• Tidak ada hasil yang ditemukan

menemukan inovasi yang

141

Mulai bekerja di Bappenas sejak tahun 1992, Vivi Yulaswati segera saja menjadi bagian dari lapis generasi muda birokrasi yang harus berhadapan dengan gempuran krisis yang menuntut untuk dijawab dengan cepat dan tepat. Apalagi, ia bergelut di dua isu pelik dan berdimensi banyak: pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Ditemui di ruang kerjanya yang tertata apik, Vivi selalu siap dengan laptop-nya yang menyajikan grafik dan angka-angka. Bagi Vivi, data adalah senjata.

Bagaimana anda melihat perkembangan gagasan pemberdayaan masyarakat di Indonesia?

Pada prinsipnya, pemberdayaan artinya memberi kesempatan pada kelompok masyarakat miskin untuk bisa bersuara dan terlibat secara aktif dalam kegiatan pembangunan yang akan memberi manfaat bagi mereka. Konsep pemberdayaan itu evolving, terus berubah dan berkembang secara bertahap. Sekitar tahun 60-an kita bicara tentang people organizing (pengorganisasian masyarakat), kemudian community development. Jika pada yang pertama sifatnya lebih untuk menggerakan, pada community development kita bicara tentang pelibatan. Dari situ berkembang menjadi community empowerment atau pemberdayaan masyarakat.

Ada banyak aspek dan komponen yang perlu dilengkapi. Dibutuhkan ujicoba berulang-ulang untuk dapat mengejar keseluruhan prosesnya. Karena itu, sejak dari tahap rancang desain setiap program seharusnya diperlengkapi dengan kerangka pemantauan dan evaluasi. Tahun-tahun awal PPK misalnya, dari hasil evaluasi kita mengetahui bahwa kelompok perempuan di desa belum banyak dilibatkan. Mereka tidak bisa hadir dalam pertemuan di surau-surau yang pesertanya mayoritas laki-laki. Kita lalu memperlengkapi program dengan mekanisme musyawarah khusus untuk kelompok perempuan.

142

Bagaimana relasi antara program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan?

Dinamika yang sama terjadi dalam program-program penanggulangan kemiskinan. Sebelum krisis, hampir semua program penanggulangan kemiskinan memakai model pemberian bantuan atau subsidi secara umum di mana kelompok targetnya tidak jelas. Dari sisi keprograman, intervensi masih dijalankan oleh masing-masing sektor. Berikutnya muncul program dengan sasaran kewilayahan seperti IDT, P3DT, dan PDMDKE, dengan fokus pada penyediaan infrastruktur atau pembangunan ekonomi masyarakat desa.

Ketika terjadi krisis tahun 98, kita mendapat banyak pelajaran penting terkait kesenjangan yang terjadi dalam pembangunan. Kita menyadari perlunya kebijakan yang lebih baik, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin, agar mampu merespon gejolak politik dengan lebih baik. Sejak itu, orientasi pemerintah yang semula mengandalkan tingkat pertumbuhan ekomi mulai bergeser ke arah upaya pemerataan. Kita menyadari perlunya pendekatan-pendekatan baru dalam program penanggulangan kemiskinan.

Ketika terjadi krisis global tahun 2006, Presiden SBY memberi instruksi pada Bappenas untuk mengonsolidasikan program penanggulangan kemiskinan sekaligus mencari pendekatan baru.47 Saya lapor ke Pak Jusuf Kalla mengenai program Conditional Cash Transfer (CCT) yang dinilai berhasil menanggulangi kemiskinan di Amerika Latin. Hanya saja, waktu itu model CCT yang berbasis rumah tangga belum bisa kita laksanakan karena kita belum memiliki data kemiskinan rumah tangga by name by address. Karena belum siap, bantuan pemerintah untuk masyarakat miskin masih memakai model BLT (Bantuan Langsung Tunai) sambil kita terus berupaya mengembangkan desain CCT.48 Waktu

143

itu banyak pihak yang menolak CCT karena mereka masih cenderung pada program-program infrastruktur. Tapi Bappenas masih punya kontrol yang besar sehingga kita bisa mendorong mereka untuk melihat bahwa kita punya masalah dalam aspek human capital.

Tahun 2008 kita mengkombinasikan P2KP di perkotaan, PPK di perdesaan, dan model CCT dalam satu payung program nasional PNPM Mandiri. Di bawah PNPM Mandiri kita merencanakan program percontohan baru untuk menjawab tantangan peningkatan human capital yakni PNPM Generasi.49 Dalam program ini konsep CCT yang berbasis rumah tangga diimplementasikan berbasis komunitas. Kekuatan PNPM Generasi terutama pada fleksibilitas penggunaan dana di lapangan. Hal ini sangat bermanfaat untuk menjawab kebutuhan kelompok miskin yang tersembunyi atau hidden needs.

Ada jenis kebutuhan kelompok miskin yang tidak dianggap sebagai masalah karena tidak langsung terlihat. Misalnya, di salah satu lokasi program di Bekasi, dananya dipakai untuk menyewa truk untuk mengangkut anak sekolah. Kenapa truk? Karena memang kondisi jalannya buruk sekali dan jumlah anak yang membutuhkan transportasi sekolah cukup banyak. Di NTT, Generasi membantu mobilitas bidan apung yang setiap saat siap memberi pelayanan bagi ibu-ibu hamil dan balita yang tersebar di pulau-pulau. Termasuk juga untuk membiayai rumah singgah bagi ibu yang melahirkan di tempat layanan kesehatan yang jauh dari kampungnya.50

Yang paling sulit adalah pengawalan program di lapangan karena beragamnya pemahaman pendamping dan kebutuhan masyarakat yang bervariasi. Seringkali proses pengambilan keputusan di masyarakat pada musyawarah perencanaan program berlangsung alot dan berputar-putar.

144

Beberapa kali anda menekankan tentang monitoring dan evaluasi. Seberapa strategis hal ini bagi pengembangan program?

Kalau kita bicara soal pengentasan kemiskinan atau pemberdayaan masyarakat di Indonesia, tidak mungkin jika tidak ada lompatan-lompatan. Karena itu, data dan evaluasi sangat penting untuk bisa melakukan perbaikan dan menemukan inovasi yang diperlukan. Kunci keberhasilan ‘menjual’ program adalah data yang baik sebagai latar belakang, dasar pertimbangan, dan argumentasi mengapa pemerintah sebaiknya mengadopsi konsep atau desain yang kita usulkan.

Setiap program sebaiknya sudah menyiapkan kerangka kerja evaluasi sejak awal perancangan. Begitu dimulai, sudah harus mengumpulkan data awal (baseline), misalnya dengan berkoordinasi dengan BPS (Badan Pusat Statistik) untuk memasukkan pertanyaan-pertanyaan yang kita perlukan untuk nanti kita pakai ketika melihat dampak program. Evaluasi sering dianggap mahal dan merepotkan karena diletakkan sebagai agenda tambahan pada agenda kerja rutin kita sehari-hari. Tapi, jika orang memahami pentingnya data, evaluasi akan diperlakukan sebagai bagian yang melekat dan tidak terpisah dari agenda rutin.

Tapi, biasanya anggaran untuk monev terbatas…

Memang anggaran pemerintah untuk kajian dan evaluasi umumnya terbatas. Kita perlu berupaya mencari sumber pendanaan pendukung evaluasi antara lain dana hibah dari lembaga donor. Misalnya, beberapa waktu lalu kita mau mengujicobakan drone untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Waduh, itu ribetnya minta ampun. Belum apa-apa kita harus berhadapa-apan dengan soal regulasi ini dan itu karena memakai dana APBN. Dukungan lembaga donor memungkinkan kita mengembangkan inovasi seluas mungkin.

Tidak ada pilihan lain,