• Tidak ada hasil yang ditemukan

dalam Pendidikan Vokas

Dalam dokumen Buku Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris (Halaman 134-164)

Tracey Yani Harjatanaya

121

m obilit as sosial yang dit ulis oleh House of Lor ds Select Com m it t ee m engenai m obilitas sosial (2016), sistem pendanaan unt uk sekolah saat ini lebih terlihat m em berikan insent if kepada rute pendidikan yang lebih ‘akadem is’ sehingga lebih sedikit anak m uda yang m elihat rut e vokasi sebagai pilihan yang posit if. Selain m engupas isu m engenai st igm at isasi t erhadap pendidikan vokasi dan pengaruhnya t erhadap keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi, bab ini juga akan m elihat hubungan antara latar belakang sosial dari peserta didik. Walaupun tidak ada kebijak- an t ertulis bahw a hanya golongan t ert entu saja yang bisa mengikut i pen- didikan vokasi, dari pem bahasan yang diberikan di bawah ini, dapat dilihat adanya tren siapa yang cenderung m emilih unt uk mengikut i pendidikan vokasi dan dijadikan t arget dari penyelenggaraan pendidikan vokasi. Setelah pemaparan perm asalahan yang m em pengaruhi akses ke pendidik- an vokasi selesai dilakukan, bab ini juga akan m embahas m engenai ‘Ap- prent iceship Levy’, Funding Formula’ dan kebijakan ‘Uplif t Advant age’

sebagai t iga contoh kebijakan pem erintah Inggris, terutam a negara bagi- an Inggris (England) dalam m encipt akan akses pendidikan yang lebih m erat a bagi sem ua anak.

M ekanisme Pendanaan dan Kualitas Pendidikan Vokasi

Penyelenggaraan pendidikan vokasi m em erlukan pendanaan yang banyak. Dengan perubahan besar yang dilakukan oleh pemerint ah dalam m ening- katkan kualitas dari pendidikan vokasi di Inggris beberapa tahun terakhir ini, m ekanism e pendanaan m enjadi salah sat u ut am a. Unt uk program apprenticeship khususnya, efekt if dari bulan M ei 2017, pem erintah mem- berlakukan ‘apprent iceship levy’ yang m ew ajibkan perusahaan besar dengan t ot al pengeluaran jum lah gaji sebanyak £3 juta (at au berkisar Rp 51 m iliar) per t ahun untuk mem bayar sejenis pajak yang pada akhirnya dipakai untuk mendanai pelat ihan dan program apprenticeship. Pihak per- usahaan yang m em bayar ‘apprent iceship levy’ ini akan m endapat kan dana yang dibayarkan ke ‘digit al account ’ (akun digit al) yang dipakai unt uk m em biayai 100% dana operasional program , berdasarkan st andar dan kerangka pendanaan unt uk sat u dari 15 kelom pok pendanaan, dengan bat as m inim al £1,500 sam pai yang m aksim al £27,000 (M irza- Davies, 2016, p.20). Jika dana pelat ihan lebih dari bat as m aksim al unt uk

123

Tracey Yani Harjatanaya

kelom pok program / jurusan yang dijalankan oleh perusahaan, m aka per- usahaan t ersebut harus m em biayai sisanya. Adapun sisa dana yang t idak dipakai di digit al account ini akan kadaluarsa jika t idak dipakai dalam 24 bulan. Dengan kebijakan ini, diharapkan dunia indust ri lebih akt if ber- peran dalam proses pelat ihan dan pendidikan bagi para apprent ice yang berusia 16 tahun ke atas.

Bagi perusahaan yang t idak m em bayar ‘apprent iceship levy’, pihak pemerint ah akan membiayai 90% dari biaya program dan perusahaan akan m em biayai 10% (M irza-Davies, 2016b). Beberapa kebijakan pendanaan t am bahan juga diberikan pem erint ah unt uk m em bant u t erlaksananya program apprenticeship yang baik. Contohnya, incent ive payment (pem - berian insent if) sebesar £1,000 dan t ransit ional f unding band (dana tambahan selam a masa t ransisi ke kebijakan baru) sebesar tambahan 20% dari biaya m aksimal dari program pelatihan yang dipilih perusahaan diberi- kan masing-m asing kepada pihak perusahaan dan penyelenggara pelat ihan untuk apprent ice yang berum ur 16-18 t ahun sert a bagi apprent ice ber- um ur 19-24 t ahun yang sebelum nya memiliki Local Authorit y Educat ion, Healt h and Care plan at au berada dalam t anggungan pem erint ah. Bagi Usaha Kecil M enengah yang m em iliki kurang dari 50 pekerja, pem erintah akan m em bayar 100% biaya pelat ihan apprent ice yang berum ur 16-18 t ahun sert a bagi apprent ice berum ur 19-24 t ahun yang sebelum nya m em iliki Local Aut horit y Educat ion, Healt h and Care plan at au berada dalam t anggungan pem erint ah.

Kebijakan baru ini diapresiasi banyak pihak dikarenakan m am pu m eningkat kan akunt abilit as dari dunia indust ri dan m em berikan otoritas lebih bagi perusahaan unt uk m enentukan program pelat ihan dan pendidik- an bagi apprent ice-nya, sert a m em buat m ekanism e pendanaan lebih sederhana. Nam un demikian, kajian dari IPPR (Institute for Public Policy and Research) di Inggris m engenai kebijakan apprent iceship yang baru ini juga m engkrit isi bahwa ‘apprent iceship levy’ akan m em perbesar ke- senjangan kualit as apprent iceship ant ara daerah Ut ara dan Selat an Inggris (Pullen & Clift on, 2016). Hal ini disebabkan IPPR m em prediksi bahwa investasi akan banyak terjadi di London dan daerah Inggris Tenggara yang m em ang sudah m em iliki jum lah perusahaan besar yang cukup banyak. Daerah ini disebut m em iliki 38% perusahaan besar dari jum lah

yang ditarget kan m engikut i kebijakan ini, sedangkan daerah ini juga di- ket ahui m em iliki angka pengangguran yang relat if lebih rendah dari daerah lain dan hanya m engakom odasi 27% dari populasi Inggris. Dengan kata lain, kebijakan ‘apprenticeship levy’ ini akan berdampak negat if ter- hadap usaha pemerintah dalam m engurangi kesenjangan antar daerah di Inggris. Daerah yang dikenal mempunyai angka produkt ivitas yang rendah dan mempunyai angka kualifikasi rendah yang t inggi sepert i daerah Tim ur Laut Inggris atau daerah Yorkshire yang seyogyanya paling m em butuhkan invest asi besar just ru akan m endapat kan pendanaan yang secara pro- porsional lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah yang sudah m aju (Pullen & Clifton, 2016). Nam un, krit ik dari IPPR ini dibant ah oleh M ent eri Program Apprent iceship dan Ket ram pilan, Robert Halfon yang m engat a- kan bahwa t idak ada bukt i bahwa kesenjangan antara Utara dan Selatan akan sem akin m em besar dan Robert mengatakan bahwa kebijakan ini akan m em berikan keuntungan bagi setiap orang (Guardian, 27 M aret 2017).

Terlepas dari pro dan kont ra seputar dam pak kebijakan ini terhadap kesenjangan antara Utara dan Selatan, kebijakan ini terlihat dapat m em - pengaruhi kualit as pelatihan yang dit aw arkan di daerah yang didominasi dengan perusahaan yang besar dan perusahaan yang kecil, apalagi secara um um perusahan kecil m enengah (UKM ) di Inggris jumlahnya lebih besar. Sepert i yang dit ulis di laporan IPPR, ada kemungkinan UKM t idak m em - punyai m ot ivasi lebih untuk meningkat kan program pelatihannya dikarena- kan m ereka untuk minimal sat u tahun ke depan t idak diwajibkan untuk m embayar ‘apprent iceship levy’ yang besar sehingga ini tent unya dapat m em perbesar kesenjangan kualitas out put dari program apprent iceship

antar perusahaan besar dan UKM . Apalagi dengan kebijakan yang sekarang, dengan pendanaan dari pemerintah langsung disalurkan kepada perusaha- an dan bukan lagi ke training provider (penyelenggara pelat ihan), perusaha- an sendiri yang harus mencari penyelenggara pelat ihan yang dapat mem- berikan pelat ihan t erbaik. Berbeda dengan sebelum nya dim ana pihak penyelenggara pelat ihan yang m engajukan dana kepada pem erintah dan m enawarkan kepada perusahaan. IPPR m em prediksi bahwa ada resiko di m ana m ayorit as dunia indust ri dan usaha t idak akan ikut sert a dalam program ini (Pullen & Clift on, 2016).

125

Tracey Yani Harjatanaya

Unt uk jenis pendidikan vokasi lainnya seper t i yang di lakukan di sekolah-sekolah Sixt h Form College, Sixt h Form Schools yang biasanya juga m enaw arkan rut e ‘akadem is’ sepert i A-level, Furt her Educat ion (FE) College, ataupun jenis sekolah vokasi yang tergolong dalam akademi (atau yang lebih dikenal sebagai 14-19schools) sepert i Universit y Technical College (UTC)1, st udio school2 dan 14-19free school3, mayoritas pendanaan-

nya berasal dari pem erint ah w alaupun jum lah yang didapat disesuaikan dengan rum us yang sudah dit et apkan oleh Educat ion Funding Agency

(EFA) (Educat ion Funding Agency, 2017a). Pendanaan diberikan kepada set iap pesert a didik hingga um ur 18 t ahun, dan khusus unt uk difabel di- biayai sam pai usia 24 t ahun, m elalui pendanaan ke sekolah dengan m em pert im bangkan 7 fakt or berikut (lebih lengkapnya unt uk m elihat Educat ion Funding Agency, 2016):

st udent numbers, split int o bands by size of programme: jum lah

siswa, t erbagi dalam kelom pok berdasarkan besarnya program

nat ional funding rat e per st udent: t araf pendanaan nasional per

pesert a didik

ret ent ion fact or: fakt or apakah pesert a didik bert ahan sam pai

akhir t ahun ajaran

1 Dari Januari 2016 ada sebanyak 50 Universit y Technical College (UTC) di Inggris. UTC dibangun dan didanai oleh pem erint ah, t et api desain kurikulum nya dikem bangkan oleh pem erintah bekerjasam a dengan inst it usi akadem is lokal dan pelaku bisnis (Cook, Thorley, & Clift on, 2016, p.6)

2 Dari Januari 2016 ada sebanyak 43 St udio School di Inggris. St udio School berfokus pada pem belajaran melalui enterprise project s (proyek perusahaan) dan w ork-based learning (pem belajaran berbasis dunia kerja) ini dibiayai oleh pem erint ah pusat dan disponsori oleh sekolah at au college local (ibid, p.6)

3 Sejak m usim panas 2016, sudah ada 304 14-19 free schools yang dibangun oleh m isalnya, kelom pok or ang t ua sisw a, char it y (badan am al), organisasi bisnis dan kelom pok agam a/ kepercayaan. Free Schools m em punyai ot orit as t am bahan yakni dapat m eng- gant i lam a dan jam sekolah dan m engat ur gaji dan apa yang diharuskan oleh staf. M ayorit as sekolah ini dibuka dari um ur 11 (bat as um ur t ransisi t radisional) t api ada beberapa yang m engikut i m odel 14-19. Berbeda dengan UTC dan St udio School yang harus m engkom binasikan pendidikan akadem is dengan vokasi, Free Schools t idak m em punyai keharusan unt uk it u w alaupun pada umunya m ereka m em ilih unt uk m eng- am bil spesialisasi di jurusan sepert i sains dan t eknologi (ibid, p.7).

program me cost w eight ing: biaya yang dikeluarkan per bidang

st udi berdasarkan klasifikasi Sect or Subject Area (SSA) t ingkat 2 (bidang st udi X bisa lebih m ahal dibandingkan bidang st udi Y)

disadvant age f unding: pendanaan unt uk peser t a didik yang

datang dari area kurang berkem bang sesuai dengan Index M ult iple Deprivat ion dan pendanaan unt uk m endukung biaya pem bel- ajaran bagi pesert a didik yang belum m encapai nilai A* - C di m at em at ika dan/ at au Bahasa Inggris di akhir Kelas 11

large programme uplift : pem biayaan unt uk program yang m em -

but uhkan lebih dari 600 jam pem belajaran

area cost allow ance: biaya di kota yang dianggap biaya hidupnya

lebih t inggi sepert i London dan beberapa bagian Tenggara Inggris Adapun rum us unt uk pendanaan ini bisa dilihat di bagan di bawah ini. Bagan 1. Rum us Pendanaan (Educat ion Funding Agency, 2017b)

Status Pendidikan Vokasi di M asyarakat

Selain perm asalahan dengan pendanaan, salah sat u isu ut am a yang m eng- ham bat keberhasilan dari pelaksanaan pendidikan vokasi adalah stat us pendidikan vokasi yang dinom or-duakan dalam m asyarakat . Sepert i yang sudah dijelaskan di bab sebelum nya, pendidikan vokasi dibuat dengan

127

Tracey Yani Harjatanaya

t ujuan unt uk m eningkat kan kem am puan dan keahlian anak dalam sebuah bidang kerja sehingga m ereka siap unt uk m asuk ke dunia kerja. Dengan m engadopsi t eori Human Capit al Development, pendidikan vokasi dalam hal ini berperan sebagai sebuah alat pencetakan tenaga kerja teram pil dan berprodukt ivit as t inggi sehingga secara m akro dapat m eningkat kan pert um buhan ekonom i dari negara tersebut . Secara m ikro, pendidikan vokasi secara t idak langsung berperan sebagai solusi bagi para pesert a didik yang kurang m am pu m engikut i pelajaran di rut e akadem is. At kins & Flint (2015) dalam art ikel m ereka yang m em bahas persepsi dari pem e- rint ah, m asyarakat dan juga anak m uda m engenai pendidikan vokasi di Inggris, m engatakan bahwa ada kecenderungan pem erintah dan m asya- rakat Inggris dan juga dunia internasional m enggunakan konsep ‘defisit ’ dalam ret orika pendidikan vokasi.

Dengan kacam ata ‘defisit ’ ini, pendidikan vokasi diasosiasikan dengan sisw a m em punyai aspirasi rendah sehingga kurang berprest asi, w alaupun banyak diantara m ereka yang dikategorikan dalam kelom pok m arginal sebenarnya m em punyai aspirasi yang t inggi. Pencapaian akadem is yang rendah ini lalu dikait kan dengan kelas sosial. Hal ini dapat dilihat dari kurikulum pendidikan vokasi yang dirancang spesifik unt uk kelas tertent u yang kebanyakan diakses oleh anak m uda yang berasal dari latar belakang ekonom i sosial rendah (Colley et al, 2003). M odel ‘defisit ’ ini juga terlihat dari t unt ut an bagi m ereka yang m engikut i pendidikan vokasi agar m em - punyai sifat dan kem am puan kerja yang t epat unt uk bekerja di bidang yang dianggap sesuai unt uk m ereka yang berprest asi rendah dan belajar hal non-akadem is (M oore, 1984). Dikarenakan oleh pandangan m odel defisit sepert i inilah m aka pendidikan vokasi di Inggris m asih secara luas dianggap m em iliki kualit as dan st at us rendah (Keep, 2005).

Sepert i yang dibahas sebelum nya bahwa pilihan unt uk sekolah vokasi di Inggris cukup beragam . Walaupun secara um um pendidikan vokasi berst at us lebih rendah dibandingkan pendidikan um um , diant ara ber- bagai jenis pendidikan vokasi yang ada, UTC dan st udio schools banyak diklaim sebagai pilihan pendidikan yang m enaw arkan kualit as pendidikan vokasi yang lebih t inggi dibandingkan pendidikan vokasi yang lain (Cook, Thorley, & Clifton, 2016). Nam un, ket ika ditelusuri lebih dalam , peserta didik yang m em ilih unt uk sekolah vokasi 14-19 m ayoritas datang dari

sekolah yang m endapat kan peringkat dari Ofst ed yang rendah (yang t ergolong ‘requires im provem ent ’ at au ‘inadequat e’). Jika ada yang dat ang dari sekolah dengan per ingkat Ofst ed yang lebih baik (yang tergolong ‘good’ atau ‘out st anding’), kebanyakan adalah m ereka dengan prestasi yang lebih rendah ataupun datang dari keluarga dengan ekonom i yang lebih buruk dibandingkan dengan t em an-t em annya dari sekolah t ersebut (Cook et al., 2016, p.2). Selain itu, walaupun secara um um lat ar belakang peserta didik yang mem ilih sekolah vokasi 14-19 m enunjukkan t ren yang sama dengan yang disebut kan diat as yakni m ayorit as dat ang dari daerah yang kurang berkem bang, m em punyai status ekonom i rendah dan kem am puan akadem is yang kurang baik, dari hasil penelit ian IPPR (Cook et al., 2016), jika dilihat lebih dekat, m asing-m asing t ipe sekolah m enarik populasi pesert a didik yang sedikit berbeda. M isalnya, jika kit a m em bandingkan st at us sosial ant ara m ereka yang di UTC dan st udio schools, m ereka yang m em ilih st udio schools lebih banyak dat ang dari keluarga yang keadaan ekonom i keluarganya lebih rendah dibandingkan m ereka di UTC (Cook et al., 2016, p.4-5). Bahkan, populasi pesert a didik di UTC yang datang dari keluarga kaya dan m iskin UTC relat if berim bang. Dari segi kem am puan akadem is, pesert a didik di st udio schools juga m em punyai prest asi sebelum nya di Key St age 2 (um ur 7-11 t ahun) yang lebih rendah dibandingkan dengan m ereka di UTC (ibid, p.5). Akan t et api dengan m em bandingkan dat a st at ist ik di t ahun 2013 dengan 2014, t er- lihat bahw a di t ahun 2014, ada indikasi inst it usi 14-19 yang baru m enarik peserta didik dengan latar belakang ekonom i dan prestasi akadem is yang sedikit lebih baik dibandingkan di t ahun 2013 (ibid, p.5)

Dari berbagai sum ber di at as, dapat dilihat bahw a st igm a yang m e- lekat kepada pendidikan vokasi dim ana banyak yang m elihat pendidikan vokasi sebagai pendidikan bagi yang ‘t idak m am pu’ secara ekonom i dan akadem is dibenarkan dari segi st at ist ik. Tren ini juga dapat dilihat di Indonesia di m ana m asyarakat m asih cenderung m elihat lulusan SM K sebagai lulusan dengan aspirasi dan kem am puan akadem is yang lebih rendah dibandingkan dengan lulusan SM A. Dikarenakan nilai jual dari SM K dan program pendidikan vokasi lainnya cenderung m enaw arkan kesem patan unt uk bisa langsung terjun ke dunia kerja, t idak jarang SM K lebih m enarik perhat ian m ereka yang berasal dari latar belakang ekonom i

129

Tracey Yani Harjatanaya

yang rendah, yang ingin segera bekerja m em bant u kehidupan keluarga. Tent u hal ini tidak sepenuhnya berm asalah, apalagi m em ang dari sem ua dokumen dan tulisan mengenai pendidikan vokasi, salah sat u tujuan utama dari t ipe pendidikan ini adalah unt uk m em fasilit asi pem belajaran yang lebih prakt is sehingga m ereka yang lebih t ert arik dengan t ipe pem belajar- an sepert i ini t idak put us sekolah dan m enjadi penggangguran dan bisa mempunyai kemampuan untuk bekerja dengan baik di dunia kerja. Namun, dari hasil pem bahasan di at as dapat dilihat bahwa st igma seperti ini dapat m engham bat berjalannya pendidikan vokasi yang berkualitas karena di- anggap sebagai sebuah alt ernat if. Jika pihak indust ri m eyakini bahw a kualit as lulusan pendidikan vokasi tidak sebaik lulusan pendidikan umum, lulusan pendidikan vokasi akan dirugikan ket ika proses rekrut m en ber- langsung.

Setelah melakukan st udi banding sistem pendidikan vokasi di berbagai negara dengan peringkat PISA yang lebih t inggi dan angka pengangguran anak m uda yang lebih rendah dari Inggris yakni Aust ralia, Belanda, Kanada dan Singapura, IPPR dalam kajiannya (Cook, 2013) m enem ukan beberapa prakt ik baik yang bisa dit erapkan di Inggris (dan dapat juga diadopsi di Indonesia) unt uk m eningkat kan kualit as pendidikan vokasi. Salah sat unya adalah pent ingnya kepast ian prospek dan kont inuit as unt uk program vokasi dim ana pendidikan vokasi yang dit aw arkan di t ingkat pendidikan SM K dan sederajat dapat m em berikan bekal dan jam inan unt uk bisa m elanjut kan ke jenjang selanjut nya, baik di inst it usi pendidikan t inggi m aupun dunia kerja. Kualifikasi m enjadi salah sat u elem en pem benahan yang pent ing dalam hal ini. Di Inggris sendiri, pem erint ah Inggris saat ini sedang m em benahi kualifikasi pendidikan vokasi yang ada dan berencana unt uk m engerucut kan jum lah kualifikasi dari rat usan m enjadi hanya 15 jenis kualif ikasi. Akan t et api, dengan perubahan sist em akunt abilit as sekolah dan pengukuran pencapaian sekolah dim ana kebanyakan kualifi- kasi pendidikan vokasi t idak akan dihit ung lagi dalam angka unt uk school’s league t able (tabel rangking sekolah), ada kekuat iran jum lah sekolah yang m enaw arkan pendidikan vokasi akan berkurang (Cook, 2013). Selain itu, dengan penarikan kualif ikasi pendidikan vokasi dalam league t able ini dapat mempengaruhi perspektif masyarakat mengenai status pendidikan vokasi.

Di sat u sisi peningkat an kualit as berbagai aspek sist em pendidikan vokasi m enjadi t arget ut am a dari pem erint ah Inggris, yang pada akhirnya diharapkan bisa m engurangi st igm a negat if yang dit ujukan kepada pe- sert a didik vokasi sehingga pesert a didik dari berbagai lat ar belakang dan kem am puan bisa tertarik unt uk bergabung. Akan tetapi di sisi lain, kesuksesan m enarik pesert a didik dari berbagai golongan ini t erm asuk m ereka yang seharusnya bisa m engikut i sist em jalur um um / akadem is ini juga dapat m em pengaruhi kesem patan dan m engurangi akses bagi m ereka yang t idak m am pu m engikut i jalur um um / akadem is sepert i yang t erjadi di Jerm an (Bellm an et al., 2008). Paradoks sepert i inilah yang m em - buat proses pem benahan pendidikan vokasi pada khususnya, dan pen- didikan pada um um nya, m enjadi hal yang kom pleks.

Selain pem benahan kualifikasi dan kualit as pendidikan vokasi, hal lain yang berpengaruh t erhadap bert ahannya st igm a bahw a pendidikan vokasi adalah jalur alt ernat if dan m erendahkan st at us pendidikan vokasi adalah respons dari guru, orang t ua dan m asyarakat ket ika seorang pe- sert a didik t idak m endapat kan nilai yang baik. Berdasarkan hasil pene- lit ian dari At kins & Flint (2015), ham pir sem ua part isipan yang m ereka wawancara m engam bil program vokasi bukan karena kem auan m ereka sendiri dan bukan m erupakan rencana aw al m ereka. M elainkan, di- karenakan m ereka dianjurkan oleh guru ataupun orang t ua m ereka ket ika hasil ujian m ereka di t ingkat pendidikan sebelum nya t idak begit u baik. Banyak diant ara m ereka yang t idak m engert i dengan jelas apa art i dari

Dalam dokumen Buku Sistem Pendidikan Vokasi di Inggris (Halaman 134-164)