BAB V PEMBAHASAN
5.4 Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini. Semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respon klien didokumentasikan (Prabowo, 2014).
Menurut Purba (2009), strategi pelaksanaan klien dengan defisit perawatan diri ada tiga yaitu strategi pelaksanaan pertama melatih klien dalam menjaga kebersihan diri. Strategi pelaksanaan kedua melatih klien dalam berhias/
berdandan. Strategi pelaksanaan ketiga membantu klien cara makan. Strategi pelaksanaan keempat membantu klien latihan dalam BAB/BAK ( Toileting).
Implementasi SP 1 pada Sdr.R dan Sdr.F yaitu menjelaskan pentingnya kebersihan diri dan menjaga kebersihan diri. Pada Sdr.R
mengatakan malas beraktifitas , tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun jika mandi. Sedangkan Sdr.F mengatakan jarang gosok gigi, jarang kramas, rambut hanya dibasahi saja. Setelah diberi penjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri kedua klien sepakat untuk mempraktekan cara menjaga kebersihan diri. Kemudian dilakukan kegiatan pada Sdr.R tanggal 23 Mei 2017 pukul 10.30 WIB dengan mengajarkan klien cara menggunakan shampoo untuk kramas yaitu membasahi rambut dengan air secara merata lalu, tuangkan shampo di tangan usapkan di kepala sampai berbusa dan merata yang terakhir bilas dengan air sampai bersih. Sedangkan untuk Sdr.F tanggal 23 Mei 2017 pukul 11.45 WIB dengan mengajarkan klien untuk menggosok gigi dengan cara ambil sikat gigi dan odol lalu tuangkan odol di sikat gigi lalu,kumur dengan air bersih sikat gigi dari atas ke bawah, dari dalam keluar, setelah bersih kumur dengan air hingga tidak ada busa di mulut, sebelum dilakukan kegiatan tersebut kedua pasien tidak tahu cara menjaga kebersihan diri yang benar yaitu kramas dan menggosok gigi dengan benar, kemudian diajarkan menjaga kebersihan diri. Respon kedua pasien ketika akan diajarkan cara menjaga kebersihan diri pasien bersedia untuk melakukan kegiatan tersebut. Setelah diajarkan kegiatan tersebut didapatkan hasil pada Sdr.R mampu mempraktekan cara merawat kebersihan diri yaitu kramas dan Sdr.F mampu untuk mempraktekan cara merawat kebersihan diri yaitu gosok gigi yang benar. Perbedaan dari pelaksanaan SP 1 dari Sdr.R, klien tidak pernah kramas, jarang menggunakan sabun jika mandi, sehingga Sdr.R diajarkan cara bagaimana kramas yang benar dan menggunakan sabun saat mandi, sedangkan Sdr.F, klien jarang gosok gigi, jarang kramas, sehingga
Sdr.F diajarkan cara mengosok gigi dan kramas. Hal ini memberikan gambaran bahwa tingkat kemandirian personal hygiene(mandi dan berpakaian) sesudah menerima aktivitas mandiri: personal hygiene, pasien dengan kategori buruk mengalami peningkatan menjadi kategori baik, dikarenakan penerimaan yang positif dari pasien terhadap pengajaran aktivitas mandiri.
Implementasi SP 2 yaitu mempraktekan cara berdandan/ berhias pada pasien. Untuk berhias/ berdandan pasien laki-laki yaitu cara berpakaian dan menyisir rambut, kemudian untuk Sdr.R karena pakaian pasien terlihat tidak rapi, tidak bersih, tidak pernah ganti baju, rambut acak-acakan sehingga pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 08.15 WIB pasien diajarkan cara untuk memakai pakaian yang rapi dan bersih yaitu ganti pakaian setiap habis mandi, pakaian yang kotor ditaruh di boks tempat pakaian kotor, gunakan pakaian yang rapi dan sesuai, setelah itu mengajarkan klien untuk menyisir rambut yaitu gunakan sisir yang tidak tajam, sisir sesuai dengan belahan rambut.
Sedangkan untuk Sdr.F karena pakaian pasien terlihat tidak rapi, mengganti pakaian hanya jika diingatkan, kuku-kuku jari tangan dan kaki panjang dan kotor, rambut acak-acakan sehingga pada tanggal 24 Mei 2017 pukul 09.30 WIB pasien diajarkan untuk memakai pakaian yang rapi dan bersih yaitu ganti pakaian setiap habis mandi, pakaian yang kotor ditaruh di boks tempat pakaian kotor, gunakan pakaian yang rapi dan sesuai, setelah itu mengajarkan pasien untuk memotong kuku agar rapi, dan memotivasi klien untuk memotong kuku jika sudah panjang.Klien tersebut hanya berkonsentrasi pada pikirannya sendiri dan memberikan perhatian yang minimal dalam hal
makanan, istirahat, kebersihan, dan berpenampilan rapi (Susanti, 2010).Klien dengan isolasi sosial sering kali didahului oleh adanya gambaran diri yang rendah, kemiskinan, pasif, berkurangnya interaksi dengan orang lain dan berdampak pada berkurangan minat untuk melakukan perawatan diri (Varcarolis, et al, 2010).
Fungsi fisiologis pasien seperti halnya kemampuan melakukan perawatan diri sering kali terpengaruh akibat adanya masalah emosional.
Akibat masalah emosional, seseorang menjadi malas makan atau malas mandi. Klien dengan skizofrenia sering kali mengalami masalah waham, halusinasi, kekerasan fisik dan isolasi sosial yang disertai dengan peningkatan kecemasan. Hal ini menyebabkan klien mengalami defisit perawatan diri yang signifikan, tidak memperhatikan kebutuhan higiene dan berhias. Klien menjadi sangat preokupasi dengan pikiran waham, atau halusinasi sehingga ia gagal melaksanakan aktivitas dasar dalam kehidupan sehari-hari. Klien juga gagal mengenali sensasi seperti rasa lapar atau haus sehingga terkadang klien mengalami malnutrisi (Videbeck, 20068). Menurut Stuart (2013), penurunan kemampuan perawatan diri dapat dipicu oleh adanya peningkatan kecemasan yang timbul akibat pikiran waham, halusinasi, perilaku kekerasan (bizar), selain itu adanya hambatan hubungan sosial, harga diri rendah yang dipengaruhi oleh adanya anhedonia, avolition dan defisit perhatian terhadap realita dapat memperburuk kemampuan perawatan diri. Selain faktor umur, pemberian obat psikotik dapat mengakibat penurunan fungsi kognitif mudah lupa, pusing dan kelemahan fisik, hal ini dapat mengakibatkan penurunan kemampuan dalam melakukan perawatan diri.
Sdr.R sudah dirawat selama 6 minggu, sedangkan Sdr.F sudah dirawat selama 7 minggu di Rumah sakit jiwa, tetapi klien mengalami defisit perawatan diri karena yang difokuskan untuk penyembuhan klien dirumah sakit adalah resiko perilaku kekerasan yang dilakukan klien sebelum dirumah sakit, sehingga klien mengalami penurunan motivasi, lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. (Depkes, 2009).