• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 METODE PENELITIAN

INDKH Indeks harga sap

5 DESKRIPSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI BAL

Profil Usaha Penggemukan Sapi Karakteristik wilayah Kabupaten Lombok Tengah

Letak Kabupaten Lombok Tengah berbatasan dengan 2 kabupaten lain yaitu Lombok Barat dan Lombok Timur. Di wilayah bagian tengah merupakan daerah dataran rendah yang berpotensi untuk komoditi tanaman pangan, didukung hamparan lahan sawah yang luas dengan sarana irigasi teknis. Rata -rata jumlah hari hujan per bulan 6 sampai 14 hari dengan curah hujan berkisar 102 sampai 217 mm. Penggunaan lahan subur terutama diperuntukkan bagi komoditi pertanian tanaman pangan. Komoditi pangan dapat ditanam tiga kali per tahun. Padi merupakan komoditi utama pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau sebagian lahan ditanami palawija seperti jagung, kacang hijau dan kacang tanah. Di bagian selatan Kabupaten Lombok Tengah merupakan daerah yang berbukit, dengan frekuensi tanam komoditi pangan relatif terbatas. Beberapa bagian hanya ditanami padi satu kali pada musim hujan, sedangkan musim kemarau sebagian ditanami palawija seperti jagung dan sebagian lainnya bero.

Lahan untuk penggembalaan ternak dan lahan untuk menanam hijauan pakan hijauan terbatas. Pakan hijauan seperti rumput alam dan rumput gajah jumlahnya terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan sapi sepanjang tahun. Oleh karena itu pakan limbah pertanian menjadi alternatif sumber pakan untuk mengatasi kekurangan pakan hijauan. Sistem usahatani dengan pola tanam padi dan palawija berpotensi menghasilkan limbah sisa panen yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi. Limbah sisa panen seperti jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung atau jerami kedelai merupakan bagian tanaman yang masih dapat dimanfaatkan untuk pakan sapi.

Kondisi agroekosistem dan iklim di sekitar wilayah Kabupaten Lombok Tengah umumnya cukup dapat mendukung pertumbuhan pakan hijauan seperti : rumput alam dan rumput unggul seperti rumput gajah. Namun pada umumnya peternak tidak menyediakan lahan khusus untuk menghasilkan hijauan pakan. Jenis pakan yang diandalkan adalah rumput alam yang tumbuh di sekitar lahan pertanian dan pada lahan yang tidak ditanami tanaman pangan (bero). Rumput unggul seperti rumput gajah biasanya ditanam pada bagian tepi lahan pertanian. Lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang, memiliki ruang yang masih dapat dimanfaatkan untuk menanam hijauan makanan ternak.

Sebaran sapi bali terutama di Kabupaten Lombok Tengah sangat luas, sehingga sapi bali bakalan relatif tersedia di pasaran dalam jumlah cukup. Potensi pasar sapi bali yang luas baik di pasar lokal maupun pasar nasional, karena selera masyarakat terhadap daging sapi bali relatif tinggi. Dibuktikan dengan pengeluaran sapi dan daging sapi ke luar daerah yang terus mengalami kenaikan.

Peternak sapi umumnya tergabung dalam kelompok peternak sapi. Jumlah kelompok peternak sapi di Kabupaten Lombok Tengah sekitar 400 kelompok, dengan pertumbuhan sekitar 9 persen per tahun. Pertumbuhan kelompok peternak yang terus terjadi meningkatkan penyerapan tenaga kerja pada sub sektor peternakan sapi. Tenaga kerja pada sub sektor peternakan sapi sejumlah 50.033

orang dengan laju penyerapan rata-rata sebesar 19 persen per tahun (BPS NTB 2013).

Usaha penggemukan dengan sistem pemeliharaan intensif untuk tujuan komersial belum banyak dilakukan oleh usaha ternak skala kecil (Ditpangtan 2013). Usaha penggemukan mulai berkembang dengan terbentuknya kelompok- kelompok peternak penggemukan sejak adanya program bantuan modal berupa kredit dari bank pemerintah daerah setempat dengan salah satu persyaratannya adalah kelompok peternak. Kelompok-kelompok binaan pemerintah daerah bekerjasama dengan lembaga keuangan formal di daerah telah membentuk usaha penggemukan dengan dukungan bantuan kredit. Pemberian kredit adalah atas nama kelompok bukan perorangan. Beberapa kelompok telah berhasil mengembalikan pinjaman sesuai waktu kontrak.

Kelompok peternak yang menjadi sampel penelitian ini adalah kelompok yang pernah mendapatkan bantuan modal pinjaman untuk usaha penggemukan sapi. Kedua kelompok telah menyelesaikan pengembalian modal pinjaman dalam jangka waktu pengembalian yang relatif pendek kurang dari 2 tahun. Perputaran modal pada usaha penggemukan yang relatif lebih cepat karena waktu penggemukan yang relatif pendek. Modal usaha penggemukan yang digunakan saat ini merupakan modal sendiri. Pengalaman tersebut menjadi pelajaran bagi peternak untuk mengelola usaha penggemukan sapi. Pengarahan dan penyuluhan diharapkan dapat mendukung usaha penggemukan karena selama ini belum tersedia bentuk usaha penggemukan yang telah teruji dan dapat diterapkan pada peternakan rakyat agar mampu menghadapi permasalahan dan agar usaha yang jalankan memberikan keuntungan.

Sistem pemeliharaan tradisional umumnya dilakukan peternak secara turun temurun yang diperoleh dari pengalaman dari orang tua. Informasi tentang beternak sapi yang baik telah mereka ketahui namun belum dapat diaplikasikan pada usaha ternak sapinya karena keterbatasan modal. Pakan adalah input penting dalam pemeliharaan sapi, tidak hanya jumlahnya yang harus mencukupi tetapi kualitas pakan yang harus terpenuhi. Pakan yang memiliki kualitas rendah tidak dapat memberikan hasil yang optimal. Jumlah pakan yang diberikan ditingkatkan tidak memberikan hasil yang meningkat, sehingga peningkatan jumlah pakan tidak searah dengan peningkatan hasil. Rumput unggul seperti rumput gajah memiliki kualitas yang lebih baik dari rumput alam, tetapi ketidak tersediaan lahan untuk menanam rumput gajah menyebabkan jumlahnya terbatas. Rumput gajah tidak dapat diberikan sepanjang waktu penggemukan, sehingga pemberian rumput alam masih relatif dominan dibanding rumput gajah. Pakan alternatif pengganti pakan hijauan adalah limbah pertanian. Peternak mengupayakan pengeluaran yang serendah-rendahnya, maka akan berupaya untuk mendapatkan jenis pakan yang murah. Rumput alam maupun limbah pertanian umumnya dapat diperoleh secara gratis, peternak hanya mengeluarkan biaya untuk membawanya ke kandang. Jika lokasi memperoleh rumput alam atau limbah pertanian tidak jauh dari kandang, biasanya peternak menggunakan alat angkut, dengan sepeda atau dipikul.

Pakan berkualitas rendah menyebabkan produksi sapi relatif rendah, sehingga untuk menghasilkan berat badan sapi potong yang optimal diperlukan waktu penggemukan yang lebih panjang oleh karena itu beberapa peternak lebih memilih untuk membeli sapi bakalan yang lebih berat sehingga untuk mencapai

berat badan optimal dibutuhkan waktu penggemukan yang lebih pendek. Strategi ini dapat mengefisiensikan waktu, jumlah pakan, jumlah tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan. Namun untuk membeli sapi bakalan dengan berat badan yang lebih tinggi diperlukan modal yang lebih besar. Semakin berat sapi bakalan maka semakin tinggi harga sapi bakalan per ekor. Adanya kenaikan harga sapi bakalan dapat lebih meningkatkan harga sapi bakalan per ekor.

Pemasaran sapi di NTB umumnya melalui pasar hewan yang menyediakan fasilitas kegiatan pemasaran sapi. Pasar hewan merupakan tempat bertemunya pengusaha, pedagang, peternak dan jagal. Dengan adanya pasar hewan memudahkan dilakukan transaksi jual-beli sapi. Jumlah pasar hewan (PH) resmi di NTB adalah sebanyak 9 PH yang dikelola oleh pemerintah daerah setempat. Di pulau Lombok terdapat 7 (tujuh) PH yang berlokasi di 4 (empat) Kabupaten dan 1 (satu) Kota. Di pulau Sumbawa terdapat 2 PH yaitu di Kabupaten Sumbawa Barat dan Kabupaten Dompu. Setiap pasar hewan memiliki hari pasaran tersendiri. Pasar hewan besar seperti PH Masbagik beroperasi 3 kali per minggu, hari Senin, Rabu dan Jum’at. Pasar hewan lainnya hanya sekali per minggu. Tidak semua pasar hewan dilengkapi alat timbangan, hanya PH Masbagik yang telah memiliki fasilitas alat timbangan sapi. Sejak bulan Agustus 2014 PH Masbagik telah dilengkapi dengan sistem informasi yang disajikan pada layar monitor yaitu informasi harga sapi potong, harga bibit sapi dan harga ternak lain (kuda, kerbau dan kambing). Peternak, jagal, pedagang maupun pengusaha dapat mengetahui harga sapi pada hari pasaran sebelumnya melalui layar monitor.

Para pelaku usaha sapi potong (pedagang, pengusaha dan jagal) memegang peran penting pada pemasaran sapi potong. Aktivitas usaha mereka tidak terbatas pada satu pasar hewan. Mereka menjalankan aktivitas usaha hampir di semua pasar hewan (terutama yang berada di Pulau Lombok). Para pelaku usaha sapi memiliki jaringan usaha satu sama lainnya. Informasi pasar dengan mudah dapat diketahui antar pelaku usaha termasuk perkiraan jumlah penawaran dan jumlah permintaan pada pasar-pasar hewan. Perubahan harga dapat terinfomasi secara cepat antar pasar hewan.

Pasar Hewan Praya yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah (berada tidak jauh dari lokasi penelitian) yang menampung pemasaran ternak sapi, kerbau dan kambing dari berbagai wilayah di NTB, jumlah ternak terbesar yang diperjual belikan adalah sapi. Kapasitas tampung cukup besar, jumlah sapi yang diperjual belikan rata-rata sekitar 2.900 ekor per bulan, terdiri 20 persen sapi potong dan 25 persen adalah sapi bakalan, lainnya adalah sapi bibit, sapi betina dara dan induk sapi. Pasar hewan beroperasi satu kali dalam seminggu, yaitu pada hari Sabtu. Pasar hewan Praya ini menjadi tempat membeli sapi bakalan oleh peternak yang menjadi respon. Walaupun demikian peternak juga mencari informasi harga ke pasar hewan lainnya untuk dapat mengetahui harga sapi. Penentuan harga yang masih menggunakan cara taksiran menyebabkan peternak tidak dapat mengetahui harga sapi per kilogram (Purba dan Hadi 2012). Informasi harga bersifat kualitatif, tidak terukur dengan jelas.

Keberadaan pasar hewan tidak hanya berfungsi sebagai tempat jual-beli ternak tetapi juga sebagai sumber informasi harga. Harga pasar menjadi acuan peternak untuk memperkirakan harga jual sapi maupun harga pembelian sapi bakalan. Peternak bersifat sebagai penerima harga baik pada pembelian sapi bakalan maupun penjualan sapi hasil penggemukan, sehingga informasi harga sapi

menjadi hal penting bagi peternak dalam menjalankan manajemen usaha. Pada usaha penggemukan sapi, untuk memperoleh pendapatan yang tinggi tidak cukup hanya dengan memperbaiki sistem produksi, tanpa faktor ekonomi perlu menjadi dasar untuk melakukan usaha penggemukan sapi. Dengan mempertimbangkan kemungkinan perubahan harga karena terkait sapi bakalan dan faktor lainnya yang terkait seperti pakan dan tenaga kerja.

Peternak cenderung menjual sapi hasil penggemukan di tempat memelihara (di lokasi kandang). Pembeli yang datang ke kandang dapat langsung memilih sapi-sapi penggemukan yang telah mencapai berat badan siap potong (> 250 kg) dan memiliki penampilan baik. Pembelian sapi langsung pada peternak, dapat mengurangi pengeluaran untuk transportasi, jasa pedagang perantara dan biaya jual-beli dan retribusi. Pedagang dan jagal selaku pembeli sapi umumnya telah memiliki hubungan dengan para peternak dan mengetahui kualitas sapi potong yang dihasilkan. Pedagang dan jagal bersedia membeli sapi dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran pada sapi yang dinilai memiliki kualitas baik berdasarkan besar badan dan kepadatan badan sapi. Umumnya semakin berat badan sapi maka persentase karkas dan dagingnya relatif lebih tinggi (informasi diperoleh dari peternak dan jagal), sehingga pedagang bersedia membayar dengan harga yang lebih tinggi. Persentase karkas dan daging yang tinggi menguntungkan bagi jagal. Perkiraan persentase karkas dan jumlah daging hasil penyembelihan sapi menjadi dasar taksiran harga sapi.

Pembelian sapi bakalan umumnya di pasar hewan karena peternak memiliki banyak pilihan sapi bakalan. Di pasar hewan peternak dapat menentukan pilihan sapi bakalan berdasarkan pertimbangan harga, kemampuan modal dan selera peternak (penampilan sapi). Peternak bisa mendapatkan harga yang pantas untuk sapi bakalan yang dibeli melalui tawar menawar. Sapi bakalan umumnya dibeli dari pedagang pengumpul. Untuk mencari sapi bakalan yang baik sering kali peternak memerlukan bantuan jasa perantara atau makelar. Perantara umumnya memiliki jaringan yang cukup luas dengan pedagang sapi atau peternak sapi. Keberadaan para pedagang dan perantara di setiap pasar hewan sehingga mereka dapat dengan mudah untuk memenuhi keinginan peternak mencarikan sapi bakalan. Para pedagang sapi umumnya juga memiliki jaringan yang luas dan perannya pada pasar hewan sangat dominan.

Perubahan harga sapi bakalan yang cenderung mengikuti perubahan harga sapi potong di tingkat pasar karena standar harga sapi bakalan tidak ada. Data harga sapi bakalan sifatnya relatif, tidak menunjukkan satuan yang jelas dan tidak menggambarkan standar sapi bakalan. Standar berat badan untuk kategori sapi bakalan tidak ada, umumnya ketentuan terhadap sapi bakalan yang baik ditetapkan oleh peternak adalah berdasarkan umur sapi dan penampilan fisik. Penimbangann terhadap berat badan sapi bakalan di pasar hewan umumnya tidak ada.

Karakteristik peternak sapi

Usaha penggemukan sapi dikelola oleh peternak bersama anggota keluarganya dengan kepemilikan sapi rata-rata 2 ekor per peternak. Peternak yang memiliki sapi dengan jumlah terbesar hanya 1 orang, kepemilikan 2 ekor per peternak sebesar 56.81 persen. Semakin tinggi frekuensi produksi per tahun dapat mengurangi resiko kerugian akibat adanya perubahan harga yang terjadi.

Karakteristik peternak yang menjadi responden pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4 berikut ini

Tabel 4 Karakteristik peternak responden dalam penelitian pada usaha penggemukan sapi bali di Kabupaten Lombok Tengah tahun 2014

No. Karakteristik Peternak Kisaran Rata-rata

1. Umur (tahun) 29 – 60 46.31

2. Pendidikan (tahun) 0 – 16 7.74

3. Jumlah anggota keluarga (orang) 1 – 5 3.37

4. Pemeliharaan sapi (ekor) 1 – 4 2.23

5. Pengalaman pada penggemukan sapi (tahun) - 5

6. Sewa lahan untuk pakan (ha) 0 – 0.01 0.0016

Peternak yang menjadi responden dalam penelitian ini umumnya tergolong usia produktif dengan tingkat pendidikan yang beragam. Peternak yang berusia lanjut umumnya tidak pernah sekolah, walaupun tidak semua buta huruf. Jumlah anggota keluarga rata-rata 3 orang, menunjukkan bahwa keluarga peternak umumnya tergolong keluarga kecil. Peternak tidak hanya melakukan usaha ternak sapi tetapi peternak juga bekerja pada usaha tani (pertanian tanaman pangan), seperti : petani atau buruh tani, pedagang, buruh bangunan, jasa (angkutan pedesaan). Sebagian peternak tidak memiliki pekerjaan lain kecuali hanya beternak sapi.

Pengalaman pada usaha penggemukan rata-rata 5 tahun terhitung sejak peternak tergabung dalam kelompok usaha penggemukan sapi. Dalam waktu 5 tahun setidaknya telah beproduksi rata-rata sebanyak 17 kali. Jumlah produksi demikian relatif cukup memberikan pengalaman bagi peternak dalam menjalankan usaha penggemukan sapi. Mulyo et al. (2012) menyatakan bahwa keputusan lebih mudah diambil oleh peternak yang memiliki pengalaman dalam usahanya. Keputusan-keputusan peternak berhubungan dengan bagaimana mengelola usaha ternaknya untuk menghasilkan produksi.

Tabel 5 menunjukkan klasifikasi berdasarkan kepemilikan sapi dari sejumlah 44 responden. Penjualan sapi hasil penggemukan yang tercatat dalam satu tahun terakhir disajikan pada Tabel 5 berikut

Tabel 5 Klasifikasi responden pada pada usaha penggemukan sapi bali di Kabupaten Lombok Tengah tahun 2014

No. Klasifikasi kepemilikan sapi (ekor) Jumlah peternak (orang) Jumlah sapi yang dijual satu

tahun terakhir (ekor) Frekuensi produksi per tahun (kali) 1. 1 12 15 1.25 2. 2 25 62 2.48 3. 3 6 31 5.17 4. > 4 1 5 5.00 Total 44 113 -

Rata-rata jumlah anggota keluarga peternak relatif kecil yaitu 3 orang anggota keluarga (dalam tanggungan peternak). Tenaga kerja pada usaha penggemukan adalah peternak bersama anggota keluarga. Peran anggota keluarga sangat penting terutama ketika peternak harus bekerja di luar usaha penggemukan seperti sebagai petani atau buruh tani. Peternak bekerja di luar usaha ternak di samping untuk memperoleh pendapatan, juga untuk memperoleh bahan pakan sapi.

Kemampuan memelihara sejumlah sapi pada setiap periode penggemukan tergantung pada sumber daya yang dimiliki peternak menyediakan input lainnya. Tenaga kerja peternak merupakan input penting, penggunaan tenaga kerja terutama adalah untuk menyediakan pakan. Pakan seperti hijauan, limbah pertanian maupun dedak harus disediakan dalam jumlah cukup sesuai kebutuhan sapi. Pada saat-saat tertentu tenaga kerja digunakan di luar usaha penggemukan seperti menjadi buruh tani atau pekerjaan lainnya untuk menghasilkan pendapatan. Peternak yang memiliki atau menggarap lahan untuk tanaman pangan (padi, jagung, kacang tanah atau kedelai) bekerja lebih intensif di lahan pertanian seperti pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, pembasmian hama, sehingga mengurangi waktu kerja untuk sapi. Hal ini juga merupakan pembatas pada kemampuan peternak untuk memelihara sejumlah sapi. Pakan dan tenaga kerja adalah input-input yang saling terkait satu sama lainnya.

Pakan hijauan merupakan input yang secara langsung menentukan produksi. Keterbatasan jumlah pakan hijauan untuk memenuhi kebutuhan pakan sepanjang tahun membutuhkan pakan alternatif yang dapat mensubstitusi yaitu pakan limbah pertanian yang jumlahnya cukup besar pada saat panen. Limbah pertanian merupakan jenis pakan yang relatif berbeda dari sisi nutrisi, palatabilitas (disukai ternak) dan keadaan fisiknya sehingga responnya terhadap pertambahan berat badan juga berbeda. Pemberian pakan dengan kualitas yang berbeda (antara rumput dan jerami) menyebabkan peternak selalu memberikan dedak dengan maksud untuk dapat menjaga pertambahan berat badan agar stabil.

Perilaku peternak menghadapi perubahan harga sapi

Pada saat harga turun tidak semua peternak dapat menunda penjualan sapi yang dipelihara terutama apabila sapi telah mencapai berat badan siap potong, sehingga penjualan dilakukan pada saat harga turun. Umumnya ketika memasuki musim hujan yaitu sekitar bulan Januari persentase penjualan sapi hasil penggemukan tertinggi, sedangkan persentase pembelian sapi bakalan lebih rendah. Bulan Februari sampai Maret penjualan sapi hasil penggemukan dan pembelian sapi bakalan relatif rendah, karena sebagian besar usaha penggemukan telah menjual sapi pada bulan Januari dan harga sapi potong sedang mengalami kenaikan (Gambar 4). Frekuensi pembelian sapi bakalan meningkat kembali pada bulan April dan penjualan sapi hasil penggemukan meningkat pada bulan Mei.

Pada saat harga turun peternak dapat membeli sapi bakalan yang lebih berat dan umur yang tua untuk digemukkan. Sapi bakalan yang memiliki berat badan di atas 200 kg akan membutuhkan waktu penggemukan yang lebih pendek untuk mencapai berat sapi potong (250 kg), dan apabila dalam waktu dekat terjadi kenaikan harga maka sapi dapat segera dijual. Spekulasi ini sering dilakukan oleh peternak yang telah memiliki pengalaman pada usaha penggemukan. Harga sapi yang cenderung berfluktuasi memberikan peluang bagi peternak untuk

memperoleh keuntungan. Pengaturan produksi dan manajemen pemeliharan dapat diterapkan untuk mengatasi perubahan harga sapi yang dinamis agar tetap menguntungkan. Gambar 4 menunjukkan perilaku peternak sapi yang bervariasi dalam menghadapi perubahan harga sapi potong di tingkat pasar terhadap permintaan sapi bakalan dan penawaran sapi hasil penggemukan.

Gambar 4 Harga sapi potong di tingkat pasar, persentase pembelian sapi bakalan dan persentase penjualan sapi hasil penggemukan pada Kabupaten Lombok Tengah tahun 2014

Sistem Usaha Penggemukan Sapi

Sapi dipelihara dalam kandang sepanjang hari, disediakan pakan dan minum. Pakan yang diberikan yaitu rumput, legum, jerami dan dedak. Jenis pakan yang diberikan tergantung pada ketersediaannya. Rumput gajah dan rumput alam diberikan terutama pada musim hujan. Pada musim kemarau rumput alam sudah mulai berkurang maka sapi diberi pakan limbah pertanian. Peternak umumya tidak memiliki lahan khusus untuk menanam hijauan. Rumput alam adalah jenis hijauan yang diandalkan sebagai pakan sapi.

Pemberian limbah pertanian (jerami) adalah untuk mengatasi kekurangan rumput dan ketersediaan tenaga kerja untuk menyediakan rumput. Sebagian besar peternak juga memiliki pekerjaan sebagai petani atau buruh tani. Intensitas penggunakan tenaga kerja di lahan pertanian relatif tinggi terutama pada saat panen. Peternak memberikan jerami untuk pakan sapi karena jumlah jerami melimpah dan dapat diperoleh dengan tanpa membeli. Demikian pula pada saat panen tanaman palawija, sapi diberi pakan berupa jerami jagung, jerami kacang tanah atau jerami kedelai. Pakan limbah umumnya kurang disukai ternak sehingga peternak harus menambahkan dedak, dan batang pohon pisang sebagai pakan tambahan.

Jumlah sapi yang dipelihara untuk penggemukan rata-rata 2 ekor/periode/peternak. Sistem pemasaran yang spesifik pada usaha penggemukan sapi yaitu jumlah pembelian sapi bakalan maupun penjualan sapi hasil

penggemukan umumnya sebanyak 1 sampai 2 ekor setiap transaksi yang dilakukan peternak. Jumlah sapi bakalan yang dibeli akan selalu sama dengan jumlah sapi hasil penggemukan yang dijual. Variasi pembelian sapi bakalan dan waktu penjualan sapi hasil penggemukan sangat beragam, tergantung pada keputusan masing-masing peternak dalam menghadapi perubahan harga sapi yang terjadi sewaktu-waktu. Harga sapi di pasaran menjadi pertimbangan penting bagi peternak untuk memutuskan kapan membeli sapi bakalan dan kapan menjual sapi hasil penggemukan. Peternak memiliki alternatif pilihan pada saat harga sapi naik yaitu : menjual sapi hasil penggemukan dan langsung membeli bakalan, atau setelah menjual sapi tidak langsung membeli sapi bakalan pada waktu yang sama (menunda pembelian sapi bakalan). Penundaan pembelian sapi bakalan menyebabkan usaha penggemukan tidak produktif, karena tidak ada sapi yang digemukan. Oleh karena itu pada saat harga sapi turun peternak membeli sapi bakalan dengan berat yang lebih tinggi agar waktu penggemukan lebih pendek.

Pada usaha penggemukan umumnya pemeliharaan sapi dilakukan secara berkelompok pada satu lokasi kandang komunal yang dikenal dengan sebutan kandang kolektif. Salah satu tujuan pemeliharaan pada kandang komunal adalah untuk menjaga keamanan sapi dari gangguan pencurian. Pembangunan kandang dikoordinir oleh ketua kelompok dan biaya pembangunan dibebankan pada anggota termasuk perawatan kandang. Fasilitas yang disediakan kelompok seperti air, penerangan (listrik) dan keamanan, anggota diwajibkan membayar iuran yang dibayarkan secara bulanan atau tahunan, sebesarnya iuran Rp 100 000 rupiah per tahun. Pembayaran iuran bisa berupa uang atau padi sejumlah 25 kg per tahun.

Untuk dapat memelihara sapi di kandang komunal maka peternak harus menjadi anggota kelompok, dan berkewajiban mengikuti aturan yang ditetapkan oleh kelompok. Setiap anggota kelompok diwajibkan menjaga keamanan sapi, menjaga kebersihan kandang dan lingkungan. Umumnya kandang komunal