• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN A Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Asahan

LANDSAT TM TAHUN 1990

HASIL DAN PEMBAHASAN A Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Asahan

Berdasarkan hasil analisis, perubahan penggunaan lahan terjadi di seluruh tipe penutupan lahan. Hasil tabulasi perubahan yang terjadi disajikan pada Tabel 11 sedangkan gambaran penyebaran penutupan lahannya pada Gambar 7, Gambar 8 dan Gambar 9 sedangkan perubahan lahan yang terjadi pada Tabel 12 – 14.

Hutan lahan kering dari tahun 1990 ke tahun 2013 bertambah sebesar 451 hektar (Tabel 11) meskipun di sisi lain juga ada lahan hutan yang berubah menjadi tanah terbuka tetapi perubahan dari pertanian lahan kering yang berubah menjadi hutan lebih besar, seperti yang terlihat pada Tabel 14. Perubahan lahan pertanian menjadi hutan Luas penutupan lahan hutan ini juga tidak banyak berubah karena berada di daerah dengan topografi yang relatif curam dan mempunyai elevasi yang juga relatif tinggi dengan aksesibilitas yang terbatas sehingga dapat terjaga keutuhannya. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Freitas et al (2010) yang mengatakan bahwa topografi berpengaruh terhadap penggunaan lahan dan dinamika hutan. Dari sisi hukum, daerah ini juga merupakan kawasan hutan lindung sehingga secara hukum lebih dapat terlindungi.

Pertambahan yang paling besar adalah pada lahan perkebunan yang bertambah 6 455 hektar disusul pertanian lahan kering sebesar 6 320 hektar. Pertambahan ini disebabkan karena adanya areal perkebunan baru baik yang diusahakan oleh swasta maupun perorangan baik untuk kelapa sawit, karet, coklat maupun kelapa. Perkebunan juga berada di bagian tengah hingga hilir DAS Asahan yang memang secara topografi relatif datar dengan ketinggian antara 0 – 300 meter dpl sehingga cocok untuk menjadi lahan perkebunan. Demikian juga untuk pertanian lahan kering, umumnya berada di tengah hingga hulu DAS Asahan dimana lahan pertanian utama adalah lahan jagung, ubi kayu dan kacang- kacangan (BPS Kabupaten Asahan 2011).

Tabel 11 Luas perubahan penggunaan lahan pada masing-masing kelas penggunaan lahan

Penutupan Lahan Luas (Ha) Perubahan

1990 2002 2013 1990-2002 2002-2013 1990-2013 Hutan lahan kering 47 352 47 353 47 803 0 450 451 Hutan Mangrove 468 469 451 1 -18 -17 Pemukiman 2 465 2 469 2 876 4 407 411 Perkebunan 71 413 70 703 77 867 -710 7 165 6 455 Pertanian Lahan Kering 112 167 110 884 118 487 -1 283 7 603 6 320 Rawa 397 365 222 -32 -143 -174 Sawah 1 451 1 871 3 313 420 1 442 1 863 Semak belukar 27 965 22 025 21 140 -5 940 -885 -6 825 Tanah Terbuka 3 715 14 413 5 044 10 698 -9 369 1 329 Tubuh Air 3 390 3 390 3 366 0 -24 -25 Vegetasi Rawa 12 620 9 450 2 812 -3 170 -6 638 -9 808

Pertumbuhan lahan perkebunan yang cukup besar, khususnya kelapa sawit mengikuti tren perkembangan pertambahan luas perkebunan sawit di Indonesia. Menurut Muslich et al. (2013), luas lahan kepala sawit di Indonesia tumbuh sekitar 3.1 juta hektar dari tahun 2001 – 2011 yang berjumlah 4.7 juta hektar di tahun 2001 menjadi 7.8 juta hektar tahun 2011. Luas perkebunan utama di Kabupaten Asahan menurut BPS Propinsi Sumatera Utara (2013), untuk jenis kelapa sawit, karet, kelapa dan coklat masing-masing adalah 18 584 hektar, 70 796 hektar, 24 473 hektar dan 3 977 hektar. Penambahan luas perkebunan yang paling banyak adalah berasal dari vegetasi rawa yang berubah 7 930 hektar. Besarnya perubahan penggunaan lahan rawa menjadi perkebunan ini telah dikemukakan oleh Wicke et al. (2011) yang menyatakan bahwa perkebunan kelapa sawit di Indonesia umumnya berasal dari areal hutan alam dan rawa.

Pertumbuhan lahan perkebunan ini juga berfluktuasi. Berdasarkan Tabel 13, terlihat bahwa pertambahan lahan perkebunan sejak tahun 1990 – 2013 adalah berasal dari pertanian lahan kering, vegetasi rawa, dan tanah terbuka dan dari perkebunan sebagian juga berubah menjadi pertanian lahan kering dan tanah terbuka. Adanya fluktuasi dimana perkebunan menjadi lahan terbuka disebabkan adanya replanting dimana pada saat perekaman citra oleh satelit tengah dilakukan proses replanting sehingga lahan menjadi terbuka. Untuk lahan vegatasi rawa, perubahannya secara spasial banyak terjadi di daerah hilir, yang relatif lebih menguntungkan secara ekonomi karena relatif dekat dengan infrastruktur dan sarana transportasi dan ketersediaan sumberdaya manusia yang lebih banyak, sehingga banyak terjadi perubahan penutupan lahan. Menurut Antoko et al. (2008), penggunaan lahan seperti ini lebih mempertimbangkan locational rent dan ricardian rent. Kedua hal ini merupakan dinamisator dari perubahan penggunaan lahan dank arena tidak memperhitungkan environment rent sehingga dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan (Rustiadi et al. 2009).

Gambar 7. Peta penutupan lahan di DAS Asahan tahun 1990

Gambar 9. Peta penutupan lahan di DAS Asahan tahun 2013

Penutupan lahan lainnya yang bertambah adalah sawah, pemukiman dan tanah terbuka. Sawah bertambah 1 863 hektar, terutama berasal dari semak belukar dan vegetasi rawa serta pertanian lahan kering. Pemukiman bertambah relatif sedikit dalam kurun waktu 23 tahun, yaitu hanya bertambah 411 hektar dimana sebagian besar berasal dari pertanian lahan kering dan hutan mangrove. Tanah terbuka bertambah 1 329 hektar yang sebagian besar berasal dari perkebunan dan pertanian lahan kering. Perubahan penutupan lahan yang terjadi di areal pertanain (termasuk perkebunan) dimungkinkan karena sifatnya yang dinamis dan di daerah-daerah pertanian semusim, penutupan lahan bergantung pada umur tanaman. Meskipun jenis tanaman yang ditanam petani di areal DAS Asahan ini relatif tidak banyak variasi namun adanya pergiliran waktu tanam akan berdampak pada citra yang dihasilkan dimana jika rekaman terjadi pada saat setelah panen dimana lahan dibiarkan terbuka (contohnya di areal tanaman singkong) maka citra yang dihasilkannya akan cenderung mendekati tanah terbuka. Perubahan penggunaan lahan di daerah pertanian cenderung lebih cepat karena adanya pergiliran tanaman yang disesuaikan dengan perubahan musim. Perubahan di permukaan bumi ini tentu akan menampilkan citra yang berbeda karena menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penggunaan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi.

Pertambahan luas pemukiman yang relatif kecil, kemungkinan karena lokasi perumahan yang relatif menyebar di daerah yang masih bervegetasi (perkebunan) sehingga citra yang dihasilkan juga sulit untuk dikelaskan sebagai areal pemukiman. Pemukiman dan daerah terbangun terkonsentrasi di pusat kota Kisaran dan Tanjung Balai, sedangkan perumahan yang berada di areal pedesaan relatif sedikit dan menyebar. Hal ini tercermin dari densitas penduduk di Kabupaten Asahan yang menurut BAPPEDA Kabupaten Asahan (2010), kepadatan penduduk di Kabupaten Asahan adalah 181 jiwa/km2 tetapi konsentrasi

penduduk terutama di Kecamatan Kisaran Barat dan Kisaran Timur yang masing- masing mempunyai kepadatan 1 909 jiwa/km2 dan 1 750 jiwa/km2.

Jika ada tipe penutupan lahan yang bertambah maka akan ada tipe penutupan lahan lain yang berkurang. Tipe penutupan lahan yang berkurang hasil analisis citra Landsat TM di DAS Asahan adalah vegetasi rawa yang berkurang 9 808 hektar dan semak belukar sejumlah 6.825. Vegetasi rawa sebagian besar berubah menjadi lahan perkebunan dan pertanian lahan kering dan sebagian lagi menjadi sawah dan tanah terbuka. Rawa juga merupakan ekosistem yang bersifat dinamis dan kompleks yang mempunyai hubungan hidrologis terhadap daerah di sekitarnya (Amazega et al. 2002). Perubahan ini dikhawatirkan akan berdampak negatif karena akan mengurangi lahan penampung air di daerah hilir sehingga akan menyebabkan banjir saat musim hujan. Semak belukar sebagian besar berubah menjadi perkebunan (6 016 hektar) dan sawah (1 147 hektar) dan pertanian lahan kering (854 hektar). Perubahan ini kemungkinan karena adanya penambahan luas perkebunan yang baru yang diusahakan oleh masyarakat dengan memanfaatkan lahan yang selama ini hanya berupa semak menjadi lahan yang lebih produktif.

Perubahan penutupan lahan ini tentu akan berpengaruh terhadap lingkungan dan dampak yang ditimbulkannya bias mengakibatkan dampak yang baik dan buruk (Asy-Syakur 2011). Dampak buruk yang dikhawatirkan adalah bahwa perubahan penggunaan lahan ini berdampak pada erosi, peningkatan aliran permukaan dan sedimentasi sedangkan dampak baiknya adalah di sisi perekonomian, lahan yang lebih produktif akan memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat yang ada di dalam DAS tersebut. Sebagai gambaran, besarrnya potensi erosi yang dapat terjadi di lahan kelapa sawit adalah 543.54 ton/ha/tahun (Lihawa & Utina 2009) sedangkan untuk lahan karet potensi erosinya antara 5.1 – 13.1 ton/ha/tahun walaupun besaran ini tergantung pada kemiringan lahan (Sunarti et al. 2008).

Informasi mengenai penyebab dan efek perubahan penggunaan lahan juga merupakan sesuatu yang penting selain informasi luasan perubahan penggunaan lahan (Asy-Syakur 2011). Menurut Verburg dan Veldkaamp (2001), pengendalian perubahan penggunaan lahan dapat dilakukan bila diketahui pengendali- pengendali dan pola perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan di DAS Asahan relatif lebih banyak terjadi di daerah yang didominasi oleh lahan- lahan pertanian dimana umumnya mempunyai pola tanam yang lebih teratur tetapi di lahan pertanian semusim, pergiliran tanaman terjadi lebih cepat karena terkait dengan ketersediaan pasar, harga komoditi dan kemampuan petani dalam menggarap lahan yang ada.

Dalam kaitannya dengan perubahan penggunaan lahan hutan menjadi non hutan yang umum menjadi sorotan, menurut Geist & Lambin (2002) ada tiga penyebab terjadinya deforestasi, yaitu perluasan infrastruktur, perluasan lahan pertanian dan pengambilan kayu. Ketiga penyebab ini didorong oleh lima faktor yaitu faktor demografi, ekonomi, teknologi, politik dan kelembagaan serta budaya dan sosiopolitik. Dalam terminologi DAS, tipe penggunaan lahan yang menggantikan hutan lebih penting daripada deforestasi itu sendiri (Verbist et al. 2005).

Tabel 12 Perubahan penutupan lahan di DAS Asahan tahun 1990 - 2002

Penutupan Lahan Perubahan tahun 1990 – 2002 Hutan

cam- puran

Hutan Mangrove

Pemukiman Perkebunan Pertanian Lahan Kering

Rawa Sawah Semak/ Belukar Tanah Terbuka Tubuh Air Vegetasi Rawa Hutan lahan kering - - - - Hutan Mangrove - - - - Pemukiman - - - - Perkebunan - - - - 883 - - - 4 450 - - Pertanian Lahan Kering - - - 2 770 - - - 937 - - Rawa - - - 26 - - Sawah - - - - Semak belukar - - - 1 151 - - - - 5 648 - - Tanah Terbuka - - - 467 - - - - Tubuh Air - 1 3 2 13 - - 4 2 - 2 Vegetasi Rawa - - - 231 581 - 418 1 942 - - -

Tabel 13 Perubahan penutupan lahan di DAS Asahan tahun 2002 – 2013

Penutupan Lahan Perubahan tahun 2002 – 2013

Hutan lahan kering

Hutan Mangrove

Pemukiman Perkebunan Peranian Lahan Kering

Rawa Sawah Semak/ Belukar Tanah Terbuka Tubuh Air Vegetasi Rawa Hutan lahan kering - - - 240 - - Hutan Mangrove - - 10 - - - 8 - - Pemukiman - - - - Perkebunan - - - - 6 206 - - - 3 746 - - Pertanian Lahan Kering 605 - 400 693 - - - 144 570 - - Rawa - - - 22 153 - - - - Sawah - - - 187 - - - - Semak belukar 85 - - 664 855 - - - 9 - - Tanah Terbuka - - - 10 375 1 711 26 1 629 607 - - - Tubuh Air - - - - Vegetasi Rawa - - 1 5 176 1 096 - - - 362 - - 23

Tabel 14 Perubahan penutupan lahan di DAS Asahan tahun 1990 – 2013

Penutupan Lahan Perubahan tahun 1990 – 2013

Hutan lahan kering

Hutan Mangrove

Pemukiman Perkebunan Peranian Lahan Kering

Rawa Sawah Semak/ Belukar Tanah Terbuka Tubuh Air Vegetasi Rawa Hutan lahan kering - - - 240 - - Hutan Mangrove - - - 8 - - Pemukiman - - - - Perkebunan - - - - 7 869 - - 199 3 418 - - Pertanian Lahan Kering 605 - - 2 561 - - 142 144 540 - - Rawa - - - 22 153 - - - - Sawah - - - 184 - - - - Semak belukar 85 - - 6 016 854 - 1 447 - 9 - - Tanah Terbuka - - - 901 1 123 - - 1 259 - - - Tubuh Air - 1 3 4 13 - - 5 - 2 Vegetasi Rawa - - - 7 930 1 096 - 418 - 362 - -

SIMPULAN

Pada periode tahun 1990 - 2013, luas hutan lahan kering di DAS Asahan terjadi penambahan luas 450 hektar. Perubahan lahan di DAS Asahan relatif lebih banyak di pertanian lahan kering, perkebunan, pertanian dan sawah dan keempatnya merupakan penggunaan lahan yang mengalami pertambahan terbesar sedangkan lahan vegetasi rawa dan semak belukar adalah yang mengalami penurunan terbesar. Areal hutan yang relatif tetap berada di bagian hulu DAS dikarenakan faktor topografi yang relatif curam dan berada di daerah dengan elevasi yang cukup tinggi dan aksesibilitas yang rendah. Di bagian tengah dan hilir yang didominasi oleh lahan yang datar pada elevasi yang lebih rendah, perluasan lahan perkebunan, pergantian jenis tanaman semusim serta infrastruktur dan sumberdaya manusia yang tersedia menyebabkan areal ini lebih dinamis perubahan lahannya.

4 ANALISIS RESPON DEBIT TERHADAP PERUBAHAN

PENGGUNAAN LAHAN DI DAS ASAHAN

PENDAHULUAN

Perubahan penutupan dan penggunaan lahan dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan memberikan pengaruh yang dominan terhadap perubahan debit sungai (Jayadi 2000) dan keseimbangan air sedangkan debit sungai tergantung pada curah hujan dan kondisi dari ruang hidrologi (Wibowo 2005). Semakin luas areal yang terbuka dan tanpa vegetasi akan menyebabkan hujan yang jatuh lebih banyak menjadi aliran permukaan/limpasan. Besarnya limpasan ini berkaitan dengan karakteristik hujan dan sifat fisik daerah aliran sungai. Beberapa faktor yang berkaitan dengan curah hujan adalah: 1) jenis presipitasi, 2) intensitas curah hujan bila melebihi kapasitas infiltrasi maka limpasan akan meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas hujan, 3) lamanya curah hujan, 4) distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran, 5) curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, 6) arah pergerakan curah hujan, 7) kondisi meteorologi lainnya, seperti kecepatan angin, kelembaban relatif, tekanan udara rata-rata dan curah hujan tahunan. Faktor-faktor yang berkaitan dengan fisik DAS adalah 1) penggunaan lahan, 2) daerah pengaliran, 3) kondisi topografi daerah pengaliran, 4) jenis tanah dan 5) faktor-faktor lainnya seperti jaringan sungai dan drainase buatan (Wibowo 2005).

Perubahan penutupan dan penggunaan lahan akan berdampak pada perubahan karakteristik hidrologi dari suatu DAS. Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan dalam suatu DAS seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air (Asdak 2010). Menurut Suripin (2001), komponen hidrologi yang meliputi koefisien aliran permukaan, koefisien rejim sungai, nisbah debit maksimum dan minimum, kandungan sedimen layang sungai, laju frekuensi dan periode banjir dapat menjadi indikator perubahan fungsi hidrologi DAS. Menurut Ismail (2009) penambahan luas pemukiman dan tegalan serta perubahan jenis penutupan dan penggunaan lahan kebun campur menjadi pemukiman, sawah tadah hujan dan sawah irigasi menyebabkan naiknya nilai koefisien aliran tahunan, koefisien regim sungai dan debit langsung sedangkan aliran dasar cenderung menurun di daerah tangkapan air Waduk Darma di Kuningan, Jawa Barat. Perubahan penggunaan lahan juga berpengaruh terhadap perubahan debit banjir di DAS Banjaran (Suroso & Susanto 2006).

DAS Asahan merupakan salah satu DAS prioritas di Sumatera Utara yang menghadapi berbagai permasalahan seperti adanya ketidaksesuaian pengelolaan dan peruntukan penggunaan lahan, tumpang tindih kepentingan serta semakin parahnya degradasi lahan yang memicu terjadinya banjir, erosi dan tanah longsor dan pendangkalan alur sungai di bagian hilir (Sukmana et al. 2013). Banjir di daerah hilir DAS biasa terjadi setiap tahun terutama di aliran sungai Silau dan Piasa (Sunandar 2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan debit limpasan yang terjadi akibat perubahan penggunaan lahan yang terjadi di tahun 1990, 2002 dan 2010 berdasarkan analisis debit dan hubungannya dengan curah hujan.

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait