• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak terhadap pendapatan rumah tangga: kontribusi masih rendah

Dalam dokumen Rehabilitasi hutan di Indonesia (Halaman 194-199)

Potret rehabilitasi di Indonesia: dampak dan pembelajaran dari

Proyek 10. Hutan Rakyat di Gunung Kidul, Yogyakarta (dimulai tahun 170 dan ketika studi kasus dilakukan kegiatan masih berlangsung)

5.4. Dampak terhadap mata pencaharian: manfaat bagi masyarakat berbasis proyek

5.4.2. Dampak terhadap pendapatan rumah tangga: kontribusi masih rendah

Empat puluh lima persen dari responden masyarakat menyatakan bahwa mereka memperoleh pendapatan dari kegiatan proyek pada 5 tahun pertama, dan 55% responden yang umumnya dari DAK-DR Kubar dan DAK-DR Kampar, menyatakan sebaliknya (Tabel 5-7). Namun, pada jangka panjang (setelah 5 tahun pertama proyek hingga waktu pelaksanaan survei), jumlah responden masyarakat yang memperoleh pendapatan menurun hingga 38%, khususnya masyarakat yang terlibat dalam proyek Hutan Rakyat dan proyek Perlindungan Daerah Aliran Sungai. Jumlah responden yang lebih tinggi (62%) menyatakan bahwa mereka

Bab 5 Potret rehabilitasi di Indonesia | 151

Tabel 5-7. Persepsi masyarakat mengenai dampak peningkatan pendapatan dari 10

proyek rehabilitasi

5 tahun pertama Setelah 5 tahun pertama

Apakah proyek rehabilitasi menyediakan pendapatan bagi masyarakat?

Proyek Rehabilitasi Apakah proyek

rehabilitasi menyediakan pendapatan bagi masyarakat?

Proyek Rehabilitasi

1. Ya (45%) • Rehabilitasi Hutan Bekas

Kebakaran (73%) • Hutan Rakyat (64%) • Perlindungan Daerah Aliran Sungai (60%) • Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (58%) • Rehabilitasi Areal Bekas

Penebangan (57%) • Pelestarian Taman Nasional

(48%)

• Hutan Tanaman Mekanis (47%)

1. Ya (38%) • Hutan Rakyat (83%)

• Perlindungan Daerah Aliran Sungai (71%)

2. Tidak (55%) • DAK-DR Kampar (71%)

• DAK-DR Kubar (62%) 2. Tidak (62%) • Rehabilitasi Areal Bekas Penebangan (100%)

• Rehabilitasi Hutan Bekas Kebakaran (89%) • Reboisasi Partisipatif (80%) • Hutan Tanaman Mekanis (67%) Catatan: Persentase dalam kurung merupakan tanggapan mayoritas

tidak memperoleh pendapatan lagi setelah 5 tahun pertama proyek, terutama masyarakat yang terlibat dalam proyek Reboisasi Partisipatif, Rehabilitasi Areal Bekas Penebangan, Rehabilitasi Hutan Bekas Kebakaran, serta proyek Hutan Tanaman Mekanis. Pada Proyek Reboisasi Partisipatif, pendapatan umumnya berasal dari insentif pemeliharaan yang diberikan oleh proyek, yaitu oleh BP DAS. Disini terdapat masalah karena aturan proyek yang ditetapkan sehubungan dengan insentif pemeliharaan kurang dipahami masyarakat. Untuk proyek Hutan Tanaman Mekanis, beberapa fakta yang diamati bertentangan dengan angka yang ada dalam tabel, misalnya, hanya sedikit masyarakat yang terus memperoleh pendapatan setelah 5 tahun dan sesudahnya, sementara angka menunjukkan sekitar 67% responden menyatakan sebaliknya. Sedikitnya masyarakat yang terus memperoleh pendapatan tidak merepresentasikan anggapan bahwa sebagian besar masyarakat turut berpartisipasi. Hal ini berlaku khususnya untuk anggota masyarakat yang terlibat dalam proyek Hutan Tanaman Mekanis sejak awal.

152 | Rehabilitasi hutan di Indonesia

Analisis tabulasi silang lebih lanjut menunjukkan pendapatan rata-rata yang diperoleh masyarakat yang terlibat dalam proyek rehabilitasi, baik yang sudah selesai maupun yang sedang berlangsung (Tabel 5-8). Untuk kedua periode, kisaran pendapatan rata-rata untuk proyek yang sudah selesai lebih rendah daripada proyek yang sedang berlangsung. Pada hampir semua proyek (Rehabilitasi Hutan Bekas Kebakaran, Hutan Tanaman Mekanis, Rehabilitasi Areal Bekas Penebangan dan Reboisasi Partisipatif) pada 5 tahun pertama proyek, sumber pendapatan utama berasal dari upah tenaga kerja. Untuk proyek yang telah selesai yang masih mendatangkan penghasilan bagi masyarakat setelah 5 tahun pertama umumnya pendapatan tersebut berasal dari hasil penjualan tanaman pertanian, ekowisata, penjualan biji/benih dan pengembangan persemaian. Kegiatan rehabilitasi yang dikelola dalam proyek Hutan Rakyat telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan kepada peningkatan pendapatan masyarakat, umumnya dari penjualan kayu dan tanaman pertanian.

Tabel 5-. Pendapatan berdasarkan sumbernya pada 5 tahun dan lebih dari 5 tahun

setelah proyek berjalan

Hingga 5 tahun proyek berjalan Setelah 5 tahun hingga saat ini

Proyek yang sudah selesai: USD 37 – 207 per tahun

Sumber pendapatan:

1. Pertanian (Perlindungan Daerah Aliran Sungai)

2. Tenaga kerja untuk kegiatan rehabilitasi (Rehabilitasi Hutan Bekas Kebakaran, Hutan Tanaman Mekanis dan Rehabilitasi Areal Bekas Penebangan)

3. Insentif untuk pemeliharaan (Reboisasi Partisipatif)

Proyek yang sudah selesai: USD 44 – 52 per tahun

Sumber pendapatan:

1. Pertanian, ekowisata (Perlindungan Daerah Aliran Sungai)

2. Persemaian (Rehabilitasi Hutan Bekas Kebakaran)

3. Pengumpulan benih/biji akasia dan ekaliptus (Hutan Tanaman Mekanis) Proyek yang sedang berlangsung: US$ 207

–294 per tahun Sumber pendapatan:

1. Penjualan kayu dan produk pertanian (Hutan Rakyat, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)

2. Tenaga kerja untuk kegiatan rehabilitasi (DAK-DR Kampar dan DAK-DR Kubar) 3. Agroforestri (Pelestarian Taman Nasional)

Proyek yang sedang berlangsung: USD 272 per tahun

Sumber pendapatan:

Penjualan kayu dan produk pertanian (Hutan Rakyat)

Bab 5 Potret rehabilitasi di Indonesia | 153

Tabel 5-. Persepsi masyarakat terhadap kontribusi proyek rehabilitasi terhadap

pendapatan rumah tangga

Proyek Rehabilitasi (jumlah responden)

Sumber Pendapatan (%)

Kegiatan

Rehabilitasi Pertanian Non-Pertanian

1. Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat (n=60) 28 22 50

2. DAK-DR Kampar (n=10) 33 50 17

3. DAK-DR Kubar (n=13) 26 28 46

4. Pelestarian Taman Nasional

(n=26) 38 20 42

5. Rehabilitasi Areal Bekas Penebangan (n=25)

38 40 22

6. Reboisasi Partisipatif (n=26) 11 68 21

7. Rehabilitasi Hutan Bekas

Kebakaran (n=11) 42 33 25

8. Perlindungan Daerah Aliran

Sungai (n=30) 35 35 30

9. Hutan Tanaman Mekanis (n=19) 22 62 16

10. Hutan Rakyat (n=17) 27 33 40

Sumber: Diskusi Kelompok Terarah

Namun demikian, pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan proyek rehabilitasi masih kurang penting dibandingkan dengan sumber pendapatan keluarga lainnya, seperti penjualan tanaman pertanian dan bukan pertanian (Tabel 5-9). Proporsi tertinggi pendapatan tersebut dilaporkan berasal dari proyek Rehabilitasi Hutan Bekas Kebakaran (42% dari total pendapatan rumah tangga) sedangkan proporsi terendah berasal dari proyek Reboisasi Partisipatif (11% dari total pendapatan rumah tangga).

Berdasarkan pengamatan yang mendalam terhadap proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, dilakukan kajian lanjutan dampak ekonomi dari kegiatan rehabilitasi terhadap kelompok yang terpinggirkan dan dari segi gender. Untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan dari proyek rehabilitasi, sangatlah penting untuk memperhatikan kelompok masyarakat yang terpinggirkan pada setiap tahap proyek. Hal ini belum sepenuhnya diperhatikan, sebagaimana terlihat dari hasil pengamatan di lapangan yang dibahas pada Kotak 5-1 di bawah ini. Lagipula, analisis gender menunjukkan bahwa terdapat dampak positif dan negatif baik bagi laki-laki maupun perempuan dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Namun, sangat perlu dicatat bahwa pada saat studi dilakukan, proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat baru berlangsung selama tiga tahun. Pengamatan pada tahap-tahap terakhir proyek mungkin akan memberikan hasil dan tafsiran yang berbeda.

154 | Rehabilitasi hutan di Indonesia

Kotak 5-1. Dampak terhadap kelompok yang terpinggirkan dan kelompok gender

pada proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Dampak pada kelompok yang terpinggirkan. Untuk memahami dampak pada kelompok yang terpinggirkan, pemangku kepentingan yang diidentifikasikan adalah sebagai berikut: 1) petani gurem yang ikut berpartisipasi dalam program, 2) petani gurem yang tidak ikut, 3) petani yang tidak memiliki lahan tetapi ikut berpartisipasi dalam program, serta 4) petani yang tidak memiliki lahan dan tidak ikut. Pemangku kepentingan yang memperoleh dampak positif dari kegiatan rehabilitasi hutan adalah peserta program, baik petani gurem maupun petani yang tidak memiliki tanah, karena mereka memperoleh pendapatan langsung dari hasil/produksi tanaman tumpangsari. Di lain pihak, pemangku kepentingan yang cenderung memperoleh dampak negatif adalah petani yang tidak turut berpartisipasi dalam program, karena mereka telah kehilangan akses pada areal hutan dan kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya.

Petani yang tidak memiliki lahan dan tidak berpartisipasi dalam program rehabilitasi merupakan kelompok terpinggirkan yang tidak dapat memperoleh manfaat dari program; walaupun sekitar 50% dari mereka berkeinginan untuk ikut. Mereka cenderung terkena dampak negatif dari kegiatan rehabilitasi, misalnya: mereka kesulitan dalam mencari kayu bakar, kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). Terdapat dua faktor yang menyebabkan kelompok yang terpinggirkan tidak bisa ikut berpartisipasi atau menikmati manfaat dari kegiatan rehabilitasi. Pertama, sumberdaya; misalnya waktu, uang dan kesehatannya yang terbatas. Mereka cenderung lebih sibuk untuk bertahan hidup pada tingkat subsisten sehingga tidak dapat mengalokasikan waktu dan uang untuk kegiatan tambahan seperti rehabilitasi. Mereka rentan terhadap penyakit akibat kekurangan gizi di tempat yang miskin akan sumberdaya. Kedua, aksesnya pada informasi masih terbatas; mereka cenderung tidak menghadiri pertemuan karena sering berada di luar desanya atau sibuk dengan pekerjaan sehari-hari. Telah diutarakan pada diskusi kelompok terarah, bahwa salah satu dampak negatif dari proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah kecemburuan sosial, akibat pembagian lahan yang tidak adil. Beberapa peserta diserahi lahan produktif sedangkan peserta lainnya diserahi lahan yang tidak subur atau rawan longsor. Selain itu, petani yang sudah memiliki lahan yang cukup juga mendapat lahan yang luas dari proyek. Hal ini terjadi karena areal yang diperuntukkan untuk proyek rehabilitasi, sudah diduduki oleh petani secara illegal sebelum proyek dimulai.

Dampak kegiatan rehabilitasi terhadap laki-laki dan perempuan. Dampak positif dan negatif dari kegiatan rehabilitasi, khususnya yang berdampak terhadap laki-laki dan perempuan, dirangkum pada tabel di bawah ini. Dampak positif kegiatan rehabilitasi baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam rumah tangga adalah: peningkatan pendapatan, tersedianya lahan untuk pertanian, tersedianya biaya sekolah, serta kebahagiaan dan kesehatan. Dampak positif yang hanya

Bab 5 Potret rehabilitasi di Indonesia | 155

diutarakan oleh laki-laki adalah: kesempatan untuk memperoleh pekerjaan dan lebih banyak akses pada pengetahuan. Dampak positif yang hanya dirasakan oleh perempuan adalah: kesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan di luar rumah, dapat berinteraksi dengan tetangga untuk mendapatkan manfaat bersama, serta menjadi lebih berani.

Dampak Positif

Laki-laki Perempuan

• Peningkatan pendapatan (89%) • Kesempatan kerja (18,2%)

• Ketersediaan lahan pertanian (16,4%) • Ketersediaan dana untuk biaya sekolah

(12,7%)

• Lebih bahagia, sehat, dan banyak teman (9,1%)

• Peningkatan akses terhadap pengetahuan (5,5%)

• Peningkatan pendapatan (82,1%) • Dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan

di luar rumah (25%)

• Kesempatan berinteraksi dengan tetangga dan mendapatkan manfaat bersama (16,1%)

• Ketersediaan lahan pertanian (3,6%) • Ketersediaan dana untuk biaya sekolah

(3,6%)

• Lebih berani (1,8%)

• Lebih sehat dan bahagia (8,9%)

Dampak Negatif

Laki-laki Perempuan

• Lebih sulit mencari kayu/kayu bakar • Lebih sulit mencari madu hutan dan

burung

• Lebih sulit mencari kayu/kayu bakar Catatan: % = persentase responden yang memberi jawaban

Sumber: Survei lapangan pada proyek Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, 2005

Kotak 5-1. Sambungan

5.5. Dampak terhadap konflik dan hak akses

Dalam dokumen Rehabilitasi hutan di Indonesia (Halaman 194-199)