan belum terbiasanya
ASI, jika ibu tidak berada di rumah. Bayi yang sudah merasakan susu formula
atau dot susu sebelum mendapatkan ASI umumnya tidak mau minum ASI (Roesli
2000).
Penyuluhan
Ilmu penyuluhan pembangunan adalah suatu disiplin ilmu yang
mempelajari bagaimana pola perilaku manusia membangun terbentuk, bagaimana
perilaku manusia dapat berubah atau diubah sehingga mau meninggalkan
kebiasaan lama dan menggantinya dengan perilaku baru yang berakibat kualitas
kehidupan orang yang bersangkutan menjadi lebih baik (Margono 2003).
Selanjutnya yang dimaksud dengan penyuluhan pembangunan (termasuk
pembangunan di bidang kesehatan) adalah upaya transformatif melalui
pendekatan pendidikan, komunikasi, dan partisipasi agar masyarakat dapat
mengambil keputusan mengelola kegiatan menuju kesejahteraannya (Amanah
2005).
Secara internal manusia cenderung mempertahankan pola perilaku,
kebiasaan-kebiasaan, dan adat istiadat yang telah dimiliki. Kalaupun manusia
ternyata berubah dari zaman ke zaman, itu terutama karena pengaruh lingkungan.
Penyuluhan pembangunan berusaha mengendalikan atau memanipulasi
lingkungan tersebut sedemikian rupa sehingga mampu mempengaruhi
orang-orang tertentu untuk mau mengubah pola perilakunya yang akan memperbaiki
mutu hidup mereka.
Perubahan perilaku kearah yang berkualitas pada dasarnya merupakan
esensi dari penyuluhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat
secara mandiri. Notoatmodjo (1993) menyatakan bahwa perilaku adalah hal-hal
yang dikerjakan oleh organisme, baik yang dapat diamati secara langsung ataupun
yang dapat diamati secara tidak langsung. Secara umum perilaku manusia
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas (keturunan) merupakan
konsepsi dasar atau modal bagi perkembangan perilaku, sedangkan lingkungan
merupakan kondisi untuk perkembangan perilaku tersebut. Mekanisme pertemuan
kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar
Bloom (Winkel 1996) membagi perilaku ke dalam tiga ranah, yaitu:
kognitif, afektif, dan psikomotorik yang kemudian oleh para ahli pendidikan
dikembangkan menjadi hal yang dapat diukur yaitu pengetahuan, sikap, dan
praktek atau tindakan. Bloom mengklasifikasi ranah kognitif atas tujuh: (1)
pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6)
evaluasi; ranah afektif atas lima: (1) penerimaan, (2) partisipasi, (3) penilaian, (4)
organisasi, dan (5) pembentukan pola hidup; serta ranah psikomotorik atas tujuh:
(1) persepsi, (2) kesiapan, (3) gerakan terbimbing, (4) gerakan terbiasa, (5)
gerakan kompleks, (6) penyesuaian pola gerakan, dan (7) kreativitas.
Asngari (2001) mengatakan bahwa untuk mengubah perilaku seseorang,
dapat dilakukan dengan mengubah salah satu ranah itu atau ketiga-tiganya.
Perubahan masing-masing ranah itu saling mempengaruhi. Sehubungan dengan
itu, kebutuhan menjadi salah satu faktor yang nyata bagi seseorang berperilaku.
Kebutuhan itu sendiri ada yang dirasakan (felt needs) dan kebutuhan yang nyata
(real needs). Masalahnya tidak semua kebutuhan yang dirasakan seseorang itu
merupakan kebutuhan yang nyata, demikian juga sebaliknya, tidak semua
kebutuhan yang nyata benar-benar dirasakan seseorang. Dalam kaitan ini penting
bagi penyuluh untuk mengubah kebutuhan yang nyata menjadi kebutuhan yang
dirasakan individu sasaran penyuluhan. Mardikanto (1992) menjelaskan bahwa
hal yang utama adalah felt needs dari pada real needs.
Persepsi
Persepsi adalah interpretasi individu akan makna sesuatu bagi dirinya
dalam menafsirkan suatu obyek dalam lingkungannya. Seseorang dalam
memberikan arti pada suatu obyek seringkali tidak sama yang satu dengan yang
lainnya, tergantung pada faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri
orang itu yang dapat mempengaruhi persepsinya. Pembentukan persepsi tersebut
sangat dipengaruhi oleh pengamatan dan pengindraaan terhadap proses berpikir
yang dapat mewujudkan suatu kenyataan yang diinginkan oleh seseorang terhadap
suatu obyek yang diamati. Dengan demikian persepsi merupakan proses transaksi
penilaian terhadap suatu obyek, situasi, peristiwa orang lain berdasarkan
pengalaman masa lampau, harapan, dan nilai yang ada pada diri individu. Hal ini
mengapresiasikan bagaimana seseorang menginterpretasikan persepsi terhadap
lingkungannya dan sejauhmana persepsi tersebut berpengaruh terhadap perubahan
perilaku. Dalam penelitian ini yang menjadi obyek persepsi ibu bekerja adalah
ASI eksklusif.
Sehubungan dengan itu menurut Asngari (1984), persepsi orang
dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta atau tindakan.
Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure,
interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu
yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau
menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi
kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta
keseluruhan informasi. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam
memegang peranan penting
Persepsi merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh
seseorang setelah menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk
memberikan respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi
dapat berupa kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang
diperoleh. Dalam konteks persepsi ibu bekerja, respon terhadap ASI eksklusif
dapat berupa memberikan atau tidak memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
Di antara karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi adalah kepribadian,
motivasi, kepentingan atau minat, pengalaman dan harapan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi diantaranya faktor personal dan faktor situasional atau
yang disebut oleh Krech dan Crutchfield yaitu faktor fungsional dan struktural
(Rakhmat 2007). Faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi di antaranya
kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan faktor personal seseorang. Adapun faktor
struktural yang mempengaruhi persepsi adalah faktor-faktor yang berasal dari
stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang timbul pada sistem syaraf individu.
Kunci utama untuk memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan
bahwa persepsi merupakan penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan
pencatatan yang benar terhadap suatu situasi (Thoha 1999). Satu orang dan atau
beberapa orang berada dalam tempat yang sama, mengalami kejadian yang sama
penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang dialami. Persepsi
merupakan produk atau hasil proses psikologi yang dialami oleh seseorang setelah
menerima stimuli yang mendorong tumbuhnya motivasi untuk memberikan
respon melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan. Persepsi dapat berupa
kesan, penafsiran atau penilaian berdasarkan pengalaman yang diperoleh. Dalam
hubungan ini, persepsi merupakan hasil dari suatu proses pengambilan keputusan
tentang pemahaman seseorang kaitannya dengan suatu obyek, stimuli atau
individu yang lain.
Persepsi merupakan proses yang didahului oleh penginderaan, di mana
penginderaan merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat
penerima yaitu panca indera. Proses ini tidak berhenti di sini saja. Pada umumnya
stimulus tersebut diteruskan oleh syaraf ke otak sebagai pusat susunan syaraf, dan
proses selanjutnya merupakan proses persepsi (Walgito 2002). Persepsi
bersamaan dengan keterlibatan dan memori ibu bekerja akan mempengaruhi
pengolahan informasi. Setelah ibu bekerja melihat, memperhatikan, dan
memahami stimulus maka ibu bekerja dapat mengambil kesimpulan dalam
pengimplementasian ASI eksklusif pada bayinya. Pengertian persepsi ibu bekerja
tentang ASI eksklusif yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandangan atau
interpretasi ibu bekerja tentang ASI eksklusif terhadap implementasi pada bayi
yang dimilikinya.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persepsi Ibu Bekerja
Faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja
dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor yang berasal dari dalam dan faktor yang
berasal dari luar. Adapun faktor dari dalam yang berhubungan dengan persepsi
ibu bekerja yaitu: tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan ibu,
pendapatan keluarga, jumlah anak yang pernah disusui, dan pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif. Adapun faktor dari luar yang berhubungan dengan
persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif yaitu: jumlah jam kerja, jarak tempat
tinggal ke tempat kerja, peluang pemberi kerja terhadap ASI eksklusif, dan
Pendidikan Ibu
Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi seseorang melalui
proses belajar yang dilakukan baik secara formal maupun nonformal. Melalui
pendidikan seseorang akan memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Pendidikan merupakan sarana belajar yang selanjutnya diperkirakan akan
menanamkan pengertian dan sikap yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Di era
modern ini pendidikan bagi wanita terus meningkat sehingga banyak wanita yang
bekerja di luar rumah. Dengan semakin banyaknya wanita yang bekerja
khususnya pada wanita yang memiliki bayi menyebabkan terganggunya rutinitas
menyusui.
Pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam tumbuh kembang anak. Dengan pendidikan yang lebih baik, orang tua lebih
dapat menerima segala informasi terutama yang berkaitan dengan cara
pengasuhan anak dan menjaga kesehatan anaknya (Soetjiningsih 1995). Menurut
Khomsan (2002) ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat
untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam
pengasuhan bayinya.
Kasnodihardjo dan Budiarso (1996) mengemukakan bahwa penelitian
yang dilakukan oleh Sharma di Burundi mengungkapkan bahwa tingkat
pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap perilaku pemberian ASI
eksklusif. Wanita yang berpendidikan SMP ke atas kemungkinan untuk menyusui
secara eksklusif adalah dua pertiga dibandingkan dengan wanita yang
pendidikannya rendah. Dilihat dari besarnya persentase bayi yang mendapatkan
ASI tidak eksklusif, ternyata tidak sama tinggi pada semua strata pendidikan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa diantara ibu-ibu yang berpendidikan tinggi
besarnya persentase bayi yang diberi ASI eksklusif cenderung lebih kecil
dibandingkan dengan ibu-ibu yang berpendidikan rendah. Keadaan demikian
mencerminkan belum adanya perubahan yang mencolok beberapa tahun terakhir.
Hasil analisis menunjukkan semakin rendah pendidikan ibu, semakin besar
Jenis Pekerjaan
Ibu bekerja adalah ibu yang mencurahkan waktunya untuk bekerja baik
pada sektor formal maupun informal dengan imbalan berupa uang setiap
bulannya. Pekerja di sektor informal menurut istilah umum Depnakertrans,
diartikan sebagai seluruh usaha komersial dan tidak komersial yang tidak
terdaftar, yang tidak mempunyai struktur organisasi resmi, dan pada umumnya
bercirikan: dimiliki oleh keluarga, kegiatan dalam skala kecil, padat tenaga kerja,
menggunakan teknologi yang telah diadaptasi, dan adanya ketergantungan kepada
sumber daya lokal. Sektor informal juga dapat diartikan sebagai unit usaha skala
kecil yang memproduksi barang dan jasa, dan umumnya masuk dalam golongan
yang belum mendapatkan pelayanan dari pemerintah, atau mendapatkan bantuan
dari pemerintah yang membuat usaha tersebut berkembang. Pekerja formal
diartikan sebagai seluruh usaha komersial yang terdaftar dan memiliki struktur
organisasi resmi memiliki ketentuan dan aturan yang jelas dengan
mempersyaratkan keahlian yang dimiliki pekerja (Depnakertrans 2006).
Gambaran pekerja wanita di sektor formal dan informal menurut Sakernas
(Februari 2007) adalah menurut jenis pekerjaan, wanita yang bekerja di sektor
formal sebanyak 9,1 juta (sebagai pengusaha hanya 5,5% dan sisanya 94,5%
persen sebagai pekerja), sedangkan yang lainnya sebanyak 26,3 juta bekerja di
sektor informal (berusaha sendiri, berusaha sendiri dibantu pekerja tidak tetap,
dan pekerja bebas di pertanian dan non-pertanian). Peningkatan partisipasi wanita
dalam memasuki lapangan pekerjaan di luar rumah dari waktu ke waktu semakin
meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain peningkatan
tuntutan ekonomi yang menyebabkan sebagian keluarga tidak dapat
mempertahankan kesejahteraannya hanya dari satu sumber pendapatan. Selain itu
dengan semakin tingginya tingkat pendidikan wanita juga menyebabkan semakin
banyaknya wanita yang bekerja di luar rumah. Masuknya wanita dalam dunia
kerja akan mengubah peran ibu dalam mengasuh anak (Sumarwan 1993).
Khomsan (2004) menyatakan bahwa konsep tentang ASI eksklusif
sekarang ini terasa semakin sulit untuk dilaksanakan oleh ibu-ibu bekerja.
Kesibukan akibat bekerja di luar rumah merupakan penghambat utama seorang
(2003), terbatasnya waktu cuti hamil dan melahirkan bagi ibu-ibu yang bekerja
menyebabkan masa pemberian ASI eksklusif tidak dapat berlangsung lebih lama,
karena ibu harus segera kembali bekerja. Keadaan ini mengakibatkan
terhambatnya upaya untuk memberikan ASI secara eksklusif.
Ibu yang bekerja masih dapat memberikan ASI eksklusif dengan cara
memerah ASI sebelum berangkat ke tempat kerja, dengan demikian bukanlah
suatu alasan bagi ibu untuk tidak menyusui ASI secara eksklusif (Roesli 2001).
Kualitas dan kuantitas ASI tidak berpengaruh dengan kondisi ibu bekerja. Pada
ibu telah diajarkan cara mempertahankan produksi ASI dengan cara memompa
ASI pada saat berada di tempat kerja serta dengan menyusui bayi lebih sering
pada malam hari, ternyata jumlah ibu yang ASI nya masih cukup sampai bayi
umur 6 bulan lebih sedikit jika dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja,
Kondisi ini diduga akibat beban fisik ibu karena pekerjaan sehingga tidak dapat
mempertahankan produksi ASI ( Suradi 1992).
Pendapatan Ibu dan Keluarga
Pendapatan adalah imbalan yang diperoleh seseorang karena pekerjaan
yang dilakukan. Pendapatan yang diterima pada umumnya dalam bentuk uang.
Pendapatan keluarga biasanya diukur bukan hanya dari pendapatan seorang saja
misalnya pendapatan ibu, tetapi berdasarkan pendapatan dari seluruh anggota
keluarga yang bekerja (Sumarwan 2003).
Ibu yang bekerja pada sektor informal dimana pekerjaannya tidak terikat
oleh peraturan dan jumlah jam yang ditentukan pihak perusahaan cenderung
pendapatannya pun rendah. Berbeda dengan ibu yang bekerja pada sektor formal
di mana aturan dan pekerjaannya jelas, pendapatan perbulan disesuaikan dengan
perjanjian atau aturan yang ada pada perusahaan, di mana UMR Kabupaten Bogor
tahun 2009 adalah Rp. 873.231 (UMR 2009). Biasanya pada perusahaan swasta
waktu lembur bekerja diperhitungkan dengan imbalan pendapatan yang lebih
banyak daripada kerja normal. Dengan kata lain semakin banyak jumlah jam
dalam melakukan kegiatan pada tempat ibu bekerja maka akan semakin banyak
pula imbalan berupa gaji yang didapatkan. Hal ini berbeda pada Ibu yang bekerja
pada sektor pemerintahan di mana perhitugan pendapatan bukan berdasarkan
jabatan ibu pada tempat kerja. Dengan demikian jenis pekerjaan di sektor formal
maupun informal memiliki pendapatan perbulan yang bervariasi tergantung di
mana ibu bekerja. Menurut Soetjiningsih (1995) keluarga yang berpendapatan
memadai dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak, karena dengan
pendapatan tersebut orang tua dapat memenuhi kebutuhan anak baik primer
maupun sekunder.
Keluarga dengan pendapatan yang tinggi, maka pembelian susu formula
semakin menunjukkan peningkatan yang cukup besar, tetapi menyusui anak justru
mengalami penurunan yang sangat cepat. Contoh ini dapat dilihat dari 60 persen
ibu di Gujarat yang memiliki penghasilan rendah menyusui anaknya hingga umur
6 bulan. Persentase ini menurun dengan tajam ketika pendapatan meningkat dan
hanya 8 persen saja dari ibu yang pendapatannya tinggi menyusui anaknya (Berg
1986). Sedangkan menurut Depkes (2001) ASI memiliki nilai ekonomi yang
tinggi bagi keluarga. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif memerlukan
setidaknya 10 kaleng perbulan selama 4 bulan pertama kehidupan bayi. Biaya
tersebut seharusnya tidak dikeluarkan jika ibu memberi ASI eksklusif. Meskipun
demikian menurut Pudjiadi (2000) ibu yang memiliki tingkat sosial ekonomi baik
umumnya telah mendapat pendidikan yang cukup, sehingga mengetahui jenis
makanan yang diperlukan ibu selama hamil. Bayi yang dilahirkan juga cukup
bulan dan sehat serta dapat memproduksi ASI yang cukup banyak. Oleh sebab itu
bayi pada golongan tingkat sosial ekonomi ini umumnya memiliki kesehatan yang
lebih baik pula.
Jumlah Anak yang Pernah Disusui Ibu
Pengalaman menyusui bagi ibu merupakan suatu riwayat menyusui yang
akan mempengaruhi proses menyusui selanjutnya. Menurut Nelson (2000)
pengalaman menyusui yang baik akan mendorong keinginan ibu untuk menyusui
kembali pada kelahiran bayi berikutnya. Sebaliknya pengalaman yang buruk akan
membuat ibu menjadi trauma untuk mulai menyusui kembali. Petugas kesehatan
perlu mengetahui pengalaman ibu sehubungan dengan pemberian makanan bayi.
Hal ini berkaitan dengan jumlah anak yang pernah disusui ibunya, di mana
menurut Sajogyo et al. (1994) perlu ada jarak antara kelahiran anak yang satu
memiliki kesempatan untuk menyusui. Keadaan fisik ibu akan terlalu berat jika
harus menyusui dan hamil lagi. Di samping itu kehamilan juga akan mengurangi
jumlah ASI yang dikeluarkan bahkan mungkin berhenti sama sekali.
Pengetahuan Ibu tentang ASI Eksklusif
Menurut Azis (1995) pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh
dari pihak luar diri subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang
diterima. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara bertanya kepada orang lain,
pengalaman sendiri, mendengarkan cerita orang atau melalui media massa.
Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding (menyusui) berpengaruh kuat
terhadap awal dan periode menyusui. Ibu yang mempelajari ASI dan tatalaksana
menyusui sebelum melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan
pemberian ASI secara eksklusif.
Suradi (1992) mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi seorang ibu mau menyusui karena ibu mengetahui cara menyusui
yang benar, manfaat, dan keunggulan ASI. Faktor tersebut merupakan pendorong
yang mampu memberikan dukungan kepada ibu untuk berhasil menyusui. Hal ini
sama dengan pendapat Widjaya (2002) bahwa faktor yang mengakibatkan seorang
ibu tidak termotivasi untuk menyusui bayi di antaranya karena kurangnya
informasi yang diperoleh ibu tentang manfaat dan keunggulan ASI serta
ketidaktahuan ibu untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas ASI pada masa
menyusui.
Kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif adalah
kurangnya pengetahuan tentang menyusui di mana banyak ibu masa kini
mendapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuannya tentang
menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001). Agar
pemberian ASI eksklusif dapat berjalan dengan baik, diperlukan manajemen yang
baik dalam menyusui, meliputi: perawatan payudara, praktek menyusui yang
benar, serta dikenalinya masalah dalam laktasi dan penatalaksanaannya (Mansjoer
et al. 2000). Dengan demikian ibu yang ingin berhasil dalam menyusui sebaiknya
mempersiapkan diri dengan mempelajari sebanyak mungkin pengetahuan dasar
Pengetahuan tentang manfaat dan keunggulan ASI eksklusif dari berbagai
penelitian sebenarnya sudah dikenal luas oleh masyarakat namun dari penelitian
tersebut terungkap bahwa hanya sedikit ibu yang mengetahui bahwa ASI dapat
mencegah penyakit tertentu. Hasil penelitian yang dilakukan di Semarang
menunjukkan bahwa wanita dari semua tingkat ekonomi mempunyai tingkat
pengetahuan yang baik tentang kegunaan ASI dan mempunyai sikap positif
terhadap upaya pemberian ASI, akan tetapi dalam prakteknya tidak selalu
konsisten dengan pengetahuan mereka, sehingga walaupun pengetahuan dan sikap
masyarakat positif, belum menunjukkan perilaku menyusui yang positif
( Kasnodihardjo dan Budiarso 1996).
Pengetahuan tentang perawatan payudara perlu diperhatikan oleh ibu
menyusui, hal ini diperlukan supaya ibu menyusui tidak mengalami kesulitan
selama masa penyusuan pada bayinya. Adapun cara melakukan perawatan
payudara dimaksudkan untuk memperbaiki sirkulasi darah dan cairan limfe di
daerah payudara, untuk merawat dan melatih puting susu, agar selalu bersih dan
tahan terhadap mekanisme gesekan waktu bayi menyusu, dan untuk
memperlancar pengeluaran kolostrum dan ASI. Untuk itu perawatan payudara
sebaiknya sudah dilakukan sejak ibu hamil pada trimester akhir masa kehamilan.
Mengurut payudara juga sangat diperlukan pada minggu-minggu pertama masa
menyusui dan sepanjang masa menyusui. Pengetahuan ini seharusnya dimiliki
oleh para ibu hamil supaya nantinya dapat memberikan ASI secara eksklusif.
Jumlah Jam Kerja
Jumlah jam kerja adalah curahan waktu yang dikeluarkan untuk bekerja
baik di rumah maupun di luar rumah dengan imbalan pendapatan atau upah setiap
bulannya. Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan ibu selain fungsi utamanya
sebagai ibu rumah tangga baik kegiatan di sektor formal maupun informal yang
dilaksanakan di luar rumah secara rutin dengan tujuan untuk mencari nafkah.
Berdasarkan hasil penelitian Arifin (2002), ibu yang bekerja mempunyai waktu
yang relatif sedikit untuk rumah tangga, sehingga dengan turut sertanya ibu
bekerja untuk mencari nafkah khususnya ibu yang masih menyusui bayinya
fungsi pengasuhan baralih kepada anggota keluarga yang tinggal di rumah, pada
saat itulah umumnya bayi mendapat makanan dan minuman selain ASI.
Jumlah jam kerja yang digunakan ibu untuk bekerja di luar rumah akan
berdampak pada pola pengasuhan dan pemberian ASI pada bayi yang dimilikinya.
Bagi ibu yang bekerja di luar rumah, curahan waktu yang diberikan untuk
pekerjaan rumah tangga terutama untuk mangasuh anak relatif berkurang. Peran
dan tugas ibu untuk mengasuh, merawat, dan mendidik anak seringkali diserahkan
kepada orang lain. Pada hakekatnya kesibukan karena bekerja tidak selalu mutlak
menimbulkan akibat yang kurang baik untuk perkembangan anak, sebab yang
lebih penting adalah kualitas hubungan antara ibu dan anak. Kegiatan ekonomi
wanita akan berdampak negatif jika kegiatan itu tidak dapat dijalankan selaras dan
bersama-sama dengan mengasuh anak atau jika ibu tidak mendapatkan orang lain
untuk merawat anaknya (Riphat 1991).
Jarak Tempat Tinggal ke Tempat Kerja
Jarak tempat tinggal ke tempat kerja adalah ukuran jauh dekatnya lokasi
tempat ibu bekerja yang diukur dengan satuan kilometer. Pada tempat kerja yang
mempekerjakan perempuan, secara ideal hendaknya memiliki tempat penitipan
bayi/anak, terlepas jauh atau tidaknya lokasi tempat kerja ke rumah. Dengan
demikian ibu dapat membawa bayinya ke tempat kerja dan dapat menyusui setiap
beberapa jam. Namun bila tidak memungkinkan karena tempat kerja jauh dari
rumah dan tidak memiliki kendaraan sendiri ataupun mobil jemputan dari kantor,
menjadikan waktu yang digunakan ibu di luar rumah bertambah karena jauhnya
jarak rumah dengan tempat kerja. Dengan demikian banyak waktu yang
digunakan ibu berada di luar rumah karena harus menempuh lokasi pekerjaan
yang cukup jauh serta ditambah jumlah jam kerja yang relatif lama. Kondisi
demikian menyebabkan curahan waktu untuk anaknya menjadi berkurang.
Jarak tempat tinggal ke tempat kerja yang setiap hari harus ditempuh
menyebabkan ibu yang bekerja harus berangkat pagi-pagi dan sampai di rumah
sore hari. Hal ini berdampak pada berkurangnya curahan waktu yang dimiliki ibu
Peluang Pemberi Kerja terhadap ASI Eksklusif
Peningkatan pemberian ASI dilaksanakan sebagai upaya peningkatan
kualitas SDM yang merupakan bagian integral dari pembangunan Nasional,
khususnya dalam meningkatkan kualitas hidup. Peningkatan pengetahuan dan
kesadaran pihak manajemen untuk meningkatkan status kesehatan ibu bekerja dan
bayinya dilaksanakan secara lintas sektoral dan terpadu dengan melibatkan peran
serta masyarakat khususnya masyarakat pekerja.
Program peningkatan pemberian ASI menitikberatkan pada pemberdayaan
masyarakat dan keluarga untuk mendukung ibu hamil dan ibu menyusui dalam
melaksanakan tugas sesuai kodratnya sebagai perempuan dengan memantapkan
tanggung jawab dan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintah yang terkait,
asosiasi pengusaha, serikat pekerja, LSM dalam program pemberian ASI di
tempat kerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Implementasi program
pemberian ASI eksklusif mengupayakan setiap petugas dan sarana pelayanan
kesehatan di tempat kerja mendukung perilaku menyusui yang optimal, dengan:
1) Menyediakan sarana ruang memerah. 2) Menyediakan perlengkapan untuk
memerah dan penyimpanan ASI. 3) Menyediakan materi penyuluhan ASI. 4)
Memberikan penyuluhan ASI. 5) Mengembangkan dan memantapkan
pelaksanaan ASI bagi pekerja wanita melalui pembinaan dan dukungan penuh
dari pihak pengusaha (Depkes 2005). Adapun langkah-langkah kegiatan yang
dilakukan yaitu: 1) Mengembangkan KIE melalui peningkatan penyuluhan dan
promosi dengan mengembangkan KIE yang spesifik melalui metode dan media
yang sesuai dengan sasaran, antara lain: seminar, pelatihan, kampanye, siaran
melalui media elektronik, dan media cetak. 2) Menggerakkan pengusaha melalui
advokasi dan sosialisasi kepada dunia usaha agar memberikan dukungan kepada
pekerja wanita yang menyusui bayinya dengan memberikan izin untuk memerah
susunya serta menyediakan ruangan khusus untuk memerah ASI yang dilengkapi
dengan tempat penyimpanan ASI sementara, (ASI dalam lemari es dapat bertahan
selama 2 x 24 jam, sedangkan di luar lemari es bertahan selama 6-8 jam. 3)
Meningkatkan keterpaduan, koordinasi, dan integrasi yang dilakukan secara lintas
sektoral melalui kegiatan dalam tim baik di tingkat pusat, Propinsi, dan
Memantapkan pemantauan dan evaluasi dengan menggunakan sistem pencatatan
dan pelaporan secara berkala untuk menilai keberhasilan program ASI eksklusif
bagi pekerja wanita baik dari segi pelaksanaan maupun dampaknya pada
peningkatan produktivitas kerja dan peningkatan status kesehatan dan gizi ibu
maupun bayinya (Depkes 2005).
Suatu program peningkatan pemberian ASI pada pekerja wanita
mempunyai dampak positif tidak hanya untuk pekerja tersebut tetapi juga untuk
keluarganya, masyarakat, dan terutama untuk organisasi atau perusahaan di mana
wanita tersebut bekerja. Untuk mendukung keberhasilan program PP-ASI bagi
pekerja wanita maka perlu adanya dukungan dari semua pihak khususnya pihak
manajemen perusahaan.
Peraturan bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan tentang peningkatan
pemberian ASI selama waktu kerja di tempat kerja dimana masing-masing
menteri memiliki tugas dan tanggung jawab yaitu: 1) Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan bertugas dan bertanggung jawab memberikan
pengetahuan dan pemahaman pada pekerja/buruh perempuan tentang pentingnya
ASI bagi tumbuh kembang anak serta kesehatan pekerja/buruh perempuan dan
memberikan pemahaman dan kesadaran pengusaha/pengurus di tempat kerja
tentang pemberian kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk memerah
ASI selama waktu kerja di tempat kerja. 2) Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi bertanggung jawab mendorong pengusaha/pengurus, serikat
pekerja/serikat buruh agar mengatur tata cara pelaksanaan pemberian ASI dalam
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dengan mengacu pada
ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dan
mengkoordinasikan pemasyarakatan pemberian ASI di tempat kerja. 3) Menteri
kesehatan bertanggung jawab melakukan pelatihan dan menyediakan petugas
terlatih pemberian ASI dan menyediakan, meyebarluaskan bahan-bahan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) tentang peningkatan pemberian ASI
Dukungan Suami
Dukungan suami berperan aktif terhadap keberhasilan seorang ibu dalam
praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang
diperolehnya (Roesli 2000). Wanita secara fisik mampu menyusui, ditambah lagi
jika mereka mendapatkan dorongan yang cukup dari anggota keluarga untuk
menyusui secara eksklusif. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan ibu
menyusui, dukungan suami adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Suami
dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Suami cukup
memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Ibu
cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan
dari suami. Sebenarnya suami mempunyai peranan yang sangat menentukan
dalam keberhasilan menyusui karena suami akan turut menentukan kelancaran
refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh
emosi atau perasaan ibu (Roesli 2000).
Proses menyusui bukan hanya hubungan antara ibu dan bayi, tetapi suami
juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya. Upaya
yang dapat dilakukan suami adalah membantu merawat bayi dan menciptakan
suasana nyaman. Suami dapat membantu menggendong bayi dan memberikannya
kepada ibu saat bayi ingin disusui, kemudian suami membantu mengganti popok,
memandikan bayinya, mengajak bermain, serta mendendangkan lagu buat
bayinya. Suami juga diharapkan membantu pekerjaan rumah tangga bahkan
membantu memijat bayinya (Roesli 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Clinical Pedriatric pada tahun 1994,
terdapat 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan bahwa kelancaran menyusui
hanya 26,9 persen karena suami tidak mengerti peranannya. Sedangkan
keberhasilan menyusui mencapai 98 persen karena suami paham akan
peranannya. Oleh sebab itu maka keterlibatan suami dalam keberhasilan
menyusui sangat besar, bahkan Michigan State University merekomendasikan
pendidikan ASI bagi ayah (Roesli 2004). Lebih lanjut Roesli (2008) menjelaskan
bahwa di Australia dan di beberapa negara bagian di Amerika, selain empat bulan
cuti ibu melahirkan, ada juga cuti bagi ayah yang mempunyai bayi baru lahir
KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Kerangka Berpikir
ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi kelangsungan hidup,
pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Keuntungan pemberian ASI akan optimal
apabila bayi diberi ASI selama 6 bulan pertama kehidupan, yang disebut ASI
eksklusif. Banyaknya wanita yang bekerja mencari nafkah mengakibatkan mereka
tidak dapat menyusui secara teratur. Keterbatasan waktu cuti hamil dan
melahirkan bagi ibu yang bekerja menyebabkan masa pemberian ASI eksklusif
tidak dapat berlangsung lebih lama, karena ibu harus segera kembali bekerja.
Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya upaya untuk memberikan ASI secara
eksklusif. Salah satu hal penting yang diduga berhubungan dengan tindakan ibu
untuk memberikan atau tidak memberikan ASI secara eksklusif adalah persepsi
ibu tentang ASI eksklusif.
Persepsi adalah suatu proses di mana seseorang berpandangan suatu pola
dalam lingkungannya. Seseorang dalam memberikan arti pada suatu pola
seringkali tidak sama yang satu dengan yang lainnya, tergantung pada
faktor-faktor yang ada di dalam diri dan di luar diri orang itu yang dapat mempengaruhi
persepsinya. Ibu bekerja adalah kegiatan yang dilakukan ibu selain fungsi
utamanya sebagai ibu rumah tangga baik bekerja di sektor formal maupun
informal yang dilaksanakan di luar rumah secara rutin dengan tujuan untuk
mencari nafkah, sehingga curahan waktu yang diberikan untuk mengasuh anak
relatif berkurang, hal ini mempengaruhi persepsi ibu terhadap implementasi ASI
eksklusif. Dalam penelitian ini akan mengkaji faktor-faktor yang berhubungan
dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif dan hubungan persepsi ibu
bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif. Adapun faktor dari dalam diri ibu
bekerja yaitu: tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, pendapatan ibu,
pendapatan keluarga, jumlah anak yang pernah disusui, dan tingkat pengetahuan
ibu tentang ASI eksklusif. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi persepsi ibu
bekerja adalah: jumlah jam kerja, jarak tempat tinggal ke tempat kerja, dan
Faktor-faktor tersebut diduga berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI
eksklusif.
Seorang ibu yang memberikan ASI eksklusif karena ibu tersebut
mengetahui cara menyusui yang benar, manfaat dan keunggulan ASI, oleh sebab
itu pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif berhubungan dengan persepsi ibu.
Tingkat pendidikan ibu yang tinggi juga menyebabkan semakin banyaknya ibu
yang memiliki bayi, bekerja di luar rumah untuk memperoleh pendapatan, hal ini
menyebabkan semakin berkurangnya pola pengasuhan pada bayinya. Pada ibu
yang bekerja dan memiliki bayi maka lamanya waktu bekerja di luar rumah
menyebabkan bayi tidak mendapatkan ASI sesering mungkin, tetapi ini bukanlah
suatu alasan bahwa dengan bekerja, ibu tidak memberikan ASI eksklusif pada
bayinya, karena dapat diantisipasi dengan memberikan ASI perahan yang dapat
disimpan dan diberikan kepada bayi saat ibu tidak berada di rumah.
Implementasi ASI eksklusif pada ibu muda yang baru pertama kali
melahirkan dan meyusui bayinya akan berbeda pada ibu yang pernah menyusui
bayi sebelumnya. Jumlah jam kerja ibu dan jarak tempat tinggal ke tempat kerja
secara langsung berhubungan dengan waktu ibu berada di luar rumah sehingga
kegiatan rutinitas menyusui bayi menjadi berkurang, selain itu peluang pemberi
kerja terhadap ASI eksklusif seperti penyediaan sarana memerah susu di tempat
kerja, dukungan tempat kerja terhadap ASI eksklusif juga berhubungan dengan
persepsi ibu tentang ASI eksklusif. Selain hal yang telah disebutkan, dukungan
suami sangat penting sekali dalam menyukseskan pemberian ASI eksklusif.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Hipotesis
1. Faktor-faktor persepsi dari dalam dan dari luar ibu bekerja berhubungan
secara nyata dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif.
2. Persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif berhubungan secara nyata dengan
implementasi ASI eksklusif.
Faktor dari luar (X2)
X2.1. Jumlah Jam Kerja X2.2. Jarak tempat tinggal
ke tempat kerja X2.3. Peluang pemberi kerja
terhadap ASI eksklusif X2.4. Dukungan Suami
Persepsi Ibu bekerja tentang ASI eksklusif (Y1)
Y1.1. Manfaat ASI eksklusif bagi bayi Y1.2.Manfaat ASI
eksklusif bagi ibu Y1.3. ASI Perahan
Status gizi balita Implementasi ASI eksklusif
(Y2) Faktor dari dalam (X1)
X1.1. Tingkat Pendidikan Ibu
X1.2. Jenis Pekerjaan Ibu X1.3. Pendapatan ibu X1.4. Pendapatan Keluarga X1.5. Jumlah Anak yang
Pernah disusui X1.6. Pengetahuan Ibu
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan berdasarkan desain deskriptif korelasional untuk mendeskripsikan semua peubah yang diteliti. Kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan peubah-peubah yang bermakna dan mengukur serta menjelaskan hubungan antar peubah. Dalam penelitian ini diamati dua peubah bebas, yaitu: (X1) adalah faktor yang berasal dari dalam yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif, (X2) adalah faktor yang berasal dari luar yang berhubungan dengan persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif. Sedangkan peubah tidak bebas adalah persepsi ibu bekerja tentang ASI eksklusif (Y1) dan Implementasi ASI eksklusif (Y2).
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan persepsi ibu bekerja terhadap implementasi ASI eksklusif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah survei. Di samping itu, guna memperoleh informasi lebih dalam, dilakukan pengamatan dan wawancara serta melakukan kegiatan kelompok diskusi terarah (focus group discussion) untuk melengkapi data dan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui metode survei.
Diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) merupakan salah satu metode pengidentifikasian masalah ataupun kebutuhan yang dirasakan (felt needs)
24 bulan sebanyak 239 ibu yang merupakan populasi penelitian. Responden berjumlah 100 orang ibu, diambil secara acak sederhana dengan bantuan program SPSS 13. Adapun kegiatan yang dilakukan adalah mendiskusikan fenomena ibu bekerja yang memiliki bayi yang berusia 6-24 bulan dalam usahanya mengimlementasikan ASI eksklusif.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Pemilihan Kecamatan Cibinong dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan dipilihnya lokasi ini dikarenakan bedasarkan data BKKBN Kabupaten Bogor tahun 2008, Kecamatan Cibinong memiliki jumlah balita tertinggi yaitu 19.658 jiwa dan memiliki jumlah ibu menyusui yang tertinggi yaitu 6.802 jiwa. Pemilihan lokasi didasarkan pada persyaratan: 1) Berdasarkan angka Total Fertility Rate (TFR) pada tahun 2008, Kabupaten Bogor menempati angka tertinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lain yang ada di Provinsi Jawa Barat. 2) Kecamatan Cibinong merupakan kawasan industri dan pusat pemerintahan Kabupaten Bogor, di mana banyak wanita yang bekerja dan memiliki bayi. 3) Jarak yang terjangkau dengan lokasi peneliti. Pemilihan lokasi dilakukan secara acak dengan mengocok 12 kelurahan yang berada di Kecamatan Cibinong dan didapat Kelurahan Karadenan sebagai lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dimulai dari bulan Oktober sampai bulan Desember 2009.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bekerja yang memiliki bayi yang berusia 6-24 bulan yang tinggal di Kelurahan Karadenan, Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Pengambilan sampel dipilih secara acak sederhana sebanyak 100 responden dari populasi berjumlah 239 ibu.
Data dan Instrumen Data
melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner dan pengamatan langsung di lokasi penelitian yang meliputi karakteristik internal dan eksternal, persepsi ibu tentang ASI eksklusif dan implementasi ASI eksklusif. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait di wilayah penelitian yang berfungsi sebagai pendukung dan pelengkap data primer.
Instrumen
Instrumen merupakan keragaan alat ukur yang digunakan untuk mengukur peubah-peubah yang ada dalam pengumpulan data penelitian. Peubah dikembangkan berdasarkan parameter ke dalam bentuk pertanyaan dan pernyataan, sehingga menjadi suatu instrumen penelitian. Pengisian kuisioner disertai wawancara diharapkan dapat memperkaya informasi pertanyaan tertutup. Instrumen yang digunakan untuk mengukur peubah-peubah yang ada adalah skala Likert (Oppenheim 1992). Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif.
Definisi Operasional Peubah Penelitian
[image:43.612.89.526.395.705.2]Definisi operasional dari peubah-peubah penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Peubah, definisi operasional, dan peng