• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PEMBERDAYAAN KOPERASI DI INDONESIA

B. Dasar Hukum Koperasi dan Tujuan Koperasi

Koperasi mempunyai arti bekerjasama antara orang-orang yang bermoral untuk mencapai suatu tujuan kemakmuran secara bersama-sama yang berasaskan kekeluargaan.44

Frank Robotko dalam tulisannya berjudul A Theory of Cooperative, mengemukakan bahwa kebanyakan ekonom-ekonom Amerika Serikat yang telah menulis tentang teori koperasi, pada umumnya menerima ide-ide umum tentang perkumpulan koperasi (cooperative business association) sebagai berikut:

43 Ibid. 44

Rahayu Hartini, “Hukum Komersial”, (Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 1974), hal. 101.

a. Suatu perkumpulan koperasi adalah suatu bentuk badan usaha atau persekutuan ekonomi, yakni suatu perkumpulan yang anggota-anggotanya adalah para langganannya (patrons). Koperasi diorganisasikan oleh mereka dan pada dasarnya dimiliki dan diawasi oleh para anggota dan bekerja untuk kemanfaatan mereka, hal ini sangat berlawanan dengan unit-unit usaha yang bekerja untuk kemanfaatan atau keuntungan bagi para pemilik modal atau para penerima upah.

b. Mengenai teknik organisasi dari teknik operasional, pembagian, dan praktik usahanya terhadap kesesuaian pendapat dengan apa yang disebut Rochdale Principle, misalnya berdagang dengan harga umum, pembagian sisa hasil usaha menurut jasa anggota, menolak pemberian suara yang diwakili (proxy voting), pengawasan hanyalah oleh anggota yang aktif (active partrons members), pembayaran yang rendah oleh para anggotanya untuk keanggotaannya, netral dalam politik dan agama, dan seterusnya.

c. Selanjutnya Frank Robotko mengutip pendapat J.D. Black yang mengemukakan bahwa koperasi sebagai struktur ekonomi merupakan suatu kombinasi horizontal dari unit-unit yang dikoordinasikan, yang melayani berbagai tujuan dari unit-unit itu. Akan tetapi, bila integrasi vertikal dipertimbangkan baik ke depan terhadap para konsumen horizontal adalah perlu di antara unit-unit yang terlalu kecil untuk melaksanakan integrasi vertikal secara individual. Dalam pada itu E.G. Nourse memandang bahwa koperasi adalah suatu alat untuk mengefektifkan organisasi berskala besar, merupakan suatu proses integrasi vertikal, dan integrasi horizontal.

d. Mengenai hubungan ekonomi yang terjadi di antara anggota suatu koperasi, Black mengatakan bahwa koperasi merupakan antitesis dari persaingan, yakni bahwa anggota-anggota lebih bersifat bekerjasama dari pada bersaing di antara mereka sendiri.

e. Pengakuan atas implikasi dari bentuk bukan kumpulan modal dan bukan mengejar keuntungan dari koperasi yang bertitik tolak dari prinsip-prinsip Rochdale di mana Nourse telah menunjukkan bentuk organisasi demikian yaitu suatu bentuk yang sangat berbeda dengan sebuah perseroan yang mengejar keuntungan dan bekerja dengan suatu rencana atau skema khusus untuk memperoleh keuntungan.

f. Keanggotaan di dalam koperasi lebih mendasarkan kepada anggota secara perseorangan daripada atas dasar yang bersifat finansial bukan perorangan (impersonal financial basis). Orang akan secara sukarela bergabung atas dasar keinginan mereka sendiri, penilaian perseorangan dan kesanggupan serta kemauan untuk menepati janji termasuk di dalamnya pelaksanaan timbal balik terutama terhadap risiko dan biaya-biaya.

g. Koperasi merupakan suatu wadah di mana para anggotanya secara lebih efektif menunjukkan fungsi-fungsinya yang tertentu, proses atau aktivitas-aktivitas yang berhubungan secara integral dengan kegiatan-kegiatan ekonomi dari para anggota Koperasi semacam ini bukan suatu unit ekonomi yang mengejar karier ekonomi yang bersifat bebas (peruses, each own independent economic carrier).

h. Keanggotaan dalam koperasi yang sungguh-sungguh tidak ditentukan oleh pengikutsertaan modalnya, akan tetapi oleh partisipasinya dalam kegiatan- kegiatan koperasi yang bersangkutan. Modal koperasi yang demikian terlepas sama sekali dari konotasi entrepeneur yang tradisional (traditional entrepreneurial connotation) dan didasarkan atas dasar pinjaman.

i. Karena suatu kegiatan yang dilaksanakan secara kooperatif adalah suatu usaha yang timbal balik, maka anggota-anggota koperasi itu setuju untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dalam usaha memperoleh keuntungan timbal balik dalam hubungannya dengan pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu yang biasa berlaku dalam mencapai tujuan ekonomi mereka, yang bukan anggota adalah bukan bagian dari perkumpulan semacam ini. Oleh karena itu, tidak konsisten koperasi melayani mereka.45

R.M. Margono Djojohardikoesoemo menyatakan bahwa “koperasi adalah perkumpulan manusia seorang-seorang yang dengan sukanya sendiri hendak bekerjasama untuk memajukan ekonominya.46

Soeryaatmaja memberikan definisi “koperasi sebagai suatu perkumpulan dari orang-orang yang atas dasar persamaan derajat sebagai manusia dengan tidak memandang haluan agama dan politik dan secara sukarela masuk untuk sekedar memenuhi kebutuhan bersama yang bersifat kebendaan atas tanggungan bersama.47

Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan “koperasi adalah bersifat suatu kerja sama antara orang-orang yang termasuk golongan kurang mampu, yang ingin bersama untuk meringankan beban hidup atau beban kerja.”48

45

Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Op. Cit, hal. 17-18. 46

R.M. Margoro Djojohadikoesoemo, ”Sepuluh Tahun Koperasi :Penerangan tentang

Koperasi oleh Pemerintah 1930-1940”, (Batavia-C: Balai Pustaka, 1941), dalam Ibid, hal. 19.

47

Ibid, hal. 19. 48

Wirjono Prodjodikoro, ”Hukum Perkumpulan, Perseroan, dan Koperasi di Indonesia”. (Jakarta: Dian Rakyat, 1969), dalam Ibid, hal. 19.

Mohammad Hatta dalam bukunya “The Cooperative Movement in Indonesia, mengemukakan bahwa koperasi adalah usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong menolong.49

Mohammad Hatta dalam pidatonya tanggal 12 Juli 1951 mengatakan sebagai berikut:

Apabila kita membuka UUD 1945 dan membaca serta menghayati isi Pasal 38, maka tampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuannya ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai keluarga. Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama.50

Yang dimaksudkan dengan Pasal 38 dalam pidato Muhammad Hatta tersebut adalah Pasal 38 UUDS 1950, yang isinya sama persis dengan Pasal 33 UUD 1945, yaitu:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat

hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

(3) Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

49

Muhammad Hatta dalam Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Op.Cit., hal. 19.

50

Dari berbagai definisi dan pengertian koperasi, pada umumnya terdapat beragam unsur yang terkandung, tetapi pada pokoknya sama, yaitu:

a. Merupakan perkumpulan orang, bukan semata perkumpulan modal;

b. Adanya kesamaan baik dalam tujuan, kepentingan maupun dalam kegiatan ekonomi, yang menyebabkan lahirnya beragam bentuk dan jenis koperasi;

c. Merupakan usaha yang bersifat sosial, tetapi tetap bermotif ekonomi;

d. Bukan bertujuan untuk keuntungan badan koperasi itu sendiri, tetapi untuk kepentingan kesejahteraan anggota;

e. Diurus bersama, dengan semangat kebersamaan dan gotong-royong.

Untuk mewujudkan tujuan nasional yaitu tercapainya masyarakat adil dan makmur seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dengan berlandaskan Pancasila seperti tertuang dalam Bab II, Bagian Pertama, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang berlandaskan kekeluargaan yang sudah berurat berakar dalam jiwa raga kepribadian bangsa Indonesia.

Sesuai dengan jiwa kepribadian bangsa Indonesia, Koperasi Indonesia harus menyadari bahwa dalam dirinya terdapat kepribadian sebagai cermin kehidupan, berbangsa dan bernegara dengan adanya unsur Ketuhanan Yang Maha Esa, kegotong- royongan dalam arti bekerjasama, saling bantu membantu kekeluargaan dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan demikian, meskipun Koperasi merupakan usaha bersama, namun hal ini lain dengan Maatschap seperti diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata) yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas perseorangan atau individualistik. Dalam koperasi yang dimaksud dengan usaha bersama di sini adalah berdasarkan kekeluargaan, dengan pengertian bukan merupakan asas keakraban.

Adapun dasar hukum koperasi yaitu:

a. Terbentuknya Kementerian Koperasi dan usaha Kecil dan Menengah berdasarkan:

1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228 / M Tahun 2001.

2) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Tata Kerja Menteri Negara.

3) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

4) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Menteri Negara.

5) Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Tata Kerja, dan Susunan Organisasi Kementerian Koperasi dan UKM.

6) Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 tahun 2005 tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

Merupakan dasar hukum Perkoperasian sejak 21 Oktober 1992 berlaku Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sehingga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok Perkoperasian dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Karena itu Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 dinyatakan masih berlaku sebagai Dasar Hukum Perkoperasian di Republik Indonesia.51 b. Tugas, Fungsi dan Wewenang Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan

Menengah (UKM).

1) Tugas dan Fungsi Kementerian Koperasi dan UKM telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negera Republik Indonesia, Pasal 94 dan Pasal 95 yaitu membangun dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi kebijakan di bidang Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dalam melaksanakan tugas Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. 2) Sedangkan fungsi dan peran Koperasi Indonesia di dalam Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 1992, membangun dan mengembangkan potensi kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dalam masyarakat pada

51

Sukanto Reksohadiprodjo, ”Managemen Koperasi”, edisi 5, (Jogjakarta: BPFE UGM, 1998), hal. 2.

umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya. Koperasi membantu para anggotanya untuk meningkatkan penghasilannya.52 a) Perumusan kebijakan dan Pemerintah di bidang pembinaan Koperasi dan

UKM

b) Pengkoordinasian dan peningkatan keterpaduan penyusunan rencana dan program, pemantauan analisis dan evaluasi Koperasi dan UKM.

c) Pengikatan peran serta masyarakat di bidang Koperasi dan UKM.

d) Pengkoordinasian kegiatan operasional lembaga pengembangan sumber daya ekonomi rakyat.

e) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

3) Kewenangan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) antara lain:

a) Penetapan kebijakan di bidang Koperasi dan UKM untuk mendukung pembangunan secara makro.

b) Penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimum yang wajib dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota Daerah.

c) Penyusunan Rencana Nasional secara makro di bidang Koperasi dan UKM.

52

RT. Sutantya Rahardja Hadikusuma, ”Hukum Koperasi Indonesia”, Cetakan II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 4.

d) Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian, pedoman, pelatihan atas supervisi di bidang Koperasi dan UKM.

e) Pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang Koperasi dan UKM.

f) Penerapan standar pemberian izin oleh Daerah di bidang Koperasi dan UKM.

g) Penerapan kebijakan sistem informasi Nasional di bidang Koperasi dan UKM.

h) Penerapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang Koperasi dan UKM.

i) Penerapan pedoman akuntansi Koperasi dan UKM.

j) Penetapan pedoman tata kerja penyertaan modal dan Koperasi.

k) Pemberian dukungan dan kemudahan dalam pengembangan sistem distribusi bagi Koperasi dan UKM.

l) Pemberian dukungan dan kemudahan dalam kerjasama antara Koperasi dan UKM serta kerjasama dengan badan lainnya.

Hakikat koperasi dari ungkapan Charles Gide, yang berbunyi bahwa koperasi “kalau mau berkembang dan tetap setia pada dirinya sendiri dan tidak menyimpang menjadi bentuk lain, maka nilai-nilai moral yang mendasarinya harus merupakan realita-realita hidup dalam kegiatan maupun tingkah laku orang-orang koperasi”.53

53

Dengan perkataan lain, hakikat koperasi bukan ditentukan oleh nama yang disandangnya atau hak badan hukum yang diperolehnya dari pemerintah, akan tetapi apakah asas dan prinsip-prinsipnya sudah merupakan realita-realita hidup dalam kegiatan maupun tingkah laku koperasi dan anggotanya.

Dalam Pasal 11, Bagian Kedua, Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tertuang tujuan Koperasi Indonesia seperti memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.54

Koperasi mengandung dua unsur, yaitu unsur ekonomi dan unsur sosial. Koperasi merupakan suatu sistem dan sebagaimana diketahui sistem itu merupakan himpunan komponen-komponen atau bagian yang saling berkaitan yang secara bersama-sama berfungsi mencapai tujuan.55

Tujuan yang dimaksud adalah tujuan ekonomi atau dengan kata lain bahwa koperasi harus berdasarkan atas motif ekonomi atau mencari keuntungan, sedangkan bagian-bagian yang saling berkaitan tersebut merupakan unsur-unsur ekonomi seperti digunakannya sistem pembuktian yang baku, diadakannya pemeriksaan secara periodik, adanya cadangan, dan sebagainya.

54

R.T. Sutantya Rahardja Hadikusuma, Op. Cit, hal. 40. 55

Sedangkan unsur sosial, bukan dalam arti kedermawanan (philantropis), tetapi lebih unsur menerangkan kedudukan anggota dalam organisasi, hubungan antar sesama anggota dan hubungan anggota dengan pengurus. Juga unsur sosial ditemukan dalam cara koperasi yang demokratis, kesamaan derajat, kebebasan keluar masuk anggota, calon anggota, persaudaraan, pembagian sisa hasil usaha kepada anggota secara proporsional dengan jasanya, serta menolong diri sendiri.56

Koperasi bersifat suatu kerja sama antara orang-orang yang masuk golongan kurang mampu dalam hal kekayaan (kleine luiden) yang ingin meringankan beban hidup atau beban kerja.

Persamaan dengan bentuk usaha lain adalah sama-sama mengejar suatu keuntungan kebendaan (stoffelijk voordeel). Perbedaannya adalah bahwa biasanya koperasi didirikan oleh orang-orang yang benar-benar memerlukan sekali kerja sama ini untuk mencapai suatu tujuan, sedangkan orang-orang yang mendirikan bentuk usaha lain sebenarnya masing-masing dapat mencapai tujuan yang dikehendaki dengan mendapat cukup keuntungan tetapi mereka ingin memperbesar keuntungan ini.

C. Nilai dan Prinsip-prinsip Koperasi

Dokumen terkait