LANDSAT TM TAHUN 1990
HASIL DAN PEMBAHASAN A Analisis Perubahan Penggunaan lahan
C. Perubahan Penggunaan lahan dan Respon Hidrolog
Data hasil simulasi respon curah hujan terhadap penggunaan lahan disajikan pada Tabel 25 dan gambar hubungan antara curah hujan dengan debit, aliran permukaan, aliran dasar dan hasil air disajikan pada Gambar 24 dan persamaannya disajikan pada Tabel 26.
Pada penggunaan lahan tahun 1990 dengan curah hujan sebesar 2.799.64 mm menghasilkan aliran permukaan 4.65 mm, aliran dasar 775.46 mm serta hasil air 1 576.76 mm. Jika dirasiokan maka dari total curah hujan yang turun di DAS Asahan selama satu tahun, sebanyak 56.32% dikonversi menjadi aliran (hasil air) yang merupakan penjumlahan dari aliran permukaan, aliran dasar dan perkolasi. Curah hujan yang membentuk aliran permukaan sebesar 0.17% dan 27.70% menjadi aliran dasar. Sebagai gambaran hubungan antara curah hujan dengan repon hidrologi, pada Gambar 24 terlihat bahwa penggunaan lahan tahun 1990 memberikan respon yang lebih besar terhadap hasil air yang ditunjukkan oleh besarnya gradient korelasi (Tabel 26) sedangkan terhadap aliran permukaan, responnya relatif lebih kecil dengan adanya peningkatan curah hujan.
Pada tahun 2002, dimana terjadi penambahan luas pertanian lahan kering dan tanah terbuka, hujan yang turun direspon dengan peningkatan aliran permukaan menjadi 24.97 mm, hasil air menjadi 1 644.92 mm sedangkan aliran dasar menjadi 832.75 mm. Penggunaan lahan pada tahun 2002 ini mengonversi lebih banyak curah hujan menjadi aliran, yaitu aliran dasar sebesar 58.75%, aliran dasar 29.74%, dan aliran permukaan menjadi 0.89%. Peningkatan aliran permukaan dan hasil ini disebabkan oleh bertambahnya luas tanah terbuka sebesar 39.89%, pertanian lahan kering sebesar 2.39%, semak belukar sebesar 7.51% dan berkurangnya lahan perkebunan sebesar 6.01%. Lahan pertanian yang ada di DAS Asahan umumnya tidak dibuat jalur mengikuti kontur sehingga saat terjadi hujan, air yang jatuh tidak tertahan dan memicu terjadinya aliran permukaan yang tinggi. Kondisi ini yang menyebabkan lahan pertanian menjadi rawan terhadap erosi
seperti yang dikemukakan oleh Cheng (2002), Garci-Ruiz (2010) dan Nunes et al. (2010) yang menyataan bahwa lahan pertanian menghasilkan erosi yang tinggi dari berbagai jenis penggunaan lahan dalam suatu areal.
Penggunaan lahan tahun 2010, curah hujan yang turun menghasilkan aliran permukaan 24.81 mm, aliran dasar 825.07 mm dan hasil air 1 628.03 mm. Pada penggunaan lahan tahun 2010 ini, konversi curah hujan menjadi aliran permukaan sebesar 0.89%, aliran dasar sebesar 29.47% dan hasil air 58.15%. Berdasarkan Gambar 22, terlihat bahwa debit dan aliran cenderung tetap dengen kenaikan curah hujan sedangkan aliran permukaan meskipun naik namun sangat sedikit. Dilihat dari respon hidrologis, hasil yang ditunjukkan oleh penggunaan lahan tahun 1990 relatif lebih baik dari penggunaan lahan tahun 2002 dan 2010 dimana dengan kondisi geologis yang tidak berubah, mampu mengonversi lebih banyak air hujan menjadi hasil air dengan lebih sedikit aliran permukaan yang terjadi.
Pada kondisi dimana curah hujan relatif kecil, maka terjadinya kelebihan kapasitas infiltrasi akan lebih kecil sehingga air hujan yang turun lebih banyak terinfiltrasi menjadi aliran dasar. Kondisi ini dapat dilihat seperti pada Gambar 24 dimana aliran dasar lebih tinggi dan aliran permukaan relatif tidak berubah pada kondisi curah hujan kurang dari 200 mm per bulan. Perbedaan respon terlihat pada saat dimana curah hujan yang relatif tinggi seperti pada tahun 1990 saat curah hujan yang dikonversi menjadi aliran permukaan lebih besar dan aliran dasar lebih kecil (Gambar 24). Pada kondisi penggunaan lahan tahun 1990 ini, air yang berubah menjadi aliran dasar lebih sedikit dibandingkan pada tahun 2002 sedangkan pada tahun 2010, terjadi kenaikan aliran dasar yang paling besar sehingga menghasilkan air yang paling besar.
Pengaruh penggunaan lahan terhadap sedimentasi yang dihasilkan dapat diketahui dari hasil simulasi model SWAT, seperti yang disajikan pada Tabel 25 dan grafik hubungan curah hujan dengan sedimentasi disajikan pada Gambar 24. Hasil simulasi SWAT memperlihatkan bahwa semakin besar curah hujan akan meningkatkan sedimentasi pada masing-masing tahun penggunaan lahan. Dalam perhitungan sedimentasi dengan metode MUSLE seperti yang digunakan dalam SWAT, besarnya sedimentasi yang diduga, merupakan fungsi dari aliran (volume dan debit puncak) sehingga akan bergantung pada besarnya curah hujan yang turun pada kejadian hujan tunggal (Suripin 2004). Sedimen pada tahun penggunaan lahan 1990 merupakan yang paling kecil dibandingkan penggunaan lahan pada tahun 2002 dan 2010 karena pada tahun 2002 dan 2010 terjadi penambahan luas tanah terbuka, pertanian lahan kering dan semak belukar sementara luas perkebunan dan hutan cenderung menurun. Dalam model SWAT, sedimentasi ini berkaitan dengan aliran permukaan dimana perkiraan sedimentasi dihitung dari kejadian puncak aliran permukaan (Neitsch et al. 2009). Pada Tabel 25 terlihat bahwa kenaikan sedimen berkorelasi positif dengan aliran permukaan. Pada penggunaan lahan tahun 1990 aliran permukaan yang terjadi adalah yang paling rendah dan kenaikan aliran permukaan hingga 5.2 kali lipat menyebabkan kenaikan sedimen juga dengan jumlah yang sama. Besarnya sedimen yang terjadi mengindikasikan besarnya erosi di daerah yang berada di bagian dengan elevasi lebih tinggi (bagian hulu). Menurut Wei (2007), perubahan lahan dan faktor iklim merupakan variabel yang dominan yang menyebabkan terjadinya erosi.
Tabel 25 Respon aliran permukaan, aliran dasar, hasil air dan sedimen Bulan
ke
CH (mm)
Penggunaan Lahan Tahun 1990 Penggunaan Lahan Tahun 2002 Penggunaan Lahan Tahun 2010 SurQ (mm) GWQ (mm) WY. (mm) Sed (mm) SurQ (mm) GWQ (mm) WY. (mm) Sed (mm) SurQ (mm) GWQ (mm) WY. (mm) Sed (mm) 1 231.94 0.23 76.6 151.15 0.05 2.21 83.57 158.97 0.43 2.33 84.81 162.05 0.46 2 146.14 0.13 49.39 92.31 0.02 1.12 60.86 103.92 0.18 1.16 62.06 106.22 0.19 3 229.69 0.54 51.55 109.89 0.11 2.44 59.02 118.11 0.43 2.48 60.76 121.5 0.44 4 202.73 0.4 51.98 111.55 0.06 2.24 56.7 117.01 0.31 2.1 59.38 120.88 0.29 5 161.99 0 52.14 94.71 0 0.32 59.54 101.8 0.04 0.32 60.47 102.26 0.04 6 212.78 0.07 32.18 76.87 0.01 0.64 41.4 86.31 0.06 0.53 40.17 82.09 0.05 7 216.63 0.24 55.02 114.98 0.02 1.65 57.09 117.81 0.21 1.38 52.01 107.79 0.18 8 199.76 0.05 54.89 109.12 0.01 0.73 59.62 114.01 0.12 0.65 51.9 100.13 0.11 9 303.83 0.3 69.56 154.38 0.06 2.27 68.67 154.99 0.42 2.17 63 146.39 0.4 10 220.73 1.08 76.98 142.46 0.18 3.89 80.08 147.63 0.64 3.94 78.26 145.32 0.66 11 318.25 0.64 79.66 173.14 0.13 2.83 81.53 176.43 0.56 2.88 83.62 179.75 0.57 12 355.16 0.97 125.53 246.2 0.2 4.62 124.68 247.92 0.92 4.86 128.61 253.65 1 Jumlah 2 799.64 4.65 775.46 1 576.76 0.85 24.97 832.75 1 644.92 4.33 24.81 825.07 1 628.03 4.38 Keterangan: CH = Curah hujan (mm)
SURQ = Aliran permukaan (mm) GWq = Aliran dasar (mm) WY = Hasil air (mm)
Gambar 24 Grafik hubungan curah hujan dengan debit, aliran permukaan, aliran dasar dan hasil air pada penggunaan lahan tahun 1990 (atas), 2002 (tengah) dan
Tabel 26 Persamaan hubungan curah hujan dengan debit, aliran permukaan, aliran dasar dan hasil air untuk masing-masing penggunaan lahan Parameter Landuse 1990 Landuse 2002 Landuse 2010 Aliran Permukaan Y = 0.0035X -0.4117; r2 = 0.3651 Y = 0.0152X +1.4681; r2 = 0.5034 Y = 0.016X + 1.6769; r2 = 0.5245 Aliran dasar Y = 0.2973X–4.7312; r2 = 0.6066 Y = 0.2472X–11.73; r2 = 0.5223 Y = 0.2653X–8.9693; r2 = 0.4803 Hasil Air Y = 0.6526X+20.818; r2 = 0.7754 Y = 0.6137X+6.0941; r2 = 0.753 Y = 0.6313X+11.625; r2 = 0.706 Sedimen Y = 0.0008X+0.1067; r2 = 04762 Y = 6.003X+0.4185; r2 = 0.631 Y = 0.0036X +0.4154; r2 = 0.6095
Sumber: hasil perhitungan
Besarnya sedimentasi ini sejalan dengan besarnya aliran permukaan yang timbul pada saat kejadian hujan. Aliran permukaan yang paling besar pada masing-masing tahun penggunaan lahan berkorelasi positif dengan besarnya erosi yang terjadi, seperti yang terlihat pada Tabel 25. Arsyad (2010) mengatakan bahwa aliran permukaan mengandung bahan padat terlarut, bahan padat tersuspensi serta bahan kasar dan mengalirkannya ke dalam sungai. Di dalam sungai, berbagai bahan tersebut sebagian akan terbawa arus dan sebagian lagi mengendap sehingga akan menimbulkan pendangkalan sungai dan hal ini akan menurunkan daya tampung sungai terhadap aliran yang masuk ke dalamnya. Kondisi ini akan memicu terjadinya banjir saat curah hujan turun meskipun dengan intensitas yang tidak terlalu tinggi. Jika tanah terbuka dibiarkan dalam jangka waktu yang lama di daerah dengan curah hujan yang tinggi maka dikhawatirkan akan tererosi berat sehingga terjadi menurunan kualitas tanahnya. Menurut Harto (2000), pengaruh perubahan penggunaan lahan yang paling besar terjadi pada distribusi hujan menjadi aliran permukaan yang selanjutnya akan mengubah sifat aliran sungai.
SIMPULAN
Model SWAT yang dibangun mampu memberikan hasil yang baik dan mampu menggambarkan respon hidrologis di sub DAS Asahan akibat dari perubahan penggunaan lahan. Nilai NSE dari hasil kalibrasi adalah 0.88 dan validasi model menunjukkan nilai NSE 0.57 yang menunjukkan bahwa model tersebut sudah cukup baik. Perubahan penggunaan lahan memberikan respon yang berbeda terhadap parameter aliran permukaan, aliran dasar, hasil air dan hasil sedimen. Penggunaan lahan tahun 1990 memberikan hasil yang paling baik untuk aliran permukaan dan hasil sedimen yang paling rendah dengan hasil air yang cukup baik dibandingkan penggunaan lahan tahun 2002 dan 2010.