• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III DASAR HUKUM DALAM PERTIMBANGAN MAJELIS

A. Dasar Pertimbangan Hakim Pada Prinsip-Prinsip Good

Tujuan pembahasan mengenai prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik atau Good Government Governance (GGG) karena sesuai dengan hubungan hukum dari lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan sertipikat atas tanah adalah BPN sebagai organ “perpanjangan tangan” dari Pemerintah untuk membidangi urusan di bidang pertanahan harus melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan prinsip-prinsip GGG. Bila organ pemerintah yang tidak melaksanakan prinsip-prinsip GGG ini berarti merupakan suatu pelanggaran prinsip-prinsip ini.

Dasar Penggugat (Nagok Grace Pohan) yang mengatakan pelayanan BPN dalam hal memproses permohonannya untuk memperoleh sertipikat bertentangan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik adalah Surat Nomor 893-1701 Tanggal 9 Maret 2011 dan Surat BPN Nomor 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011. Penggugat telah mengajukan permohonan kepada Kepala Kelurahan Satria untuk penerbitan Surat Keterangan Lurah atas tanah seluas 1.364 m2. Setelah diadakan pengkuran, kemudian Lurah menerbitkan Surat Keterangan Nomor: 59321-360 tanggal 5 Nopember 2010, yang diketahui oleh Camat Binjai Kota Binjai dengan Nomor: 593.21-1198 Tanggal 5 Nopember 2010 (surat ini disebut dengan SK

Camat), yang pada intinya menerangkan bahwa pemilik hak atas tanah seluas 1.364 M2tersebut adalah Nagok Gracce Pohan.

Berdasarkan SK Camat tersebut, Penggugat (Nagok Gracce Pohan) mengajukan pendaftarannya secara langsung ke BPN Kota Binjai untuk penerbitan status hak milik. BPN kemudian melakukan pengukuran namun tidak ada kelanjutan terhadap permohonan sertipikat hak milik tersebut dari BPN dan ketika Penggugat mempertanyakan kembali, BPN mengatakan ada berkas yang perlu dilengkapi lagi.

Semua berkas yang kurang dilengkapi kembali oleh Nagok Gracce Pohan namun prosesnya tetap terkatung-katung. Hingga ada petugas BPN yang datang menjumpai Penggugat menyampaikan surat pemblokiran terhadap tanah sengketa tersebut.

Nagok Gracce Pohan merasakan prosedur pengurusan penerbitan sertipikat hak milik atas tanahnya sangat sulit dan berbelit-belit. Nagok Gracce Pohan menyerahkan pengurusannya kepada seorang pengacara dan kembali diajukan permohonan penerbitan sertipikat hak milik. Kuasa hukumnya memberikan somasi kepada BPN dan kepada Pemerintah Kota Binjai berkali-kali. Akhirnya Pemerintah Kota Binjai menanggapinya dengan mengeluarkan sebuah surat yaitu Surat Nomor 893-1701 Tanggal 9 Maret 2011 yang intinya menyatakan tanah seluas 1.364 m2 tersebut merupakan aset Pemerintah Kota Binjai, kemudian disusul Surat BPN Nomor 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 yang intinya menyatakan tanah seluas 1.364 m2tersebut juga merupakan aset Pemerintah Kota Binjai.

Atas dasar inilah Nagok Gracce Pohan mengatakan Kepala Kantor BPN (Tergugat I) dan kepada Pemerintah Kota Binjai (Tergugat II) sebagai Pemerintah

dan Kepala Daerah tidak memiliki itikad baik, tidak memberikan solusi, bahkan mempersulit pelayanan kepentingan masyarakat khususnya permohonan penerbitan sertipikat hak milik atas tanahnya, bertentangan dengan good government governance principles karena pelayanan BPN dalam kasus ini menimbulkan ketidakpastian, dan menimbulkan kerugian bagi pihak Nagok Gracce Pohan itu sendiri.

Berbagai literatur menyebut dengan istilah good governance yang dalam bahasa Inggris adalah tata kelola yang baik. Di samping itu muncul lagi istilah good corporate governance yang diartikan dalam bahasa Inggris adalah tata kelola perusahaan yang baik. Lalu apakah istilah yang tepat untuk menyatakan tentang tata kelola pemerintahan yang baik Apakah good governance atau good government governance Untuk lebih tepatnya sesuai penggunaan tata bahasa yang baik maka dalam hal ini ditetapkan istilah untuk tata kelola pemerintahan yang baik adalah good government governance (GGG).148

Berikut ini prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik antara lain:

prinsip kepastian hukum, prinsip keseimbangan, prinsip kesamaan pengambilan keputusan, prinsip bertindak cermat, prinsip motivasi untuk setiap keputusan, prinsip tidak mencampuradukkan kewenangan, prinsip pelayanan yang layak, prinsip keadilan, prinsip penyelenggaraan kepentingan umum, dan prinsip kebijaksanaan.149

Prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik juga harus melibatkan partisipasi masyarakat, supremasi hukum, prinsip transparansi, prinsip kepedulian

148Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, (Jakarta: Margaretha Pustaka, 2012), hal. 247.

149M. Makhfudz, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal. 43-44.

terhadap stakeholders, prinsip orientasi pada konsensus, prinsip kesetaraan, prinsip efektivitas dan efisiensi, prinsip akuntabilitas, dan prinsip memiliki visi strategis.150

Prinsip partisipasi masyarakat berarti semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

Prinsip tegaknya supremasi hukum berarti kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.151

Prinsip transparansi bagi Pemerintah harus membangun dan memberikan informasi yang bebas kepada publik. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga, dan informasi harus dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau secara berkesinambungan oleh masyarakat. Prinsip peduli pada stakeholders bagi Pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Prinsip berorientasi pada konsensus menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok

150 Koesnadi Hardjasoemantri, “Good Governance Dalam Pembangunan Berkelanjutan Di Indonesia,” Makalah Disampaikan Pada Lokakarya: Pembangunan Hukum Nasional ke VIII di Bali, Tanggal 15 Juli 2003, hal. 3.

151Ibid.

masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.152

Prinsip kesetaraan berarti terhadap semua warga masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pelayanan dari Pemerintah. Prinsip efektivitas dan efisiensi bagi Pemerintah harus memberikan pelayanan publik kepada masyarakat secara efektif dan tidak bertele-tele. Prinsip akuntabilitas bagi Pemerintah harus bertanggung jawab dalam setiap keputusan dan kebijakan yang diterapkannya kepada masyarakat.153

Prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik juga harus menerapkan prinsip akuntabilitas atau tanggung jawab,154 prinsip demokrasi, prinsip pelayanan, prinsip kemitraan, prinsip konsistensi kebijakan.155 Bismar Nasution menekankan pada prinsip transparansi, prinsip tanggung jawab, prinsip moral,156 dan juga terkait dengan prinsip jaminan perlindungan hukum.157

Prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik juga mengharuskan prinsip partisipasi, prinsip orientasi pada kesepakatan, dan prinsip efektifitas,158 prinsip

152Ibid.

153Ibid.

154 Bhatta dalam Sedarmayanti, Good Governance, Kepemerintahan Yang Baik & Good Corporate Governance, Tata Keloal Perusahaan Yang Baik, Bagian Ketiga, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 13-14.

155Ibid.

156 Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi Dalam Mengupayakan Good Governance: Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral”, Makalah Disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia Reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-prinsip Good Governance, Diadakan oleh Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia Berkerjasama Dengan Program Studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara, hal. 2-3.

157Tjokroamidjojo dalam Sedarmayanti (I), Op. cit., hal. 15.

158Ibid.

keseimbangan, prinsip kesamaan dalam mengambil keputusan, prinsip bertindak cermat, prinsip kewajaran, dan prinsip penyelenggaraan kepentingan umum,159 juga terkait dengan prinsip kepercayaan dan prinsip menanggapi secara wajar.160

Banyak sekali prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan benar, tetapi yang dilanggar oleh BPN adalah terkait dengan prinsip transparansi, prinsip ketidakpastian, prinsip bertindak cermat. Hal ini terkait dengan BPN Kota Binjai tidak transparan memberikan informasi kepada pihak Nagok Grace Pohan mengenai data tanahnya, tidak memberikan kepastian hukum terhadap hak-hak lama atas tanah padahal dokumen tanah yang dimilikinya telah sesuai perundang-undangan, dan juga BPN Kota Binjai tidak bertindak cermat karena sekalipun dokumen tanah yang dimiliki Nagok Grace Pohan telah kuat namun masih membuka peluang bagi Pemerintah Kota Binjai yang sama sekali tidak memiliki bukti-bukti kuat atas klaim terhadap objek tanah sengketa tersebut.

Apabila diperhatikan secara lebih mendalam terkait dengan prinsip-prinsip good governance tersebut, sebenarnya kajian ini tidak bisa dilepaskan antar prinsip itu satu sama lain, karena semua prinsip tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuan bernegara untuk mencapai kesejahteraan. Akan tetapi di sini dicoba untuk menjelaskan secara garis besarnya saja, tentang tujuan yang dikehendaki dari penerapan prinsip-prinsip tersebut di atas dalam kaitannya dengan

159 Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal.

244-245.

160Ibid., hal. 261 dan hal 272.

pelayanan BPN dan Pemerintah Kota Binjai terhadap masyarakat yang membutuhkan sertipikat hak atas tanah dalam perkara a quo.

Prinsip-prinsip GGG dalam kaitannya dengan pelayanan BPN di bidang pertanahan kepada masyarakat menghendaki kepada BPN sebagai wakil pemerintah dalam mengurusi pertanahan untuk bertindak adil, transparan, akuntabel, tanggung jawab, efisien, dan lain-lain. Prinsip keadilan dalam permohonan pendaftaran tanah berarti BPN tidak boleh membeda-bedakan pelayanannya kepada siapapun yang mengajukan permohonan pendaftaran tanah.161

Prinsip transparansi dalam pendaftaran tanah berarti BPN harus terbuka (disclosure) atas segala informasi mengenai administrasi tanah seseorang secara benar dan tepat waktu agar tidak menimbulkan kerugian bagi seseorang yang menghendaki informasi tersebut. Prinsip tanggung jawab berarti BPN yang mengurus pertanahan dituntut memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan termasuk tanggap terhadap kepentingan masyarakat dalam hal pengajuan permohonan pendaftaran tanah untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah dari BPN sebagaimana dalam perkara a quo.162

Surat Tergugat I (BPN) Nomor: 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 pada proses/cara penerbitannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan pula dengan prinsip-prinsip GGG karena: 1) bertentangan dengan Pasal 3 UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayan Publik

161Bernhard Limbong, Op. cit., hal. 247.

162Ibid., hal. 248.

yang mengamanatkan perilaku pelaksana pelayan publik antara lain harus adil dan tidak diskriminatif, cermat, tidak mempersulit serta terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan kepentingan. 2) mengabaikan hak-hak warga negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2) UUPA yang menyebutkan tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah untuk mendapat menfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

Proses atau cara penerbitan Surat Tergugat I (BPN) Nomor:

314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 telah mengabaikan ketentuan Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang menentukan:

1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.

2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulun-pendahulunya, dengan syarat:

a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya.

b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Dasar penggugat yang mengatakan pelayanan BPN bertentangan dengan good government governance principles, sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam

memberikan pelayanan publik dan juga mengakibatkan kerugian bagi pihak Nagok Gracce Pohan selama proses tersebut, diakui dalam pertimbangan hukum MA bahwa sebidang tanah objek sengketa seluas 1.364 m2 diperoleh Penggugat dari orang tuanya (alm. Rajiun Pohan) sejak tahun 1950 sampai saat ini dikuasai secara terus-menerus yang pada awalnya berdasar pada surat keterangan kepala Kelurahan Satria, Kecamatan Binjai Kota.

Menurut Mahakmah Agung, Nagok Grace Pohan juga memperoleh objek sengketa tersebut dengan Grose Akta Hak Eigendom berdasarkan overscrivijng ordonnantie (OV-Stbl. 5834 No. 27) yang seharusnya Pasal 24 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah harus dianggap cukup untuk mendaftar hak dan pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang telah lebih dari 20 (dua puluh) tahun.

Begitu juga penerbitan Surat Tergugat II (Pemerintah Kota Binjai) Nomor:

893.1701 Tanggal 9 Maret 2011 bertentangan dengan prinsip-prinsip GGG terutama prinsip yang menjunjung tinggi norma hukum, serta telah pula bertentangan dengan prinsip-prinsip GGG sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme khususnya prinsip kepastian hukum (Pasal 3 angka 1), prinsip kepentingan umum (Pasal 3 angka 3), dan prinsip keterbukaan (Pasal 3 angka 4).

Penerbitan Surat Nomor: 893.1701 Tanggal 9 Maret 2011 bertentangan dengan prinsip kepastian hukum dalam Pasal 3 angka 1 UU Nomor 28 Tahun 1999 karena Pemerintah Kota Binjai mendalilkan tanah dan bangunan (objek perkara aquo)

sebagai aset Pemerintah Kota Binjai sebenarnya tidak pernah ada dan tidak pernah tercatat secara resmi di dalam Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)/Daftar Barang Pengguna (DBP) Pemerintah Kota Binjai, akan tetapi secara fakta dari sejak orang tua Penggugat pada tahun 1950 adalah dikenal semula dengan nama Jalan Istana No.2 kemudian diubah menjadi Jalan Tengku Amir Hamzah No.2 dan sekarang berganti nama menjadi Jalan Sultan Hasanuddin No.8 masih seluas ±1.870 m². Oleh sebab terkena dampak pelebaran jalan/gang pada bagian depan dan belakang maka telah berkurang menjadi seluas 1.781 m². Oleh sebab adanya peralihan hak dengan ganti rugi pada tahun 1984 dari Ibu Penggugat kepada Bapak Sarbini luas tanah itu berkurang 417 m² hingga saat diajukannya perkara aquo menjadi seluas 1.364 m².

Penerbitan Surat Nomor: 893.1701 Tanggal 9 Maret 2011 oleh Pemerintah Kota Binjai juga tidak berdasarkan pada prinsip kepatutan dan prinsip keadilan karena Pemerintah Kota Binjai tidak mengindahkan norma-norma kepatutan dan rasa keadilan terhadap warganya akan jasa-jasa dan pengabdian orang tua Para Penggugat dan anak-anaknya sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), sebagai pendidik, sebagai hakim yang selama lebih 60 (enam puluh) tahun telah menguasai dan menduduki tanah dan bangunan objek sengketa dengan itikad baik tanpa pernah ada keberatan dari pihak manapun atau dipermasalahkan masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan maupun pihak Pemerintah Kota Binjai sebelumnya.

Penerbitan Surat Nomor: 893.1701 Tanggal 9 Maret 2011 bertentangan dengan Pasal 3 angka 3 (prinsip kepentingan umum) karena Pemerintah Kota Binjai tidak akomodatif dan aspiratif terhadap keresahan warganya yang berupaya agar bisa

hidup sejahtera memiliki tanah dan rumah tempat tinggal sendiri dengan status hukum yang jelas dan pasti, padahal Nagok Gracce Pohan telah meminta konfirmasi kepada Pemerintah Kota Binjai melalui Surat Nomor: 05/AMH/II/2011 Tanggal 25 Pebruari 2011 atas tanah dan bangunan yang telah dikuasai dan diusahai dengan itikad baik selama lebih dari 60 (enam puluh) tahun.

Kebijakan Pemerintah Kota Binjai sesuai Pasal 3 angka 4 UU Nomor 28 Tahun 1999 adalah bertentangan dengan prinsip keterbukaan (prinsip transparansi) karena kebijakannya tidak menanggapi surat Penggugat Nomor: 05/AMH/II/2011 Tanggal 25 Pebruari 2011, berarti Pemerintah Kota Binjai tidak membuka diri terhadap hak Penggugat tertanggal 25 Pebruari 2011 tersebut dan juga berarti Pemerintah Kota Binjai tidak membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif.

Pemerintah Kota Binjai mendalilkan tanah dan bangunan (objek perkara aquo) sebagai aset Pemerintah Kota Binjai padahal tidak pernah ada dan tidak pernah tercatat secara resmi di dalam DBKP/DBP Pemerintah Kota Binjai. Ini berarti kebijakan Pemerintah Kota Binjai tersebut bertentangan pula dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, padahal tanah seluas 1.358 m² tersebut pada kenyataannya sejak adanya NKRI yaitu selama lebih 65 tahun tidak pernah tercatat secara resmi dalam DBKP/DBP Pemerintah Kota Binjai.

Jika benar objek sengketa aquo adalah aset Pemerintah Kota Binjai maka sesuai Pasal 67 ayat (1) PP Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah seharusnya dicatatkan sebagai Barang Milik Negara/Daerah ke dalam

DBKP/DBP menurut penggolongan dan kodifikasi barang sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007, tetapi hal itu sama sekali tidak terbukti tercatat di dalam DBKP/DBP Pemerintah Kota Binjai.

Terhadap argumentasi-argumentasi hukum (legal reasoning) tersebut di atas semakin jelas dan memperkuat bahwa kebijakan Pemerintah/Walikota Kota Binjai dan BPN Kota Binjai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan dengan prinsip-prinsip GGG khususnya prinsip kepastian hukum, prinsip keterbukaan, prinsip kepatutan dan kewajaran, prinsip kejujuran, prinsip tanggung jawab, prinsip keadilan, dan prinsip efisiensi.

Berdasarkan prinsip-prinsip GGG tersebut dikaitkan dengan perkara aquo jelas terdapat kejanggalan-kejanggalan di dalam penerbitan surat tersebut, sehingga Surat BPN Nomor: 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 adalah tidak sah karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bertentangan dengan prinsip-prinsip GGG. Oleh sebab Surat BPN Nomor:

314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 tersebut dan agar tidak terhalang proses penerbitan sertifikat yang dimohon Nagok Gracce Pohan maka Surat Pemerintah Kota Binjai Nomor: 893-1701 Tanggal 9 Maret 2011 harus dinyatakan tidak sah karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bertentangan dengan prinsip-prinsip GGG.

Kebijakan BPN ini juga telah melanggar Pasal 46 junto Pasal 47 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan yang menentukan masa waktu pemberian informasi kepada orang atau warga masyarakat

atau pihak-pihak yang terlibat dalam perolehan dasar hukum, persyaratan, dokumen, dan fakta yang terkait sebelum memperoleh keputusan dari suatu badan dan atau pejabat pemerintahan adalah paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan.

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menentukan:

1. Badan dan/atau pejabat pemerintahan memberikan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terlibat mengenai dasar hukum, persyaratan, dokumen, dan fakta yang terkait sebelum menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan yang dapat menimbulkan pembebanan bagi warga masyarakat.

2. Badan dan/atau pejabat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan klarifikasi dengan pihak yang terkait secara langsung.

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa dalam hal keputusan menimbulkan pembebanan bagi warga masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1), maka badan dan/atau pejabat pemerintahan wajib memberitahukan kepada pihak-pihak yang bersangkutan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum menetapkan dan/atau melakukan keputusan dan/atau tindakan, kecuali diatur lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan ketentuan Pasal 64 junto Pasal 47 UU Nomor 30 Tahun 2014 di atas tadi jelas telah dilanggar oleh BPN Kota Binjai. Bahwa dalam pengurusan pendaftaran tanah yang diajukan Nagok Grace Pohan telah melebihi batas waktu tersebut tanpa ada transfaransi informasi dari sejak tanggal 6 Januari 2011 hingga tanggal 18 Pebruari 2011. Padahal sebelumnya Nagok Grace Pohan telah mengajukan

permohonan pendaftaran tanah pada bulan Nopember 2010 kepada Kepala Kantor BPN Kota Binjai untuk dapat diterbitkan SHM atas nama Nagok Gracce Pohan.

Para Penggugat kembali mengajukan secara langsung berkas permohonan penerbitan SHM kepada Kepala Kantor BPN Kota Binjai pada tanggal 6 Januari 2011 setelah kekurangan berkas dilengkapi, namun Kepala Seksi II mengatakan berkas permohonan itu belum bisa diterima karena Kepala Kantor BPN Kota Binjai sedang menyurati instansi terkait.

Perlakuan pelayanan yang berbelit-belit, tidak transparan, dan rumit demikian diterima Nagok Grace Pohan berulang kali dan berlarut-larut. Bahkan secara tidak resmi Para Penggugat menerima dari pegawai Kantor BPN Kota Binjai foto copy surat pemberitahuan blokir pengurusan surat peralihan hak atas tanah dari seseorang yang tidak ada hubungan hukumnya dengan pengurusan tanah tersebut (broker tanah) pada tanggal 17 Januari 2011 yang ditujukan kepada Camat Binjai Kota dan tembusannya disampaikan kepada Kepala Kantor BPN Kota Binjai.