• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada dasarnya Dao Jiao juga menerapkan asas "Jing Tian Zun Zu" yang berasal dari Konfusianisme rakyat sebab itu dengan sendirinya

Dalam dokumen Dewa-Dewi KELENTENG (Halaman 30-37)

Dao-jiao mempunyai banyak sekali Dewata. Kecuali para Maha-dewa

yang telah ada dari permulaan alam seperti Yu Huang Da Di, Tai

Shang Lao Jun, Yuan Shi Tian Zun, dan lain-lain, juga dipuja para

dewata yang diangkat kemudian. Para Dewa yang diangkat kemudian

ini berasal dari orang-orang sejarah yang dalam hidupnya pernah

ber-jasa bagi negara dan rakyat, dan orang-orang bijak lainnya. Teladan

yang telah ditinggalkan oleh orang inilah yang kemudian dijadikan

cerminan untuk kehidupan orang-orang jaman kemudian. Sebab itu

roh-roh leluhur, orang-orang besar jaman dahulu, para menteri

bijak-sana serta setia dan para pejuang yang telah mengorbankan jiwa

raganya untuk negara, kesemuanya ini dapat menjadi dewa. Dalam

perkembangannya kemudian, dewa-dewa Taoisme ini, juga menjadi

pujaan masyarakat luas, seperti Xuan Tian Shang Di, Ba Xian dan

lain-lain. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dewa-dewa Dao-jiao

inilah yang paling banyak menempati pujaan di kelenteng, disamping

dewa-dewa dari kepercayaan rakyat setempat.

Seperti telah disinggung sedikit diatas, Daoisme dikembangkan secara p o p u l e r oleh Zhang Dao Ling dalam sebuah gerakan yang disebut H u a n g Di Lao Zi yang menggabungkan filsafat Yin-yang, lima anasir (Wu-Xing) dan a j a r a n Lao-zi, ditambah dengan segala masalah yang m e n y a n g k u t roh, kekuatan gaib dan mantera, perbintangan, ramalan nasib, feng-shui dan sebagainya. Pada dasarnya Daoisme lebih me-n e k a me-n k a me-n salime-ng hubume-ngame-n a me-n t a r a mame-nusia deme-ngame-n alam semesta, yame-ng p a d a dasarnya disebut konsepsi Tian-dao (Jalan Tuhan).

Sebaliknya ajaran Kong-zi a t a u Konfusianisme lebih menekankan h u b u n g a n antara para anggota masyarakat disatu pihak, dan hubung-an a n t a r a masyarakat dhubung-an T i a n (Tuhhubung-an), di pihak lain. Sebab itu, kepercayaan akan "roh" (hun) dan "semangat" (po), bersama-sama d e n g a n nilai-nilai dasar dari "bakti" (xiao) d a n "kesetiaan" (zhong), m e l e t a k k a n dasar bagi kebiasaan "pemujaan t e r h a d a p leluhur yang m e n j a d i inti dari tradisi konfusianis.

D a l a m ajaran Kong-zi, p e r h a t i a n utama t e r h a d a p keberadaan ma-nusia dipusatkan pada Ren-dao (Jalan Mama-nusia). Ren-dao inilah yang m e n c a k u p keseluruhan a j a r a n kesusilaan Kong-zi, yang intisarinya adalah 5 macam kebajikan yaitu: Ren (Cinta kasih akan sesama), Yi ( M e n j u n j u n g tinggi k e b e n a r a n ) , Li (Susila) Zhi (Bijaksana) dan Xin ( D a p a t dipercaya). Lima m a c a m kebajikan ini mendasari lima macam h u b u n g a n sosial yaitu h u b u n g a n antara ayah dan anak, hubungan a n t a r a kaisar dan bawahannya, hubungan a n t a r a suami dan isteri, h u b u n g a n antara saudara tua d a n adik-adiknya, dan hubungan antara t e m a n dan sanak saudara. Hubungan-hubungan ini hanya akan berarti apabila betul-betul dilandasi d e n g a n prinsip R e n - d a o tadi.

Jadi apabila Daoisme m e m b e r i tekanan p a d a Tian-dao atau Jalan T u h a n , yang mengatur h u b u n g a n antara manusia dengan alam s e m e s t a atau gejala-gejala a l a m diluar masyarakat manusia, Konfu-sianisme melengkapinya d e n g a n Ren-dao (Jalan kemanusiaan) yang m e n e k a n k a n hubungan a n t a r manusia dan semua gejala dalam masyarakat. Kemudian B u d d h i s m e pada dasarnya juga melengkapi D a o i s m e dan Konfusianisme dengan menghubungkan "Tian-dao" dan "Ren-dao" dalam suatu p e r w u j u d a n yang m e r u p a k a n periuasan dari

"Jalan Tengah". K a r e n a itulah Buddhisme yang dianut oleh masyara-kat Tionghoa u m u m n y a baik di T a i w a n , Hongkong dan Asia Teng-gara, tidak sepenuhnya berdasarkan ajaran Buddha yang asli, juga bukan seluruhnya sama dengan y a n g ditafsirkan oleh para muridnya seperti yang tertulis dalam naskah bahasa Pali dan Sanskrit, tapi telah bercampur dengan unsur-unsur dari Taoisme dan Konfusianisme. TIGA AJARAN ATAU SAN-JIAO.

Tiga ajaran u t a m a , yaitu Buddhisme, Daoisme dan Konfusianisme yang menjadi inti dari agama o r a n g Tionghoa seringkali juga disebut sebagai San Jiao (Sam Kauw-Hokkian) yang berarti "tiga ajaran". Sebagai p e r w u j u d a n dari sinkretisme tiga aliran utama itu, D e w a t a Buddhisme d i p u j a juga dikelenteng Daoisme, dan para D e w a t a Daoisme juga m e n d a p a t penghormatan serupa di kuil Buddhis. Kemudian tokoh tertinggi ketiga aliran tersebut, Kong Zi, Sakyamuni B u d d h a , dan L a o Zi ditempatkan bersama-sama diatas satu altar p e m u j a a n . Ketiganya dianggap m e r u p a k a n satu kesatuan, atau paling sedikit mempunyai tujuan bersama walaupun ada perbedaan. Ke-biasaan ini sering dikatakan sebagai "san-er-yi-ye", yang b e r a r t i tiga adalah satu. G a m b a r a n prinsip tiga adalah satu ini, telah m e n y e r u a k dalam segala kegiatan spirituil o r a n g Tionghoa, seperti air d a n susu yang tidak t e r p i s a h k a n lagi.

H a r u s diakui b a h w a Dao-jiao (agama yang berdasarkan ajaran Daoisme), adalah agama tertua di Tiongkok. P a d a waktu itu, Kong-jiao (agama b e r d a s a r k a n Konfusianisme) belum terbentuk, walaupun demikian ajaran Konfusianisme telah menguasai segala k e h i d u p a n kebudayaan, dan t e l a h dalam t e r t a n a m dalam sanubari rakyat. Segala perilaku kehidupan termasuk k e l a k u a n , cara berpikir semuanya tidak terlepas dari p e n g a r u h Konfusianisme. Sebab itu tidak hanya D a o - j i a o saja, bahkan a g a m a Buddha yang disebut Fo-jiao yang datang dari Indiapun tak lepas dari pengaruhnya, begitu memasuki T i o n g k o k . Seperti telah disinggung dibagian d e p a n , Konfusianisme m e n e g u h k a n tradisi kepercayaan yang disebut sebagai "Jing Tian Zun Z u " yang kemudian merasuk dikalangan r a k y a t . Asas inipun kemudian dianut

oleh para p e n g a n u t Daoisme. Begitu juga ajaran "xiao" (Bhakti kepada orang t u a ) .

Pengaruh D a o J i a o dalam kehidupan beragama masyarakat lebih terasu pada t a t a - c a r a upacaranya. Seorang pakar Sinologi dari Taiwan, Li M a o - x i a n g dalam b u k u n y a "Bunga rampai dari Taiwan" mengatakan: .... keselamatan terancam adalah suatu b e n t u k nasib yang jelek. P a d a waktu nasib jelek mulai datang, tidak h a n y a per-orangan, keluarga dan seluruh penghuni desa semuanya merasa gelisah. Nasib h a r u s diubah, harus mengadakan upacara sembahyang. Dan upacara sembahyang penolak bala ini dipimpin oleh seorang pendeta Dao ....". Sebab itulah bisa dikatakan bahwa D a o J i a o men-jadi rangka dari seluruh kepercayaan rakyat.

Tapi kemudian, di kuil-kuil yang bercorak Daoisme, ternyata a d a juga yang dipimpin o l e h seorang Bikkhu, gejala ini tidak hanya t e r d a p a t di Tiongkok d a r a t a n , tapi juga di T a i w a n . Kelenteng Chao-tian gong di Bei-gang, T a i w a n , memuja Tian H o u ; Zhi-nan-gong di Taipei yang memuja Lii D o n g - b i n , tapi yang memimpin di sana semuanya adalah para Bikkhu s e p e r t i halnya kelenteng Buddhis saja, p a d a h a l yang dipuja disana jelas-jelas adalah dewa-dewa Daoisme.

Para pendeta D a o i s t , seringkali juga membacakan parita-parita Buddist, seperti halnya Bikkhu. Didalam buku ''Sejarah Taiwan" disebutkan b a h w a " Kelenteng Lu Zhu Ci di Tai-nan, d i u r u s oleh para Bikkhuni, keadaannya bersih d a n menyenangkan " D a r i sini kita dapat m e n g e t a h u i bahwa kelenteng-kelenteng Daois yang diurus para penganut B u d d h i s t bukanlah barang yang baru. Dalam bukunya — Peneiitian perkembangan agama di Taiwan" - Li Mao-xiang me-nulis bahwa yang sungguh-sungguh berkembang pesat di bumi Taiwan adalah kepercayaan rakyat, bukannya yang bersifat sebagai organisasi agama resmi. Kepercayaan rakyat mengandung pikiran-pikiran dari Buddhist, Daoist d a n Konfusianist yang telah bercampur menjadi satu, sehingga kehilangan watak-watak aslinya."

Masih banyak contoh-contoh yang melukiskan bagaimana Daoisme dan Buddhisme bercampur jadi satu. Kelenteng Yu H u a n g Tai Zi

Gong (memuja putra Yu Huang Shang Di yang keempat) di Tainan ada 4 buah. Kelenteng ini bersifat Daoisme, tapi pada tiap tanggal 8 bulan 4 Imlik mengadakan upacara memandikan Buddha. Menurut cerita, tanggal 8 bulan 4 tersebut adalah tanggal kelahiran Sakyamuni Buddha yang berasal dari seorang pangeran dari Kapilawastu India, bukannya putra Maha Dewa Yu Huang Shang Di.

Klenteng-klenteng Buddha, terutama di Taiwan, Hongkong dan Asia Tenggara hampir semuanya menyediakan sair-ramalan (Ciam-si). Kebiasaan ramal-meramal ini jelas berasal dari Daojiao. Seperti juga kita lihat di kelenteng Tay Kak Si, Semarang, yang jelas merupakan kelenteng Buddhist dan memuja Guan Yin dan Sakyamuni. Disitu disediakan juga ciamsi dari Guan Yin, pada hal semestinya seperti halnya dikelenteng-kelenteng Buddha di Tiongkok daratan, Guan Yin hanya memberikan air-suci.

Buku-buku suci terbitan Taiwan, dari 172 contoh yang dipilih, meski-pun seringkali menjelaskan perbedaan antara Buddhisme dan Dao isme, umumnya mencampur adukkan kedua ajaran itu. Buku "Ajaran Guan yin untuk menyebar kebaikan dan menolong musibah" terdiri dari 4 bagian, bagian keempat berjudul "Fu You Di Jun membebaskan dari bencana". Fu You Di Jun adalah Lu Dong Bin seorang dari Delapan dewa yang jelas berasal dari Daoisme, ternyata bisa dimasuk-kan dalam buku Buddhist.

Sebuah buku lagi yang berasal dari Daojiao, Wu-ji ling-bao - (Pusaka mujijat dari Wuji) mencantumkan satu bab yang berjudul Ajaran-ajaran dari Buddha Hidup Ji-gong. Ji Gong adalah seorang Bikkhu dari jaman Dinasti Song-selatan, semua orang mengetahui ini.

Hari Zhong-yuan yang jatuh pada tanggal 15 bulan 7 Imlik, biasanya merupakan hari yang dirayakan secara meriah di kelenteng-kelenteng. Pada hari itu juga kaum Buddhist mengadakan sembahyang Yu-lan-pen Hui (Alambana) atau yang biasa disebut sembahyang rebutan di Indonesia. Zhong yuan jelas berasal dari konsepsi Dao-jiao tentang San Guan Da Di, yang dipopulerkan oleh kaum Destar-kuning yang dipimpin Zhang Jiao. Kemudian Guan Qian, seorang Pendeta Daoist

pada j a m a n Dinasti Wei Utara mulai mengatur u p a c a r a Shang yuan tanggal 15 bulan 1, Zhong-yuan tanggal 15 bulan 7 dan Xia-yuan tanggal 15 bulan 10, sampai sekarang ini. Walau k a u m Buddhist dalam m e l a k s a n a k a n sembahyang Yu-lan pen ini m e m a n g berdasarkan kitab-Alambana, tapi tanggalnya memang disesuaikan dengan ke-biasaan Dao-jiao itu.

Contoh-contoh di atas menjelaskan bahwa antara Daoisme, Bud-dhisme d a n Konfusianisme sebagai San-jiao telah melebur menjadi satu d a l a m kepercayaan rakyat yang kemudian d i a n u t oleh sebagian besar o r a n g Tionghoa.

Sebuah cabang aliran Buddhist di Taiwan yang menyebut dirinva aliran Ling-ji, dengan jelas mengatakan dalam kitab sucinya: "Bambu ungu b e r a k a r kuning d a n berrebung putih, bertopi daoist, berjubah K o n f u s i a n i s , dan ber kasa Buddhis, Teratai merah, berdaun hijau dan berbiji p u t i h , San-jiao sesungguhnyalah satu keluarga". Para penganut aliran ling-ji ini merupakan yang terbanyak di seluruh Taiwan di-b a n d i n g k a n dengan aliran-aliran lainnya. Mereka mempelajari di- ber-sama ajaran-ajaran B u d d h a , Lao Zi dan Kong Zi.

Dalam perkembangannya kemudian asas San J i a o (Sam Kauw-H o k k i a n ) ini lalu masuk ke Indonesia. Atas p r a k a r s a antara lain Kwee T i k Hoay, Tjia T j i p Ling dan Teng Tjin L e n g , dibentuklah p e r k u m p u l a n Sam Kauw Hwe yang bertugas m e m b a n t u orang-orang T i o n g h o a perantauan mengenal agama leluhur m e r e k a sekaligus m e n g a m a l k a n ajaran-ajarannya. Pada tahun 1939 a n t a r a lain Kwe T e k Hoay mengatakan: "itu Sam Kauw akan menjadi s a t u Philosofie yang lengkap y a n g memberi faidah besar bagi manusia ...". Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa ketiga ajaran ini akhirnya akan membawa manusia ke kebahagiaan yang sempurna, Daoisme menunjukkan jalan k e p a d a manusia untuk manunggal dengan "Sumber segala kehidupan" yang d i s e b u t Dao; Buddhisme memberitahukan bagaimana manusia dapat manunggal dengan "Hukum kebenaran" y a i t u Dharma; dan dengan demikian dapat mencapai Nirwana; d a n Konfusianisme m e n u n j u k k a n bagaimana seseorang dapat hidup menurut "watak sejati" d a n dengan demikian mencapai Seng Jin a t a u Manusia

puma. D a r i perbandingan semcam inilah Kwee menarik kesimpulan "meskipun metodenya berbeda, t u j u a n akhirnya sama, yakni memim-pin manusia ke jalan yang benar, kembali ke s u m b e r penghidupan yang k e k a l , murni dan penuh restu". Dari dasar pandangan-pandangan inilah Kwee Tek Hoay meletakkan dasar untuk satu orga-nisasi S a m Kauw yang kemudian berkembang dan bertahan sampai dewasa ini.

BAB II. PENGERTIAN TENTANG TUHAN

Dalam dokumen Dewa-Dewi KELENTENG (Halaman 30-37)