• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data Bukan Sekedar Angka

WA W A S A N

85

Percik

Juni 2009

kebutuhan (dapat mengacu kepada variabel pemantauan MDGs), (3) Mendata mulai dari tingkat terkecil yang dibutuhkan bagi perencanaan dan pemantauan, tingkat dusun, desa, ke ca - matan, kabupaten, (4) Menawarkan metode registrasi rumah tangga bagi wilayah dengan ukuran jumlah pen- duduk kecil, dan samplingbagi wilayah dengan jumlah penduduk relatif besar, (5) Melibatkan kader masyarakat dan para pelaku data lokal.

Berdasarkan kondisi isu dan per- masalahan pengelolaan data di atas, data yang diperlukan bukan hanya sekedar angka cakupan pelayanan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan suatu daerah (Kabupaten/kota), akan tetapi yang dibutuhkan adalah data yang valid dengan proses yang benar agar dapat digunakan dalam peren- canaan pembangunan tingkat lokal yang lebih detil seperti desa dan berke- lanjutan dari segi proses pengumpulan serta updating secara terus-menerus untuk pemantauan dan evaluasi ke - giat an pembangunan di daerah.

Salah satu yang menjadi per- masalahan dalam penentuan indikator AMPL adalah perbedaan konsep dan definisi yang digunakan masing-ma - sing stakeholderAMPL, baik pemerin- tah (antardepartemen) maupun antar- lembaga non-pemerintah. Contohnya, konsep air minum sesuai kriteria MDGs adalah air yang berasal dari sumber yang terlindungi, yaitu air de - ngan kualitas sumber air yang mem- pertimbangkan konstruksi bangunan sumber airnya serta jarak dari tempat pembuangan tinja terdekat.

Jarak yang layak antara sumber air dan tempat pembuangan tinja terdekat adalah lebih dari 10 meter. Sumber- sumber air demikian meliputi air per- pipaan, air pompa, air dari sumur atau mata air yang terlindungi, dan air hujan. Selain dari sumber-sumber air tersebut, seperti dari sungai, irigasi, danau atau sumur dan mata air yang tidak terlindungi, sumber lainnya ter-

masuk dalam kategori belum memiliki akses atau belum terlayani air minum secara layak. Indikator MDGs tidak memasukkan air kemasan sebagai yang terlayani/memiliki akses, karena air kemasan dianggap sama dengan minuman bersoda lainnya, yang mem- butuhkan biaya yang besar dalam memperolehnya.

Berdasarkan hasil penghitungan WASPOLA yang bersumber dari data SUSENAS beberapa tahun, dengan menggunakan kriteria MDGs, maka tingkat cakupan layanan untuk Air Minum dan Sanitasi Indonesia berfluk- tuasi dari sejak tahun 2001 hingga 2007. Fluktuasi terutama di sektor Air Minum, yang disebabkan oleh definisi yang digunakan dalam penghitungan cakupan Air Minum pada data/grafik tersebut di atas tidak memasukkan air kemasan.

Masih dari data SUSENAS 2007 juga, ternyata penggunaan air kemasan sebagai sumber air minum rumah tangga di Indonesia beberapa tahun belakangan ini mengalami pening - katan yang signifikan, yakni menca- pai 7,33 persen pada tahun 2007 dari total sumber air minum Indonesia. Namun sayangnya, bahwa data SUSE- NAS tersebut tidak diberikan per-

tanyaan tambahan mengenai "sumber air minum lainnya yang dapat untuk diminum" untuk rumah tangga yang menggunakan air kemasan, sehingga untuk mendeteksi apakah masyarakat yang menggunakan air kemasan mem- punyai sumber air minum yang terlin- dungi atau tidak tetap tidak diketahui. Sebagaimana diketahui, bahwa pemi -

lihan penggunaan air kemasan sebagai sumber air minum di Indonesia se - ringkali bukan dikarenakan alasan rasional, namun lebih banyak karena alasan gaya hidup dan promosi gencar dari produsen.

Data yang dihasilkan dengan pro - ses yang valid dan angka yang benar serta indikator yang tepat merupakan tujuan awal dari proses pengumpulan data, semua itu tidak akan berkelanjut - an ketika kesadaran akan manfaat dari data yang dikumpulkan belum dike- tahui oleh pengambil kebijakan atau pemanfaat data. Oleh karena itu, data bukan hanya sekedar angka, akan tetapi merupakan dasar pengambil keputusan yang dapat memicu pe - ningkatan investasi dan peningkatan akses pelayanan air minum dan penye- hatan lingkungan.

* Data manajemen specialist WASPOLA

WA W A S A N

86

Percik

M

enjelang selesainya Water Supply and Sanitation Policy Formulation and Action Planning Project

(WASPOLA 2) pada tahun 2009 ini, terbit sebuah buku bertajuk "Membangun Komitmen Reformasi Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan" Satu Visi Membumikan Kebijakan, Sebuah Pembelajaran.

Buku yang diproduksi kerjasama WASPOLA (Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan) dengan Kelompok Kerja AMPL Nasional ini tersaji secara ringan dan sederhana, melalui berbagai sumber informasi, data dan fakta yang diperoleh selama kunjungan lapangan yang telah berjalan selama empat tahun ini.

Buku ini terdiri dari 5 (lima) bab yang mengupas bagaimana perjalanan "membumikan" kebijakan, pola pen- dekatan fasilitasi, membangun harmonisasi pusat dan dae - rah, pengalaman empat daerah dan pembelajaran yang dida- pat, serta catatan kritis untuk perbaikan ke depan. Selain itu, juga dilengkapi contoh sukses (best practices) daerah mitra kerja WASPOLA. Diharapkan dari dokumentasi pembela- jaran ini, pembaca bisa mencermati sejauh mana potret keberhasilan dan kelemahan pendekatan fasilitasi yang dilakukan.

Buku setebal 120 halaman ini menggambarkan menge- nai proses perubahan (reformasi), tantangan dan hambatan yang melingkupinya selama proses "pembumian" Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL-BM, bagaimana pola pikir dan persepsi yang berkembang dari masing-masing pelaku di daerah, siapa saja yang terlibat, bagaimana komitmennya, kelembagaan yang mengimplementasikan kebijakan, dukungan dan kontribusi semua pihak terkait, regulasi yang disediakan, inovasi dan penguatan kapasitas yang dikem- bangkan, dukungan penganggaran dan keberlanjutan imple- mentasinya, baik di tingkat pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, sekaligus peme - rintah desa/kelurahan, dan pemangku kepentingan lain.

Pada Bab I diuraikan secara singkat bagaimana

Kebijakan Nasional AMPL-BM disusun sampai dengan pro - ses adopsi dan implementasi di daerah. Kunci keberhasilan- nya diuraikan pada bab II yang mengupas pendekatan fasililitasi yang dipergunakan tim WASPOLA, termasuk te - robosan lokal yang secara spesifik ditawarkan tim WASPO- LA sehingga daerah bersedia mengoperasionalisasikan kebi- jakan dalam pembangunan daerah.

Disisi lain harus diakui bahwa harmonisasi pusat dan daerah menjadi pilar penting untuk menyangga keberlang- sungan reformasi tersebut dan ini dikupas dalam bab III. Sejak awal pemerintah melalui Pokja AMPL Nasional menunjukkan konsistensinya dalam mengawal implemen- tasi Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL-BM di daerah, melalui upaya terobosan strategis dalam mengkomu- nikasikan kebijakan, membangun sinergi semua pelaku dan semua unsur pemangku kepentingan melalui Jejaring AMPL, serta mengkoordinasikan kegiatan donor di tingkat pusat agar terjadi pemerataan pembangunan AMPL di dae rah.

Penghormatan dan memperhatikan potensi dasar ke - ragaman antardaerah, adalah salah satu prinsip dalam pelaksanaan pembangunan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Otonomi Daerah. Kebijakan ini diimple- mentasikan dengan menghargai prinsip pembangunan tersebut. Untuk itu dalam bab IV diuraikan berbagai pembe- lajaran penting yang telah berkembang di beberapa daerah mitra kerja WASPOLA seperti Provinsi Gorontalo, Sumatera Barat, Banten, dan Provinsi Jawa Tengah, yakni 4 (empat) dari 9 (sembilan) provinsi dampingan WASPOLA, represen- tasi keterwakilan dari berbagai keragaman kondisi, potensi, budaya, geografis di Indonesia.

Dalam bab V yang merupakan bab terakhir buku ini, dirangkum semua pembelajaran tersebut. Diharapkan dari pembelajaran yang didapat WASPOLA akan menjadi inspi- rasi bersama dalam pembangunan AMPL-BM

ke depan, walaupun masih banyak kendala dan kekurangan yang musti dikritisi ber - sama.

Buku yang edisi pertama terbit pada April 2009 ini, pada dasarnya menyajikan sebuah pembelajaran bagaimana upaya membumikan Kebijakan Nasional Pem ba - ngunan Air Minum dan Pe - nyehatan Ling kungan Ber ba - sis Ma syarakat (AMPL-BM) menjadi suatu visi bersama.

BW

Dokumen terkait