• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan HLGL selama ini sudah mengadopsi semua kebijakan yang dikeluarkan oleh 10 stakeholder utama HLGL yang sudah disebutkan sebelumnya tetapi masih memiliki kecenderungan untuk sulit diterima oleh semua pihak. Adanya perbedaan dalam nilai kepentingan dan pengaruh setiap stakeholder menjadi kendala utama sulitnya mewujudkan kebijakan yang mampu untuk diterima oleh semua pihak.

Mengacu pada Dunn (2003), yang menjadi kriteria dalam merumuskan kebijakan publik adalah dengan melihat hal-hal berikut:

1. Efektivitas (effectiveness); kaitannya dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan

2. Efesisensi (efficiency) ; kaitannya dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efisiensi tertentu.

3. Kecukupan (adequacy); berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat

adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.

4. Perataan / kesamaan (equity); erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usahanya yang secara adil didistribusikan

5. Responsivitas (responsiveness); berkenaan dengan seberapa jauh suatu

kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok masyarakat tertentu. Kebijakan dapat memenuhi kriteria efektivitas, efisiensi, dan perataan tetapi jika belum dapat menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya perumusan suatu kebijakan.

6. Ketepatan (appropiateness); biasanya bersifat terbuka, karena definisi per kriteria ini dimaksudkan untuk menjangkau keluar kriteria yang sudah ada. Oleh karenanya tidak ada dan tidak dapat dibuat definisi baku mengenai kriteria kelayakan.

Pemerintah Kabupaten Pasir dalam hal ini Bupati Pasir mengeluarkan

kebijakan yang berkaitan dengan penataan batas yaitu Surat Keputusan Bupati Pasir No. 746 tahun 2001. Dalam Surat Keputusan ini terlihat bahwa sebenarnya ada peranan masyarakat dalam penataan batas tetapi masih hanya bersifat penulisan di atas kertas tidak sampai kepada perundingan dengan masyarakat dalam hal tumpang tindih kepentingan lahan. Di satu sisi Pemerintah Kabupaten Pasir ingin merekonstruksi batas HLGL tetapi di sisi lain masyarakat ingin supaya HLGL tetap dengan syarat tidak mengganggu kepentingan dari mereka dalam hal penggunaan kawasan dengan bentuk kebun rotan, ladang mereka, ataupun bentuk lain dari penggunaan kawasan. Dalam pengikutsertaan masyarakat pihak desa harus mengetahui isi dari surat keputusan ini, karena untuk menghindari anggapan masyarakat bahwa adanya “orang asing” yang memasuki wilayah atau tempat masyarakat berusaha.

Keputusan Bupati Pasir No. 340 tahun 2005 tentang pembentukan kelompok kerja pengelolaan HLGL dapat terlihat peranan masyarakat terabaikan karena pihak yang terlibat dalam kelompok kerja HLGL ini hanya sampai kepada tingkat kecamatan bukan tingkat desa. Juga perlu diperhatikan fungsi dari ketua adat sekitar dan dalam kawasan. Hal ini dirasakan perlu karena pada dasarnya yang menjadi stakeholder kunci dari pengelolaan HLGL adalah masyarakat sekitar dan dalam kawasan, serta fungsi ketua adat adalah menghindari pengelolaan yang tidak sesuai dengan adat istiadat suku Paser yang dapat menyebabkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar dan dalam hutan. Hak tenurial di sini harus diperhatikan karena pada dasarnya masyarakat sudah ada sebelum hutan yang menjadi sandaran hidup mereka ditetapkan menjadi hutan lindung.

Balai Konservasi Sumberdaya Hutan Seksi Konservasi Wilayah Pasir juga perlu dilibatkan dalam kelompok kerja ini, setidaknya mereka ditempatkan dalam posisi anggota tidak tetap karena BKSDA sebenarnya langsung bertanggung jawab kepada Pemerintah Pusat (Departemen Kehutanan). Peran BKSDA adalah sebagai pengawas dalam alur distribusi jenis tumbuhan dan satwa dari kawasan HLGL.

Laporan hasil orientasi batas kawasan hutan di kelompok HLGL Dinas Kehutanan Kabupaten Pasir Kalimantan Timur yang dikeluarkan oleh UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan terlihat bahwa adanya pal batas yang hilang sebanyak 979 atau dapat disimpulkan masih belum temu gelang. Karena pentingnya status kawasan salah satunya adalah penataan batas maka UPTD Planolgi Balikpapan harus segera melakukan kegiatan rekonstruksi batas kawasan HLGL bekerja sama dengan Dinas Kehutanan Pasir dengan tujuan harus segera mendapatkan batas kawasan yang temu gelang.

Laporan ini juga harus diklarifikasi tentang pelanggaran yang dimaksud. Hal ini dapat dilihat dari butir 5 lampiran 5 yang menyebutkan pemukiman Mului sebagai pelanggaran. Jika dilihat dari sejarahnya Dusun Mului menetap di sana atas dasar program desa tertinggal yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Pasir. Maka UPTD Planologi Kehutanan Balikpapan harus mencari klarifikasi kepada Dinas Sosial Pasir.

Penataan kawasan yang meliputi pembagian kawasan ke dalam blok-blok dapat menjadi salah satu solusi bagi masalah enclave Dusun Mului. Pemukiman dan perladangan di dusun Mului dapat menjadi bagian dari blok penyangga dari HLGL.

Menurut UU No. 41 tahun 1999 dan PP No. 34 tahun 2002 yang dimaksud dengan pengelolaan hutan adalah meliputi kegiatan:

1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.

2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan

3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan 4. Perlindungan dan konservasi hutan

Stakeholder yang berada di Kabupaten Pasir selama ini melakukan kegiatan pengelolaan HLGL hanya salah satu dari kegiatan pengelolaan hutan (UU No. 41 tahun 1999 dan PP No. 34 tahun 2002), belum adanya stakeholder HLGL melakukan semua kegiatan pengelolaan secara meneluruh (tabel 10). Untuk mencapai tujuan dari fungsi lindung dari kawasan HLGL maka Pemerintah Kabupaten Pasir perlu untuk mengeluarkan kebijakan yang isinya menetapkan satu unit kegiatan pengelolaan yang jelas, yang mengelola kawasan HLGL secara total baik dari sisi penataan hutan dan penyusunan rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan perlindungan dan konservasi hutan sesuai dengan PP No. 44 tahun 2004.

Tabel 10. Bentuk pengelolaan stakeholder HLGL dengan kawasan HLGL

Stakeholder Bentuk interaksi dengan HLGL Jenis pengelolaan (UU No. 41 tahun 1999) Rantau

Layung

Berburu, mencari burung, mengumpulkan madu, mengumpulkan gaharu, mencari rotan

Pemanfaatan hutan

Pinang Jatus Berburu, mencari burung, mengumpulkan madu, mengumpulkan gaharu, mencari rotan

Pemanfaatan hutan

Mului Berburu, mencari burung, mengumpulkan madu, mengumpulkan gaharu, mencari rotan

Berladang

Pemanfaatan hutan Penggunaan kawasan

Dinas Kehutanan

Penyusunan Renstra 2001-2005 Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.

Bappeda Penyusunan RTRW Tata hutan dan penyusunan

rencana pengelolaan hutan. BKSDA Pengawasan peredaran jenis tumbuhan dan satwa

dari kawasan

Perlindungan dan konservasi hutan

UPTD Planologi

Penataan batas kawasan Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.

TBI Indonesia Penelitian Perlindungan dan konservasi

hutan PeMA Paser Memajukan masyarakat sekitar dan dalam

kawasan

Tabel 11. Rekomendasi kebijakan stakeholder HLGL berdasarkan analisis isi dari kebijakan yang dikeluarkan stakeholder

Kebijakan Isi Rekomendasi Tujuan

Keputusan Bupati Pasir No. 746 tahun 2001 tentang petunjuk teknis pelaksanaan rekonstruksi batas kawasan hutan produksi dan hutan lindung dan kawasan konservasi lainnya

Petunjuk teknis pelaksanaan penataan batas kawasan hutan Pasir

Kerjasama antara DisHut dan masyarakat sekitar dan dalam kawasan

Memasukkan peran serta masyarakat dalam penataan batas kawasan HLGL Pihak desa mendapat informasi yang jelas dan langsung dari Pemerintah Kabupaten Pasir

Masyarakat mengerti dan sadar akan arti dan fungsi HLGL

Menghindari masalah teknis yang berhubungan dengan masyarakat

Keputusan Bupati No. 340 tahun 2005 tentang pembentukan kelompok kerja pengelolaan HLGL

Forum GIS Masyarakat perlu mengetahui

penyusunan RTRWK

Menghindari konflik lahan

Keputusan Bupati Pasir No. 357 tahun 2005 tentang Surat Keputusan Bupati pasir No. 357 tahun 2005 tentang pembentukan tim forum sistem informasi geografis pasir dalam kegiatan penyusunan basis data spasial kabupaten pasir

Tentang pembentukan

kelompok kerja pengelolaan HLGL

Pelibatan tokoh masyarakat adat sekitar dan dalam kawasan

BKSDA Pasir juga ikut dalam kelompok kerja

Masyarakat ikut serta secara aktif menjaga kawasan HLGL

Menghindari pengelolaan yang bersifat negatif bagi adat istiadat suku Paser Renstra Dinas Kehutanan Pasir Program kerja

DisHut tahun 2001-2005

Kerjasama antara DisHut dan Bappeda secara aktif

Mempertimbangkan hasil-hasil penelitian dari TBI dalam pengelolaan HLGL Pengawasan secara intensif akses yang membelah HLGL

Tercapainya tujuan akhir pengelolaan HLGL yaitu terjaganya fungsi dari hutan lindung lestari

Menghindari terjadinya tumpang tindih kepentingan lahan antar

instansi Kabupaten Pasir RTRW Kabupaten Pasir Tata ruang Kab. Pasir Kerjasama antara masyarakat dan

Bappeda

Menghindari terjadinya konflik lahan

SATS (SK MenHut No. 62 Kpts-II 1998) Izin peredaran tumbuhan dan satwa

Perjanjian kerjasama antara BKSDA Pasir dengan DisHut Pasir dan sosialisasi yang berkesinambungan dengan masyarakat sekitar dan dalam hutan

Menghindari terjadinya

extinction of endemic species

Laporan Hasil orientasi batas kawasan HLGL tahun 2003

Penataan batas Kerjasama antara UPTD Planologi dan DisHut Pasir

Klarifikasi tentang pemukiman Mului dengan Dinas Sosial Pasir

Pelibatan masyarakat bukan hanya

Menghindari terjadinya konflik lahan

sebagai tenaga buruh tetapi sebagai bahan pertimbangan

Pembagian kawasan HLGL ke dalam blok-blok

Dokumen terkait