• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program pengembangan masyarakat pada sektor pertambangan dapat diartikan sebagai wujud dari internalisasi dari biaya eksternal yang timbul sebagai akibat dari pemanfaatan sumberdaya yang tidak terbarukan (unrenewable resources). Bahan tambang merupakan sumberdaya yang tidak terbarukan sehingga perlu dipikirkan dampak-dampak yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya tersebut. Oleh sebab itu harus dicari beberapa alternatif agar masyarakat yang terkena dampak tersebut dapat berusaha secara berkelanjutan, dan mampu terus mandiri tanpa bertopang lagi pada sumberdaya tersebut.

Sejalan dengan otonomi daerah, operasionalisasi tambang tidak bisa dipisahkan dari lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi tambang. Kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan dimaksudkan agar masyarakat setempat atau sekitarnya merasakan memperoleh manfaat dari adanya suatu kegiatan pertambangan baik migas maupun umum antara lain batubara, emas, dan lainnya.

Kegiatan pengembangan masyarakat yang telah dilakukan oleh PT.Indominco Mandiri dan PT Badak NGL dapat dikelompokkan dalam bentuk kegiatan fisik dan non fisik. Bentuk kegiatan fisik berupa pembangunan infrastruktur, sarana pendidikan dan sarana ibadah, sedangkan kegiatan non fisik berupa bantuan dana dalam bentuk pemberian beasiswa, dukungan pelaksanaan kegiatan sosial, kepemudaan, olah raga, kesehatan , dan bantuan kegiatan lainnya yang bersifat insedentil.

Kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL tidak hanya ditujukan pada masyarakat, tapi juga instansi pemerintah. Ruang lingkup wilayah kegiatan pengembangan masyarakat PT Indominco Mandiri meliputi sepuluh desa/kelurahan pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kertangera, dan Kota Bontang, sedangkan PT Badak NGL meliputi seluruh wilayah Kota Bontang.

76

Kondisi Fisik dan Sosial Lokasi Studi

Desa Suka Damai terletak pada jalan poros Samarinda – Bontang dengan jarak ± 15 km dari Kota Bontang dan ± 75 km dari Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur. Desa Suka Damai terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Damai Bersatu dan Dusun Danau Redan.

Desa Suka Rahmat terletak pada jalan poros Sangatta – Bontang dengan jarak ± 10 km dari Kota Bontang dan ± 60 km dari Sangatta. Desa Suka Rahmat terdiri atas dua dusun yaitu Dusun Gunung Bina Ria dan Dusun Sungai Api-Api.

Desa Sekambing telah berubah status menjadi kelurahan dengan nama Bontang Lestari sejak bulan Juni 2005. Kelurahan Bontang Lestari terdiri dari sebelas RT dengan wilayah yang cukup luas terdiri atas daratan dan pulau-pulau kecil. Kelurahan Bontang Lestari sedang dipersiapkan sebagai lokasi pusat pemerintahan Kota Bontang yang ditandai dengan pembangunan perumahan pegawai pemerintah daerah dan gedung perkantoran lainnya. Untuk mencapai Kelurahan Bontang Lestari, dapat ditempuh dengan jalan tanah yang diperkeras sejauh ± 15 km dari jalan poros Bontang-Samarinda. Namun belum ada kendaraan umum yang masuk ke desa tersebut. Transportasi yang umum dipakai adalah ojek atau melalui jalur laut dengan menggunakan perahu.

Masyarakat pada ketiga lokasi tersebut memiliki karakteristik yang relatif sama karena umumnya berasal dari daerah yang sama dengan latar belakang adat istiadat dan budaya yang sama. Masyarakat yang mendiami ketiga lokasi tersebut umumnya merupakan pendatang dari Provinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil dari Pulau Jawa. Umumnya mereka merantau dan bertempat tinggal di daerah tersebut dengan alasan mencari pekerjaan karena terbatasnya lahan pertanian di daerah asal dan pendapatan yang relatif rendah.

Mereka umumnya tinggal berkelompok sesuai dengan daerah asal masing-masing misalnya Bone, Barru, Jeneponto, dan lainnya. Jenis rumah msyarakat adalah rumah panggung yang terbuat dari papan (Gambar 7). Jarak antar kelompok maupun rumah saling berjauhan. Jarak antar kelompok umumnya 0.5-1.km sedangkan jarak antar rumah 100-300 m. Jumlah rumah dalam satu kelompok berkisar antara 10-20 rumah, kecuali di pusat kegiatan desa relatif jumlah rumah lebih banyak dengan daerah asal yang heterogen.

77

Gambar 7 Pemukiman kelompok masyarakat Desa Suka Damai Kabupaten Kutai Timur.

Sumber air bersih untuk minum dan masak umumnya dari air hujan dan sumur, sedangkan untuk keperluan lain seperti mandi dan mencuci bersumber dari sumur atau sungai. Namun ada beberapa lokasi yang air sumurnya tidak layak untuk dikomsumsi karena rasanya masam terutama di Desa Suka Damai. Bahkan masyarakat di Desa Suka Rahmat banyak yang harus membeli air tangki yang didatangkan dari Kota Bontang khususnya untuk minum dan masak. Penerangan yang digunakan umumnya petromak. Beberapa rumah menggunakan listrik yang berasal dari genset bantuan Pemda Kutai Timur dan ada yang milik sendiri untuk digunakan oleh beberapa keluarga. Namun saat ini genset bantuan pemda ada yang tidak berfungsi karena rusak. Fasilitas kesehatan yang tersedia adalah puskesmas pembantu, sehingga untuk penyakit yang lebih serius masyarakat cenderung memilih berobat ke rumah sakit Kota Bontang.

Kelurahan Kanaan merupakan salah satu kelurahan yang letaknya berbatasan dengan perumahan PT Badak NGL. Masyarakat umumnya pendatang, khususnya dari Toraja Provinsi Sulawesi Selatan dan Pulau Jawa. Kepindahan mereka ke lokasi tersebut umumnya karena mencari pekerjaan, tidak memiliki lahan pertanian, dan pendapatan yang relatif rendah di daerah asal.

78

Pemukiman di Kelurahan Kanaan sudah tertata rapi dengan kondisi jalan umumnya cor beton dan aspal (Gambar 8). Sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari umumnya bersumber dari sumur dan PAM. Penerangan yang digunakan umumnya listrik dari PLN. Fasilitas kesehatan yang tersedia adalah puskesmas pembantu, namun untuk penyakit yang lebih serius responden umumnya berobat ke Rumah Sakit yang ada di Kota Bontang.

Gambar 8 Pemukiman masyarakat Kelurahan Kanaan Kota Bontang.

Desa Kandolo secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Sangatta Kabupaten Kutai Timur dan merupakan hasil pemekaran dari Desa Teluk Pandan pada tahun 2001. Desa Kandolo terletak ± 50 km dari Kota Bontang dan ± 30 km dari Sangatta dan berada pada jalan poros Bontang-Sangatta. Desa Kandolo dipilih sebagai desa pembanding atau desa yang tidak mendapatkan kegiatan

community development dari perusahaan pertambangan.

Desa Kandolo terdiri atas tiga dusun yaitu Dusun Kandolo, Dusun Salimpus, dan Dusun Kandukung. Dusun Salimpus dan Dusun Kandukung berada pada jalan poros Bontang-Sangatta, sedangkan Dusun Kandolo terletak ± 5 km dari jalan poros ke arah Timur melewati jalan tanah yang belum diperkeras sehingga pada musim hujan sulit dilalui kendaraan.

79

Masyarakat Desa Kandolo mayoritas pendatang dari Provinsi Sulawesi Selatan dan sebagian kecil dari Pulau Jawa. Ada beberapa alasan yang menyebabkan mereka bermukim dilokasi tersebut antara lain mencari pekerjaan, tidak mempunyai lahan pertanian, dan pendapatan yang relatif rendah di daerah asal. Pemukiman cenderung berkelompok dan jarak antar kelompok cukup berjauhan. Jenis rumah umumnya adalah rumah panggung yang terbuat dari papan (Gambar 9).

Mata pencaharian utama masyarakat umumnya adalah petani dengan jenis komoditas utama pisang dan coklat, sedangkan masyarakat yang bertempat tinggal di dekat pantai umumnya memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan. Sumber air bersih untuk keperluan sehari-hari umumnya dari sumur, air hujan, dan sungai. Penerangan yang digunakan umumnya petromak dan listrik dari genset bantuan Pemda Kutai Timur. Desa Kandolo tidak memiliki fasilitas kesehatan, hanya ada puskesmas keliling dari Pemda Kutai Timur yang datang sekali dalam sebulan. Hal ini menyebabkan masyarakat lebih cenderung memilih berobat ke Kota Bontang.

Gambar 9 Pemukiman masyarakat Desa Kandolo Kabupaten Kutai Timur.

Pelapisan sosial ekonomi dalam masyarakat pada wilayah penelitian tidak tidak terlalu mencolok, karena pada umumnya taraf kehidupan masyarakat hampir

80

merata. Unsur utama yang menentukan pelapisan sosial pada masyarakat bukan luas tanah, etnis, dan pekerjaan. Hal ini karena pemilikan dan penguasaan lahan antar penduduk tidak terlalu mencolok, demikian juga dengan pekerjaan karena hampir semua masyarakat bekerja sebagai petani disamping pekerjaan sampingan lainnya. Kepemilikan dan penguasaan lahan pada lokasi studi, kecuali Kelurahan Kanaan, belum memiliki dokumen legal dari pemerintah. Untuk dapat menguasai lahan, dilakukan dengan cara membuka kawasan hutan dan menanani tanaman pisang sebagai komoditas utama dan sebagai tanaman penciri atau batas lahan, maka dengan sendirinya lahan tersebut sudah dalam penguasaan yang bersangkutan.

Program Community Development Perusahaan Pertambangan Dampak positif dari pembangunan di bidang pertambangan yang dapat langsung dinikmati oleh masyarakat antara lain menampung tenaga kerja terutama masyarakat lingkar tambang, meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang, meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang, meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang, meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang, dan sebagainya (Salim 2005). Dampak positif tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat khususnya yang berada disekitar lokasi pertambangan PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL melalui berbagai program community development yang telah dilaksanakan oleh perusahaan.

Program community development PT Indominco Mandiri secara garis besar terbagi atas tujuh bidang, yaitu infrastruktur, kesehatan, keagamaan, pendidikan, ekonomi, sosial budaya, dan kesenian, serta bidang lain-lain untuk menampung pemberian bantuan kepada masyarakat yang sifatnya insidentil. Sedangkan program community development PT Badak NGL secara garis besar terbagi atas tujuh bidang, yaitu bidang infrastruktur, pendidikan, keagamaan, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, olah raga dan kesenian, dan lain-lain. Bidang lain-lain yang memiliki proporsi dana paling besar menampung kegiatan dalam bentuk bantuan akomodasi dan transportasi khususnya bagi instansi pemerintah.

Jenis dan bentuk program community development ditentukan oleh perusahaan sehingga masyarakat bersifat sebagai subyek dari pembangunan.

81

Bentuk kegiatan community development seperti itu dikenal dengan nama

development for community karena berbagai inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunannya dilaksanakan oleh aktor dari luar (Primahendra 2004). Meskipun PT Indominco Mandiri telah membentuk suatu organisasi yang diharapkan dapat menjembatani perusahaan dan masyarakat yang disebut sebagai Community Consultative Committee (CCC) namun organisasi tersebut berjalan dengan baik. Keanggotaan CCC terdiri dari unsur pemerintahan (camat, lurah atau kepala desa), perusahaan, LSM, wartawan, dan wakil dari masyarakat. Melalui CCC diharapkan program community develoment akan bersifat bottom up atau berasal dari masyarakat bawah.

Disamping itu, perusahaan memberikan bantuan kepada masyarakat, organisasi, dan instansi pemerintah yang sifatnya insidentil setelah pemohon mengajukan proposal kepada perusahaan. Namun banyaknya permohonan bantuan yang bersifat insindentil mengakibatkan perusahaan merasa kesulitan dalam menjalankan program community development yang telah diprogramkan.

Secara umum, program community development PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL sebagai wujud dari upaya pengembangan masyarakat di sekitar lokasi pertambangan terbagi dalam dua bentuk yaitu bentuk fisik dan non fisik.

Fisik

Bentuk kegiatan fisik yang telah dilaksanakan oleh PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL meliputi pembangunan fasilitas umum antara lain pembangunan ataupun peningkatan sarana transportasi/jalan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, dan lain sebagainya.

Namun kegiatan tersebut belum tepat sasaran karena umumnya fasilitas umum yang dibangun lebih banyak berada di ibukota kota/kabupaten, bukan pada desa yang berada paling dekat dengan lokasi pertambangan. Pembangunan jalan yang telah dilakukan oleh PT Indominco Mandiri di desa dampak antara lain pembangunan jalan dan jembatan di Desa Suka Damai dalam bentuk jalan tanah dan jembatan kayu, sedangkan pembangunan jalan yang telah dilakukan oleh PT Badak NGL berupa bantuan seminisasi jalan-jalan di beberapa kelurahan di Kota Bontang.

82

Pembangunan fisik untuk sarana pendidikan umumnya diberikan dalam bentuk renovasi beberapa gedung SD. Sedangkan bantuan pembangunan gedung sekolah yang secara murni dilakukan oleh perusahaan belum ada. Sedangkan pembangunan fisik berupa sarana kesehatan belum dilakukan oleh PT Indominco Mandiri dan PT Badak NGL. Sarana kesehatan yang ada di desa/kelurahan dampak berupa puskesmas pembantu, belum ditemukan adanya klinik kesehatan atau pengobatan yang dibangun oleh perusahaan untuk kepentingan masyarakat. Meskipun demikian, PT Badak NGL memiliki rumah sakit sendiri yang memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat tidak mampu.

Bantuan fisik terhadap pembangunan tempat peribadatan lebih memperlihatkan hasil dibandingkan dengan pembangunan jalan, sarana pendidikan, ataupun sarana kesehatan. Namun salah satu desa/kelurahan dampak, yaitu Kelurahan Bontang Lestari, belum menerima bantuan pembangunan sarana ibadah meskipun letaknya berbatasan langsung dengan lokasi industri PT Badak NGL. Sebagai salah satu contoh adalah pembangunan mesjid yang sedang berjalan di Dusun Baltim Kelurahan Bontang Lestari yang merupakan mesjid pertama di lokasi tersebut. Sumber dana pembangunan mesjid tersebut berasal dari Pemerintah Daerah Kota Bontang dan swadaya masyarakat.

Pembangunan fisik lainnya antara lain berupa bantuan pembangunan kantor desa dan renovasi beberapa gedung instansi pemerintah lainnya. Data community development PT Badak NGL menunjukkan bahwa bantuan pembangunan fisik lebih banyak ditujukan kepada sarana prasarana milik instansi pemerintah dibandingkan dengan masyarakat.

Non fisik

Program community development non fisik terbagi atas kegiatan sosial, ekonomi dan kelembagaan. Bentuk kegiatan sosial antara lain pengembangan kualitas pendidikan (pemberian dana pendidikan/beasiswa, operasional sekolah), kesehatan (bantuan pengobatan, penyuluhan kesehatan), serta berbagai kegiatan keagamaan, olahraga, kesenian, dan kepemudaan.

Program sosial yang cukup menonjol dari PT Indominco Mandiri dan PT.Badak NGL adalah dukungan dana terhadap pelaksanaan kegiatan penyuluhan

83

kesehatan, khitanan massal, bhakti sosial, maupun kegiatan keagamaan, olah raga, kesenian, dan kepemudaan. Namun untuk bantuan pengobatan kepada masyarakat tidak mampu, PT Badak NGL lebih dominan dibandingkan dengan PT Indominco Mandiri.

Bentuk kegiatan dalam bidang ekonomi yang telah dilakukan oleh PT.Indominco Mandiri dan PT Badak NGL menyangkut pengembangan usaha masyarakat yang berbasiskan sumberdaya setempat (resources based) seperti pelatihan budidaya pertanian secara umum (kebun percontohan sayurmayur, jagung, kedele, budidaya ikan air tawar, budidaya rumput laut) dan pemberdayaan masyarakat nelayan.

Program community development yang menyangkut kelembagaan dari PT.Indominco Mandiri dan PT.Badak NGL umumnya berupa dukungan dana dan akomodasi terhadap berbagai bentuk kegiatan lokakarya, seminar, perlombaan, dan sebagainya, yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, organisasi profesi, LSM, maupun organisasi pelajar. Disamping itu, PT.Indominco Mandiri menyelenggarakan studi banding ke lokasi-lokasi pertanian yang telah maju di Pulau Jawa. Namun peserta studi banding tersebut umumnya adalah kepala desa atau tokoh masyarakat tertentu.

Dampak Kegiatan Pertambangan terhadap Desa Sekitar Lokasi Pertambangan

Untuk mengetahui adanya dampak kegiatan pertambangan terhadap masyarakat khususnya dampak dari program community development, maka dilakukan perbandingan antara responden yang berada pada desa dampak dan desa/kelurahan non-dampak. Adapun parameter yang digunakan dalam melakukan perbandingan tersebut yaitu jenis mata pencaharian utama, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan sarana prasarana desa/kelurahan.

Mata Pencaharian Utama

Mata pencaharian utama responden pada desa/kelurahan dampak adalah petani (50%) yang meliputi petani dengan lahan sendiri, petani yang menggarap lahan orang lain dengan sistem bagi hasil, dan nelayan. Mata pencaharian utama

84

lainnya adalah karyawan swasta (3.75%) meliputi karyawan perusahaan swasta, sopir, buruh bangunan, dan buruh pabrik, wiraswasta (30%) meliputi pedagang, tukang meubel, dan usaha milik sendiri, guru/PNS/ABRI (12.5%) termasuk yang masih honorer pada instansi pemerintah, dan lainnya (3.75%) meliputi pemulung dan responden yang sedang tidak bekerja karena kontrak kerja pada perusahaan telah habis dan dapat melamar bekerja kembali setelah enam bulan sejak masa kontrak berakhir. Mata pencaharian utama responden pada desa non-dampak sebagian besar adalah petani (90%), guru/PNS/ABRI (5%), dan wiraswasta (5%). Berdasarkan pelapisan sosial ekonomi, responden yang berada pada strata atas dan menengah sebagian besar memiliki mata pencaharian utama sebagai petani dan karyawan swasta, sedangkan responden pada strata bawah sebagian besar memiliki mata pencaharian utama sebagai petani (Lampiran 9).

Mata pencaharian utama responden pada desa dampak lebih variatif dibandingkan dengan mata pencaharian utama responden pada desa non-dampak. Hal ini mencerminkan bahwa lapangan pekerjaan yang ada pada desa non-dampak masih terbatas pada sektor pertanian dan wiraswasta, sedangkan masyarakat desa non-dampak yang bekerja pada perusahaan swasta atau di luar sektor pertanian sangat jarang (Gambar 10).

Mata pencaharian utama responden desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Petani Guru/PNS/ ABRI Karyawan Swasta W iraswasta Lainnya J u m la h (% ) Dampak Non dampak

Gambar 10 Mata pencaharian utama responden pada desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak.

85

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden pada desa/kelurahan dampak adalah SD sebanyak 25%, SLTA sebanyak 25%, tidak tamat SD sebanyak 18.75%, SLTP sebanyak 16.25%, tidak pernah sekolah sebanyak 12.5%, Diploma sebanyak 1.25%, dan Sarjana sebanyak 1.25%. Sedangkan tingkat pendidikan responden pada desa non-dampak adalah SD sebanyak 55%, SLTP sebanyak 15%, tidak pernah sekolah sebanyak 10%, tidak tamat SD sebanyak 10%, dan SLTA sebanyak 10%. Berdasarkan pelapisan sosial ekonomi, responden yang yang berada pada strata atas umumnya memiliki tingkat pendidikan SLTA (42%), responden yang berada pada strata menengah umumnya memiliki tingkat pendidikan SLTA (35%), sedangkan responden yang berada pada strata bawah umumnya memiliki tingkat pendidikan SD (44%). Responden yang memiliki tingkat pendidikan Diploma atau Sarjana jarang ditemui dan hanya terdapat pada responden strata atas (Lampiran 10).

Tingkat pendidikan responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTP ke atas lebih banyak terdapat pada desa/kelurahan dampak dibandingkan dengan responden pada desa non-dampak. Namun persentase responden yang memiliki pendidikan setingkat SD lebih banyak terdapat pada desa non-dampak, sedangkan responden yang tidak pernah sekolah dan tidak tamat SD lebih banyak terdapat pada desa/kelurahan dampak (Gambar 11).

Tingkat pendidikan responden pada desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak menunjukkan perbedaan yang cukup berarti. Responden pada desa/kelurahan dampak umumnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih beragam yaitu dari tidak tamat SD sampai dengan setingkat SLTA. Sedangkan responden pada desa non-dampak umumnya berpendidikan setingkat SD. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya sarana pendidikan yang lebih tinggi dan minimnya trasnportasi ke kota terdekat karena lokasinya yang relatif lebih jauh dibandingkan dengan desa/kelurahan dampak.

86

Tingkat pendidikan responden desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak 0 10 20 30 40 50 60 Tdk pernah sekolah Tidak tamat SD SD SLTP SLTA Diploma S1 J u m la h (% ) Desa dampak Desa non-dampak

Gambar 11 Tingkat pendidikan responden pada desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak.

Tingkat Pendapatan

Responden desa/kelurahan dampak yang memiliki tingkat pendapatan antara 500 ribu rupiah sampai dengan satu juta rupiah memiliki persentase yang paling besar yaitu 35%. Tingkat pendapatan responden lainnya pada desa/kelurahan dampak masing-masing 28.75% memiliki pendapatan kurang dari 500 ribu rupiah, di atas 2.5 juta rupiah sebanyak 11.5%, 1.5 juta rupiah sampai dengan 2 juta rupiah sebanyak 10%, satu juta rupiah sampai dengan 1.5 juta rupiah sebanyak 7.5%, dan 2 juta rupiah sampai dengan 2.5 juta rupiah sebanyak 7.5%. Sedangkan tingkat pendapatan responden pada desa non-dampak umumnya di bawah 500 ribu rupiah yaitu sebanyak 60%, sedangkan tingkat pendapatan antara 500 ribu rupiah sampai dengan satu juta rupiah sebanyak 30% . Responden yang memiliki pendapatan di bawah 500 ribu rupiah umumnya dari strata bawah, sedangkan responden yang memiliki pendapatan di atas dua juta rupiah umumnya dari strata atas (Lampiran 11).

Tingkat pendapatan responden pada desa/kelurahan dampak dan desa non dampak menunjukkan perbedaan yang cukup menyolok. Responden yang memiliki pendapatan di bawah 500 ribu rupiah lebih banyak berada pada desa

87

non-dampak, sedangkan responden yang memiliki pendapatan di atas dua juta rupiah hanya terdapat pada desa/kelurahan dampak. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan responden yang berada pada desa/kelurahan dampak relatif lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berada pada desa non-dampak. Hal ini berarti bahwa tingkat pendapatan responden desa/kelurahan dampak relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan responden desa non-dampak (Gambar 12).

Tingkat pendapatan responden desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak

0 10 20 30 40 50 60 70 = 500.000 500.000 -1.000.000 1.000.000 -1.500.000 1.500.000 -2.000.000 2.000.000 -2.500.000 = 2.500.000 J u m la h (% ) Desa dampak Desa non-dampak

Gambar 12 Tingkat pendapatan responden pada desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak.

Sarana Prasarana

Sarana prasarana yang dijadikan perbandingan antara desa/kelurahan dampak dan desa non-dampak meliputi jalan, transportasi, ekonomi, pendidikan, kesehatan, ibadah, sumber penerangan, dan sumber air bersih.

Sarana prasarana yang dimiliki oleh desa/kelurahan dampak tidak jauh berbeda dengan desa non-dampak. Kondisi jalan yang dimiliki oleh ketiga desa/kelurahan dampak yaitu Desa Suka Rahmat, Desa Suka Damai, dan Kelurahan Bontang Lestari umumnya adalah jalan tanah yang sulit dilewati pada waktu hujan. Jalan aspal hanya terdapat pada jalan provinsi yaitu jalan poros

88

Samarinda-Bontang dan Bontang-Sangatta. Namun jalan poros Bontang-Sangatta saat ini dalam keadaan rusak parah.

Sumber penerangan responden umumnya menggunakan petromak atau genset baik dari bantuan pemerintah daerah Kutai Timur ataupun milik sendiri yang digunakan bersama untuk beberapa keluarga. Namun genset bantuan pemerintah daerah Kutai Timur hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bahkan sebagian genset tersebut dalam keadaan rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sedangkan sumber air bersih umumnya berasal dari sumur dan air hujan, bahkan sebagian besar responden di Desa Suka Rahmat