• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Relasi Politik Dengan Partai Politik Terhadap Indepedensi OMS

Dalam dokumen Relasi Politik OMS dengan Partai Politik (Halaman 178-184)

DINAM IKA RELASI POLITIK OM S DENGAN PARTA

5.5. Dampak Relasi Politik Dengan Partai Politik Terhadap Indepedensi OMS

Secara umum, dampak dari relasi politik dengan partai politik terhadap indepedensi OMS di Aceh dapat dilihat perkembangan perpolitikan di Aceh, peran dan fungsi OMS sebagai agen perubahan sekaligus sebagai salah satu pillar Negara yang demokratis, disamping tiga lembaga Negara (trias politica) dan media.

149

Melihat temuan yang ada, maka OMS yang membangun hubungan secara korporatis, yaitu OMS yang menjadi bagian dari kepentingan partai politik semata, maka independensi OMS sebagai pillar demokrasi menjadi tidak ada. Hilangnya independensi ini terlihat dari hilangnya agenda-agenda OMS secara visi-misi dan program-program lembaga secara independen. Sebaliknya yang muncul adanya menjadi lembaga “pekerja” bagi keuntungan partai politik.

Sementara OMS yang mengambil keuntungan dari partai politik, baik secara politis maupun ekonomis. Begitu juga partai politik mendapat sokongan secara politis dari OMS tersebut, maka kondisi ini menyebabkan indepedensi OMS tersebut diragukan, khususnya jika keuntungan secara mutualisme tersebut hanya bersifat sektoral, tidak untuk kepentingan dan keuntungan masyarakat secara luas. Beberapa OMS model seperti ini tidak terlalu populis bagi publik, karena umumnya lahir secara temporer pada saat pesta demokrasi, khususnya pada pemilukada.

Beberapa OMS yang populis, atau dikenal dengan LSM yang aktif dalam memperjuangkan berbagai agenda kepentingan publik cenderung menjaga independensinya secara institusional sebuah lembaga yang independen. Meskipun secara personal beberapa diantaranya tidak independen, namun secara kelembagaan tetap menjadi “netralitas” sebagai lembaga

150

non-pemerintah. Sehingga relasi yang dibangun secara organisasi dengan partai politik umumnya bersifat relasi partisipatif.

Relasi secara partisipatif ini juga memberikan manfaat bagi kerja-kerja OMS yang terkait dengan kebijakan partai politik di parlemen. Beberapa pengalaman KontraS Aceh misalnya menjadi lebih mudah dalam membangun koordinasi dengan politisi di DPRA dalam mengadvokasi berbagai aturan daerah. Namun meskipun mempunyai akses yang mudah karena adanya relasi “personal” tersebut, namun dalam beberapa kebijakan yang tidak “merakyat” KontraS tetap kritis. Misalnya dalam pembentukan BP2A (Badan Pembangunan Perdamaian Aceh) yang dianggap “mubazir” dan tidak ada payung hukumnya.

Independensi OMS terhadap partai politik ini juga tetap terjaga ketika posisi OMS baik secara institusional maupun personal tetap mandiri, meskipun saling mempengaruhi (dalam hal positif). Namun ketika terdapat pengurus/personal OMS yang juga menjadi pengurus partai politik tertentu, maka keindependensian OMS menjadi “samar”, bahkan menjadi hilang karena adanya conflict interest. Hal ini dikarenakan tidak mungkin adanya split personality (personalitas ganda) di OMS dan partai politik, disamping akan menghilangkan daya kritis terhadap kebijakan partai politik yang bertentangan dengan kenyakinan OMS.

151

Artinya, masyarakat sipil di Aceh percaya bahwa untuk menjadi indepedensi gerakan OMS, maka tidak boleh adanya dualisme kepengurusan seorang aktivis, di partai politik dan di organisasi sipil. Sebaliknya, harus memilih salah satu diantaranya. Hal inilah yang akan menjadi independensi baik independensi OMS maupun partai politik itu sendiri.

Namun demikian, irisan saling mempengaruhi tetap dibutuhkan agar mencapai tujuan yang sama (common agenda) antara OMS dengan partai politik. Karena kedua organisasi tersebut, meskipun pada posisi yang berbeda namun mempunyai orientasi yang sama, yaitu mensejahterakan rakyat Indonesia. Sehingga check and balace sangat diperlukan, bahkan harus membangun membangun sinergisasi secara orientasi, bukan secara institusi.

Hal ini dikarenakan, ketika aktivis OMS bergabung dengan partai politik, maka harapannya adalah mampu mempengaruhi kebijakan internal dan eksternal partai untuk kepentingan publik, termasuk kebijakan dan prilaku partai politik dan politisinya yang lebih baik. Misalnya bagaimana mereka mampu membangun prilaku yang lebih demokratis, tidak melakukan kekerasan, tidak melakukan money politic, dan lainnya yang sesuai dengan perundang-undangan, moral dan etika.

152

Kalau model relasi itu menjawab kebutuhan dari perubahan yang diharapkan OMS, relasi itu bisa berkontribusi pada perubahan yang diharapkan OMS, tentu kerja-kerja OMS akan semakin mudah. OMS bekerja membangun daya kritis masyarakat, masyarakat yang cerdas ini ketika masuk ke parpol, maka akan memperkuat parpol, atau kalau tidak bergabung di parpol, masyarakat yang daya kritisnya sudah terbangun, akan jadi pemilih yang cerdas. Kalau relasi berjalan sebagaimana harusnya (dan bukan relasi eksploitatif), maka perubahan di masyarakat akan lebih mudah dicapai.

Abdullah dari MATA menyatakan bahwa dampak dari relasi ini yang paling nyata terlihat ialah kelompok masyarakat yang ingin menemui anggota parlemen (politisi) menjadi lebih mudah, jika MATA tidak membangun relasi yang baik dengan parpol maupun person anggota partai, maka susah untuk mengajak mereka turun lansung kemasyarakat untuk melihat permasalahan masyarakat, seperti dalam kasus pembebasan lahan. Meskipun kemudian relasi antara MATA dengan salah satu partai berkuasa di Aceh mengalami “keretakan” karena terkait dengan permintaan data dana partai tersebut melalui Komisi Informasi Aceh yang ditolak diberikan oleh partai itu ke

153

MATA, bahkan mencap lembaga MATA sebagai lembaga antek-antek asing.90

Terakhir, independensinya sebuah institusi baik itu OMS maupun partai politik adalah sejauh mana institusi lembaga tersebut mampu menjalankan visi, misi dan program-programnya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang ada. Meskipun diantara keduanya mempunyai relasi, namun selam relasi itu bertujuan dan berdampak bagi kepentingan dan kesejahteraan publik maka independensinya tetap terjaga. Namun ketika OMS, dan atau partai politik sekalipun sudah “mengadaikan” visi, misi dan amanah dari statuta lembaganya, maka disitulah independensi menjadi tiada, yang ada ada dependensi (ketergantungan terhadap lembaga lain, dan bekerja untuk yang “mengantungkannya”).

90

154

POSISI OM S TERHA DA P

Dalam dokumen Relasi Politik OMS dengan Partai Politik (Halaman 178-184)