• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL

4.4 Diagnosa Keperawatan

Hari/ Tanggal Data Diagnosa Keperawatan

KLIEN 1 Selasa,

23 Mei 2017 10.30 WIB

Ds:

Pasien mengatakan tidak mengenal teman satu kamar

Do:

Ekspresi wajah klien datar,lebih banyak menunduk Pasien terlihat bingung

Jarang berinteraksi dengan orang lain

Pasien sering menyendiri di kamar

Klien mengatakan malas beraktivitas

Klien mengatakan tidak pernah kramas

Klien jarang menggunakan sabun jika mandi

Do:

Pasien terlihat tidak bersih Pakaian pasien tidak rapi,tidak pernah ganti baju

Rambut pasien acak-acakan Gigi kotor serta bau mulut

Defisit perawatan diri

Klien mengatakan jarang gosok gigi

Klien mengatakan jarang kramas,rambut hanya dibasahi saja

Do:

Pakaian pasien terlihat tidak rapi,mengganti pakaian jika hanya di ingatkan

Kuku-kuku jari tangan dan kaki panjang dan kotor

Gangguan konsep diri:

Klien lebih senang menyendiri dirumah.

Do:

Malu

Ekspresi wajah kosong

Senang menyendiri dan jarang berinteraksi

Kontak mata kurang.

Sering menangis jika diajak bicara

Klien dapat meningkatkan

motovasinya untuk

memperhatikan kebersihan diri.

Tujuan Khusus:

TUK 1:

Klien dapat membina hubunagn saling percaya.

Kriteria hasil :

1. Wajah cerah, tersenyum.

2. Mau berkenalan.

3. Ada kontak mata.

4. Menerima kehadiran perawat.

5. Bersedia menceritakan perasaannya

TUK 2 :

Klien dapat mengenal pentingnya kebersihan diri.

Kriteria hasil :

Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.

TUK 3 :

Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.

2. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.

5. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian .

SP 2:

1. Mengevaluasi jadwal

kegiatan harian pasien.

2. Menjelaskan cara berdandan.

3. Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 3 :

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2. Menjelaskan cara makan yang baik.

3. Membantu pasien

mempraktekkan cara makan yang baik.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 4 :

1. Menjelaskan tempat

seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.

TUK 4 :

Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri.

Kriteria hasil :

Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan

kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.

BAB/BAK yang sesuai.

2. Menjelaskan cara

membersihkan diri setelah BAB dan BAK.

3. Menjelaskan cara

membersihkan tempat BAB

Klien dapat meningkatkan

motovasinya untuk

memperhatikan kebersihan diri.

Tujuan Khusus:

TUK 1:

Klien dapat membina hubunagn saling percaya.

Kriteria hasil :

1. Wajah cerah, tersenyum.

2. Mau berkenalan.

3. Ada kontak mata.

4. Menerima kehadiran perawat.

5. Bersedia menceritakan perasaannya

TUK 2 :

Klien dapat mengenal pentingnya kebersihan diri.

Kriteria hasil :

Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.

TUK 3 :

Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.

Kriteria hasil : Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.

SP 1:

1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian .

SP 2:

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien . 2. Menjelaskan cara berdandan.

3. Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 3 :

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2. Menjelaskan cara makan yang baik.

3. Membantu pasien

mempraktekkan cara makan yang baik.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 4 :

1. Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai.

2. Menjelaskan cara

membersihkan diri setelah BAB dan BAK.

3. Menjelaskan cara

membersihkan tempat BAB dan BAK

TUK 4 :

Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri.

Kriteria hasil :

Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.

23 Mei 2017

7. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.

8. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.

9. Membantu pasien

mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

10. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian .

SP 2:

5. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

6. Menjelaskan cara berdandan.

7. Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan.

8. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 3 :

5. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

6. Menjelaskan cara makan yang baik.

7. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik.

8. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

46

Diagnosa

2. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.

3. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.

4. Membantu pasien

mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.

5. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian .

SP 2:

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2. Menjelaskan cara berdandan.

3. Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

SP 3 :

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.

2. Menjelaskan cara makan yang baik.

3. Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik.

4. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

47

4.7 Evaluasi

“baik saya mau berbincang 15 menit”

“saya merasa kebersihan itu tidak penting”

“saya malas melakukan kebersihan diri,saya tidak pernah kramas”

“saya jarang menggunakan sabun jika mandi”

“saya akan latihan setiap akan mandi”

O:

Klien terlihat tidak bersih, pakaian tidak rapi, tidak pernah ganti baju, rambut acak-acakan, gigi kotor serta bau mulut. mengganti baju sehari 2 kali.

S:

“saya mau berbincang 10 menit.”

“tadi saya sudah mandi”

“saya tidak pernah menyisir rambut”

“saya mau merapikan rambut setelah bangun tidur”

O:

Klien terlihat sudah mandi, baju sudah di ganti, wajah lebih bersih

A:

SP2P tercapai.

P:

Perawat: lanjutkan SP3P tanggal 25 Mei jam 08.00.

Klien: motivasi klien untuk merapikan diri, memotong kuku dan menyisir rambut

S:

“kita berbincang 10 menit saja.”

“saya makan dikamar”

“saya mau mendengarkan”

“berarti kalau saya makan harus di meja makan dan membereskannya”

“saya mau latihan setiap saya makan”

O:

Klien terlihat lebih segar, rambut tertata rapi dan sudah kramas, baju sudah ganti.

A:

SP3P tercapai.

P:

Perawat: lanjutkan SP4P tanggal 26 Mei jam 08.30.

Klien: motivasi klien untuk makan dimeja makan dan membersihkan alat-alat makan.

48

EVALUASI 23 Mei 2017

“saya mau berbincang 10 menit”

“saya jarang gosok gigi,jarang kramas”

“saat saya mandi rambut hanya saya basahi”

“saya ”

“saya akan latihan setiap pagi jam 06.00 saat saya mandi”

O:

Klien terlihat tidak rapi, mengganti pakaian jika hanya diingatkan, kuku-kuku jari tangan dan kaki panjang dan kotor, rambut acak-acakan, jika mandi jarang di keringkan dengan handuk.

A: mengganti baju sehari 2 kali.

.

S:

“baiklah, kita berbincang 10 menit saja ya.”

“tadi pagi saya sudah gosok gigi”

“saya tidak pernah memotong kuku”

“saya akan memotong kuku jika panjang-panjang.”

O:

Klien terlihat sudah rapi mengganti pakaiannya, bau mulut agak berkurang A:

SP2P tercapai.

P:

Perawat: lanjutkan SP3P tanggal 25 Mei jam 09.00.

Klien: motivasi klien untuk latihan merapikan diri, mandi, dan mengganti baju

S:

“kita berbincang 10 menit.”

“saya sudah merapikan baju saya,menggosok gigi, dan mandi menggunakan sabun”

Perawat: lanjutkan SP4P tanggal 26 Mei jam 09.00.

Klien: motivasi klien untuk mandi setiap hari,mengganti pakaian, dan merapikan diri.

49

50

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Sdr.R dan Sdr.F yang mengalami defisit perawatan diri dengan pemberian strategi pelaksanaan 1 cara merawat kebersihan diri dan strategi pelaksanaan 2 cara berhias/berdandan yang dilaksanakan pada tanggal 23 Mei 2017 di ruang gatotkaca Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Arif Zainuddin Surakarta.

5.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Setiadi, 2012). Format pengkajian meliputi aspek-aspek identitas klien, alasan masuk, faktor predisposisi, fisik, psikososial, status mental, kebutuhan persiapan pulang, mekanisme koping, masalah psikososial dan lingkungan, pengetahuan dan aspek medik. Format pengkajian ini dibuat agar semua data relevan tentang semua masalah klien saat ini, lampau atau potensial didapatkan sehingga diperoleh suatu data dasar yang lengkap (Damaiyanti dan Iskandar, 2012).

Pengkajian yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 23 Mei 2017 didapatkan data identitas 2 klien yaitu klien 1 bernama Sdr.R, usia 17 tahun, berjenis kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal gatotkaca, klien masuk rumah sakit pada tanggal 12 April 2017. Sedangkan klien 2 bernama Sdr.F,

usia 18 tahun, berjenis kelamin laki-laki, ruang rawat di bangsal gatotkaca, klien masuk rumah sakit pada tanggal 5 April 2017.

Tanda dan gejala yang dialami pada Sdr.R dan Sdr.F, dengan defisit perawatan diri adalah klien tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun jika mandi, jarang gosok gigi, jika mandi jarang dikeringkan dengan handuk, pakaian tidak rapi, tidak pernah ganti baju, kuku-kuku jari tangan dan kaki panjang dan kotor. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala defisit peraawatan diri yaitu : klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan diri, mengeringkan tubuh, memperoleh atau menukar pakaian, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan (Herman, 2011).

Alasan masuk Sdr.R yaitu saat pulang kerumah pasien tiba-tiba keadaannya bingung tidak tahu arah jalan pulang kerumahnya pasien juga sebelum dibawa kerumah sakit pasien melempar ibunya dengan gelas dan piring. Sedangkan alasan Sdr.F dibawa ke Rumah Sakit Jiwa karena pasien mengamuk memecahkan kaca jendela rumah dan merusak motor, pasien juga pernah memukul ayah,ibu dan adiknya karena jengkel.

Faktor predisposisi defisit perawatan diri terdapat beberapa teori yang menjadi penyebab munculnya defisit perawatan diri , salah satunya dari segi kemampuan realitas turun (Depkes, 2009). Dari pengkajian Sdr.R didapatkan faktor menjadi penyebab kurang perawatan diri yaitu klien malas untuk beraktifitas dan membersihkan diri. Pengkajian Sdr.F didapatkan faktor yang menjadi penyebab kurang perawatan diri yaitu klien menganggap kebersihan itu tidak penting.

Menurut Depkes (2009), Yang merupakan pengkajian dalam faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurangnya penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri..

Dari pengkajian Sdr.R didapatkan data faktor pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien di PHK dari tempat kerjanya. Pengkajian Sdr.F didapatkan data faktor pancetus terjadinya gangguan jiwa yaitu klien mengalami trauma akibat perceraian kedua orang tuanya.

Konsep diri di definisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang mempengaruhi hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan realitas dunia. Harga diri (self esteem) merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh

dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri.

Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berasal dari peneriman diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetap merasa seseorang yang penting dan berharga. Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa (Stuart, 2006 dalam Gumilar, 2016). Menurut Towsend(1998 dalam Nengsi, 2014), harga diri rendah adalah perilaku negatif terhadap diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tak langsung.

Harga diri klien yang rendah menyebabkan klien merasa malu, dianggap tidak berharga dan berguna. Klien kesal kemudian marah dan kemarahan tersebut diekspresikan secara tak konstruktif, seperti memukul orang lain, membanting-banting barang atau mencederai diri sendiri. Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data pengkajian konsep diri harga diri yang ditemukan pada kasus klien Sdr.F yaitu klien merasa malu karena orang lain menjauhinya, klien lebih sering menyendiri, sering menangis jika diajak berbicara dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Achlis (2011 dalam Fauziah & Latipun, 2016) keberfungsian sosial merupakan kemampuan individu melaksanakan tugas dan perannya dalam berinteraksi dengan situasi sosial tertentu yang bertujuan mewujudkan nilai diri untuk mencapai kebutuhan hidup. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberfungsian sosial individu yaitu, adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi, individu mengalami frustasi dan kekecewaan, keberfungsian sosial juga dapat menurun akibat individu mengalami gangguan kesehatan, rasa duka yang berat, atau penderitaan lain yang disebabkan bencana alam. (Ambari, 2010 dalam Fauziah & Latipun, 2016).

Berdasarkan teori yang telah disampaikan tersebut sama dengan data pengkajian hubungan sosial yang ditemukan pada Sdr.R yaitu klien mempunyai peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat dan pernah bekerja disuatu pabrik namun klien di PHK sehingga klien ingin cepat pulang, diterima dimasyarakat dan bisa bekerja kembali sedangkan Sdr.F klien tidak mempunyai peran serta dalam masyarakat karena klien merasa

malu karena orang lain menjauhinya, klien lebih sering menyendiri, sering menangis jika diajak berbicara dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

Data yang didapat dari pengkajian spiritual, kedua klien mengatakan beragama islam, tetapi terdapat perbedaan pada kegiatan ibadah pada masing-masing klien yaitu Sdr.R rajin beribadah dengan sholat 5 waktu, sedangkan Sdr.F jarang bahkan tidak pernah beribadah. Dari kegiatan strategi pelaksanaan 1 dan 2 terdapat perbedaan dari kedua klien Sdr.R saat diajarkan SP 1 lebih tenang, mudah menerima saran dari perawat, sedangkan Sdr.F saat dilakukan cara menjaga kebersihan diri dan berhias/berdandan klien terlihat gelisah, tidak mau duduk diam terlalu lama, sehingga klien kurang mampu untuk mengingat apa yang diajarkan oleh perawat. Penelitian psikiatrik membuktikan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara komitmen agama dan kesehatan. Orang yang sangat religius dan taat menjalankan ajaran agamanya relatif lebih sehat dan atau mampu mengatasi penderitaan penyakitnya sehingga proses penyembuhan penyakit lebih cepat (Zainul Z, 2007 dalam Sulistyowati & Prihantini, 2015).

Pengkajian status mental Sdr.R dari penampilan klien terlihat tidak rapi, pakaian yang dikenakan tidak pernah ganti, pasien tidak pernah kramas, gosok gigi hanya 1 kali sehari, pasien jarang menggunakan sabun untuk mandi, rambut acak-acakan, gigi kotor serta bau mulut.Dilihat dari cara bicara, klien berbicara dengan irama lambat dan nada pelan. Aktivitas motorik klien terlihat hanya diam dikamar dan tidak berbincang dengan orang lain. Alam perasaan, klien merasa sedih karena ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarganya. Afek klien datar, tidak ada roman muka pada

saat stimulasi yang menyenangkan atau menyedihkan. Saat berinteraksi dengan klien, klien lebih banyak menunduk dan tidak mau menatap lawan bicara. Klien tidak mengalami gangguan persepsi. Pembicaraan klien lambat, saat diajak bicara tiba-tiba pembicaraaan terhenti tanpa gangguan external namun kemudian dilanjutkan kembali. Tingkat kesadaran klien bingung karena pasien tidak tahu dimana sekarang ia dirawat. Klien tidak mengalami gangguan daya ingat pasien dapat menyebutkan dimana dia bekerja 3 tahun lalu, di pengkajian tingkat konsentrasi dan berhitung klien mampu berhitung dengan angka sederhana. Kemampuan penilaian klien mampu memilih berbincang dulu sebelum kekamar mandi atau kekamar mandi dulu sebelum berbincang. Klien mengatakan sudah sehat dan tidak perlu dirawat lagi.

Pengkajian status mental Sdr.F dari penampilan klien terlihat tidak rapi, baju diganti jika diingatkan saja, kuku-kuku jari tangan dan kaki kotor dan panjang,rambut pasien acak-acakan,jarang gosok gigi, jika mandi jarang dikeringkan dengan handuk. Dilihat dari cara menjawab pertanyaan pasien hanya menggeleng kepala dan manggut-manggut saja. Aktivitas motorik klien terlihat ketika sendiri sering mondar-mandir dan lebih banyak didalam kamar. Alam perasaan, klien mengatakan sedih karena jarang ditengok oleh keluarganya. Afek klien labil, saat berbincang-bincang tiba-tiba klien pergi.

Saat berinteraksi dengan klien terkadang pasien menangis jika ditanya tentang dirinya dan lebih banya diam. Klien tidak mengalami gangguan persepsi.

Klien mengalami perseversi, pasien mengatakan ingin segera pulang dan diucapkan berulang-ulang. Klien tidak pernah mempunyai pikiran yang aneh-aneh. Tingkat kesadaran klien yaitu stupor, yaitu ketika diajak berbicara

anggota tubuhnya kaku dan canggung. Klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek, saat di tanya apa latihan rehabilitasi minggu lalu, klien tidak bisa menjawab. Pada pengkajian tingkat konsentrasi dan berhitung, klien tidak mampu berhitung dan tidak mampu berkonsentrasi lama. Klien mampu mengambil keputusan yang sederhana klien dapat memilih mandi dulu sebelum potong kuku atau potong kuku dulu sebelum mandi. Klien tidak tahu apa yang diderita saat ini. Menurut Herman (2011), tanda gejala klien yang mengalami defisit perawatan diri adalah klien yang tidak mamppu untuk melakukan Mandi (kebersihan diri), Berpakaian/Berhias, Makan, BAB/BAK ( Toileting).

Perencanaan pulang merupakan bagian penting dari program pengobatan klien yang dimulai dari saat klien masuk rumah sakit. Hal ini merupakan proses yang menggambarkan usaha kerjasama antara tim kesehatan, keluarga, klien, dan orang yang penting bagi klien (Yosep, 2007 dalam Sambodo, 2013). Pengkajian kebutuhan persiapan pulang, didapatkan data sebagai berikut: Makan, kedua klien makan 3x sehari dengan menu yang disediakan dari rumah sakit, klien mampu makan secara mandiri dan klien selalu mencuci piringnya setelah selesai makan. BAB/ BAK, kedua klien mampu melakukan BAB/ BAK secara mandiri. Mandi, kedua klien membutuhkan bantuan minimal untuk di motivasi, menjaga kebersihan diri dan dekatkan alat-alat mandi klien agar mudah dijangkau, selesai mandi terkadang klien lupa dan malas untuk mengeringkan badannya dengan handuk. Berpakaian/ berhias, kedua klien membutuhkan bantuan minimal dalam berpakaian karena klien harus di motivasi untuk ganti baju yang rapi

dan bersih, dan memotivasi klien untuk menyisir rambut dan memotong kuku. Istirahat dan tidur, kedua klien tidur siang selama 1-2 jam, tidur malam selama 7-8 jam, ajarkan klien untuk merapikan tempat tidur sebelum dan sesudahnya. Dalam penggunaan obat, kedua klien membutuhkan bantuan minimal yaitu klien harus diingatkan untuk meminum obatnya, klien diberi obat 2x sehari. Pemeliharaan kesehatan dan sistem dukungan, kedua klien berusaha untuk rutin minum obat dan kontrol, klien mendapat dukungan penuh dari keluarga dalam proses penyembuhannya. Aktivitas didalam rumah, Sdr.R perlu latihan dan diajarkan untuk membantu aktifitas di dalam rumah, saat di rumah sakit klien juga selalu mencuci piring setelah selesai makan. Tn.SR ,saat di rumah sakit, klien selalu mencuci piring setelah selesai makan. Aktivitas di luar rumah, Sdr.R saat di rumah sakit, klien rajin mengikuti rehabilitasi setiap pagi, klien mengatakan jika sudah pulang ke rumah nanti klien ingin bekerja lagi. Sdr.F saat di rumah sakit, jarang mengikuti rehabilitasi,karena malas.

Pengkajian mekanisme koping Sdr.F yaitu maladapif, klien mengatakan jika mempunyai masalah klien langsung marah-marah, jika sudah tidak tahan lagi klien kemudian mengamuk atau merusak barang yang ada di sekitar nya. Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme koping klien sehingga dapat membantu klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan marahnya (Dermawan & Rusdi, 2013).

Pengkajian masalah psikososial dan lingkungan, Sdr.R mempunyai masalah dengan lingkungan, klien mengatakan setelah klien di PHK, klien

jarang bergaul dengan tetangganya dan klien ingin diterima lagi di masyarakat. Sdr.F mempunyai masalah dengan lingkungan, klien mengatakan tidak pernah bergaul di masyarakat. Masalah psikososial dan lingkungan pasien dapat yang mempengaruhi diagnosis, penanganan, serta prognosis gangguan mental. Masalah psikososial dan lingkungan dapat berupa pengalaman hidup yang tidak baik, kesulitan atau defisiensi lingkungan, stres interpersonal ataupun familial, kurangnya dukungan sosial atau penghasilan pribadi, ataupun masalah lain yang berkaitan dengan kesulitan seseorang untuk dapat berkembang (Lubis, dkk, 2010).

Pengkajian tentang pengetahuan, Sdr.R tidak mengetahui tentang penyakit jiwa. Sdr.F tidak mengetahui tentang penyakit jiwa, koping dan obat-obatan. Aspek medik, diagnosa medis kedua klien yaitu skizofrenia tak terinci F.20.3. Terapi medis yang di berikan kepada Sdr.R yaitu Risperidon 2x2mg, Trihexyphenidyl (THP) 2x2mg, Chlorpromazine (CPZ) 2x100mg.

Terapi medis yang di berikan kepada Sdr.F yaitu Trihexyphenidyl (THP) 2x2mg, Chlorpromazine (CPZ) 1x100mg. Risperidon merupakan antipsikosis untuk terapi skizofrenia akut, kronik dan kondisi psikosis lain, efek sampingnya antara lain insomnia, cemas, sakit kepala, somnolen dan lelah.

Trihexyphenidyl (THP) merupakan jenis obat pada pengobatan segala bentuk

parkinson karena pengaruh obat untuk susunan syaraf, efek sampingnya adalah mulut kering, pusing, mual, muntah, bingung, takikardi.

Chlorpromazine (CPZ) adalah obat yang termasuk golongan antispikotik

fenotiazina, obat ini digunakan untukmenangani berbagai gangguan mental seperti skizofrenia dan gangguan psikosis yang lainnya, perilaku agresif yang

membahayakan pasien atau orang lain, kecemasan, kegelisahan yang parah, efek sampingnya antara lain sakit kepala, mengantuk, pandangan kabur, mulut kering (Nurul falah, 2014).

5.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang dibuat oleh perawat profesional yang memberi gambaran tentang masalah atau status kesehatan klien, baik aktual maupun potensial, yang ditetapkan berdasarkan analisa dan interpretasi data hasil pengkajian. Pernyataan diagnosis keperawatan harus jelas, singkat, dan lugas terkait masalah kesehatan klien berikut penyebabnya yang dapat diatasi melalui tindakan keperawatan (Asmadi, 2008).

Menurut Dermawan & Rusdi (2013), masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah harga diri rendah,

Menurut Dermawan & Rusdi (2013), masalah keperawatan yang mungkin muncul untuk masalah perilaku kekerasan adalah harga diri rendah,

Dokumen terkait