• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PERUBAHAN HARGA SAPI TERHADAP PENDAPATAN Pendugaan model usaha penggemukan sapi bali dengan menggunakan

4 METODE PENELITIAN

INDKH Indeks harga sap

7 DAMPAK PERUBAHAN HARGA SAPI TERHADAP PENDAPATAN Pendugaan model usaha penggemukan sapi bali dengan menggunakan

model persamaan simultan yang menekankan hubungan struktural dari sejumlah variabel yang dapat diidentifikasi. Hubungan antara teori yang digunakan untuk mempelajari, mengamati, menganalisis suatu fenomena pada kondisi empiris sehingga menghasilkan suatu kesimpulan. Interaksi antara perubahan harga dengan keputusan peternak untuk menghasilkan pendapatan dari usaha penggemukan yang dijalankan. Model persamaan simultan dilakukan dengan melakukan simulasi pada kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel-variabel eksogen dan mempelajari pengaruhnya terhadap variabel endogen dan eksogen.

Validasi Model Persamaan Simultan

Model yang dibangun selayaknya dapat merefleksikan keadaan aktual, sehingga perlu dilakukan langkah awal untuk memeriksa model melalui validasi untuk menganalisis dampak perubahan harga. Validasi model penggemukan sapi menggunakan metode Newton, dengan jumlah observasi 113. Kriteria validasi secara statistik yang digunakan adalah R2 validasi dan U-Theil untuk semua variabel endogen pada persamaan permintaan sapi bakalan, produksi sapi, penawaran sapi hasil penggemukan dan pendapatan.

Berdasarkan kriteria besarnya koefisien determinasi (R2) menunjukkan seberapa besar variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel tidak bebas. Hasil validasi menunjukkan bahwa besarnya R2 pada variabel endogen yang bernilai kurang dari 20 persen dan merupakan persamaan struktural adalah : permintaan tenaga kerja. Kriteria R2 dari keseluruhan model yang dibangun cukup memenuhi syarat untuk digunakan simulasi pada pengaruh perubahan harga terhadap permintaan sapi bakalan dan penawaran sapi hasil penggemukan. Kriteria berikutnya yang digunakan untuk memvalidasi model adalah kriteria U-Theil, dengan nilai yang diharapkan adalah mendekati 0 (nol). Hasil validasi menunjukkan bahwa nilai U-Theil dari seluruh variabel endogen adalah bernilai antara 1 – 40 persen, menunjukkan bahwa model yang dibangun cukup memenuhi kelayakan untuk menganalisis pengaruh perubahan harga terhadap permintaan sapi bakalan dan penawaran sapi hasil penggemukan. Berdasarkan hasil kedua kriteria maka dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang dibangun untuk menjelaskan perilaku ekonomi perubahan harga sapi terhadap penawaran sapi potong dan permintaan input sapi bakalan, mendekati realita atau keadaan yang sesungguhnya (Tabel 17).

Gejolak perubahan harga sapi merupakan salah satu output yang tidak diharapkan dalam sistem penyediaan daging sapi nasional. Beberapa harapan diantaranya peningkatan pendapatan peternak dan mengurangi ketergantungan impor dan ketersediaan sapi siap potong sehingga terpenuhinya kebutuhan konsumsi daging sapi. Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah yang tepat dan mampu mendukung output yang diharapkan (Soedjana et al, 2013).

Peternak berharap agar perubahan harga tidak terlalu besar, ketika harga sapi turun drastis peternak akan mengalami kerugian walaupun bagi usaha penggemukan kondisi ini akan memberikan keuntungan pada harga sapi bakalan

mengalami penurunan. Namun yang dikhawatirkan adalah harga mengalami penurunan yang bertahap dan kontinyu artinya secara berkala harga terus mengalami penurunan.

Perubahan harga sapi di pasaran diketahui peternak melalui informasi yang diterima dari sesama peternak, pedagang sapi atau jagal. Informasi tersebut merupakan sinyal untuk mempengaruhi keputusan peternak terhadap pembelian sapi bakalan. Harga sapi yang diterima peternak bisa lebih tinggi, sama atau lebih kecil dari harga sapi di pasaran, dimana respon terhadap harga sapi potong di tingkat pasar adalah beragam. Hasil validasi disajikan pada Tabel 17 berikut : Tabel 17 Validasi model penggemukan sapi bali di Kabupaten Lombok Tengah

tahun 2014

Variabel Validasi Statistik

R2 U-Theil Blok Permintaan Sapi Bakalan

BSABK Berat sapi bakalan 0.91 0.03

HABES Pembelian sapi bakalan 0.93 0.03

Blok Produksi Sapi

PRODSP Produksi sapi 0.32 0.25

PKNHMT Pakan hijauan 0.94 0.02

PKNLIMB Pakan limbah pertanian 0.43 0.15

PKNDDK Pakan dedak 0.91 0.01

TKPS Tenaga kerja 0.18 0.19

LWPS Lama penggemukan 0.24 0.20

JHMT Jumlah pakan hijauan selama penggemukan

0.19 0.22

JLIMB Jumlah pakan limbah pertanian selama penggemukan

0.21 0.24

JDDK Jumlah pakan dedak selama penggemukan

0.27 0.21

JTKPS Jumlah tenaga kerja selama penggemukan

0.29 0.30

Blok Penawaran Sapi Hasil Penggemukan

BSAPOT Berat sapi penggemukan 0.45 0.06

HAJUS Penjualan sapi hasil penggemukan 0.65 0.06

Blok Pendapatan

FREK Frekuensi penjualan 0.04 0.29

KUPSP Keuntungan per ekor sapi 0.63 0.26

Dampak Kebijakan terhadap Pendapatan Usaha Penggemukan Dampak Perubahan Harga Sapi Bakalan

Kebijakan pemerintah yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi kenaikan harga sapi bakalan salah satunya melalui bantuan berupa insentif terhadap harga sapi bakalan. Sapi bakalan merupakan input utama usaha penggemukan, dan menyerap biaya terbesar pada usaha penggemukan. Kenaikan harga sapi bakalan menyebabkan menurunnya permintaan input sapi bakalan, sehingga diperlukan adanya insentif yang dapat meningkatkan permintaan input sapi bakalan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peternak membeli sapi bakalan dengan berat badan yang lebih tinggi.

Subsidi input yang diberikan merupakan upaya untuk membantu usaha penggemukan dalam mengatasi kenaikan harga sapi bakalan. Simulasi dengan menurunkan harga sapi bakalan (HSABK) sebesar 10 persen, maka berat sapi bakalan yang meningkat sebesar 0.72 persen. Harga sapi bakalan yang turun sebesar 10 persen dapat meningkatkan berat sapi yang dibeli. Harga sapi bakalan per ekor turun sebesar 9.28 persen, artinya harga sapi bakalan menjadi lebih murah Rp 626.068, sehingga peternak dapat membeli sapi bakalan yang lebih besar yaitu 209.8 kg/ekor (Tabel 18).

Sapi bakalan yang lebih berat membutuhkan waktu penggemukan yang lebih pendek, dengan waktu penggemukan selama 182.7 hari, peternak dapat menjual sapi dengan berat badan yang lebih tinggi yaitu 258.6 kg/ekor. Hal ini menunjukkan adanya efisiensi waktu penggemukan dan tenaga kerja. Waktu penggemukan menjadi lebih pendek, dan permintaan tenaga kerja menurun sebesar 0.55 persen. Semakin pendek waktu penggemukan maka akan meningkatkan frekuensi penjualan sapi per tahun, dan dapat memberikan dampak pada peningkatan pendapatan per tahun. Dalam waktu penggemukan yang lebih pendek, maka pertambahan berat badan untuk mencapai berat sapi siap potong menjadi lebih rendah yaitu turun sebesar 1.2 persen. Walaupun demikian berat sapi hasil penggemukan lebih tinggi (meningkat sebesar 0.39 persen) sehingga memberikan peningkatan penerimaan 0.35 persen.

Pemberian pakan dedak menjadi lebih rendah, jumlah pemberian dedak menurun sebesar 0.37 persen. Hal ini mengakibatkan terjadinya efisiensi biaya produksi karena dedak merupakan komponen input pakan yang dibeli secara tunai. Penurunan jumlah dedak sebesar 0.37 persen dengan harga dedak rata-rata Rp 1773 /kg akan menurunkan biaya untuk membeli dedak sebesar Rp 139.730.

Peningkatan keuntungan penjualan sapi yang diterima peternak sebesar Rp 649.298 dengan kenaikan kentungan sebesar 71.04 persen. Bantuan pemerintah melalui pembelian seekor sapi bakalan sebesar Rp 626.068 berdampak pada peningkatkan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 649.298. Peningkatan keuntungan dari penjualan sapi relatif lebih besar dibandingkan dengan besarnya insentif kebijakan yang diberikan pemerintah pada usaha penggemukan sapi melalui subsidi input. Dalam hal ini pendapatan per tahun dapat meningkat sebesar Rp 1.386.132 (80.62 persen).

Dampak penurunan harga sapi bakalan terhadap pendapatan usaha penggemukan disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Pengaruh harga sapi bakalan turun sebesar 10 persen

Variabel SIM 1 Nilai tanpa perubahan harga Nilai setelah HSABK turun 10% % perub ahan Blok Permintaan

BSABK Berat sapi bakalan 208.40 209.80 0.72

HABES Pembelian sapi bakalan per ekor

6.691.917.00 6.065.849.00 -9.28 Blok Produksi

PRODSP Produksi sapi 49.44 48.84 -1.20

PKNHMT Pakan hijauan 25.00 25.19 0.76

PKNLIMB Pakan limbah pertanian 4.64 4.67 0.70

PKNDDK Pakan dedak 1.16 1.16 0.01

TKPS Tenaga kerja untuk sapi 2.05 2.05 -0.18

LWPS Lama penggemukan 183.4 182.70 -0.38

JHMT Jumlah pakan hijauan selama penggemukan

4.483.5 4.502.40 0.42 JLIMB Jumlah pakan limbah

pertanian selama penggemukan

838.7 841.70 0.36

JDDK Jumlah pakan dedak selama penggemukan

213.8 213 -0.37 JTKPS Jumlah tenaga kerja

selama penggemukan

380 377.90 -0.55

Blok Penawaran

BSAPOT Berat sapi penggemukan 257.6 258.6 0.39 HAJUS Penjualan sapi hasil

penggemukan 9.464.815 9.498.067 0.35 Blok Pendapatan

FREK Frekuensi penjualan 2.08 2.09 0.39 KUPSP Keuntungan per ekor

sapi

913.961 1.563.259 71.04 PENDP Pendapatan per tahun 1.719.242 3.105.374 80.62 Kebijakan dalam bentuk subsidi atau bantuan modal terhadap harga input sapi bakalan memberikan dampak yang positif terhadap pendapatan usaha penggemukan sapi. Dampak positif lainnya seperti waktu penggemukan menjadi lebih pendek sehingga meningkatkan frekuensi penjualan sapi per tahun. Peternak dapat menggunakan input produksi lebih efisien seperti pakan dedak dan tenaga kerja terutama pada peternak yang juga memiliki sumber mata pencaharian pada

komoditi lain dapat memanfaatkan tenaga kerja yang menurun. Waktu penggemukan yang lebih pendek dapat menekan biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan sapi penggemukan.

Dampak Perubahan Harga Sapi Hasil Penggemukan

Harga sapi berpengaruh terhadap penawaran sapi hasil penggemukan, yang akan berdampak pada pendapatan usaha penggemukan. Langkah yang dilakukan peternak untuk menghadapi perubahan harga adalah mempercepat penjualan pada saat harga naik atau menunda penjualan sapi hasil penggemukan pada saat harga turun. Penundaan penjualan menyebabkan peternak harus menanggung biaya produksi, karena akan memperpanjang waktu penggemukan sehingga peternak harus mengeluarkan biaya input selama penundaan berjalan. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan input, berakibat pada menurunnya tingkat keuntungan. Untuk itu diperlukan bantuan pemerintah untuk mendukung usaha penggemukan agar dapat menjamin kelangsungan usaha dan berdampak pada meningkatnya pendapatan peternak.

Dampak bantuan pemerintah pada harga penjualan sapi hasil penggemukan dapat dilihat dari hasil simulasi (Tabel 19). Turunnya harga sapi menyebabkan menurunnya penawaran sapi hasil penggemukan dan mempengaruhi pendapatan usaha penggemukan. Insentif pemerintah terhadap harga jual sapi harga sapi hasil penggemukan (HSAPOT) seolah tidak mengalami penurunan. Simulasi dengan meningkatkan harga sapi hasil penggemukan relatif tidak responsif terhadap permintaan sapi bakalan. Berat sapi bakalan yang dibeli peternak relatif tidak mengalami perubahan, sehingga untuk mencapai berat sapi potong diperlukan tambahan berat badan sapi yang lebih besar. Dalam hal ini tambahan berat badan dinyatakan sebagai produksi sapi. Kenaikan harga sapi hasil penggemukan sebesar 10 persen tidak direspon dengan pembelian sapi bakalan sehingga untuk mencapai berat sapi siap potong di atas 250 kg/ekor, peternak harus meningkatkan berat sapi sebesar 4.25 persen.

Tambahan berat badan ditingkatkan melalui peningkatan input-input produksi yang digunakan. Input-input seperti pakan limbah pertanian, pakan dedak, tenaga kerja dan lama waktu penggemukan meningkat, di mana lama waktu penggemukan yang menjadi lebih panjang akan menyebabkan biaya produksi meningkat. Lama waktu penggemukan berdampak negatif pada frekuensi penjualan, dimana semakin lama waktu yang digunakan untuk penggemukan maka menyebabkan menurunnya frekuensi penjualan sapi. Dengan sapi bakalan seberat 208.4 kg maka untuk mencapai berat sapi sebesar 262.9 kg membutuhkan waktu lebih panjang sekitar 5.23 persen, karena harus meningkatkan pertambahan berat sapi sekitar 4.25 persen.

Kenaikan harga sapi hasil penggemukan sebesar 10 persen, akan meningkatkan harga penjualan seekor sapi sebesar Rp 1.161.232 atau sebesar 12.27 persen. Dengan bantuan sebesar itu peningkatan keuntungan yang diterima peternak adalah sebesar Rp 1.072.960 atau meningkat sebesar 117.40 persen. Besarnya peningkatan pendapatan per tahun sebesar Rp 2.004.547 atau sebesar 116.59 persen. Bantuan pemerintah pada harga output sapi hasil penggemukan nilainya lebih besar dibanding dengan besarnya peningkatan keuntungan dari bantuan input pada harga sapi bakalan.

Pemberian subsidi harga output yang langsung diberikan pada usaha penggemukan memberikan peningkatan pendapatan per tahun yang lebih besar dibandingkan dengan bantuan pemerintah terhadap penyediaan sapi bakalan. Dengan meningkatnya pendapatan maka peternak juga dapat meningkatkan pembelian sapi bakalan. Dampak perubahan harga sapi potong terhadap pendapatan usaha penggemukan disajikan pada Tabel 19 di bawah ini :

Tabel 19 Pengaruh harga sapi hasil penggemukan naik sebesar 10 persen

Variabel SIM 1 Nilai tanpa perubahan harga Nilai setelah HSAPOT naik 10% % perubah an Blok Permintaan

BSABK Berat sapi bakalan 208.3 208.4 0.05

HABES Pembelian sapi bakalan per ekor

6.687.822 6.693.144 0.08

Blok Produksi

PRODSP Produksi sapi 49.44 51.54 4.25

PKNHMT Pakan hijauan 24.997 25.003 0.02

PKNLIMB Pakan limbah pertanian 4.639 4.6446 0.12

PKNDDK Pakan dedak 1.165 1.1652 0.02

TKPS Tenaga kerja 2.050 2.0827 1.57

LWPS Lama penggemukan 183.4 193 5.23

JHMT Jumlah pakan hijauan selama penggemukan

4.483.5 4.724.6 5.38 JLIMB Jumlah pakan limbah

pertanian selama penggemukan

838.7 884.8 5.50

JDDK Jumlah pakan dedak selama penggemukan

213.8 225 5.24 JTKPS Jumlah tenaga kerja

selama penggemukan

380 406 6.84

Blok Penawaran

BSAPOT Berat sapi penggemukan 257.6 262.9 2.06 HAJUS Penjualan sapi hasil

penggemukan

9.464.815 10.626.047 12.27

Blok Pendapatan

FREK Frekuensi penjualan 2.083 1.971 -5.36

KUPSP Keuntungan per ekor sapi 913.961 1.986.921 117.40 PENDP Pendapatan per tahun 1.719.242 3.723.789 116.59