• Tidak ada hasil yang ditemukan

dan Pers dalam Menumbuhkembangkan Kesadaran Nasional Indonesia

Dalam dokumen SMP Kelas 8 IPS (Halaman 124-129)

Salah satu realisasi dari pelaksanaan politik etis adalah didirikannya sekolah-sekolah di Indonesia. Walaupun sebenarnya sekolah-sekolah-sekolah-sekolah tersebut untuk kepentingan pemerintah Belanda. Namun ada juga rakyat Indonesia yang mengenyam pendidikan. Golongan inilah yang nanti sangat berperan dalam menumbuhkembangkan kesadaran Nasional Indonesia. Golongan inilah yang kemudian disebut golongan terpelajar.

1. Timbulnya Golongan Terpelajar dan Profesional

Dalam masyarakat secara umum terdapat tiga lapisan berdasarkan status sosialnya, yaitu sebagai berikut.

1. Lapisan bawah, yang biasanya disebut rakyat jelata. Yaitu terdiri dari para buruh, tani biasa, nelayan dan sebagainya.

2. Lapisan menengah yaitu terdiri dari para pedagang, petani-petani kaya, dan para pegawai yang terdiri dari berbagai profesi.

3. Lapisan atas yaitu biasa disebut golongan elite. Golongan elite ialah orang-orang yang sangat dihormati di dalam masyarakat.

Biasanya mereka adalah keturunan bangsawan atau kerabat raja dan pemuka-pemuka agama, seperti ulama dan kyai yang sangat berpengaruh di dalam masyarakat. Golongan ini pada umumnya sudah banyak mengenyam pendidikan. Sebelum abad ke-20, kesadaran Nasional Indonesia belum berkembang mantap. Golongan elite dan golongan terpelajar terdapat di dalam masyarakat masih bersifat kedaerahan. Mereka hanya terpandang dan dihormati terbatas dalam lingkungan daerah masih-masing. Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda yang telah menguasai daerah-daerah di Indonesia ternyata tidak merubah kedudukan golongan elite tersebut. Hal ini disebabkan karena tenaga dan kekuasaan mereka tetap dipertahankan oleh pemerintah kolonial, untuk membantu kelancaran administrasi pemerintah kolonial. Selain itu kebijakan ini untuk menghemat biaya pemerintah dan murahnya tenaga bangsa Indonesia.

Politik etis yang dijalankan di Indonesia pada akhir abad ke-19 mulai mengubah keadaan yang tradisional tersebut. Perluasan pengajaran dan pengaruh penerobosan ekonomi uang telah memungkinkan terjadinya pergeseran-pergeseran dan perubahan status sosial seseorang. Kota-kota besar yang menjadi pusat pengajaran/ pendidikan, perdagangan, dan industri merupakan tempat bertemunya pelajar-pelajar dan pemuda-pemuda dari berbagai daerah yang berbeda-beda adat-istiadat dan kedudukan sosial mereka. Ilmu yang sama-sama mereka terima dari bangku sekolah memberikan kepada mereka suatu keseragaman berpikir mengenai sesuatu. Hal ini memudahkan pendekatan-pendekatan sesama mereka. Khususnya dalam diskusi-diksusi yang dilakukan. Semua aspek yang terjadi di dalam masyarakat, mereka bicarakan dan perbandingkan antara satu daerah dengan daerah lainnya sehingga diperoleh suatu kesimpulan bersama.

Kesimpulan mereka bahwa tanpa pendidikan, kemajuan bangsa Indonesia akan lambat. Dalam bidang politik dapat dilihat tekad organisasi-organisasi daerah dan partai-partai politik untuk persatuan dan kesatuan bangsa. Jadi kelihatan secara lambat laun bahwa jangkauan pemikiran mereka sudah keluar dari batas daerah masing-masing. Muncullah waktu itu beberapa tokoh pemimpin nasionalis yang ber-pengaruh di kalangan rakyat, seperti dr. Sutomo, HOS. Tjokroaminoto, dr. Tjipto Mangunkusumo, H. Agus Salim dan Abdul Moeis pada masa-masa awal Pergerakan Nasional; Ir. Sukarno, Drs. Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Mr. Muh. Yamin dan sebagainya pada waktu berikutnya.

2. Peranan Golongan Terpelajar dan Profesionalisme

dalam Perkembangan Kesadaran Nasional Indonesia

Dalam menumbuhkan golongan terpelajar ini pengaruh sistim pendidikan Barat, terutama di perguruan tinggi, sangat menonjol. Dengan ilmu, mereka mencari ide dan pemikiran sendiri untuk kemajuan masyarakat. Keahlian seseorang dalam suatu ilmu mendesak keturunan sebagai ukuran bagi penentuan status seseorang. Kaum terpelajar yang tumbuh menjadi elite nasional sadar bahwa belenggu tradisional yang mengikat daerah-daerah, dan juga diskriminasi rasial yang dijalankan pemerintah kolonial, sangat menghambat bagi cita-cita nasionalisme Indonesia, yaitu menggalang persatuan nasional dan mencapai kemerdekaan nasional.

Elite nasional yang telah mempunyai dasar baru dalam memandang masyarakat sekitarnya, yaitu nasionalisme Indonesia, berusaha merubah pandangan yang bertolak dari lingkungan daerahnya masing-masing. Mereka yakin bahwa cita-cita kemerdekaan Indonesia hanya akan berhasil apabila nasionalisme telah tumbuh dengan subur sehingga merupakan kekuatan yang merata yang mengikat semua suku di Indonesia dalam ikatan persatuan nasional yang kokoh. Mereka juga sadar bahwa untuk mempercepat proses tercapainya hal tersebut perlu diadakan organisasi terhadap rakyat dengan membentuk partai dan perserikatan massa yang mempunyai keanggotaan luas.

Ada beberapa faktor yang memudahkan proses pertumbuhan nasionalisme itu, yakni : pendidikan, bahasa dan media komunikasi massa (surat kabar, majalah, buku, dan brosur). Pemimpin-pemimpin pergerakan nasional sadar, bahwa langkah pertama untuk mengembangkan nasionalisme adalah melalui pendidikan. Karena itu partai-partai politik maupun tokoh nasionalis secara perorangan mendirikan sekolah-sekolah (dengan berbagai macam dan tingkat) yang tujuannya di samping untuk mendidik kader-kader partai juga mendidik murid-muridnya dalam iklim nasionalisme. Adalah menarik bahwa kaum ibu Indonesia yang dipelopori oleh R.A. Kartini juga telah membantu pertumbuhan nasionalisme di kalangan kaum wanita. Kongres Wanita Pertama tanggal 22 Desember 1928 di Yogyakarta memperkuat peranan wanita dalam Pergerakan Nasional.

Puncak peranan elite nasional dalam menumbuhkan nasionalisme tercapai dengan diucapkannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dalam Kongres Pemuda di Jakarta. Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa : Indonesia. Di sini dengan tegas telah dipatrikan arti nasionalisme Indonesia untuk wilayah dari Sabang sampai Merauke. Semenjak itu bahasa Melayu disebut bahasa Indonesia, yang peng-gunaannya kemudian semakin luas. Lagu Indonesia Raya karangan W.R. Supratman yang diperdengarkan pada Kongres Pemuda tahun 1928 itu makin memantapkan rasa nasionalisme itu.

Peranan para profesional yang terdiri dari para dokter, ahli hukum, insinyur, seniman, ahli pertanian, ahli kehewanan, para pendidik, dengan kesadarannya menulis di dalam pers Indonesia dan organisasi pergerakan. Dengan demikian, mereka telah ikut serta dalam pendidikan nasional bagi rakyat Indonesia.

3. Peranan Pers (Media Komunikasi) dalam Perkembangan

Kesadaran Nasional Indonesia

Pers atau media komunikasi me-megang peranan sangat penting dalam menyadarkan rakyat Indonesia dalam menempuh perjuangan.

Di bidang media komunikasi massa puluhan surat kabar dan majalah yang diterbitkan oleh orang Indonesia pada waktu itu. Menyerukan agar rakyat Indonesia bangkit dan bersatu-padu untuk menghadapi imperialisme, kolonialisme, dan kapitalisme Belanda. Kemiskinan, kesengsaraan dan keter-belakangan sebagai rakyat terjajah akan dapat diatasi apabila rakyat di tiap daerah bersatu untuk berjuang mencapai kemerdekaan.

Pers memang merupakan alat komunikasi massa yang sangat tepat untuk menggerakkan semangat perjuangan karena langsung berhubungan dengan masyarakat luas. Meskipun pers masih terbatas pada pers cetak yang jumlahnya masih terlalu sedikit, ternyata peranannya sangat besar. Khususnya dalam mem-bangkitkan rasa kebangsaan dan persatuan. Melalui pers perkembangan setiap pergerakan dapat segera diketahui masyarakat, baik masyarakat pergerakan maupun masyarakat pada umumnya. Sejalan dengan perkembangan pergerakan, berkembang pula kesadaran masyarakat akan arti pers dalam perjuangan mencapai kemerdekaan.

Pers yang ada pada waktu itu, pada umumnya berupa harian surat kabar dan majalah. Beberapa surat kabar yang terkenal waktu itu ialah De Expres, Oetoesan Hindia, dan lain-lain. Majalah yang banyak pengaruhnya adalah Indonesia Merdeka yang diterbitkan oleh Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda. Tidak heran bila banyak dari surat kabar dan majalah itu dibrangus oleh pemerintah kolonial karena dipandang sangat berbahaya.

Contoh surat kabar yang terbit, yang sangat mempengaruhi kesadaran rakyat Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Bintang Soerabaja (1861) di Surabaya

Surat kabar ini merupakan surat kabar berbahasa Melayu yang tertua di Indonesia. Isinya selalu menentang pemerintah dan berpengaruh di kalangan orang-orang Cina dari partai modern di Jawa Timur. Pemimpin redaksi surat kabar ini adalah Courant.

Sumber: SNI V Marwati D. Balai Pustaka, hal. 343

2. Medan Prijaji (1907) di Bandung

Surat kabar ini merupakan pelopor pers nasional pemimpin redaksinya adalah RM. Tirtoadisuryo. Ia adalah orang pertama Indonesia yang bergerak di bidang penerbitan dan percetakan. Ia juga dianggap sebagai wartawan pertama di Indonesia yang menggunakan surat kabar sebagai alat untuk membentuk pendapat umum.

Karena karangan-karangannya yang tajam terhadap penguasa, maka Tirtoadisuryo pernah dibuang ke Lampung. Tetapi dari tempat pembuangan itupun ia masih terus menulis karangan-karangan yang bercorak membela nasib rakyat kecil serta melawan penindasan dari pemerintah kolonial.

3. De Expres (1912) di Bandung

Dalam surat kabar De Expres terdapat karangan-karangan Douwes Dekker dengan nama samaran Dr. Setyabudi banyak menulis dalam kaitannya dengan kesadaran Nasional. Walaupun surat kabar ini terbit dalam bahasa Belanda, namun isinya berhubungan dengan masa depan Hindia Belanda. Pokok-pokok pikiran yang kemudian merupakan landasan kesatuan dan perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Surat kabar De Expres diterbitkan oleh Indische Partij, yang dipimpin oleh Tiga Serangkai. Karena banyak mengkritik pemerintah akhirnya para tokohnya ditangkap dan diasingkan.

4. Oetoesan Hindia (1913) di Surabaya

Oetoesan Hindia adalah surat kabar yang dikelola oleh Sarekat Islam dengan pimpinan HOS Tjokroaminoto, Sosrobroto dan Tirtodanudjo. Karangan-karangannya sangat kritis yang isinya mencerminkan dunia pergerakan, politik, ekonomi, dan perburuhan.

5. Saroetomo (1912) di Surakarta

Saroetomo adalah surat kabar yang dimiliki oleh Sarikat Islam. Dengan munculnya penulis Mas Marco Dikromo tulisannya semakin banyak dibaca. Mas Marco me-ngomentari cara kerja komisi untuk menyelidiki sebab-sebab kemunduran dan kemakmuran rakyat Bumi Putera.

6. Hindia Putera (1916) di Belanda

Hindia Putera adalah majalah berbahasa Belanda yang diterbitkan oleh tokoh Tiga Serangkai yang dibuang ke Nederland, yaitu R.M. Suwardi Suryaningrat lewat majalah ini, mereka berhasil mempertahankan arah perjuangan mereka. Apalagi setelah Hindia Putera juga terbit dalam bahasa Melayu (Indonesia) sehingga dapat dibaca oleh Bumi Putera.

Sumber: Sej. Nas. Indonesia 3 Nugroho, Depdikbud hal. 38

7. Indonesia Merdeka (1924) di Belanda

Majalah ini merupakan kelanjutan dari Hindia Putera. Isi dan corak karangan-karangan majalah ini merupakan aksi untuk mencapai tujuan Perhimpunan Indonesia (PI), terutama untuk memperkuat cita-cita kesatuan bangsa Indonesia.

Kecakapan Personal dan Sosial

Buatlah kelompok kerja dengan anggota 4 – 5 orang. Kemudian carilah contoh-contoh isi berita yang pernah dikeluarkan oleh surat kabar/majalah pada masa pemerintahan kolonial Belanda! Buatlah kliping dengan tebal 4 – 5 halaman. Kumpulkan pada guru mata pelajaran Sejarah yang membimbingmu untuk dinilai. Setelah itu tempelkan pada Mading di sekolahmu, agar teman-teman kamu dapat membaca!

Dilaksanakan politik etis membawa dampak positif bagi bangsa Indnesia yaitu lahirnya golongan cendekiawan atau terpelajar. Golongan inilah yang nantinya mulai sadar akan nasib bangsanya yang terbelakang di segala bidang akibat penjajahan. Oleh karena itu, mereka bangkit menjadi penggerak perjuangan bangsa Indonesia dengan membentuk organisasi pergerakan nasional.

Pergerakan Nasional Indonesia didorong oleh faktor dari dalam negeri dan faktor dari luar negeri.

1. Faktor dari Dalam Negeri

Faktor-faktor dari dalam negeri yang mendorong munculnya pergerakan nasional di antaranya adalah:

Dalam dokumen SMP Kelas 8 IPS (Halaman 124-129)