• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PEMBERDAYAAN KOPERASI DI INDONESIA

D. Pemberdayaan Koperasi di Indonesia

Secara praktis upaya yang merupakan pengerahan sumber daya untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat diarahkan untuk meningkatkan produktivitas rakyat, sehingga baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam di sekitar keberadaan rakyat, dapat ditingkatkan produktivitasnya. Dengan demikian,

58

Ibid, hal. 23-25. 59

rakyat dan lingkungannya mampu secara partisipatif menghasilkan dan menumbuhkan nilai tambah ekonomis.

Menggerakkan ekonomi rakyat sesungguhnya merupakan kewajiban mutlak dari suatu negara. Bagi bangsa Indonesia yang berasaskan Pancasila, menggerakkan ekonomi adalah untuk mencapai tujuan kemakmuran yang dinyatakan dalam Sila ke Lima dari Pancasila yaitu, “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.

Ekonomi nasional yang tangguh dan mandiri hanya mungkin dapat terwujud apabila pelaku-pelakunya tangguh dan mandiri, dan seluruh potensi masyarakat dapat dikerahkan, berarti partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya. Jika kegiatan ekonomi terpusat pada kelompok yang terbatas dan di wilayah yang terbatas, maka perekonomian tidak berkembang sesuai dengan potensinya. Berarti pula sebagian masyarakat dan wilayah yang tidak terbawa dalam arus perekonomian, atau dengan istilah lain tertinggal.60

Ekonomi yang mandiri, dipahami sebagai ketidaktergantungan kepada pihak lain (dependency). Ketidaktergantungan tidak berarti keterisolasian, dan tidak berarti tidak mengenal adanya saling ketergantungan (interdependency). Oleh karena tidak semua negara memiliki potensi atau endowment yang sama, maka ada kebutuhan untuk saling mengisi, dan kebutuhan ini menciptakan perdagangan, dan dengan demikian mengakibatkan adanya lembaga yang disebut pasar.

60

Ginandjar Kartasasmita, “Pemberdayaan Ekonomi Rakyat Melalui Kemitraan Guna

Mewujudkan Ekonomi Nasional Yang Tangguh Dan Mandiri”, Seminar Nasional Lembaga Pembinaan

Tidak ada negara di dunia yang tidak membutuhkan perdagangan, baik barang maupun jasa karena saling ketergantungan adalah wajar dan bahkan mencerminkan kehidupan perekonomian yang modern. Kini makin sulit dicari produk yang sepenuhnya dihasilkan di suatu negara. Teknologi telah membuat konsep keunggulan komparatif menjadi makin relatif sehingga lahir konsep keunggulan kompetitif.

Prinsip pembangunan partisipatif yang kini diterapkan sebagai manajemen nasional merupakan model ekonomi rakyat melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sudut pandang, yaitu:

1. Penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang; 2. Peningkatan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai

bantuan dana, latihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah;

3. Perlindungan melalui pemihakan kepada yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang, dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.61

Menurut Ginandjar Kartasasmita Ekonomi yang tangguh, ada dua ciri pokok, di samping syarat-syarat lainnya, yaitu: memiliki daya tahan dan daya saing.62

Ekonomi yang memiliki daya tahan adalah perekonomian yang tidak mudah terombang-ambing oleh gejolak yang datang, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Perekonomian tersebut, antara lain ditandai oleh tiga ciri berikut: Pertama, adanya diversifikasi kegiatan ekonomi, seperti tercermin dalam keragaman sumber mata pencaharian penduduknya, sumber penerimaan negaranya, sumber penerimaan devisa dan sebagainya. Kedua, pelaku ekonominya mempunyai keluwesan yang

61

Gunawan Sumodiningrat, “Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 24.

62

tinggi (flexibility) dalam menyesuaikan diri terhadap perkembangan lingkungan usaha yang dapat berubah dengan cepat. Ketiga, kerangka kebijakan dan peraturan yang mendukung (conducive) terciptanya iklim usaha yang sehat.

Daya saing perekonomian akan dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi mengenai produktivitas, maka unsurnya yang paling pokok adalah sumber daya manusia (SDM) dan teknologi. Efisiensi menyangkut aspek kelembagaan ekonomi, terutama bekerjanya mekanisme pasar secara efektif dan sedikitnya hambatan dalam transaksi.

Rakyat miskin atau yang berada pada posisi belum termanfaatkan secara penuh potensinya akan meningkat bukan hanya ekonominya, tetapi juga harkat, martabat, rasa percaya diri, dan harga dirinya. Dapat diartikan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai- nilai sosial.63

Dalam rangka meningkatkan usaha ekonomi rakyat dan menciptakan pemerintahan yang baik (good governance), pemerintah diharapkan melakukan pembangunan yang lebih menekankan pada pendekatan “bottom up” dan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan yang partisipatif. Pendekatan partisipatif dalam arti penguatan kelembagaan pembangunan masyarakat maupun birokrasi.64

63

Ibid, hal. 5.

64

Made Suyana Utama, ”Pemberdayaan Usaha Ekonomi Rakyat Dalam Rangka Pelaksanaan

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity) karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung.

Permberdayaan ekonomi rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Akan tetapi, juga merupakan tanggung jawab masyarakat, terutama mereka yang telah lebih maju, karena telah terlebih dahulu memperoleh kesempatan bahkan mungkin memperoleh fasilitas yang tidak diperoleh kelompok masyarakat lain. Salah satu strategi agar yang kuat membantu yang lemah adalah dengan melalui kemitraan.65

Kemitraan usaha bukanlah suatu konsep baru. Kemitraan usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis, bersifat sukarela, dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Prinsip kerja sama seperti itu dapat mengatasi pembatas potensi usaha yang melekat pada satu unit usaha.

Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (KUKM) mencerminkan wujud nyata kehidupan sosial dan ekonomi bagian terbesar dari rakyat Indonesia. Peran usaha kecil dan menengah (UKM) yang besar ditunjukkan oleh kontribusinya terhadap produksi nasional, jumlah unit usaha dan pengusaha, serta penyerapan tenaga kerja.

65

Menurut data Departemen Koperasi tahun 2005, jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia saat ini sebanyak 42,4 juta unit usaha, menyerap 79 juta tenaga kerja, dan menyumbang hampir 57% PDB (Produk Domestik Bruto) nasional (Badan Pusat Statistik (BPS) 2003). Dari jumlah tersebut 99,9 % merupakan usaha mikro dan kecil. Jadi hanya 0,1 % yang merupakan usaha menengah. Ini menunjukkan betapa banyaknya pengusaha mikro dan kecil yang harus diberdayakan. Apabila setiap unit usaha mikro dan kecil mampu difasilitasi dan diberdayakan untuk menciptakan 1 (satu) orang kesempatan kerja atau kesempatan usaha tambahan baru, maka akan tercipta 40 juta kesempatan kerja baru. Ini artinya, jika kita mampu memberdayakan UMKM tersebut, berarti upaya pemberantasan kemiskinan akan berhasil secara signifikan.66

Gerakan pemberdayaan UMKM tersebut harus menjadi perhatian pemerintah secara serius, tentunya bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Pencanangan tahun keuangan mikro yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2005, harus direalisasikan secara nyata dengan berbagai upaya strategis. Hal ini agar pencanangan itu tidak sebatas retorika belaka.

Kebijakan pokok secara garis besar, terdapat 3 (tiga) kebijakan pokok yang dibutuhkan dalam pemberdayaan koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), yaitu:

66

1. menciptakan iklim usaha yang kondusif (conducive business climate) sekaligus menyediakan lingkungan yang mampu (enabling environment) mendorong pengembangan koperasi, UMKM secara sistemik, mandiri, dan berkelanjutan; 2. menciptakan sistem penjaminan (guarantee system) secara finansial terhadap

operasionalisasi kegiatan usaha ekonomi produktif yang dijalankan oleh koperasi, UMKM; dan

3. menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and facilitation) secara manajerial guna meningkatkan status usaha koperasi, UMKM agar "feasible" sekaligus "bankable" dalam jangka panjang.67

Kebijakan dan strategi pertama pada dasarnya merupakan penerjemahan dari fungsi pemerintah sebagai regulator dalam kegiatan ekonomi di masyarakat. Oleh karenanya, pemerintah harus mampu mengembangkan regulasi-regulasi ekonomis yang dapat memberikan tingkat kepastian usaha sekaligus memberikan keberpihakan yang tepat kepada segenap pelaku UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya.

Kebijakan dan strategi kedua pada dasarnya merupakan solusi terobosan terhadap adanya "gap" antara UMKM, dan perbankan/lembaga keuangan bukan bank, dalam hal permodalan/pembiayaan usaha. Secara empiris, selama ini UMKM terutama usaha mikro sangat sulit untuk memenuhi kriteria 5-C (character, condition of economy, capacity to repay, capital, collateral) yang merupakan aturan/mekanisme baku perbankan dalam penyaluran kredit untuk membiayai usaha dan permodalan.

Oleh karenanya wajar apabila selama ini pemerintah melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan lebih cenderung menciptakan sekaligus menyediakan skema "kredit program" yang lebih banyak

67 Ibid.

bersifat "dana hibah bergulir" kepada berbagai kelompok masyarakat (pokmas) yang bergerak dalam usaha mikro. Skema kredit program tersebut merupakan salah satu alternatif strategi untuk membiayai kegiatan UMKM dan koperasi (terutama usaha mikro) yang berkesan lebih cenderung untuk "mengabaikan" kriteria 5-C yang diberlakukan kalangan perbankan.

Dalam era Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) sekarang ini, prioritas pembangunan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Keinginan tersebut telah dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2005-2009.

Dalam Perpres tersebut secara jelas dan tegas dinyatakan bahwa tujuan pembangunan adalah difokuskan pada usaha mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Tujuan ini akan dicapai dengan menggerakkan semua kekuatan yang ada pada rakyat untuk menggerakkan roda pembangunan.68

Dalam skenario menggerakkan ekonomi rakyat, keberpihakan pemerintah sifatnya mutlak. Pemerintah harus menyediakan modal material, intelektual dan institusional. Mengingat UMKM merupakan bagian terbesar dari rakyat Indonesia maka untuk tujuan tersebut UMKM dalam jangka panjang harus didorong untuk mampu bersaing dalam pasar global. Tetapi sampai sekarang ini keberpihakan pemerintah dinilai masih belum optimal.

68

Wayan Suarja, “Kebijakan Pemberdayaan Ukm Dan Koperasi Guna Menggerakkan

Ekonomi Rakyat Dan Menanggulangi Kemiskinan”, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,

Kementerian Negara Koperasi dan UKM, disampaikan dalam acara “Bimbingan Teknis

Pengembangan UMKM dalam rangka Meningkatkan Perekonomian Daerah dan Percepatan Penanggulangan Kemiskinan” yang diadakan oleh LPPM. IPB-Bogor, 7 dan 8 Nopember 2007.

Kebijakan di bidang perbankan merupakan salah satu bukti ketidakadilan. Kebijakan tersebut melupakan kondisi kelompok UMKM yang sebagian besar termasuk dalam katagori miskin dan berpengetahuan rendah. Demikian juga dalam penggolongan atau mengelompokan usaha berdasarkan kriteria pemilikan aset dan omset yang melahirkan istilah usaha mikro, kecil dan menengah. Pengelompokan ini belum sepenuhnya ditindaklanjuti dengan pemberian kesempatan usaha yang sesuai dengan potensi dan kemampuan kelompok usaha tersebut. Akibatnya ada kecenderungan pengelompokan ini malah mempersempit ruang gerak mereka.

Untuk menggerakkan ekonomi rakyat sudah waktunya memutar jarum kompas ke arah pemberian kesempatan dan penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM dan koperasi. Komitmen ini tidak saja diperlukan di kalangan pengambil kebijakan, tetapi harus menjadi komitmen semua pihak termasuk para pakar dan praktisi.

Pemberdayaan Koperasi dan UMKM di Indonesia menurut Wayan Suarja, dilakukan melalui:

1. Meningkatkan kembali peran koperasi dan perkuatan posisi UMKM dalam sistem perekonomian nasional.

2. Meningkatkan kembali koperasi dan perkuatan UMKM dilakukan dengan memperbaiki akses KUMKM terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar serta memperbaiki iklim usaha;

4. Mengembangkan potensi sumberdaya lokal.69

Untuk tujuan tersebut di atas, Kementerian Negara Koperasi dan UKM bekerjasama dengan instasi terkait dan Pemerintah Daerah Provinsi serta Pemerintah Daaerah Kabupaten/Kota, telah melaksanakan program-program pemberdayaan UMKM dan koperasi yang difokuskan pada:

1. Pemberdayaan Institusional Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam bentuk program:

a. Penyederhanaan perizinan dan pengembangan sistem perizinan satu pintu, serta bagi usaha mikro perizinan cukup dalam bentuk registrasi usaha;

b. Penataan Peraturan Daerah (Perda) untuk mendukung pemberdayaan KUMKM;

c. Penataan dan penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan pengembangan KUMKM;

d. Pengembangan koperasi berkualitas; e. Revitalisasi koperasi.

2. Peningkatan Akses UMKM terhadap Sumber-Sumber Pendanaan: a. Pengembangan berbagai Skim Perkreditan untuk UMKM;

1) Program pembiayaan produktif koperasi dan usaha mikro;

2) Program pembiayaan wanita usaha mandiri dalam rangka pemberdayaan perempuan, keluarga sehat dan sejahtera;

3) Program skim pendanaan komoditas KUMKM melalui Resi Gudang;

69

4) Kredit bagi usaha mikro dan kecil yang bersumber dari dana Surat Utang Pemerintah Nomor 005 (SUP-005).

b. Pengembangan Lembaga Kredit Mikro (LKM) baik bank maupun non bank; c. Pemberdayaan mikro dan usaha kecil melalui program Sertifikasi Tanah; d. Bantuan perkuatan secara selektif pada sektor usaha tertentu sebagai stimulant. 3. Pemberdayaan di bidang produksi melalui bantuan sektor usaha selektif sebagai

stimulant:

a. Program pengembangan pengadaan pangan koperasi dengan sistem bank padi; b. Program pengembangan usaha KUMKM melalui pengadaan bibit Kakao,

Jambu Mente dan Jarak;

c. Program pengembangan usaha penangkapan ikan;

d. Program pengembangan usaha sarana penunjang perikanan; f. Program pengembangan usaha budidaya ternak;

g. Program bantuan perkuatan alat pemecah batu;

h. Program bantuan perkuatan pengolahan eceng gondok dan alat tenun bukan mesin;

j. Program pengembangan penggunaan Liquit Petroleum Gas (LPG) dan bioenergi untuk mendukung kegiatan produksi UMKM;

k. Program pemberdayaan UMKM melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Matahari (PLTMH);

l. Pemberdayaan KUMKM melalui usaha pengolahan dan budidaya Rumput Laut.

4. Pengembangan Jaringan Pemasaran: a. Promosi proyek UMKM;

b. Modernisasi usaha ritel koperasi;

c. Pengembangan sarana pemasaran UMKM; d. Pengembangan Trading Board dan Data Center; e. Pameran di dalam dan di luar negeri.

5. Pemberdayaan Sumberdaya UMKM: a. Penumbuhan Wirausaha baru;

b. Peningkatan kemampuan teknis dan manajerial Koperasi dan UMKM; c. Pengembangan kualitas layanan Koperasi;

d. Pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi kelompok usaha produktif; e. Pengembangan prasarana dan sarana pendidikan dan pelatihan.

6. Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya UMKM dan Koperasi: a. Pengkajian, penelitian dan pengembangan potensi kendala dan permasalahan

Koperasi dan UKM;

b. Diskusi permasalahan dan isu-isu strategis dalam proses pemberdayaan UMKM;

c. Sosialisasi hasil-hasil kajian, penelitian, pengembangan dan diskusi pemberdayaan Koperasi dan UKM, melalui penerbitan buku, jurnal dan majalah Ilmiah;

d. Pengkaderan dan pengawasan kinerja aparat dan Sumberdaya Koperasi dan UKM.

Dokumen terkait