• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Dampak

Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:

Wartonah (2006) 1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi social 2.1.4 Etiologi

Menurut Tarwoto dan Wartonah dalam Dermawan dan Rusdi (2013), penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :

a. Kelelahan fisik.

b. Penurunan kesadaran

Menurut Depkes (2009), penyebab kurang perawatan diri adalah:

a) Faktor prediposisi

1. Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.

2. Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.

3. Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.

4. Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.

b) Faktor presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.

2.1.5 Patofisiologi

Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) secara mandiri.

2.1.6 Pohon Masalah

Resiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Isolasi Sosial Defisit Perawatan Diri

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Mekanisme Koping : Tidak Efektif

( Damaiyanti,2013)

2.2 Asuhan keperawatan Defisit Perawatan Diri 2.2.1 Pengkajian

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008 ).

Data yang dikumpulkan bisa berupa data objektif yaitu data yang dapat secara nyata melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat. Sedangkan data subjektif yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya. Data ini didapat melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarganya (Keliat, 2007 )

Untuk dapat menyaring data yang diperlukan, umumnya yang dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Sistematika pengkajian menurut Keliat (2007) meliputi :

1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian nomor rekam medik, diagnosa medis dan identitas penanggung jawab.

2) Keluhan utama dan alasan masuk, tanyakan pada klien atau keluarga apa yang menyebabkan klien datang ke rumah sakit saat ini serta bagaimana hasil dari tindakan orang tersebut.

3) Faktor predisposisi, menanyakan kepada klien atau keluarganya

a) Apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa atau tidak.

b) Apakah ya, bagaimana hasil pengobatan sebelumnya.

c) Klien pernah melakukan, mengalami atau menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.

d) Apakah anggota keluarga ada yang mengalami gangguan jiwa.

e) Pengalaman klien yang tidak menyenangkan (kegagalan yang terulang lagi, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realitas) atau faktor lain, misalnya kurang mempunyai tanggung jawab personal.

4) Aspek fisik atau biologis, observasi tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan klien), ukur tinggi badan dan berat badan klien.

5) Psikososial, membuat genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dengan keluraga.

Masalah yang terkait dengan komunikasi pengambilan keputusan dan pola asuh.

6) Status mental meliputi pembicaraan, penampilan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, emosi, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.

7) Kebutuhan persiapan pulang, kemampuan klien dalam makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian, istirahat, tidur, penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas di dalam rumah dan di luar rumah.

8) Mekanisme koping, didapat melalui wawancara pada klien atau keluarga baik adaptif maupun maladaptif.

9) Masalah psikolosial dan lingkungan, didapat dari klien atau keluarga bagaimana tentang keadaan lingkungan klien, masalah pendidikan dan masalah pekerjaan.

10) Pengetahuan, apakah klien mengetahui tentang kesehatan jiwa.

11) Aspek medis, obat – obatan klien saat ini baik obat fisik, psikofarmako dan therapy lain.

12) Masalah Keperawatan Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan, kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut:

a) Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, klien hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan secara periodik karena tidak ada masalah.

b) Ada masalah dengan kemungkinan

1) Resiko terjadi masalah karena ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.

2) Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung 2.2.2 Diagnosa

1. Defisit perawatan diri

2. Gangguan konsep diri : Harga diri rendah 3. Isolasi sosial

2.2.3 Rencana Keperawatan

1. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Tujuan: klien dapat membina hubungan saling percaya.

Kriteria Evaluasi :

1) Klien dapat mengungkapkan perasaannya.

2) Ekspresi wajah bersahabat.

3) Ada kontak mata.

4) Menunjukkan rasa senang.

5) Mau berjabat tangan.

6) Mau menjawab salam.

7) Klien mau duduk berdampingan.

8) Klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya.

a) Sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun nonverbal.

b) Perkenalkan diri dengan sopan.

c) Tanya nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.

d) Jelaskan tujuan pertemuan, jujur, dan menepati janji.

e) Tunjukan sikap empati dan menerima pasien apa adanya.

f) Beri perhatian pada klien.

2) Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang penyakit yang dideritanya.

3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.

4) Katakan pada klien bahwa ia adalah seorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu mendorong dirinya sendiri.

Rasional: hubungan saling percaya merupakan landasan utama untuk hubungan selanjutnya.

b. Tujuan: klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi: klien mampu mempertahankan aspek yang positif.

Intervensi :

1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien dan diberi pujian atas kemampuan mengungkapkan perasaannya.

2) Saat bertemu klien, hindarkan memberi penilaian negatif.

3) Utamakan memberi pujian yang realitis.

Rasional:

1) Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuhan keperawatan.

2) Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri.

3) Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya karna ingin mendapatkan pujian.

c. Tujuan: klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.

Kriteria Evaluasi :

1) Kebutuhan klien terpenuhi.

2) Klien dapat melakukan aktivitas terarah.

Intervensi :

1) Diskusikan kemampuan klien yang masih dapat digunakan selama sakit.

2) Diskusikan juga kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaan di rumah sakit dan di rumah nanti.

Rasional:

1) Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah prasarat untuk berubah.

2) Pengertian tentang kemampuan yang dimiliki diri motivasi untuk tetap mempertahankan penggunaannya.

d. Tujuan: klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Kriteria Evaluasi :

1) klien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.

2) klien mengikuti terapi aktivitas kelompok.

Intervensi :

1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari setiap hari sesuai kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan minimal, kegiatan dengan bantuan total.

2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.

3) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.

Rasional:

1) Klien adalah individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

2) Klien perlu bertindak secara realiatis dalam kehidupannya.

3) Contoh peran yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk melaksanakan kegiatan.

e. Tujuan: klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

Kriteria Evaluasi: klien mampu beraktivitas sesuai kemampuan.

Intervensi :

1) Beri kesempatan klien untuk mncoba kegiatan yang direncanakan.

2) Beri pujian atas keberhasilan klien.

3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.

Rasional:

1) Memberikan kesempatan klien mandiri dirumah.

2) Reinforcement positif dapat memotivasi klien dan keluarga serta dapat meningkatkan harga diri.

3) Memberi kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan yang biasa dilakukan.

f. Tujuan: klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Kriteria Evaluasi: klien mampu melakukan apa yang diajarkan.

Intervensi :

1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga diri rendah.

2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.

3) Bantu keluarga meniapkan lingkungan di rumah.

Rasional:

1) Mendorong keluarga untuk mampu untuk merawat klien dirumah.

2) Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat proses penyembuhan.

3) Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien dirumah.

2. Isolasi sosial

Tujuan : Klien mampu berinteraksi dengan orang lain secara optimal

Kriteria evaluasi :

1) klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat 2) klien menunjukan rasa senang

3) klien ada kontak mata 4) klien mau berjabat tangan 5) klien mau menyebut nama 6) klien mau manjawab salam

7) klien mau duduk berdampingan dengan perawat 8) klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik

2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal 3) Perkenalkan diri dengan sopan

Rasional:

Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi selanjutnya.

3. Defisit perawatan diri

Tujuan Umum :Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri kriteria evaluasi :

1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri 2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik 3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik

4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri Intervensi :

1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri

d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri

2) Melatih pasien berdandan/berhias Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :

a) Berpakaian b) Menyisir rambut c) Bercukur

Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : a) Berpakaian

b) Menyisir rambut c) Berhias

3) Melatih pasien makan secara mandiri a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan b) Menjelaskan cara makan yang tertib

c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik 4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

2.2.4 Implementasi Keperawatan

a) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri.

Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri, Anda dapat melakukan tahapan tindakan berikut :

1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.

2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.

4) Melatih pasien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.

b) Melatih pasien berdandan/berhias.

Anda sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan.

Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan wanita.

1) Untuk pasien laki-laki meliputi : a) Berpakaian

b) Menyisir rambut c) Bercukur

2) Untuk pasien wanita, latihannya meliputi : a) Berpakaian

b) Menyisir rambut c) Berhias

c) Melatih pasien makan secara mandiri.

Untuk melatih makan pasien, anda dapat melakukan tahapan sebagai berikut :

1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.

2) Menjelaskan cara makan yang tertib.

3) Menjelaskan cara merapihkan makan setelah makan 4) Praktik makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

d) Pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri.

Anda dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut :

1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

2.2.5 Evaluasi

1) Pasien dapat menyebutkan hal berikut.

a. Penyebab tidak merawat diri.

b. Manfaat menjaga perawatan diri.

c. Tanda-tanda bersih dan rapi.

d. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.

2) Pasien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal berikut.

a. Kebersihan diri b. Berdandan c. Makan d. BAB/BAK

2.3 Strategi Pelaksanaan Komunikasi

2.3.1 Pengertian Strategi Pelaksanaan Komunikasi

Strategi pelaksanaan komunikasi merupakan standar asuhan keperawatan terjadwal yang diterapkan pada klien dan keluarga klien yang bertujuan untuk mengurangi masalah keperawatan jiwa yang ditangani. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan merupakan alat yang dijadikan sebagai panduan oleh seseorang perawat jiwa ketika berinteraksi dengan klien (Fitria, 2009).

2.3.2 Tujuan strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri menurut Purba (2009) adalah sebagai berikut:

a. Pada Klien

1) Klien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.

2) Klien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.

3) Klien mampu melakukan makan dengan baik.

4) Klien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.

2.3.3 Pembagian Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri Pembagian strategi pelaksanaan komunikasi defisit perawatan diri menurut Purba (2009) adalah sebagai berikut:

1. Strategi Pelaksanaan 1 (SP1)

Untuk melatih klien dalam menjaga kebersihan diri dapat melakukan tahapan tindakan yang meliputi:

a) Menjelaskan pentingnya menjaga kebersihan diri.

b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri.

c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri.

d) Melatih klien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

2. Strategi Pelaksanaan 2 (SP2)

Untuk melatih klien dalam berhias/ berdandan. Untuk pasien laki-laki harus dibedakan dengan wanita.

Untuk pasien laki-laki latihannya meliputi : a) Berpakaian

b) Menyisir rambut c) Bercukur

Untuk pasien wanita latihannya meliputi : a) Berpakaian

b) Menyisir rambut c) Berhias

3. Strategi Pelaksanaan 3 (SP3)

Untuk melatih klien dapat melakukan tahapan sebagai berikut:

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan.

b) Menjelaskan cara makan yang tertib.

c) Menjelaskan cara merapikan peralatan makan.

d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik.

4. Strategi Pelaksanaan 4 (SP4)

Melatih klien BAB dan BAK secara mandiri sesuai tahapan berikut:

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK.

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK.

c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK.

2.4 Evaluasi Strategi Pelaksanaan Komunikasi Defisit Perawatan Diri

Tanda- tanda strategi pelaksanaan komunikasi yang diberikan kepada klien kurang perawatan diri berhasil menurut Purba (2009) adalah sebagai berikut:

a. Klien dapat menyebutkan:

1. Penyebab tidak merawat diri.

2. Manfaat menjaga perawatan diri.

3. Tanda-tanda bersih dan rapi.

4. Gangguan yang dialami jika perawatan diri tidak diperhatikan.

b. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri dalam hal:

1. Kebersihan diri 2. Berdandan 3. Makan 4. BAB/BAK

c. Keluarga memberi dukungan dalam melakukan perawatan diri:

1. Keluarga menyediakan alat-alat untuk perawatan diri.

2. Keluarga ikut seta mendampingi klien dalam perawatan diri.

3. Kemampuan Dalam Perawatan Diri

27 3.1. Desain Penelitian

Studi kasus ini adalah studi untuk mengeskplorasi masalah Asuhan Keperawatan Pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami defisit perawatan diri dengan pemberian strategi pelaksanaan 1 dan 2 di ruang gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

3.2. Batasan Istilah

Batasan istilah pada asuhan keperawatan pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami gangguan defisit perawatan diri dengan pemberian strategi pelaksanaan 1 dan 2 di ruang gatotkaca di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta , maka penulis hanya menjabarkan konsep defisit perawatan diri beserta asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi yang disusun secara naratif.

3.3. Partisipan

Pada sub bab ini di deskripsikan tentang karakteristik partisipan/ unit dialysis / kasus yang akan diteliti unit partisipan. Unit partisipan dalam keperawatan pada umumnya adalah klien dan atau keluarganya. Subyek yang digunakan adalah 2 klien dengan masalah keperawatan dan diagnosis medis yang sama yaitu pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami Gangguan Defisit Perawatan Diri

3.4. Lokasi dan Waktu

Lokasi studi kasus ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta dan waktu pelaksanaan pada tanggal 22 Mei – 3 Juni 2017.

3.5. Pengumpulan Data

1. Data primer dengan cara :

a. Pemeriksaan fisik menurut (Handayani,2015)

1) Inspeksi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan, metode ini dilakukan untuk mendeterminasi ciri - ciri jaringan atau organ.

2) Auskultasi

Auskultasi adalah metode pengkajian yang menggunakan stetoskop untuk memperjelas pendengaran.

3) Perkusi

Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya .

b. Wawancara

Menurut Hidayat (2014), bahwa wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara mewawancarai langsung responden yang diteliti, sehingga metode ini memberikan hasil secara langsung.

Hal ini digunakan untuk hal-hal dari responden secara lebih mendalam. Pada kasus ini wawancara dilakukan pada pasien.

c. Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti. Dalam metode observasi ini instrument yang dapat digunakan, antara lain lembar observasi, panduan pengamatan observasi atau lembar checklist (Hidayat, 2014).

2. Data sekunder a. Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli, dokumen asli tersebut dapat berupa gambar, table, daftar pustaka dan film dokumenter (Hidayat, 2014). Pada kasus ini pendokumentasian tentang gangguan defisit perawatan diri diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

b. Studi Kepustakaan

Menurut Hidayat (2014), studi kepustakaan adalah kegiatan peneliti yang dilakukan oleh peneliti dalam rangka mencari landasan teoritis dari permasalahan peneliti. Pada kasus ini studi kepustakaan diperoleh dari buku-buku yang membahas tentang gangguan defisit perawatan diri dari tahun 2007 sampai tahun 2017.

3.6. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data/informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas

tinggi. Uji keabsahan mempunyai dua fungsi yaitu melaksanakan pemeriksaan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dipercaya, dan memperlihatkan derajat kepercayaan hasil – hasil penemuan dengan jalan pembuktian terhadap kenyataan ganda yang sedang diteliti (Prastowo, 2011).

Uji keabsahan data dilakukan dengan: memperpanjang waktu pengamatan / tindakan, dan sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data yaitu klien, perawat, dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu pada pasien yang mengalami gangguan defisit perawatan diri di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.

3.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisis data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya di tuangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasikan dalam intervensi tersebut. Urutan dalam analisi adalah :

1. Pengumpulan data

Data dikumpulan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen ).

Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkip ( catatan terstruktur).

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.

3. Penyajian data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi . Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.

32 4.1 Gambaran lokasi pengambilan data

Pengambilan data dilakukan di rumah sakit dr. Arif Zainudin Surakarta, di bangsal Gatotkaca. Di dalam bangsal Gatotkaca terdapat 1 ruang perawat dan 4 ruang perawatan diantaranya: 2 untuk dewasa, 2 untuk anak dan remaja. Bangsal ini khusus untuk perawatan klien yang berjenis kelamin laki-laki.

4.2 Pengkajian

1. Identitas Klien

IDENTITAS KLIEN KLIEN 1 KLIEN 2

ALASAN MASUK Keluarga mengatakan klien dibawa ke rumah sakit jiwa karena saat pulang kerumah pasien tiba-tiba keadaannya bingung tidak tahu arah jalan pulang kerumahnya pasien juga sebelum dibawa kerumah sakit pasien melempar ibunya dengan gelas dan piring. pernah memukul ayah,ibu dan adiknya karena jengkel.

3. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi

KLIEN 1 KLIEN 2

Faktor predisposisi Klien belum pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu dan belum

pernah menjalani

pengobatan. Tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.

Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki trauma selama tumbuh kembang, kegagalan dalam sekolah maupun bekerja. Sebelum dibawa ke rumah sakit klien melempar ibunya dengan gelas dan piring dan mendobrak-dobrak papan yang ada di rumah.

Klien sudah pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya 1 kali dirawat di rumah sakit jiwa pada bulan januari lalu. Pengobatan klien sebelumnya kurang berhasil karena klien tidak rutin minum obat dan kontrol. Pasien mengatakan pernah memukul ayah, ibu dan adiknnya karena jengkel, pasien juga pernah mengalami aniaya fisik dari ayahnya karena sering mengamuk Tidak ada anggota keluarga klien yang mengalami gangguan jiwa.

Faktor presipitasi Faktor pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien di PHK dari tempat kerjanya.

Faktor pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien mengalami trauma akibat perceraian orang tuanya.

5. Psikososial

3. Hubungan sosial

Klien mengatakan tinggal serumah dengan kedua orang tua dan kakaknya. Klien merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara.

Tidak ada

Klien mengatakan tubuhnya kurus dan tidak memiliki tato di tubuhnya.

Klien adalah seorang laki-laki, sebelumnya klien pernah bekerja di tempat pemotongan ayam

Klien mengatakan klien berperan sebagai anak di dalam keluarganya, klien juga bekerja sebagai penjahit.

Klien berharap agar cepat

Klien berharap agar cepat

Dokumen terkait