• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN SENGKETA PERMOHONAN PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KOTA BINJAI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 175/K/TUN/2012) TESIS.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENYELESAIAN SENGKETA PERMOHONAN PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KOTA BINJAI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 175/K/TUN/2012) TESIS."

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ENI NOVIDA SARI CIBRO 117011075/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ENI NOVIDA SARI CIBRO 117011075/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Nomor Pokok : 117011075 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Syafruddin Kalo,SH,MHum) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Tanggal lulus : 13 Juni 2016

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Pendastaren Tarigan, SH, MS

4. Dr. Rosnidar Sembiring, SH, MHum

(5)

Nim : 117011075

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PENYELESAIAN SENGKETA PERMOHONAN

PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KOTA BINJAI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 175/K/TUN/2012)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : ENI NOVIDA SARI CIBRO Nim : 117011075

(6)

mengklaim tanah tersebut miliknya. Penyelesaian sengketa permohonan penerbitan sertipikat hak atas tanah di Kota Binjai dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012 berkaitan dengan masalah pendaftaran tanah terhadap hak-hak lama hingga telah menempuh proses perjalanan sangat panjang. Bagaimana kekuatan hukum terhadap alas hak atas tanah yang belum mempunyai sertipikat BPN dan apa yang menjadi dasar hukum pertimbangan majelis hakim dan akibat hukum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012?

Jenis penelitian ini adalah penelitian normatif. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sumber data adalah data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi putusan pengadilan. Analisis data berdasarkan kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif, semua data diungkapkan terlebih dahulu hal-hal yang bersifat umum kemudian dikerucutkan pengungkapan data yang bersifat khusus.

Kekuatan hukum terhadap alat bukti tertulis sebagai alas hak atas tanah yang belum bersertipikat BPN lebih lemah dari pada alas hak atas tanah yang telah bersertifikat BPN. Sertipikat BPN lebih tinggi kekuatan mengikatnya dari bukti-bukti maupun dokumen-dokumen lainnya. Dasar hukum pertimbangan majelis hakim dalam Putusan MA Nomor 175/K/TUN/2012 didasarkan pada penguasaan tanah objek sengketa telah terus-menerus diduduki oleh pemohon yang diperoleh dari orang tuanya melalui pewarisan. Akibat hukumnya bagi pemohon memberikan legalitas hak milik menjadi kuat untuk kembali melanjutkan permohonan pendaftaran tanah objek sengketa, membatalkan Surat Pemerintah Kota Binjai Nomor: Nomor 893-1701 dan Surat BPN Kota Binjai Nomor: 314/300.12.75/III/2011. Agar alas hak atas tanah yang lama maupun dokumen-dokumen atau surat-surat berupa SK Camat, Bupati dan Kepala Desa, serta bukti-bukti lainnya harus segera ditingkatkan menjadi bersertipikat BPN demi hukum untuk lebih menjamin kepastian dan perlindungan hukum. Agar hakim pengadilan seharusnya mempertimbangkan pelanggaran terhadap prinsip transparansi, kecepatan dan kemudahan pelayanan. Agar pemohon kembali mengajukan permohoan pendaftaran tanahnya kepada BPN Kota Binjai. Pendaftaran tanah satu-satunya cara untuk menguatkan status hak milik atas tanah.

Kata Kunci: Penyelesaian Sengketa Tanah, Permohonan Sertipikat, BPN Kota Binjai, dan Pemerintah Kota Binjai

(7)

them. The settlement of dispute in land certificate at Binjai according to the Ruling of the Supreme Court No. 175/K/TUN/2012 is related to the problem of land registration on old rights so that it takes a long process, to the legal force of legal base on land which has not had BPN (National Land Agency) Certificate, and to the legal ground for the consideration of Panel of Judges and its legal consequence of the Ruling of the Supreme Court No. 175/K/TUN/2012.

The research used normative research and descriptive analytic method. The data were obtained from the secondary data, gathered by conducted library research and study on Court’s verdicts and analyzed qualitatively. The conclusion was drawn deductively (all data were exposed from general to particular).

The legal force for written evidence as legal basis on land which has not had BPN Certificate is weaker than that which has BPN Certificate. BPN Certificate has stronger binding force than evidence and other documents. The consideration of the Panel of Judges on the Ruling of the Supreme Court No. 175/K/TUN/2012 is based on the control of land as a dispute object which is continuously occupied by the petitioner who has gotten the land from his parents. The legal consequence of giving legality of ownership has motivated him to continue requesting for registering disputed land and revoking the Letter of Binjai City Administration No. 893-1701 and the letter of BPN of Binjai No. 314/300.12.75/III/2011. Legal basis on the old land and documents or certificates such as the Directives of the Subdistrict Head, the Regent, the Village Head, and the other evidence should be increased to become BPN Certificate for the sake of law in order to guarantee legal certainty and legal protection. It is also recommended that court judges consider the violation against the principles of transparency, speed, and service facility and petitioner once again request for his land registration to BPN of Binjai since land registration is the only way to strengthen the status of land rights.

Keywords: Settlement of Land Dispute, Requesting for Certificate, BPN of Binjai, Binjai City Administration

(8)

Assalamu’alaikum wr.wb

Segala puji syukur bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan kasih sayang dan cinta kepada penulis. Shalawat serta salam senantiasa kita junjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari kiamat nanti. Karena rahmat dan hidayah Allah-lah penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul: PENYELESAIAN SENGKETA PERMOHONAN PENERBITAN SERTIPIKAT TANAH DIKOTA BINJAI (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012).

Dalam penyusunan tesis ini tentunya banyak sekali kekurangan-kekurangan dan keterbatasan yang terdapat dalam diri Penulis. Oleh karena itu Penulis sangat mengharapkan koreksi, kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini menjadi lebih baik lagi, tidak sedikit bantuan dari berbagai pihak yang diberikan kepada Penulis baik dari segi moril dan segi materil. Oleh karena itu dengan segala ketulusan hati Penulis mengucapkan beribu-ribu terima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang selama ini Penulis terima sampai selesainya penulisan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, Penulis dengan segala kerendahan hati menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

(9)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. Dr.

Syafruddin Kalo, SH, M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, masing-masing selaku Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis untuk kesempurnaan Penulisan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama Penulis mengikuti proses kegiatan belajar mengajar dibangku kuliah.

6. Seluruh staff/Pegawai di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

(10)

Sungguh rasanya suatu kebanggan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pemberi motivasi terbesar dalam hidup Penulis yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tidak putus-putusnya kedua orang tua, Ayahanda Junaidi Putra Cibro dan Ibunda Nurhayaty Hutasoit, serta saudara-saudariku kakak dan abang tercinta yang telah memberikan semangat dan doa kepada Penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum Islam pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis mendapat balasan dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Medan, juni 2016 Penulis

ENI NOVIDA SARI CIBRO

(11)

Nama : Eni Novida Sari Cibro Tempat/Tgl.Lahir : Medan/ 8 juni 1990

Status : Belum Kawin

Agama : Islam

Alamat : Jalan KaryaJaya Komp.Griya Karya Jaya No.14 Kelurahan Gedung johor,Kecamatan Medan Johor II. PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar : SD Swasta Yapsi, Medan (Tahun 1995-2001) 2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Swasta Eria Medan

(Tahun 2001-2004)

3. Sekolah Menengah Atas : SMA Harapan Mandiri Medan (Tahun 2004-2007)

4. Perguruan Tinggi (S1) : Fakultas Hukum,Universitas Islam Sumatera Utara (Tahun 2007-2011)

5. Perguruan Tinggi (S2) : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum USU (2011-2016)

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR SINGKATAN... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian... 15

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Konsepsi... 23

G. Metode Penelitian... 24

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 24

2. Sumber Data... 25

3. Teknik Pengumpulan Data... 26

4. Analisis Data ... 26

5. Penarikan Kesimpulan ... 27

BAB II KEKUATAN HUKUM TERHADAP ALAS HAK ATAS YANG BELUM MEMPUNYAI SERTIPIKAT BADAN PERTANAHAN NASIONAL ... 28

A. Pendaftaran Tanah dan Prinsip-Prinsipnya ... 28

(13)

E. Kekuatan Hukum Terhadap Alas Hak Atas Tanah Yang Belum

Mempunyai Sertipikat Badan Pertanahan Nasional………….. . 56

BAB III DASAR HUKUM DALAM PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM ATAS SENGKETA PENERBITAN SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 175/K/TUN/2012 ... 68

A. Dasar Pertimbangan Hakim Pada Prinsip-Prinsip Good Government Governance ... 68

B. Kasus Posisi ... 81

1. Para Pihak ... 82

2. Kronologis Kasus... 83

3. Dasar Gugatan... 91

4. Eksepsi ... 95

5. Fakta-Fakta Hukum... 97

6. Putusan Hakim ... 98

7. Pertimbangan Hakim... 100

C. Analisis Hukum Terhadap Dasar Hukum Pertimbangan Majelis Hakim... 102

1. Penguasaan tanah secara terus-menerus dalam waktu yang lama... 103

2. Pelanggaran terhadap prinsip transparansi, prinsip kecepatan dan kemudahan pelayanan ... 110

3. Kualitas Para Penggugat ... 116

BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 175/K/TUN/2012 BAGI PEMOHON TERHADAP HAK ATAS TANAH... 121

(14)

C. Akibat Hukum Dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012 Terhadap Pemerintah Daerah Kota Binjai

dan BPN, Serta Para Pihak... 130

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 139

A. Kesimpulan ... 139

B. Saran... 142

DAFTAR PUSTAKA ... 144

(15)

DBP : Daftar Barang Pengguna GGG : Good Government Governance HGU : Hak Guna Usaha

HGB : Hak Guna Bangunan

HIR : Herzien Inlandsch Reglimen

HM : Hak Milik

HP : Hak Pakai

KUH Perdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

MA : Mahkamah Agung

NO : Niet Onvenkelijk Verklaard

PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara Medan

PTTUN : Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

PNS : Pegawai Negeri Sipil PN : Pengadilan Negeri PT : Pengadilan Tinggi PP : Peraturan Pemerintah

Rbg : Rechtsreglement voor de Buitenweste SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah SK Camat : Surat Ketarangan Camat

UUPA : Undang-Undang Pokok-Pokok Agraria

(16)

Akker : Agraria

Agros : `Tanah pertanian

Agrarius : Perladangan, persawahan, pertanian,

Agrarian : Tanah untuk pertanian

Good government governance principles : Asas-asas tata kelola pemerintahan yang baik.

Groose : Groose

Eigendom : Milik

Overscrivijng Ordonantie : Peraturan peralihan

Staatblad : Lembaran Negara

Judex facti : Pengadilan Negeri dna Pengadilan

Tinggi

Judex juris : Mahkamah Agung

Aquo : Sama

Property : Milik, kekayaan

Openbaarheid : Umum/keterbukaan

Spesialitet : Kekhususan

Public interest : Kepentingan umum

Social interest : Kepentingan masyarakat

Private interest : Kepentingan individual

Rechtscadaster : Sifat pendaftaran tanah untuk

memberikan jaminan kepastian terhadap status hak, objek hak, dan subjek hak, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.

Fiscalcadaster : Sifat pendaftaran tanah untuk

menetapkan siapa subjek yang wajib membayar pajak atas tanah.

(17)

Torrens system : Sistem torren suatu sistim yang digunakan untuk mengetahui siapa pemilik pertama kali atas tanah, dan siapa saja pejabat-pejabat yang terlibat didalamnya, termasuk yang menandatanganinya.

Tegen bewijs : Bukti lawan, bantahan, sanggahan,

penolakan.

Legal uncertainty : Ketidakpastian hukum

Vide : Lihat

Verenigde Oost Indsche Compagnie : Perusahaan hindia belanda di timur

Partikelir : Tanah-tanah yang memiliki hak

eigendom dijual dengan sifat dan corak istimewa yang berbeda dengan tanah egigendom lainnya yaitu adanya hak pemiliknya bersifat kenegaraan (hak pertuanan).

Landrent : sewa tanah dengan pengenaan pajak

Contingenten : pembayaran pajak yang dilakukan

dengan tidak secara paksa

Cultuur stelsel : Sistem tanam paksa di masa pendudukan Belanda di Indonesia

Agrarische Wet : Hukum agraria

Regerings Reglement : Peraturan Pemerintah

Erfpacht : Hak guna usaha, penyewaan

Lands domein : Domain negara atas tanah milik negara Domein verklaring : Pernyataan kepemilikan

Agrarische eigendom : Hak milik pertanian

(18)

Title deed : Sertipikat atas tanah

Land tenure : Penguasaan hak atas tanah

Land ownership : Kepemilikan atas tanah

Parcel atau plot : Bidang tanah

Stakeholders : Para pemangku kepentingan

Legal reasoning : Argumentasi hukum

Niet onvenkelijk verklaard (NO) : Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima

Law maker : Pembuat hukum

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan-Nya kepada manusia dan sebagai tempat bagi seluruh makhluk yang ada di bumi untuk melangsungkan kehidupannya. Tanah memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan tanah dan rumah merupakan salah satu kebutuhan primer manusia dan menjadi tempat atas segala kegiatan manusia dalam kehidupannya.1 Pentingnya tanah dalam kehidupan manusia karena manusia sangat bergantung pada tanah, menjadi harta yang bersifat permanen, sebagai cadangan kehidupan di masa depan, dan juga menjadi tempat kembalinya jasad manusia kepada tanah.2

Eksistensi tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti dan sekaligus memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Tanah sebagai social asset merupakan sarana pengikat kesatuan sosial di kalangan masyarakat untuk hidup dan kehidupan, sedangkan tanah sebagai capital asset merupakan faktor modal dalam pembangunan dan telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang sangat penting sekaligus sebagai barang perniagaan.3

1Jayadi Setiadi, Tata Cara Mengurus Tanah Rumah Serta Segala Perizinannya, (Yogyakarta:

Buku Pintar, 2012), hal. 4.

2 Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 7.

3 Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang:

Bayumedia, 2007), hal. 1.

(20)

Atas dasar hak menguasai dari negara terhadap tanah, bumi dan air, maka menjadi kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Tanah dengan segala sesuatu yang ada, baik di dalam maupun diatasnya disebut agraria.4 Istilah agraria berasal dari kata akker (Belanda), agros (Yunani) yang berarti tanah pertanian, agger (Latin) tanah atau sebidang tanah, agrarius (Latin) berarti perladangan, persawahan, pertanian, dan agrarian (Inggris) berarti tanah untuk pertanian.5 Tanah secara hukum selalu dikaitkan dengan hak atasnya yang diberikan negara kepada seseorang yang berhak untuk dinikmati manfaatnya dan digunakan sesuai dengan peruntukannya.6 Kesemuanya istilah itu dirangkum menjadi satu pengertian yaitu “agraria” sebagaimana dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (disingkat UUPA).

Diundangkannya UUPA yang bersifat individualistik komunalistik religius, selain bertujuan melindungi tanah melalui pendaftaran tanah, juga mengatur untuk hubungan hukum hak atas tanah melalui sertipikat sebagai alas hak atau tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya.7Pemerintah telah menetapkan pada Pasal 19 ayat (1) UUPA pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Pendaftaran

4Urip Santoso (I), Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana, 2005), hal.1.

5Urip Santoso (II), Hukum Agraia Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2012), hal. 1.

6 Suhariningsih, Tanah Terlantar (Asas dan Pembaharuan Konsep Menuju Penerbitan), (Jakarta: Prestasi Pustaka 2009), hal. 60.

7 S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah-Persyaratan Permohonan di Kantor Pertanahan, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005), hal. 3.

(21)

dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pemilik yang terdaftar.8

Sebagai implementasi dari Pasal 19 ayat (1) dan (2) UUPA maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga sejak tahun 1961 pendaftaran tanah mulai dilakukan. PP No.10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah telah digantikan oleh PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah hingga berlaku saat ini. Kemudian dikeluarkan Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997.

Setahun kemudian setelah PP No. 24 Tahun 1997 dikeluarkan pula PP No.37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diikuti dengan Permen Agraria/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1999 Tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.37 Tahun 1999.9

Inti dari muatan ketentuan tersebut menentukan bahwa “bukti sah kepemilikan hak atas tanah adalah sertipikat”.10 Sertipikat yang dimaksud adalah sertipikat hak atas tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kepala

8Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 475.

9Aartje Tehupeiory, Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Jakarta: Raih Asa Sukses- Penebar Swadaya Grup, 2012), hal. 12-13. Dalam proses penerbitan sertifikat hak milik atas tanah pada Kantor BPN diatur dalam PP. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, kemudian ketentuan teknis yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP. No. 24 Tahun 1997, Instruksi Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1998 dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.37 Tahun 1999.

10 Eko Yulian Isnur, Tata Cara Mengurus Segala Macam Surat Rumah dan Tanah, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012), hal. 16.

(22)

BPN melalui proses pendaftaran tanah.11 Sertipikat hak atas tanah tersebut berupa salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dan diberikan kepada yang berhak atas tanah tersebut.12

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam hukum agraria dibagi dalam dua bentuk: pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki dan dikuasai langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama serta dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya seperti Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai (HP). Kedua, hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder yaitu hak- hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang, dan hak menyewa atas tanah pertanian.13

Sertipikat hak milik atas tanah menghendaki terciptanya kepastian hukum dan kepastian hak kepemilikan atas tanah.14 Dengan demikian pemiliknya mudah untuk membuktikan bahwa dirinya berhak atas suatu bidang tanah tertentu berdasarkan sertipikat hak milik atas tanah yang diperolehnya.15Sertipikat hak milik atas tanah tersebut merupakan terkuat dan terpenuh yang dikeluarkan oleh Kantor BPN sebagai sentral administrasi pertanahan yang tercatat pada buku induk tanah.

Permohonan sertipikat hak milik atas tanah kepada Kantor BPN guna memperoleh perlindungan hak serta jaminan untuk memperoleh kepastian hukum

11Ibid., hal. 17.

12Jayadi Setiadi, Op. cit., hal. 62.

13Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 64.

14 Badriyah Harun, Solusi Sengketa Tanah dan Bangunan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2013), hal. 38.

15Aartje Tehupeiory, Op. cit., hal. 9.

(23)

bagi pemiliknya.16 Sehingga dengan demikian sertipikat hak milik atas tanah memberikan kekuatan status kepemilikan tanah bagi pemegang hak yang sah.17

Sertipikat menjadi bukti tanah tersebut telah didaftarkan pada Kantor BPN dengan dicantumkan orang yang berhak atas tanah dan bentuk statusnya sebagai hak milik, atau hak guna usaha, atau hak guna bagungan, dan lain-lain.18 Sertipikat hak milik atas tanah benar-benar harus didukung oleh fakta guna kepastian hukum tentang apa yang tertera dalam sertipikat merupakan bukti yang sah terhadap pemiliknya,19 tujuannya semata-mata untuk menjamin kepastian hukum.20

BPN menentukan sistim pelayanan atau mekanisme pendaftaran pada Kantor BPN yang tujuannya agar proses penerbitan sertipikat hak atas tanah berjalan secara efektif dan efisien. Berdasarkan Instruksi Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1998, BPN memberlakukan sistim loket, dari loket I bagian informasi dan pelayanan, loket II bagian penyerahan dokumen permohonan, loket III bagian penyerahan biaya dan pembayaran, dan loket IV bagian penyerahan produk.21

Pada tahap terakhir (pada loket IV), BPN melakukan pengukuran, pemetaan serta pembukuan data fisik tanah yang akan dijadikan sebagai dasar penerbitan

16Eko Yulian Isnur, Op. cit., hal. 23.

17Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, (Medan Pustaka Bangsa Press, 2004), hal. 80.

18Aartje Tehupeiory, Op. cit., hal. 17. Sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan tersebut merupakan turunan atau salinan dari buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan.

19Jhon Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hal.

136-137.

20Tampil Anshari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak, (Medan: Multi Grafik, 2007), hal. 104-105. Sertifikat hak milik atas tanah berada pada pemegang hak sedangkan surat ukur dan buku tanah berada di Kantor BPN.

21Eko Yulian Isnur, Op. cit., hal. 24-26.

(24)

sertipikat hak atas tanah. Persidangan ajudikasi dimungkinkan dilakukan untuk menyelesaikan sengketa dengan pihak yang melakukan sanggahan.22

Kepala Kantor BPN akan menindaklanjuti dan mengeluarkan sertipikat bukti kepemilikan hak atas tanah pada loket IV apabila tidak ada sanggahan dari pihak lain.

Akan tetapi jika persidangan ajudikasi tidak memungkinkan di mana para para pihak yang bersengketa terhadap tanah tersebut tidak dapat menempuh penyelesaiannya melalui jalur damai maka objek tanah tersebut dapat dibawa ke jalur hukum melalui persidangan di pengadilan.23

Perselisihan hak atas tanah antara Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Para Penggugat (Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan)24 di Pengadilan Tata Usaha Negara Medan (PTUN Medan) dikabulkan oleh Majelis Hakim PTUN Medan melalui Putusan No.56/G/2011/PTUN.Mdn Tanggal 13 September 2011. Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai25 melakukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Medan (PTTUN Medan) yang menguatkan Putusan PTUN Medan melalui Putusan No.181/B/2011/PT.TUN.Mdn Tanggal 4 Januari 2012.

22Ibid., hal. 26.

23Ibid., hal. 27.

24 Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai sebagai Tergugat I dan Pemerintah Kota Binjai sebagai Tergugat II. Pada tingkat banding Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai sebagai Pembanding I dan Pemerintah Kota Binjai sebagai Pembanding II, sedangkan penggugat sebagai Terbanding. Pada tingkat kasasi Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai sebagai Pemohon Kasasi I dan Pemerintah Kota Binjai sebagai Pemohon Kasasi II sedangkan penggugat sebagai Termohon Kasasi.

25Disebut sebagai Pembanding I adalah Kantor Pertanahan Kota Binjai dan Pembanding II adalah Pemerintah Kota Binjai.

(25)

Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi dari Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai berdasarkan Putusan MA No.175/K/TUN/2012 Tanggal 31 Mei 2012. Dalam perkara ini kedua belah pihak mempersoalkan 2 (dua) surat sebagai objek gugatan, yaitu:26

1. Surat Kepala Kantor BPN Kota Binjai Nomor: 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 yang ditujukan kepada Penggugat. Perihal permohonan hak tanah atas nama Nagok Grace Pohan yang terletak di Jalan Hasanuddin No.8 Binjai berisi permohonan hak atas nama Nagok Grace Pohan baru dapat diproses setelah ada penyelesaian terlebih dahulu dengan pihak Pemerintah Kota Binjai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Surat Pemerintah Kota Binjai yang ditujukan kepada Kepala Kantor BPN Kota Binjai Nomor: Nomor 893-1701 tanggal 9 Maret 2011 Perihal Pemakaian Lahan Atas Tanah Nagok Grace Pohan terletak di Jalan Hasanuddin No. 8 Binjai yang pada intinya menyatakan bahwa berdasarkan hasil Tim Inventarisasi Pemerintah Kota Binjai tanggal 12 Agustus 2002 lahan tanah dan bangunan tersebut termasuk didalamnya tanah seluas 1.358 m2beserta bangunan adalah aset Pemerintah Kota Binjai.

Muatan di dalam kedua surat tersebut mempersoalkan mengenai tanah seluas 1.358 m2beserta bangunan diatasnya berada di Jalan Hasanuddin No.8 Binjai. Tanah seluas tersebut dimohonkan penerbitan sertipikat hak milik atas tanah oleh Nagok Grace Pohan, sementara pihak Pemerintah Kota Binjai mengklaim bahwa tanah seluas 1.358 m2 tersebut beserta bangunan diatasnya adalah aset milik Pemerintah Kota Binjai.

Dasar pengajuan gugatan oleh Nagok Grace Pohan adalah karena sejak tahun 1950, tanah seluas 1.781 m2telah memperoleh izin dari pendudukan Belanda kepada

26 Putusan MA No.175/K/TUN/2012 antara Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan, hal. 2.

(26)

orang tua Nagok Grace Pohan.27 Pada bulan Oktober 2010, status kepemilikan hak atas tanah seluas tersebut didasarkan pada Groose akta hak eigendom yang diterbitkan berdasarkan Overscrivijng Ordonantie (Staatblad 1834-27), dan dibuktikan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah tertangal 19 Oktober 2010 yang ditanda tangani oleh Nagok Gracce Pohan dan 2 (dua) orang saksi yaitu Kepala Lingkungan IV Kel. Satria dan Pemuka Masyarakat serta diketahui oleh Kepala Kelurahan Satria Kecamatan Binjai Kota. Surat Pernyataan dari Nagok Gracce Pohan tentang penguasaan atas sebidang tanah perumahan seluas 1.364 m2 yang terletak di Jl. Sultan Hasanuddin No. 8 Lingkungan IV Kelurahan Satria Kecamatan Binjai Kota.

Atas dasar surat tersebut diajukan permohonan kepada Kepala Kelurahan Satria untuk penerbitan Surat Keterangan Lurah atas tanah seluas 1.364 m2. Setelah diadakan pengkuran, kemudian Lurah telah menerbitkan Surat Keterangan Nomor:

59321-360 tanggal 5 Nopember 2010, yang diketahui oleh Camat Binjai Kota Binjai dengan Nomor: 593.21-1198 tanggal 5 Nopember 2010 (surat ini disebut dengan SK Camat), yang pada intinya menerangkan bahwa pemilik hak atas tanah seluas 1.364 M2tersebut adalah Nagok Gracce Pohan.

27 Tetapi karena terkena pembangunan/pelebaran jalan ataupun gang di bagian muka dan belakang, tanah tersebut berkurang 6 M2. Selian itu, tanah tersebut berkurang pada sekitar tahun 1984 dengan sebab keperluan hidup dan biaya perobatan orang tua perempuan Nagok Grace Pohan yang sakit-sakitan, bagian belakang dari bidang tanah tersebut yang menghadap ke Gang Bilal telah dialihkan oleh orang tua Para Penggugat yang perempuan kepada Bapak Sarbini yaitu seluas 417 M2, dan dengan sebab pengalihan tersebut Bapak Sarbini telah mengajukan permohonan Sertifikat Hak Milik atas namanya kepada Kepala Kantor Agraria Kotamadya Binjai (pada waktu itu), dan permohonan mana telah dikabulkan dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Nomor 87/Desa Satria tanggal 4 September 1985 atas nama Sarbini. Sehingga terakhir objek sengketa saat ini menjadi seluas 1.358 M2.

(27)

Kemudian berdasarkan SK Camat tersebut diajukan pendaftarannya secara langsung oleh Nagok Gracce Pohan ke BPN Kota Binjai untuk penerbitan status hak milik. BPN kemudian melakukan pengukuran namun tidak ada kelanjutan terhadap permohonan sertipikat hak milik tersebut dari BPN dan ketika dipertanyakan kembali, BPN mengatakan ada berkas yang perlu dilengkapi lagi.

Semua berkas yang kurang dilengkapi kembali oleh Nagok Gracce Pohan namun prosesnya tetap terkatung-katung. Hingga ada petugas BPN yang datang menjumpai Nagok Gracce Pohan untuk menyampaikan sebuah surat pemblokiran terhadap tanah sengketa tersebut. Akibat sulitnya pengurusan penerbitan sertipikat hak milik tersebut, Nagok Gracce Pohan menyerahkan pengurusannya kepada Kantor Pengacara/Advokat dan kembali diajukan permohonan penerbitan sertipikat hak milik.

Kuasa hukum Nagok Gracce Pohan memberikan somasi kepada BPN dan kepada Pemerintah Kota Binjai berkali-kali, baru kemudian Pemerintah Kota Binjai menanggapinya dengan mengeluarkan sebuah surat yaitu Surat Nomor 893-1701 Tanggal 9 Maret 2011 yang intinya menyatakan bahkan tanah seluas 1.364 m2 tersebut merupakan aset Pemerintah Kota Binjai. Kemudian disusul Surat BPN Nomor 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 yang intinya menyatakan tanah seluas 1.364 m2tersebut juga merupakan aset Pemerintah Kota Binjai.

Atas dasar inilah pihak Nagok Gracce Pohan mengajukan gugatan terhadap Kepala Kantor BPN (Tergugat I) dan kepada Pemerintah Kota Binjai (Tergugat II) sebagai Pemerintah dan kepada daerah tidak memiliki itikad baik, tidak memberikan

(28)

solusi, bahkan mempersulit pelayanan kepentingan masyarakat atas permohonan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah, bertentangan dengan asas-asas pemerintah yang baik (good government governance principles) atau asas-asas kepentingan umum, menimbulkan ketidakpastian, sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak Nagok Gracce Pohan.

BPN tidak dapat melanjutkan proses permohonan penerbitan sertipikat hak milik karena tanah seluas 1.364 m2 tersebut diklaim oleh Pemerintah Kota Binjai sebagai aset miliknya. Sengketa ini tidak dapat diselesaikan secara damai sehingga penyelesaiannya dibawa ke jalur hukum (litigasi) persidangan di PTUN. Majelis hakim PTUN Medan memutuskan dalam Putusan No.56/G/2011/PTUN.Mdn Tanggal 13 September 2011 yang muatannya membatalkan:28

1. Surat yang diterbitkan oleh BPN (Tergugat I) Nomor: 314/300.12.75/III/2011 Tanggal 30 Maret 2011 yang ditujukan kepada para penggugat mengenai permohonan hak atas tanah atas nama Nagok Grace Pohan atas tanah yang terletak di Jalan Hasanuddin No.8 Binjai.

2. Surat yang diterbitkan oleh Pemko Binjai (Tergugat II) Nomor: 893 -1701 Tanggal 9 Maret 2011 yang ditujukan kepada Kepala Kantor BPN Kota Binjai, mengenai pemakaian lahan atas tanah Nagok Grace Pohan Terletak di Jln.Hasanuddin No.8 Binjai.

28 Putusan MA No.175/K/TUN/2012 antara Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan, hal. 19-20 dan hal. 22-23.

(29)

Kemudian PTTUN menguatkan Putusan No.56/G/2011/PTUN.Mdn Tanggal 13 September 2011. Upaya kasasi dilakukan oleh Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai ke MA didasarkan pada alasan keberatannya terhadap keputusan PTTUN dan Putusan PTUN. Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai menyatakan bahwa PTTUN (judex facti) telah salah menerapkan hukum atau melanggar hukum dan lalai dalam memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dengan alasan bahwa:29

Pemohon kasasi sangat keberatan atas Putusan PTTUN Medan Tanggal 4 Januari 2012 No.181/B/2011/PT.TUN-Mdn, yang telah menguatkan Putusan PTUN Medan Nomor: 56/G/2011/PTUN-Mdn Tanggal 13 September 2011, di mana terhadap kedua putusan judex factie tersebut tidak ada sentuhan keadilan dan kebenaran atas pertimbangan hukum sesuai ketentuan peraturan teknis pertanahan yang berkaitan dengan pokok perkara. Bahwa judex facti PTTUN Medan tidak mengadili perkara secara sungguh-sungguh. Hal ini terlihat dari putusan judex facti yang sama sekali tidak ada memuat ketentuan- ketentuan hukum sebagai dasar untuk menguatkan Putusan PTUN Medan Nomor: 56/G/2011/PTUN-Mdn Tanggal 13 September 2011, dan di samping itu PTTUN (judex facti) dalam pemeriksaan tingkat banding tidak melaksanakan ketentuan hukum acara, sebab seharusnya judex factie di tingkat banding mengulang kembali pemeriksaan perkara baik mengenai fakta maupun mengenai penerapan hukumnya. Tetapi kenyataannya judex facti hanya memperkuat putusan PTUN Medan dengan mengambil alih keseluruhan pertimbangan hukumnya. Untuk itu patut dan beralasan menurut hukum putusan PTTUN (judex facti) tersebut untuk dibatalkan.30

MA juga tetap menolak kasasi dari Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai dan menyatakan alasan permohonan kasasi dari Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai tersebut tidak dapat dibenarkan, karena judex factie tidak salah dalam menerapkan hukum. MA dalam perkara ini

29Ibid., hal. 24 dan hal. 28.

30Ibid., hal. 24.

(30)

mengatakan bahwa putusan judex factie tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, akan permohonan kasasi yang diajukan oleh Kepala Kantor BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai harus ditolak.31

Pertimbangan hukum MA didasarkan pada gugatan Penggugat (Nagok Grace Pohan) telah menguasai sebidang tanah objek sengketa yang diperoleh dari orang tuanya (alm. Rajiun Pohan) sejak tahun 1950 sampai saat ini dikuasai secara terus- menerus awalnya berdasar surat keterangan kepala Kelurahan Satria, Kecamatan Binjai Kota. Nagok Grace Pohan juga memperoleh objek sengketa tersebut dengan Grose Akta Hak Eigendom berdasarkan overscrivijng ordonnantie (OV-Stbl 1834 No. 27) yang seharusnya berdasarkan UUPA diwajibkan untuk dikonversikan menjadi hak milik.32

Satu di antara banyak faktor penyebab timbulnya sengketa tanah termasuk dalam perkara a quo disebabkan karena belum terdaftarnya atau karena belum dikonversinya tanah tersebut pada lembaga yang berwenang yaitu BPN.33 Apalagi tanah tersebut berdasarkan sejarah yang cukup panjang membuka ruang sengketa atas tanah karena pada umumnya tanah-tanah di masa dulu tidak didaftarkan pada

31MA dalam pertimbangan hukumnya memperhatikan ketentuan pasal-pasal dari UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, UU No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU No.5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung dan perubahan kedua dengan UU No.3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan PTUN sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan PTUN dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan PTUN serta peraturan perundang-undangan lain terkait dengan pendaftaran tanah.

32Ibid., hal. 28-29.

33Badan Pertanahan Nasional, penyunting: Brahmana Adhie dan Hasan Basri Nata Menggala, Reformasi Pertanahan Pemberdayaan Hak-Hak Atas Tanah Ditinjau Dari Aspek Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, Agama, dan Budaya, (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 72.

(31)

lembaga yang berwenang, terutama tanah-tanah yang berada di pelosok-pelosok atau perkampungan.34 Objek sengketa dalam perkara a quo sama sekali belum pernah didaftarkan pada Kantor BPN Kota Binjai, melainkan masih menggunakan SK Camat setempat berdasarkan turun-temurun melalui pewarisan.

Belakangan ini upaya pendaftaran yang dilakukan oleh Nagok Gracce Pohan untuk memperoleh sertipikat hak milik dari Kantor BPN tidak kunjung berhasil. Dari proses yang menghabiskan waktu cukup lama tersebut baru kemudian dikeluarkan dan dinyatakan tanah seluas 1.364 m2 tersebut merupakan aset Pemko Binjai, yang menimbulkan anggapan bahwa Pemerintah (BPN dan Pemko Binjai) tidak memiliki itikad baik, tidak memberikan solusi, bahkan mempersulit pelayanan kepentingan masyarakat atas permohonan penerbitan sertipikat hak milik atas tanah, bertentangan dengan good government governance principles, sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam memberikan pelayanan publik dan juga mengakibatkan kerugian bagi pihak Nagok Gracce Pohan selama proses tersebut.

Upaya permohonan penerbitan sertipikat hak milik atas tanah sebagaimana yang telah diuraikan di atas sangat menarik untuk dilakukan penelitian terhadap permohonan penerbitan sertipikat hak milik atas tanah dengan memilih “Penyelesaian Sengketa Permohonan Penerbitan Sertipikat Hak Atas Tanah Di Kota Binjai (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012)” sebagai judul dalam penelitian ini.

34 Hasim Purba, Syafruddin Kalo, Muhammad Yamin, OK. Saidin, Afrizon Alwi, Ayub Prabisma, Syafruddin, Ishak Butar-Butar, dan Al Fahmi Khairi Manurung, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pencegahan, Studi Kasus di Sumatera Utara, (Medan: Cahaya Ilmu, 2006), hal. 60.

(32)

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini dirumuskan sebagaimana berikut:

1. Bagaimana kekuatan hukum terhadap alas hak atas tanah yang belum mempunyai sertipikat dari Badan Pertanahan Nasional?

2. Apa yang menjadi dasar hukum dalam pertimbangan majelis hakim atas sengketa penerbitan sertipikat hak atas tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012?

3. Apa akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012 bagi pemohon terhadap hak atas tanah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam rangka dilakukaknnya penelitian terhadap ketiga permasalahan di atas, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kekuatan hukum atas sertipikat yang alas haknya belum mempunyai sertipikat dari Badan Pertanahan Nasional.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar hukum dalam pertimbangan majelis hakim atas sengketa penerbitan sertifikat hak atas tanah dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012.

3. Untuk mengetahui akibat hukum dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 175/K/TUN/2012 bagi pemohon terhadap hak atas tanah.

(33)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat yang berguna baik manfaat secara teoritis maupun secara praktis antara lain:

1. Manfaat secara teoritis penelitian ini bagi pihak akademisi sebagai bahan pengkajian penelitian untuk pengkajian lebih lanjut serta bermanfaat bagi masyarakat khususnya masyarakat yang membutuhkan sertipikat hak milik atas tanah.

2. Manfaat secara praktis penelitian ini bagi Lembaga Badan Pertanahan Nasional (BPN), Lembaga-lembaga swasta yang turut berperan langsung menangani sengketa-sengketa tanah masyarakat, perusahaan, badan hukum lainnya, Notaris dan PPAT.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini memiliki keaslian dan tidak dilakukan plagiat dari hasil karya penelitian pihak lain. Sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan ataupun ceking judul dan permasalahan dari tesis-tesis yang ada baik di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara khususnya di Program Studi Magister Kenotariatan maupun dilakukan penelusuran di situs-situs resmi perguruan tinggi lainnya melalui internet tidak diperoleh judul yang sama dengan penelitian ini yang menganalisis Putusan MA No.175/K/TUN/2012 antara Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan.

(34)

Oleh karena itu, judul dan permasalahan dalam tesis ini tidak mengandung unsur kesamaan atau plagiat dari hasil karya ilmiah pihak lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini baru pertama kali dilakukan dan sesuai dengan asas- asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi antara lain kejujuran, rasional, objektif, terbuka, serta sesuai dengan implikasi etis dari prosedur menemukan kebenaran ilmiah secara bertanggung jawab.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam teori tentang hak milik beberapa ahli seperti Curzon, Margaret Jane Radin, dan David J. Hayton, menyamakan hak milik sama dengan property yang berarti milik, harta benda, dan kekayaan. Curzon, mengatakan, “hak manusia tertinggi untuk memiliki sesuatu…”, “…the highest right men have anything..”, selanjutnya dikatkannya hak milik sebagai, “…hak eksklusif untuk mengontrol barang ekonomi…”, “…an exclusive right to control an economic good…”.35

Menurut Margaret Jane Radin, hak milik merupakan atribut pribadi dengan mengatakan, “property can mean either object-property, what Radin calls fungible property or it can mean atribute property, what she calls personal or constitutive property…”. Lebih tegas dikatakan David J. Hayton, bahwa hak milik hanya dibagi untuk pemilik, “right also for the ownership of a wide variety”.36

35LB. Curzon, Land Law, (Great Britain: Pearson Education Limited, 1999), hal. 8.

36Margaret Jane Radin dan David J. Hayton dalam Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 6-7.

(35)

Teori hak milik menghendaki penggunaan akan suatu barang miliknya hanya boleh digunakan oleh dirinya sendiri. Semakin tinggi nilai hak suatu hak milik atau benda maka semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut.37 Tanah merupakan salah satu benda yang memiliki nilai tertinggi dalam kehidupan manusia.

Berarti hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang telah ditetapkan, dan tidak mengganggu hak orang lain.38 Berdasarkan Pasal 570 KUH Perdata, hak milik tersebut tidak mengurangi kemungkinan bisa dicabut demi kepentingan umum berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan dengan pembayaran ganti rugi.39Pencabutan dan pembebasan hak atas tanah harus dilakukan dalam kondisi darurat atau memaksa, sebagai cara terakhir untuk tanah milik penduduk guna kepentingan negara melalui musyawarah, berdasarkan asas mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan perseorangan.40

Hak milik tidak pernah terbatas jangka waktunya selama abadi di dunia.

Artinya jika pemiliknya meninggal dunia maka harta benda tersebut dapat diwariskan kepada para ahli warisnya atau melalui wasiat kepada orang lain. Teori kepemilikan

37Ibid., hal. 7.

38Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Kedudukan Berkuasa dan Hak Milik Dalam Sudut Pandang KUH Perdata, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 131.

39Ibid.

40 Abdurrahman, Op. cit., hal. 65. Lihat juga: A.P. Parlindungan, Pencabutan dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Studi Perbandingan, (Bandung: Mandar Maju, 1993), hal. 3 dan hal. 12.

(36)

suatu benda juga dapat dimengerti dari pandangan Thomas Aquinas yang mengatakan, “manusia menurut kodratnya bersifat individual dan sosial”. Oleh karena manusia bersifat individual dan sosial tersebut kemudian kombinasikan dalam kehidupan, konsekuensinya berarti setiap manusia berusaha memiliki suatu benda.41

JJ. Rousseau berpendapat dalam teori kodrat, dengan mengatakan, “milik atas jumlah terbatas dapat digarap oleh seseorang itu sendiri”.42Pendapat JJ. Rousseau ini tampaknya sependapat dengan teori David J. Hayton yang mengatakan, bahwa hak milik hanya dibagi untuk pemilik, “right also for the ownership of a wide variety”.43 Kedua pandangan dalam teori ini menghendaki hak milik hanya bisa digunakan dan digarap oleh pemilik yang berhak.

Tetapi dalam pandangan lain ada pula ahli yang mengatakan hak milik tidak mesti harus untuk dirinya sendiri melainkan dpaat pula dialihkan kepada pihak lain atau diberikan sebagai bentuk wujud posisi manusia adalah makhluk sosial.

Pandangan ini dikemukakan oleh Jhon Locke. Menurutnya, hak milik tidak terbatas untuk dirinya sendiri, dalam masyarakat Eropa Modern sepenuhnya tidak dapat dibenarkan karena ada hak segelintir orang di dalam hak milik.44 Berdasarkan teori Jhon Locke terebut dapat dipahami bahwa adalah suatu perampasan hak alamiah jika pandangan JJ. Rousseau dan David J. Hayton dibenarkan.

Terdapat asas penting dalam kepemilikan hak bahwa “tidak seorang pun dapat

41Sonny Keraf, Hukum Kodrat dan Teori Hak Milik Pribadi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hal. 23.

42Adrian Sutedi, Op. cit., hal. 8.

43Margaret Jane Radin dan David J. Hayton dalam Adrian Sutedi, Op. cit, hal. 6-7.

44 C. Woekrisari dan Haryono, Pemikiran Dasar Tentang Hak Milik, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989), hal. 37-41.

(37)

mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai” (nemo plus juris transfere potest quam ipse habet). Asas ini mirip dengan “tidak seorang pun mengubah bagi dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, melainkan tujuan dari penggunaan objek miliknya” (nemo sibi ipse causam possessionis mutare potest).45

Berdasarkan pandangan-pandangan dalam teori hak milik tersebut di atas, semua orang dapat dipastikan berkeinginan untuk memiliki suatu benda-benda tertentu dan harta kekayaan. Tentunya suatu benda tersebut pasti bernilai bagi dirinya.

Tidak ada satu orang pun yang menginginkan suatu benda yang tidak bernilai dan tidak berarti bagi dirinya, semua orang pasti menginginkan suatu benda yang bernilai dan tentunya benda-benda yang bernilai tinggi.

Salah satu benda yang bernilai tinggi tersebut adalah tanah. Tempat di mana seseorang dan atau beserta keluarganya untuk tinggal berdiam diri sejenak dari peristirahatannya dan sebagai tempat peristirahatan selama ia berada di dunia. Tanah cukup bernilai ekonomis yang dapat diperdagangkan bahkan di mana-mana orang cenderung memperebutkan tanah sampai titik darah.

Fungsi tanah cukup penting karena peruntukannya mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, bukan hanya aspek ekonomis tetapi juga menyangkut aspek- aspek yang non ekonomis sebagai fungsi sosial berupa tempat tinggal, apalagi tanah merupakan segala-galanya bagi masyarakat yang peranannya bukan hanya sekedar

45 Ridwan Halim, Bendera Mimbar Filsafat Hukum Indonesia, (Jakarta: Angky Pelita Studyways, 2001), hal. 170.

(38)

faktor produksi melainkan pula mempunyai nilai untuk mendukung martabatnya sebagai manusia.46

Perolehan hak atas tanah terus menimbulkan masalah seiring dengan perkembangan peradaban manusia dari dulu hingga kini. Persoalan tanah tetap menjadi persoalan yang tidak pernah kunjung selesai dipersoalkan. Seiring dengan pertambahan penduduk, keinginan untuk memperoleh tanah juga bertambah. Tanah menjadi harta kekayaan yang paling tinggi nilainya bagi setiap orang bahkan setiap jengkal tanah dibela sampai titik darah penghabisan jika hak atas tanahnya diklaim oleh pihak lain.

Sengketa tanah menjadi suatu yang fenomenal dan tidak pernah kunjung selesai, bila tidak diselesaikan berpotensi menimbulkan gangguan untuk dapat terselenggaranya kehidupan sosial dan kehidupan bernegara yang harmonis.

Sekalipun kebijakan revisi peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan dilakukan tidak menjadi jaminan timbulnya sengketa-sengketa tanah.47Upaya hukum yang dapat meminimalisir terjadinya sengketa tanah dapat dilakukan upaya melalui pendaftaran tanah. Mengembangkan sistim pendaftaran tanah yang efektif dan efisien sebagai upaya memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah.48

46AP. Parlindungan, Hukum Agraria Beberapa Pemikiran dan Gagasan, (Medan: USU Press, 1998), hal. 80.

47 Maria SW. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2008), hal. 75.

48 Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal 85.

(39)

Pemerintah telah menetapkan pada Pasal 19 ayat (1) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (disingkat UUPA) menentukan bahwa, “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Pendaftaran tanah memberikan kepastian akan hak seseorang untuk memiliki tanah, dengan pendaftaran tersebut dapat dijadikan bukti untuk membantah klaim dari pihak lain, mengelakkan suatu sengketa perbatasan karena dengan sertipikat yang diperoleh dari pendaftaran tanah mengandung surat ukur yang telah diteliti dan cermat dan juga telah terdaftar dalam penetapan perpajakan.

Sehingga dengan demikian pendaftaran tanah semakin memberikan kekuatan status kepemilikan tanah bagi pemegang haknya.49

Konsekuensi dari pendaftaran tanah memberikan alas hak kepada pemegang sertipikat sebagai alat bukti atas tanah tersebut. PP. No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menghendaki terciptanya kepastian hukum dan jaminan perlindungan hak atas tanah. PP. No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah mengandung asas negatif yang berunsur positif. Ketentuan inilah yang benar-benar mengarahkan pendaftaran tanah bersistem negatif mengandung unsur positif.50Sistim negatif mengandung makna bahwa jika nama seseorang sudah terdaftar dalam buku tanah, haknya masih dimungkinkan dibantah sepanjang bantahan-bantahan itu dapat dibuktikan dengan memberikan alat bukti yang cukup dan kuat.51

Dikatakan sistem negatif berunsur positif, karena akan menghasilkan surat- surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sistem negatif

49Zaidar, Dasar Filosofi…Op. cit, hal. 80.

50Tampil Anshari Siregar, Op. cit., hal. 105.

51Zaidar, Dasar Filosofi…Op. cit, hal. 169.

(40)

hanya dianut dalam PP No.10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah kemudian disempurnakan melalui PP. No.24 Tahun 1997 yang mengandung asas negatif berunsur positif. Dalam PP ini asas negatif artinya memberikan perlindungan terhadap pemilik yang “berhak”, sedangkan positif artinya memberikan perlindungan kepada pemilik yang “terdaftar”.52 Pendaftaran tanah juga mengandung asas umum/keterbukaan (openbaarheid) dan asas kekhususan (spesialitet).

Tujuan pendaftaran tanah berdasarkan PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah adalah untuk menjamin dan memberikan kepastian hukum baik mengenai subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat di atasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Oleh karena PP No.24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah masih ada asas negatifnya berarti masih membuka peluang ada klaim dari pihak lain atas tanah tersebut. Asas positif itulah yang mengandung kepastian hukum.

Kepentingan manusia merupakan suatu tuntutan yang dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum. Kepentingan manusia yang dilindungi itu antara lain:

kepentingan umum (public interest), kepentingan masyarakat (social interest), dan kepentingan individual (private interest).53 Melindungi kepentingan manusia berarti menghendaki suatu asas kepastian hukum terhadap kepentingan-kepentingan itu.

Pendaftaran tanah di seluruh Indonesia sesuai Pasal 19 ayat (1) UUPA bertujuan adalah untuk menjamin kepastian hukum. Menurut penjelasan dari pasal ini

52Jhon Salindeho, Op. cit., hal. 173.

53Salim, H.S., dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013), hal. 266.

(41)

pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban Pemerintah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster, yaitu untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan apa yang menjadi haknya dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.54

Selain berfungsi untuk melindungi pemilik, pendaftaran tanah juga berfungsi untuk mengetahui status sebidang tanah, siapa pemiliknya, apa haknya, berapa luasnya, untuk apa dipergunakan dan sebagainya.55 Keharusan mendaftarkan tanahnya dimaksud agar menjadikan kepastian hukum bagi mereka dalam arti demi kepastian hukum bagi pemegang haknya. Oleh karena pendaftaran atas setiap peralihan, penghapusan dan pembebanannya, pendaftaran pertama kali atau karena konversi atau pembebanannya akan banyak menimbulkan komplikasi hukum jika tidak didaftarkan, apalagi pendaftaran tersebut merupakan bukti yang kuat bagi pemegang haknya.56

2. Konsepsi

Tujuan digunakan landasan konsepsional dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh dasar konseptual, menghindari pemahaman dan penafsiran yang berbeda serta memberikan pedoman dan arahan yang sama, antara lain:

a. Tanah adalah tanah tempat tinggal peristrahatan setiap manusia selama hidup di dunia yang berada di atas kulit bumi dan ruang angkasa dan tidak termasuk kandungan yang terdapat di dalam tanah.

54 AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal.13.

55 Chadidjah Dalimunthe, Pelaksanaan Landreform di Indonesia dan Permasalahannya, (Medan: FH USU, 2000), hal. 132.

56AP. Parlindungan, Pendaftaran…..Op. cit., hal. 11.

(42)

b. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

c. Sertipikat atas tanah adalah sertipikat hak milik yaitu bukti tertulis berupa kertas yang dikeluarkan oleh Kantor BPN dan memuat keterangan atas kepemilikan atas tanah bagi pemiliknya sebagai turunan atau salinan dari buku tanah yang ada di Kantor BPN.57

d. Permohonan sertipikat hak milik atas tanah adalah upaya untuk memperoleh bukti kepemilikan hak atas tanah dari Kantor BPN melalui prosedur pendaftaran tanah.

e. Badan Pertanahan Nasional (BPN) Republik Indonesia atau lembaga pertanahan adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan,58 yang dalam hal ini adalah BPN Kota Binjai.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu pada teori-teori, doktrin-doktrin, norma-norma, asas-asas (prinsip-prinsip),

57Aartje Tehupeiory, Op. cit., hal. 17.

58 Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

(43)

kaidah-kaidah yang terdapat dalam perundang-undangan dan putusan pengadilan sehubungan dengan permohonan penerbitan sertipikat hak milik atas tanah melalui prosedur pendaftaran tanah. Sifat penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan fakta-fakta dalam Putusan MA No.175/K/TUN/2012 antara Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan, dikaitkan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sumber Data

Sebagai data dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu: UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (disingkat UUPA), PP. No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP. No. 24 Tahun 1997, PP No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No.37 Tahun 1999, Instruksi Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1998 tentang Prosedur Pendaftaran Tanah, serta Putusan MA No.175/K/TUN/2012 antara Kepala Kantor Pertanahan Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan dan ulasan-

(44)

ulasan terhadap bahan hukum primer, antara lain: buku-buku, makalah, majalah, jurnal ilmiah, artikel, artikel bebas dari internet, dan surat kabar, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari para pakar hukum yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dapat berupa Kamus Umum Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Hukum, dan Kamus Bahasa Inggris.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (library research) di perpustakaan. Studi pustaka dilakukan terhadap bahan-bahan hukum tertulis yang relevan dengan permohonan penerbitan sertifikat hak milik atas tanah melalui prosedur pendaftaran tanah dalam kaitannya pada fakta-fakta dalam Putusan MA No.175/K/TUN/2012 antara BPN Kota Binjai dan Pemerintah Kota Binjai melawan Nagok Gracce Pohan dan Horald Pohan. Semua bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier, diperoleh melalui membaca referensi, melihat, mendengar melalui seminar, pertemuan-pertemuan ilmiah, dan mendownload Putusan MA No.175/K/TUN/2012 melalui internet. Data yang diperoleh kemudian dipilah-pilah guna memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Analisis data yaitu kualitatif yakni menganalisis data berdasarkan kualitasnya atau tingkat keterkaitannya dengan norma-norma, asas-asas, dan kaidah-kaidah yang

(45)

terdapat di dalam ketentuan perundang-undangan sebagaimana di atas. Data dianalisis berdasarkan teori-teori yang digunakan, doktrin-doktrin, asas-asas, norma-norma, kaidah-kaidah yang terdapat perundang-undangan kemudian dikemukakan dengan memberikan argumentasi-argumentasi yuridis atas hasil penelitian.

5. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif. Artinya semua data diungkapkan terlebih dahulu hal-hal yang bersifat umum kemudian dikerucutkan pengungkapan data yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan dengan cara ini disebut juga dengan penalaran logika dari umum ke khusus. Data diungkapkan dalam bentuk uraian yang tersistematis dengan menjelaskan hubungan antar berbagai jenis data. Memberikan penilaian benar atau salah atau apa dan bagaimana yang semestinya menurut asas, norma hukum, kaidah, dan doktrin-doktrin hukum.

(46)

BAB II

KEKUATAN HUKUM TERHADAP ALAS HAK ATAS TANAH YANG BELUM MEMPUNYAI SERTIPIKAT

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

A. Pendaftaran Tanah dan Prinsip-Prinsipnya

Setelah berlaku UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tanggal 24 September 1960 dilakukan reformasi agraria di Indonesia dan sifat dualisme hukum pertanahan berakhir, UUPA menjadi hukum tanah nasional tunggal. Seperti halnya pada bab II bagian II Pasal 19 UUPA mengamanatkan pengaturan tentang pendaftaran tanah yang melahirkan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Pasal 1 angka 1 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah menentukan:

Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pendaftaran tanah dikatakan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus dan teratur berupa pengumpulan keterangan-keterangan tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu dengan tujuan tertentu untuk kemudian diproses dan disimpan serta disajikan dalam rangka memenuhi tujuan diselenggarakannya pendaftaran tanah.59 Ini berarti pendataan

59Aartje Tehupeiory, Op. cit., hal. 7.

(47)

terhadap hak-hak atas tanah dilakukan melalui pendaftaran tanah dengan tujuan menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah tersebut agar lebih mudah dapat membuktikan dialah yang berhak atas sebidang tanah tertentu melalui sertipikat yang dikeluarkan oleh BPN.60

Pendaftaran tanah menghasilkan sertipikat tanah yang berfungsi sebagai tanda bukti hak. Pendaftaran tanah bertujuan untuk menjamin kepastian hukum ini dikenal dengan sebutan rechtskadaster/legal kadaster.61 Jaminan kepastian hukum yang hendak diwujudkan meliputi kepastian status hak yang didaftarkan, kepastian subjek hak, dan kepastian objek hak. Demikian pentingnya pendaftaran tanah sehingga menjadi suatu kewajiban bagi Pemerintah maupun pemegang hak atas tanah.62

Kebalikan dari rechtskadaster adalah fiscal kadaster. Kalau tadi rechtskadaster bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian terhadap status hak, objek hak, dan subjek hak, tetapi fiscal kadaster bertujuan untuk menetapkan siapa subjek yang wajib membayar pajak atas tanah. Pendaftaran tanah di Indonesia menganut rechtskadaster bukan fiscal kadaster.63 Untuk tujuan kepastian hukum pendaftaran tanah di Australia menganut torrens system. Untuk kepentingan penarikan pajak seperti di Romawi dikenal dengan capitastrum dan di Perancis disebut dengan belasting kadaster atau fiscale kadaster.64

60Ibid., hal. 9.

61Urip Santoso (III), Pendaftaran Tanah dan Peralihan Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 2.

62 Umar Said Sugiharto, Suratman, dan Noorhudha Muchsin, Hukum Pengadaan Tanah, (Malang: Setara Press, 2015), hal. 205.

63Affan Mukti, Op. cit., hal. 51.

64Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, (Bandung: Mandar Maju, 2010), hal. 18.

(48)

Sistem torren (torrens system) dapat digunakan untuk mengetahui siapa yang memiliki dari yang pertama kali atas bidang-bidang tanah, siapa pejabat-pejabat yang terlibat di dalamnya, termasuk yang menandatanganinya akan dapat diketahui pemilik baru yang sah dan berhak atas tanah tersebut.65 Sesuai dengan sistim torrens dalam pembuktian atas kepemilikan sah atas tanah dapat diketahui dengan bukti-bukti yang cukup dan kuat.

Tujuan pendaftaran tanah disebutkan di dalam Pasal 3 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, bertujuan untuk:

1. Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.

3. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Selain untuk menciptakan kepastian hukum, pendaftaran tanah juga dimaksudkan agar tercipta suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan (pihak ketiga) termasuk Pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah didaftar.

Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik juga merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

65Affan Mukti, Loc. cit.

Referensi

Dokumen terkait

pengalaman memotret objek yang bergerak dan ungkapan perasaan estetik akan fotografi gerak maka ide penciptaan karya seni fotografi ini adalah bagaimana menampilkan secara

Kelapa yang Akan Dibuat Kopra Panti asuhan Al Mustagfirin terletak di Kecamatan Seruyan Hilir Kota Kuala Pembuang, merupakan panti asuhan bagi anak-anak yang kurang

Keenam; dampak Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia Jember pada klaster kopi Arabika dalam kehidupan masyarakat meliputi pemberian peluang

Menurut Collett (2004), regresi Cox Proportional Hazards atau lebih dikenal sebagai model regresi Cox digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen

Dalam penelitian ini, data yang akan dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi mengenai tim kreatif dari program Wayang 975 di Motion Radio,

Dengan melihat pentingnya peranan desain dan penentuan komponen dalam proses pembuatan dies untuk bermacam-macam komponen, maka diadakan pengaplikasian dengan

Dianalisis dengan persentase kemudian hasil persentasenya ditafsirkan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu adalah Seberapa tinggi tingkat

1. Konsep dasar atau penjelasan dari program Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Data penerapan Desa Siaga Aktif yang telah dilaksanakan di Indragiri Hilir sampai tahun