LANDSAT TM TAHUN 1990
HASIL DAN PEMBAHASAN A Curah Hujan Rata-rata Wilayah
C. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Limpasan
5 DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RESPON HIDROLOGI DI DAS ASAHAN
(KEBERLAKUAN MODEL SWAT)
PENDAHULUAN
Perubahan penggunaan lahan dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan mengarah pada perubahan respon hidrologi dan perubahan respon hidrologi akan berpengaruh balik pada lingkungan dan penggunaan lahan (Xiaoming et al. 2007). Perubahan penutupan dan penggunaan lahan dan pola penggunaan lahan yang ada di atasnya sangat berpengaruh terhadap sistem hidrologi dan kualitas suatu DAS (Paul & Meyer 2001; Tong & Chen 2002). Perubahan penggunaan lahan dari yang bervegetasi (seperti hutan atau kebun campuran) menjadi penggunaan lahan yang lebih terbuka seperti lahan pertanian atau pemukiman akan sangat berpengaruh pada peningkatan laju aliran permukaan dan penurunan laju infiltrasi sehingga simpanan air bawah tanah berkurang yang dapat menyebabkan terjadinya kekeringan di musim kemarau (Sinukaban et al. 2000) dan menyebabkan terjadinya kelebihan air di musim hujan. Perubahan penggunaan lahan juga akan berdampak pada suplai air dengan merubah proses- proses hidrologi seperti infiltrasi, pengisian air tanah, aliran dasar dan limpasan permukaan (runoff) (Lin et al. 2007). Hal ini akan merubah pola distribusi hujan menjadi aliran permukaan yang selanjutnya akan mengubah sifat aliran sungai (Harto 2000).
Pengaruh suatu penutupan lahan dalam DAS (seperti hutan) sudah banyak dibuktikan melalui berbagai penelitian (Bosch & Hewlett 1982; Bruinjzeel 1990; Bruinjzeel 2004; Andreassian 2004) tetapi pengaruh ini akan berbeda untuk DAS dengan karakter yang berbeda, tergantung pada iklim, faktor tanah (pedologi) (Andreassian 2004) dan penggunaan lahan lainnya (Brown et al. 2005; Xiaoming et al. 2007). Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap respon hidrologis telah banyak dilakukan. Hidayat (2002) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dan pengurangan luas hutan di DAS Way Besay Hulu dari 69% di tahun 1970 menjadi 23% di tahun 1993 telah menyebabkan peningkatan erosi menjadi 32,25 ton/ha/tahun dan lebih besar dari erosi yang diperbolehkan sebesar 22.4 ton/ha/tahun. Salwati (2004) menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Cilalawi, DAS Citarum periode tahun 1997 – 2003 mengakibatkan peningkatan volume dan debit puncak aliran permukaan masing-masing sebesar 6.1% dan 6.8% akibat penyusutan luas hutan di daerah hulu yang menurunkan daya serap air oleh tanah.
Perubahan respon hidrologis sebagai dampak dari perubahan penggunaan lahan dapat diidentifikasi melalui penggunaan model hidrologi. Salah satu model untuk menduga dampak perubahan penggunaan lahan terhadap respon hidrologi adalah Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Aplikasi SWAT dalam berbagai keperluan terkait dengan hidrologi dalam DAS di Indonesia telah banyak dilakukan dan SWAT telah terbukti mampu untuk memodelkan kondisi hidrologi DAS di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah penelitian debit sungai Cidanau (Irsyad 2011), respon perubahan penggunaan lahan terhadap karakteristik
hidrologi di DAS Cirasea (Yusuf 2010), aplikasi SWAT untuk pengelolaan lahan terbaik di sub DAS Ciliwung Hulu (Yustika 2013) dan optimasi penggunaan lahan (Suryani 2005).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Asahan merupakan salah satu DAS prioritas yang berada di Propinsi Sumatera Utara berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 328/Menhut-II/2009. DAS Asahan mencakup empat wilayah Kabupaten dan Kota di Propinsi Sumatera Utara, yaitu Kabuaten Toba Samosir, Asahan, Simalungun dan Kota Tanjung Balai serta sebelas kecamatan dan bermuara di Selat Malaka. Sebagai daerah yang berkembang, khususnya dengan banyaknya areal pertanian dan perkebunan, perubahan penggunaan lahan seperti penambahan areal pemukiman, perluasan lahan pertanian dan perkebunan dan perubahan penutupan lahan dari yang bervegetasi menjadi lahan non vegetasi, akan merubah hasil air dan debit sungai (Li et al. 2007), meningkatkan aliran permukaan (Nobert dan Jeremiah 2012) yang berimbas pada peningkatan laju erosi (Yan et al. 2013) sehingga berdampak pada penurunan produktivitas lahan. Perubahan penggunaan lahan juga berdampak pada persediaan dan kualitas air tanah (Scanlon et al. 2005). Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji keberlakuan model SWAT di sub DAS Asahan, dan; 2) analisis dampak perubahan penggunaan lahan terhadap debit di sub DAS Asahan menggunakan model SWAT.
METODE PENELITIAN A. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil analisis citra Landsat TM yang menampilkan citra penutupan lahan tahun 1990 (path 128, row 58, date acquisition 18 Desember 1990), 2002 (path 128, row 58, date acquisition 2 Februari 2002) dan 2010 ((path 128, row 58, date acquisition 10 Februari 2010) gabungan dari band 5, 4 dan 3, data DEM (Digital Elevation Model) dengan resolusi 30 meter, peta jenis tanah (klasifikasi Pusat Penelitian Tanah dengan skala 1:250 000) dengan atributnya (jumlah lapisan, ketebalan setiap lapisan, berat jenis, fraksi) yang diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ditambah dengan data hasil pengamatan serta data iklim (hujan harian, suhu maksimum – minimum harian, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, kecepatan angin rata-rata harian) yang diperoleh dari Badan Meteorologi Geofisika dan Klimatologi untuk stasiun yang berada di DAS Asahan. Stasiun yang digunakan untuk data curah hujan adalah Air Joman, Marjanji Aceh dan Tanah Jawa. Data pembanding dalam proses kalibrasi dan validasi adalah data debit sungai di sub DAS Asahan di stasiun Kisaran Naga (data tersedia adalah tahun 1990 – 2010 minus tahun 2004 dan 2008) yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai II Medan dan Puslitbang Air, Kementerian Pekerjaan Umum. Berdasarkan hasil analisis hubungan antara curah hujan dengan debit limpasan pada Bab IV, terlihat bahwa data curah hujan yang ada tidak merepresentasikan curah hujan yang sesungguhnya di sub DAS Asahan akan tetapi karena keterbatasan data maka untuk analisis dalam pembahasan pada bab ini data tersebut tetap digunakan dalam pemasukan data iklim yang diperlukan dalam simulasi SWAT dengan asumsi bahwa hasil simulasi kemudian dikalibrasikan dengan data debit terukur yang lebih menggambarkan kondisi sub DAS Asahan yang sebenarnya.
Data spasial yang terkumpul selanjutnya distandarkan agar satuannya menjadi metrik dengan menggunakan datum WGS 1984 zona 47N. Data DEM yang digunakan juga dilakukan proses “fill” untuk mengisi kekosongan data pada proses hidrologi yang akan berpengaruh pada pembentukan jaringan sungai dan deliniasi batas DAS.