Anonymous. 1986. Kebijaksanaan Pengelolaan Hutan dengan Pertimbangan
Lingkungan Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Kehutanan Berwawasan Lingkungan. Bogor: Laporan Proyek Penelitian Pengembangan Efisisensi Pengunaan Sumber-sumber Kehutanan.
Anonymous. 2001. Pekerjaan Kebijakan Makro Kehutanan. Jakarta: Laporan
Pembaharuan Kebijakan dan Sistem Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi.
Anonymous, 2003. Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi
di Indonesia Menuju Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Peranserta Masyarakat. Jakarta:Techical Report ICEL.
Arimbi, H. P dan Mas Achmad Santosa. 1993. Peran Serta Masyarakat dalam
Pengelolaan Lingkungan. Jakarta: WALHI dan Friends of the Earth – Indonesia.
Dunn, Wiliam. N. 2002. Analisis Kebijakan Publik. Muhajir Darwin, penerjemah.
Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.
Freeman, R.E. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach. Pitman,
Boston, MA, USA.
Freeman, R.; Gilbert, D., Jr 1987. Managing Stakeholder Relations. Lexington
Books, Toronto, Canada.
Grimble, R.; Chan, M.K.; Aglionby, J.; Quan, J. 1995. Trees and Trade-Offs: A
Stakeholder Approach to Natural Resource Management. International Institute for Environment and Development. Gatekeeper Series 52.London, United Kingdom.
Grimble, R.; Wellard, K. 1996. Stakeholder Methodologies in Natural Resource
Management: A Review of Principles, Contexts, Experiences and Opportunities. London.
Kelompok Kerja Program Kehutanan Daerah Kutai Barat, 2001. Program Kehutanan
Kabupaten Kutai Barat. Sendawar: Pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Manktelow, Rachel. 2005. Stakeholder Analysis & Stakeholder Management. USA.
Noorhalis. 2002. Menggali Kearifan di Kaki Meratus. PT. Grafika Wangi
Kalimantan. Banjarmasin.
ODA (Overseas Development Administration). 1995. Guidance Note 0n How to Do
Stakeholder Analysis of Aid Projects and Programmes. ODA, London, UK.
Pretty, J.; Guijt, I.; Scoones, I.; Thompson, J. 1995. A Trainer’s Guide for
Participatory Learning And Action. International Institute for Environment and Development, London, United Kingdom.
Project Management Institute. 1996. Project Management Body of Knowledge. 130
South State Road, Upper Darby, PA 19082 USA.
Röling, N.; Jiggins, J. 1998. The Ecological Knowledge System, Facilitating
Times of Environmental Uncertainty. Cambridge University Press, Cambridge, United Kingdom.
Röling, N.; Wagemakers, M. 1998. Facilitating Sustainable Agriculture:
Participatory Learning and Adaptive Management in Times of Environmental Uncertainty. Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Widodo, J. 2001. Good Governance: Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol
Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia.
Wiratno, Daru Indriyo, Ahmad Syarifudin dan Ani Kartikasari. 2004. Berkaca di
Cermin Retak: Refleksi Konservasi dan Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Jakarta: The Gibbon Foundation Indonesia, PILI-NGO Movement.
Yusuf, Asep Warlan. 1996. Sendi Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah dalam
Kerangka Perwujudan Otonomi yang Nyata, Dinamis dan Bertanggung Jawab. Bandung: Citra Aditya.
Content Analysis Peraturan Yang Berlaku Di Indonesia Tentang Hutan Lindung Disandingkan Dengan Keadaan Di Lapangan
Tabel 12. Undang Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Kebijakan Keterangan Kenyataan di lapangan Yang harus dilakukan
Peraturan Isi UU 41/1999 Pasal 1 Definisi hutan lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Masyarakat Dusun Mului, Desa Rantau Layung, dan Desa Pinang Jatus tidak tahu tentang definisi dari hutan lindung
Perlu adanya sosialisasi yang berkelanjutan tentang definisi dari Hutan Lindung di desa-desa dalam atau sekitar kawasan yang dilkukan oleh Pemda.
UU 41/1999 Pasal 6 Pembagian hutan berdasarkan fungsi hutan
Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok sebagai berikut:
a. hutan konservasi, b. hutan lindung, dan c. hutan produksi.
Masyarakat Dusun Mului, Desa Rantau Layung, dan Desa Pinang Jatus tidak tahu tentang fungsi dari Hutan Lindung secara keseluruhan
Perlu sosialisasi dari pihak Pemda untuk mengadakan sosialisasi dengan warga Dusun Mului, Desa Rantau Layung, dan Desa Pinang Jatus UU 41/1999 Pasal 15 Pengukuhan kawasan hutan
Pengukuhan kawasan hutan dilakukan melalui proses sebagai berikut :
a. penunjukan kawasan hutan, b. penataan batas kawasan hutan, c. pemetaan kawasan hutan, dan d. penetapan kawasan hutan.
•Kawasan HLGL baru sebatas SK
penunjukan
•Berdasarkan kenyataan di lapangan penataan batas tidak diseratai dengan pemasangan pal batas permanen •Pemetaan sudah dilkukan oleh Pemda,
dalam hal ini Bappeda dalam RTWK Pasir.
• Perlu dengan segera membuat SK Penetapan HLGL
• Perlu segera menata ulang
kawasan HLGL yang disertai oleh pemasangan pal batas.
UU 41/1999 Pasal 22
Tata hutan dan rencana
pegelolaan
Tata hutan meliputi pembagian kawasan hutan dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan hutan.
•Belum adanya pembagian ekosisistem yang jelas
•Belum adanya blok-blok yang
membagi kawasan HLGL
Perlu segera adanya pembagian kawasan berdasarkan blok karena ada pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat
41/1999 Pasal 26
hutan lindung pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
oleh masyarakat berupa berladang •Pemanfaatan yang dilakukan oleh
Tropenbos bekerja sama dengan Wanariset dan Loka Satwa Primata, berupa kegiatan penelitian
terhadap kegiatan pemanfaatan
UU 41/1999 Pasal 38
Penggunaan kawasan
Penggunaan kawasan hutan dapat dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
•Adanya pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat berupa berladang
•Adanya akses yang membelah
kasasan HLGL
Perlu dilakukan pengawasan yang ketat karena akses ini digunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kegiatan illegal logging
UU 41/1999
Pasal
Perlindungan hutan oleh polisi kehutanan
Pejabat yang diberi wewenang kepolisian khusus mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya;
•Dinas Kehutanan Pasir hanya
memiliki 2 personel Polisi Kehutanan •Jarangnya personel Polisi Kehutanan
untuk melakukan patroli di dalam kawasan HLGL
Perlu penambahan personel polisi kehutanan karena banyak terjadi pelanggaran illegal logging
Tabel 13. Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan
Peraturan Isi PP
34/2002 Pasal 12
Tata hutan pada hutan lindung
(1) Tata hutan pada hutan lindung dilaksanakan pada setiap unit pengelolaan, yang memuat kegiatan:
a. penentuan batas-batas hutan yang ditata; b. inventarisasi, identifikasi, dan perisalahan kondisi kawasan hutan;
c. pengumpulan data sosial, ekonomi dan budaya di hutan dan sekitarnya;
d. pembagian hutan ke dalam blok-blok; e. registrasi; dan
f. pengukuran dan pemetaan.
(2) Pembagian hutan ke dalam blok-blok, terdiri dari:
a. blok perlindungan; b. blok pemanfaatan; dan c. blok lainnya
• Belum adanya penataan batas yang jelas berupa pemasangan pal-pal batas
• Belum adanya pembagian
kawasan HLGL ke dalam blok-blok
•Penataan batas kawasan
•Pembagian kawasan ke dalam blok-blok untuk pembagian khususnya dalam pemanfaatan kawasan
PP 34/2002 Pasal 18
Pemanfaatan hutan pada hutan lindung
(1) Pemanfaatan hutan pada hutan lindung dapat berupa:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan; atau c. pemungutan hasil hutan bukan kayu.
(2) Pemanfaatan hutan pada hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan pada blok pemanfaatan.
Masyarakat memanfaatkan sudah memanfaatkan kawasan berupa: mencari gaharu, perlebahan, buah-buahan.
Pengawasan tentang pemanfaatan hutan dan kawasan HLGL terhadap masyarakat desa sekitar dan dalam kawasan HLGL
PP 34/2002 Pasal 19 Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung
(1) Pemanfaatan kawasan pada hutan lindung berupa segala bentuk usaha yang menggunakan kawasan dengan tidak mengurangi
fungsi utama kawasan.
(2) Pemanfaatan kawasan meliputi: a. usaha budidaya tanaman obat (herba); b. usaha budidaya tanaman hias; c. usaha budidaya jamur;
Warga Mului mengubah fungsi lahan dalam kegiatan berladang
d. usaha budidaya perlebahan;
e. usaha budidaya penangkaran satwa liar; atau f. usaha budidaya sarang burung walet.
(3) Dalam pelaksanaan pemanfaatan kawasan pada hutan lindung tidak boleh:
a. menggunakan peralatan mekanis dan alat berat;
b. membangun sarana dan prasarana permanen; dan/atau
c. mengganggu fungsi kawasan. PP
34/2002 Pasal 21
Pemungutan hasil hutan non kayu pada hutan lindung
(1) Kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c, dapat dilaksanakan dengan mengambil hasil hutan bukan
kayu yang sudah ada secara alami dengan tidak merusak fungsi utama kawasan.
(2) Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain berupa:
a. mengambil rotan; b. mengambil madu;
c. mengambil buah dan aneka hasil hutan lainnya; atau
d. perburuan satwa liar yang tidak dilindungi dan dilaksanakan secara tradisional.
(3) Masyarakat dilarang melakukan pemungutan hasil hutan yang dilindungi undang-undang.
Masih adanya masyarakat yang melakukan kegiatan perburuan terhadap jenis-jenis satwa yang dilindungi oleh undang-undang
Perlunya kontrol terhadap penyebaran tumbuhan dan satwa dari dalam kawasan HLGL yang dilakukan oleh BKSDA Seksi Konservasi Wilayah Pasir bekerjasama dengan Dinas Kehutanan
PP 34/2002 Pasal 72
Penggunaan kawasan hutan
1) Penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan secara selektif untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi.
2) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan di dalam:
a. hutan lindung; atau b. hutan produksi
3) Penggunaan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi penggunaan untuk:
a. tujuan strategis; dan atau b. kepentingan umum terbatas.
4) Penggunaan kawasan hutan untuk tujuan strategis sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf a meliputi kegiatan;
a. kepentingan religi; b. pertahanan dan keamanan; c. pertambangan;
d.pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan;
e. pembangunan jaringan telekomunikasi; atau f. pembangunan jaringan instalasi air.
5) Penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan umum terbatas sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b antara lain meliputi kegiatan pembangunan;
a. jalan umum dan jalan (rel) kereta api; b. saluran air bersih dan atau air limbah; c. pengairan;
d. bak penampungan air; e. fasilitas umum; f. repeater telekomunikasi
Adanya akses yang membelah HLGL
Perlu pengawasan terhadap akses ini karena akses ini digunakan untuk jalan keluar masuk kegiatan illegal logging
g. stasiun pemancar radio; atau h. stasiun relay televisi
Tabel 14. Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Kebijakan Keterangan Kenyataan di lapangan Yang harus dilakukan
Peraturan Isi Keppres 32/90 Pasal 36 Penetapan kawasan lindung
(1) Pemerintah Daerah Tingkat II mengupayakan kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya dalam pengelolaan kawasan lindung.
(2) Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II mengumumkan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 kepada masyarakat
Dinas Kehutanan Kabupaten Pasir belum maksimal dalm pemberitahuan tentang kawasan Hutan
Perlunya penyuluhan secara berkelanjutan tentang pentapan kawasan HLGL khususnya kepada masyarakat Desa/Dusun yang berada di dalam atau sekitar kawasan Huan LIndung Gunung Lumut
Keppres 32/90 Pasal 39
Pengendalian kawasan lindung
(1) Pemerintah Daerah Tingkat II wajib mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kegiatan pemantauan, pengawasan dan penertiban.
Tidak adanya patroli yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan di dalam kawasan HLGL
Perlu adanya penmbahan personel Polisi Khusus Kehutanan
Tabel 15. UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Kebijakan Keterangan Kenyataan di lapangan Yang harus dilakukan
Peraturan Isi UU 24/1992 Pasal 4 Hak dan kewajiban
1. Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai
ruang sebagai akibat penataan ruang. 2. Setiap orang berhak untuk a. mengetahui rencana tata ruang;
b. berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Masyarakat tidak diikutsertakan dalam penetapan kawasan HLGL
Rekonstruksi ulang penataan batas serta manfaat dari penetapan kawasan HLGL yang melibatkan masyarakat
Tabel 16. PP No. 47 tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
Kebijakan Keterangan Kenyataan di lapangan Yang harus dilakukan
Peraturan Isi PP No. 47 tahun 1997 Pasal 10 Jenis kawasan lindung
2. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. kawasan hutan lindung; b. kawasan bergambut; c. kawasan resapan air.
Masyarakat desa sekitar kawasan belum mengetahui arti dan fungsi dari hutan lindung
Sosialisasi tentang arti dan fungsi hutan lindung PP No. 47 tahun 1997 Pasal 33 Kriteria kawasan hutan lindung
(1) Kriteria kawasan lindung untuk kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf (a )adalah : a. kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai jumlah nilai (skor) 175 atau lebih;
b. kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih; dan/atau
c. kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2000 m atau lebih.
Tabel 18. PP No. 44 tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan
Kebijakan Keterangan Kenyataan di lapangan Yang harus dilakukan
Peraturan Isi PP No. 44 tahun 2004 Pasal 3 Jenis kegiatan perencanaan hutan
(1) Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan: a. Inventarisasi hutan;
b. Pengukuan kawasan hutan; c. Penatagunaan kawasan hutan;
d. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan; dan e. Penyusunan rencana kehutanan.
Belum adanya pengukuhan kawasan dengan SK Penetapan
Tata batas belum temu gelang
Pemerintah Daerah Kabupaten Pasir harus segera mengusulkan kepada Menteri Kehutanan tentang Penetapan HLGL
UPTD Planologi beserta Dinas Kehutanan bekerja sama dalam penataan batas dan harus temu gelang (syarat pengukuhan kawasan)
PP No. 44 tahun 2004
Pasal 4
Syarat perencanaan hutan
Perencanaan kehutanan dilaksanakan :
a. secara transparan, partis ipatif dan bertanggung-gugat;
b. secara terpadu dengan memperhatikan kepentingan nasional, sektor terkait dan masyarakat serta
mempertimbangkan aspek ekonomi, ekologi, sosial budaya dan berwawasan global;
c. dengan memperhatikan kekhasan dan aspirasi daerah termasuk kearifan tradisional.
Belum adanya pelibatan masyarakat
Kearifan tradisonal masyarakat desa sekitar dan dalam hutan masih diabaikan
Seluruh stakeholder duduk bersama untuk mendapatkan bentuk pengelolaan HLGL yang terbaik
PP No. 44 tahun 2004
Pasal 28
Unit pengelolaan hutan (1) Unit Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 26 ayat (2) huruf c
dibentuk berdasarkan kriteria dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Unit Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi pada hutan konservasi;
b. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung pada hutan lindung;
c. Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi pada hutan produksi.
Belum adanya unit pengelolaan HLGL
PP No. 44 tahun 2004
Pasal 32
Bagian dari unit pengelola dan tanggung jawab intitusi pengelola
(1) Pada setiap unit Pengelolaan Hutan dibentuk institusi pengelola.
(2) Institusi pengelola bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi: a. perencanaan pengelolaan;
b. pengorganisasian;
c. pelaksanaan pengelolaan; dan d. pengendalian dan pengawasan.
Belum adanya unit pengelola HLGL