• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Penyajian Data

4. Dampak dari Pengembangan Sektor Pariwisata

Dari penelitian penulis dalam upaya pengembangan obyek wisata di Kabupaten Ponorogo pasti menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif.

a. Dampak Positif Pengembangan Pariwisata 1. Dari Segi Sosial Ekonomi.

a. Memperluas dan meratakan kesempatan kerja.

Hal ini seperti hasil wawancara peneliti dengan pengelola usaha jenang dodol Teguh Raharjo, dikatakan bahwa :

”....Dengan adanya perkembangan pada usaha kami maka kami akan membutuhkan penambahan jumlah pekerja. Dengan demikian maka usaha kami dapat menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Jumlah karyawan kami semuanya kurang lebih 25 orang, yaitu 10 orang bekerja pada bagian produksi dan mendapat bayaran dengan sistem gaji harian. Sedangkan 15 orang lainnya bekerja pada bagian pengemasan yang mendapat gaji dengan sistem borongan. Artinya semakin banyak hasil pekerjaannya maka gaji yang diperolehnya juga semakin besar dan begitu juga sebaliknya. Dan karyawan kami hampir seluruhnya dari perempuan tetangga sekitar. Kami berusaha untuk memberdayakan masyarakat sekitar tempat usaha kami dulu. Karena kalau mereka tidak bekerja disini, mereka juga cuma menganggur saja dirumah. Hanya 3 orang karyawan yang berasal dari luar daerah....”.

(Wawancara dengan Bapak Rudi, Pengelola Usaha Jenang Dodol Teguh Raharjo, Selasa 11 Agustus 2009, pukul 12.00 wib).

Senada dengan pernyataan Bapak Rudi di atas, Ibu Tukri Sobikun juga menyatakan bahwa :

”...Kalau karyawan saya semuanya ada 23 orang dari tetangga saya sendiri. Selain itu keluarga saya juga ikut membantu. Saya sengaja mengambil karyawan dari tetangga sendiri, karena kasihan mereka tidak punya pekerjaan. Yang dari luar kota 3 orang, dari Trenggalek 2 orang dan yang satunya dari Pacitan. Dulu sebelum usaha sate ayam saya berkembang juga tidak mempunyai karyawan sebanyak ini. Dulu yang megerjakan semuanya ya cuma keluarga sendiri. Tapi alhamdulillah sekarang sudah berkembang, jadi saya butuh pekerja dari luar karena tidak sanggup melayani pesanan sendiri...”.

(Wawancara dengan Ibu Tukri Sobikun, Pemilik Usaha Sate Ayam H. Tukri Sobikun, Senin 10 Agustus 2009, pukul 11.40 wib ).

Pernyataan lain tetapi masih senada juga diungkapkan oleh Bapak Suhardiman Darmawanto SH., yang menyatakan bahwa :

“...Dengan adanya pengembangan pariwisata di Kabupaten Ponorogo akan berdampak positif bagi masyarakat lokal. Salah satunya adalah dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar lokasi wisata pada khususnya. Misalnya saja bagi masyarakat di sekitar Telaga Ngebel, sekarang disana banyak dibuka depot nila bakar di sepanjang Telaga Ngebel. Apalagi dengan didukung banyaknya keramba ikan nila. Jadi antara petani keramba dengan pemilik depot dapat bekerja sama. Dengan banyaknya wisatawan yang datang untuk menikmati nila bakar di Telaga Ngebel, maka Telaga Ngebel juga semakin ramai. Hal ini juga dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membuka warung menjual hasil tanaman buahnya. Selain itu juga banyak pedagang asongan yang berjualan di sekitar Telaga Ngebel. Dengan demikian maka dapat membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar....”. (Wawancara dengan Bpk. Suhardiman

Darmawanto SH., Kepala Seksi Obyek dan Daya Tarik Wisata, Rabu 22 Juli 2009, pukul 09.15 wib).

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Hal ini seperti hasil wawancara peneliti dengan pengelola usaha jenang dodol Teguh Raharjo, dikatakan bahwa :

”....Setelah mereka bekerja disini maka kesejahteraan hidup keluarga mereka dapat meningkat. Karena dulu sebelum mereka bekerja disini, yang bekerja hanya suaminya dan hasilnya kurang mencukupi untuk kebutuhan keluarganya. Jadi setelah dua-duanya bekerja, istrinya dapat membantu suami mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

keluarga...”. (Wawancara dengan Bapak Rudi, Pengelola Usaha

Jenang Dodol Teguh Raharjo, Selasa 11 Agustus 2009, pukul 12.00 wib).

Dengan nada yang sama Bapak Djudiono, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, menyatakan bahwa :

“...Dampak positif dari pengembangan pariwisata di Kabupaten Ponorogo yang jelas dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada saat ada event Grebeg Suro misalnya, banyak sekali pengunjung yang datang untuk menikmati pertunjukan Reog dan juga semua rangkaian acara Grebeg Suro. Hal ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berjualan di Aloon-aloon Ponorogo yang ramai pengunjung untuk menambah penghasilan...”. (Wawancara dengan Bpk.

Djudiono, Kepala Bidang Kebudayaan, Rabu 22 Juli 2009, pukul 10.00 wib).

Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan pemilik depot nila bakar di Telaga Ngebel, dikatakan bahwa :

“...Saya membuka usaha warung makan ini kira-kira sudah hampir dua tahun. Awalnya saya punya ide buka warung karena suami saya petani keramba nila di Telaga situ. Jadi daripada suami saya kesulitan menjual hasil panennya, mending kita buka warung makan nila bakar trus ikannya dari keramba sendiri. Dulu awalnya masih sepi pengunjung. Tapi sekarang sudah lumayan ramai. Alhamdulillah pendapatan saya semakin meningkat, apalagi Ngebel sekarang tambah ramai dengan banyaknya warung nila bakar disini. Bnyak pengunjung yang bilang senang menikmati makan siang disini sambil melihat-lihat pemandangan dan menikmati udara sejuk di Ngebel. Sebelum buka warung makan ini dulu saya hanya bekerja sebagai pegawai Tata Usaha di SMP 1 Ngebel. Sekarang saya punya pekerjaan sampingan mengelola warung saya. Tapi kalau pagi warung ini dijaga adik saya dan dibantu pegawai saya. Baru nanti setelah saya pulang kerja dari SMP, siangnya ganti saya yang jaga. Pendapatan saya dari warung makan malah lebih besar dariada gaji saya di SMP...”. (Wawancara

dengan Ibu Kanon, pemilik warung makan nila bakar di tepi Telaga Ngebel, Senin 27 Juli 2009, pukul 11.00 wib).

2. Dari Segi Budaya

a. Melestarikan Budaya Leluhur dan Makanan Khas Kabupaten Ponorogo Hal ini sepert hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Bapak Suhardiman Darmawanto SH., Kepala Seksi Obyek dan Daya Tarik Wisata Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, beliau mengatakan bahwa :

“...Dampak positif lainnya dari pengembangan pariwisata adalah dapat melestarikan budaya leluhur. Salah satunya dengan adanya Larungan Sesaji yang dilakukan oleh masyarakat lokal tiap tanggal 1 Suro dapat melestarikan budaya nenek moyang dan juga adanya pemotongan kambing kendit setiap 1 Suro. Selain itu dalam pertunjukan Reog Ponorogo dalam era globalisasi dan modernisasi tetap menjaga budaya leluhur dengan tanpa meninggalkan ciri khas tradisional yang sakral, misalnya ubo rampe yang terdiri dari kembang tujuh rupa, dupa atau hio, kemenyan, dll....”. (Wawancara dengan

Bpk. Suhardiman Darmawanto SH., Kepala Seksi Obyek dan Daya Tarik Wisata, Rabu 22 Juli 2009, pukul 09.25 wib).

Hal di atas juga senada dengan pendapat dari pengelola usaha jenang dodol Teguh Raharjo, yang menyatakan bahwa :

“...Dampak positif lain dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Ponorogo yaitu untuk melestarikan budaya dan makanan khas Ponorogo. Budaya masyarakat Ponorogo sendiri apabila ada hajatan salah satu makanan yang disediakan di acara juga jenang, bahkan sebagai hantaran pernikahan juga jenang. Kalau buat sendiri ada kendalanya, misalnya tidak tahu proses produksinya, biaya produksi yang tinggi, dan rasa yang di dapat belum tentu sesuai dengan harapan. Maka dari itu kami bermotivasi untuk mengembangkannya agar usaha jenang dodol kami semakin eksis....”. (Wawancara dengan Bapak Rudi, Pengelola Usaha Jenang Dodol

Teguh Raharjo, Selasa 11 Agustus 2009, pukul 12.00 wib).

b. Kesenian Reog Sebagai Penangkal Masuknya Budaya Asing.

Hal ini sepert hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Ibu Wiwik, Kepala Seksi Promosi, dan Informasi Wisata Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, beliau mengatakan bahwa :

“...Kesenian Reog Ponorogo harus dipelihara dan dilestarikan serta dikembangkan. Misalnya dari TK hingga SMA di setiap sekolahan di Ponorogo ada ekstra kulikuler kesenian Reog. Karena dengan berkembangnya Kesenian Reog akan berdampak positif karena dapat berfungsi sebagai penangkal masuknya budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia...”. (Wawancara dengan

Ibu Wiwik, Kepala Seksi Promosi dan Informasi Wisata, Selasa 21 Juli 2009, pukul 13.00 wib).

b. Dampak Negatif Pengembangan Pariwisata 1. Dari Segi Lingkungan

Hal ini sepert hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Bapak Suhardiman Darmawanto SH., Kepala Seksi Obyek dan Daya Tarik Wisata Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, beliau mengatakan bahwa :

“...Kalau dampak negatif dari pengembangan pariwisata di Kabupaten Ponorogo antara lain dari segi lingkungan yaitu yang terjadi di Telaga Ngebel. Dengan adanya petani keramba ikan di Telaga Ngebel maka akan menyebabkan Telaga Ngebel terlihat kotor dan baunya juga tidak sedap. Selain itu banyaknya pedagang liar juga menyebabkan suasana tidak nyaman dipandang dari segi pariwisata...”.

(Wawancara dengan Bpk. Suhardiman Darmawanto SH., Kepala Seksi Obyek dan Daya Tarik Wisata, Rabu 22 Juli 2009, pukul 09.30 wib).

Selain itu pengelola usaha jenang dodol Teguh Raharjo, juga menyatakan bahwa :

“...Dalam mengembangkan usaha wisata kuliner pada saat produksi jenang berlangsung, tetangga sekitar sedikit terganggu dengan suara bising mesin parut kelapa dan juga bau atau polusinya. Hal ini yang menjadi dampak negatif untuk mengembangkan usaha jenang dodol kami....”. (Wawancara dengan Bapak Rudi, Pengelola Usaha Jenang

Dodol Teguh Raharjo, Selasa 11 Agustus 2009, pukul 12.15 wib).

2. Dari Segi Sosial Budaya

Hal ini sepert hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan Bapak Djudiono, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Ponorogo, beliau mengatakan bahwa :

“...Dalam kompetisi pertunjukan Reog ada yang masih tertinggal dalam mengemasnya, kadang dalam pertunjukan di beberapa daerah dalam acara hajatan masih ada yang memakai minuman keras, begitu juga dengan para pendukungnya yang tidak ikut main juga minum minuman keras. Tetapi kalau dalam pertunjukan resmi para pemain terikat dalam aturan permainan, jadi tidak ada yang memakai minuman keras. Hal ini berdampak negatif dalam pengembangan pariwisata di Kabupaten Ponorogo, khususnya dalam mengembangkan wisata budaya...”. (Wawancara dengan Bapak Djudiono, Kepala

Bidang Kebudayaan, Rabu 22 Juli 2009, pukul 10.00 wib).

Dokumen terkait