• Tidak ada hasil yang ditemukan

162

Pasti ada banyak tantangan ketika PPK bertransformasi menjadi PNPM Mandiri…

Ketika PPK menjadi program nasional PNPM Mandiri, yang terjadi bukan sekedar perluasan cakupan wilayah dan jumlah tenaga pendamping melainkan memperdalam dan memperluas praktek dan prinsip pemberdayaan. Prinsip dan mekanisme program melekat menjadi panduan dasar bagi pemerintah. Terjadi pelembagaan mekanisme partisipatif, bahkan untuk kegiatan pembangunan di luar PNPM. Kita memang berharap bisa menciptakan dampak lanjutan agar transformasi sosial yang menjadi tujuan program bisa tercapai.

Salah satu upaya mendorong dampak lanjutan itu melalui mekanisme matching grant dalam pelaksanaan PPK tahap 2. Kabupaten yang menjadi lokasi program didorong untuk mau menyediakan dana dari APBD untuk penambahan jumlah kecamatan di wilayahnya. Tenaga pendamping tambahan dan pelatihan-pelatihan masih disediakan oleh program. Fakta dimana hampir setengah dari kabupaten setuju menyediakan anggaran tersebut menunjukkan bahwa pemerintah daerah mulai yakin dengan pendekatan PNPM sebagai instrumen untuk melaksanakan agenda pembangunan di daerahnya serta menghasilkan infrastruktur yang lebih berkualitas dan murah. Meski demikian, sebagian kabupaten masih enggan dan hanya menyediakan anggaran sangat kecil dibanding total APBD mereka.

Sekitar tahun 2006 saya terlibat dalam pengembangan PNPM Integrasi. Dalam prgram ini, usulan yang datang dari proses perencanaan PNPM diintegrasikan ke dalam mekanisme perencanaan dan penganggaran daerah. Daerah lalu menyediakan dana hibah untuk membiayai usulan kegiatan tersebut. Hasilnya cukup beragam. Kita masih melihat daerah belum sepenuhnya menerima usulan kegiatan masyarakat, baik karena memang keterbatasan anggaran atau karena usulan tersebut dinilai

163

tidak sejalan dengan agenda pemerintah setempat. Sebaliknya, tentu saja sulit bagi masyarakat untuk menyelaraskan usulan kegiatan mereka jika tidak dilibatkan dalam proses perencanaan pemerintah daerah. Jadi, pokok soalnya adalah masyarakat belum cukup kuat untuk mendesakkan aspirasi mereka agar diadopsi oleh kabupaten. Tanpa masyarakat sipil yang kuat, dampak inisiatif pemberdayaan masyarakat tetap saja terbatas pada capaian program. Jika masyarakat sipilnya kuat, mereka bisa melakukan tindakan bersama untuk memastikan pemerintah menyediakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka, bukan hanya untuk kegiatan PNPM namun pada praktek kebijakan dan dukungan pemerintah secara luas.

Bisa diceritakan latar belakang dan dinamika yang terjadi ketika pengembangan program?

Salah satu inisiatif penguatan masyarakat sipil adalah Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) yang digagas oleh Ibu Nani Zulminarni dan teman-teman aktivis perempuan yang punya sejarah panjang dalam penguatan hak-hak dan partisipasi perempuan, kelompok miskin dan marjinal. PEKKA mampu menggerakan kelompok perempuan yang paling miskin lewat pelatihan membaca, menulis, advokasi, membangun usaha dan memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.

PEKKA membangun kesadaran hak bagi perempuan, baik sebagai kelompok maupun individu. Berbagai kegiatan dilakukan bukan sekedar untuk mencapai keluaran program melainkan untuk peningkatan kemampuan advokasi dan kemanfaatan bagi anggotanya. Capaian yang paling penting adalah terwujudnya perempuan yang berdaya dan dapat mendesakkan pemenuhan hak-hak mereka kepada pemerintah.

164

PEKKA didukung Kemendagri dan juga Bank Dunia. Sejak tahun 2000an, saya sering berdialog dengan Ibu Nani untuk mengidentifikasi bagaimana pemerintah bisa mendukung inisiatif tersebut. Memang ada perbedaan yang cukup besar antara budaya birokrasi dan budaya kerja mereka yang berlatar belakang NGO. Birokrasi menekankan kepatuhan pada perintah atasan serta kesesuaian dengan peraturan dan sistem dalam mekanisme pengambilan keputusan yang berjenjang. Sementara NGO fokus pada pencapaian tujuan akhir dibanding proses. Dalam hal ini, teman-teman PEKKA menganggap aturan keuangan dan pengadaan pemerintah terlalu ketat dan sulit diikuti sehingga membuat mereka frustasi.

Saya sangat respek pada visi PEKKA dan percaya mereka akan memberi kontribusi yang besar dalam transformasi sosial. Saya percaya dan akan terus berusaha untuk mengembangkan berbagai instrumen yang bisa digunakan pemerintah untuk memfasilitasi berbagai inisiatif pemberdayaan yang muncul dari organisasi masyarakat sipil.

Tahun 2010 kita mendesain inisiatif PNPM Peduli. Ide dasarnya adalah untuk menciptakan sistem yang memberi peluang bagi organisasi masyarakat sipil melakukan upaya pemberdayaan bagi kelompok masyarakat yang terpinggirkan seperti pekerja seks, masyarakat adat, dan orang dengan HIV. PNPM Peduli berupaya agar kelompok ini bisa menjadi subyek pembangunan dan tidak hanya jadi obyek program yang bersifat karitatif. Ide ini tidak mudah diterima, baik oleh pembuat kebijakan maupun oleh kelompok marjinal itu sendiri.

Sikap para pejabat masih dipengaruhi penilaian moral atau anggapan bahwa lebih baik memprioritaskan kelompok masyarakat yang lain. Dukungan dari pejabat tinggi di kantor presiden ketika itu sangat membantu, setidaknya membuka jalan agar program ini bisa dilaksanakan. Dengan program ini kita bisa melihat adanya perubahan

165

cara pandang pemerintah. Kelompok marjinal bisa membuktikan bahwa mereka adalah bagian dari masyarakat yang bisa produktif dan konstruktif.

Sebagai orang yang terlibat sangat dekat dengan PPK, PNPM, dan sekarang di Kementerian Desa, bagaimana anda melihat UU Desa dan pelaksanaannya?

Waktu program PNPM berakhir saya lalu ditempatkan di Kementerian Desa. Tugas pokok saya adalah mengembangkan dan mengimplementasikan UU Desa serta penyelarasan sistem dan regulasi terkait. Menurut saya, UU Desa adalah kebijakan yang memperkuat dan memperluas dampak pendekatan pemberdayaan di PNPM dalam bentuk pelembagaan prinsip dan mekanismenya ke dalam sistem dan mekanisme pemerintah.

Sekali lagi, pemberdayaan adalah sebuah proses yang berkembang dan berkelanjutan. Di tahap awal, inisiatif pemberdayaan memang dijalankan dalam bentuk program untuk mengujicoba intervensi dan inovasi lalu diukur capaian dan dampaknya. Tapi, sebagai program, PNPM tidak otomatis diadopsi dalam praktek dan sistem pemerintah. Pada bagian inilah pentingnya UU Desa sebagai kebijakan yang melembagakan prinsip dan mekanisme pemberdayaan dalam struktur dan kebijakan pemerintah.

Sebuah program lebih mudah dilaksanakan dibanding melaksanakan sebuah UU yang bertujuan untuk menciptakan struktur sosial yang baru. Program lebih dapat dikendailan melalui kontrol atas anggaran dan panduan pelaksanaan. Saya tidak sependapat dengan kritik yang mengatakan bahwa UU Desa ini kembali menghidupkan pendekatan top-down karena kekuasaan berada di tangan kepala desa. Fakta itu terjadi, namun hal itu bukan dampak dari UU Desa.

166

UU ini disusun berdasarkan saran dari berbagai kalangan, termasuk para pendamping masyarakat yang berpengalaman serta para aktivis yang bergerak dalam isu hak ulayat dan masyarakat adat. UU Desa membagi penguasaan sumberdaya yang sebelumnya berada di kabupaten untuk diberikan kepada desa. Pada saat yang sama, UU Desa menciptakan sebuah sistem bagi masyarakat untuk berpartisipasi dan mengawasi pemerintah kabupaten sebagaimana pendekatan yang telah kita ujicoba lewat PNPM.

Kita tahu bahwa kelompok elit memegang kontrol yang besar. Di tempat-tempat di mana pengorganisasian masyarakat sipil belum cukup kuat, para elit tetap bisa membuat struktur sosial yang diamanatkan UU Desa tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sekali lagi, penguatan masyarakat adalah sebuah proses yang terus menerus. Transformasi sosial tidak cukup diwujudkan hanya lewat keluarnya sebuah undang-undang melainkan harus berangkat dari tindakan dan keputusan masyarakat, baik secara perseorangan maupun secara kolektif.

Adalah tugas pemerintah untuk menciptakan kondisi agar transformasi ini bisa terjadi. Tapi, untuk bisa benar-benar terwujud, kita membutuhkan masyarakat sipil yang berdaya. Sejalan dengan kewajiban pemerintah bekerjasama dengan masyarakat untuk mewujudkan cita-cita tersebut, perlu diingat bahwa sebuah perubahan besar semacam ini tidak pernah bisa diarahkan dari atas.

Transformasi sosial tidak