• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. METODOLOGI

3.2. Data dan Variabel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data panel (pool data). Data pada tingkat provinsi meliputi 32 provinsi Indonesia, dengan tidak memasukan DKI Jakarta dalam analisis, dengan pertimbangan untuk DKI Jakarta, keuangan daerahnya berbeda dengan provinsi lain, dimana APBD hanya pada tingkat provinsi, tidak ada APBD pada tingkat kota, dan juga tidak mendapatkan alokasi Dana Alokasi Umum. Dengan basis data pada tingkat provinsi, berarti data penerimaan dan pengeluaran daerah merupakan akumulasi dari APBD kabupaten/kota dan APBD provinsi. Penggabungan ini dilakukan dengan justifikasi kesetaraan dengan data dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang tersedia pada tingkat provinsi. Selain itu, anggaran pemerintah provinsi pada akhirnya juga diterapkan pada wilayah kabupaten/kota dalam provinsi tersebut, sehingga dampak pengeluaran pemerintah dalam satu provinsinya pada hakekatnya dipengaruhi oleh pegeluaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Namun demikian dengan penggabungan data tersebut, variasi perilaku kabupaten/kota dalam penerimaan maupun pengeluaran anggarannya tidak dapat ditangkap. Dengan kata lain penelitian ini mengasumsikan bahwa perilaku penerimaan dan pengeluaran daerah kabupaten/kota dalam satu provinsi relatif sama.

Deret waktu data yang digunakan dalam analisis adalah dari tahun 2005- 2010, yaitu sejak dilaksanakannya kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia. Pertimbangan dalam penentuan deret waktu tersebut adalah bahwa dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, secara formal baru ada sejak tahun 2005, dimana pada tahun tersebut terjadi perubahan sistem penganggaran dari sistem

keproyekan menjadi sistem anggaran berbasis kinerja. Karena dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan mejadi fokus dalam penelitian ini, maka series data yang digunakan mengikuti ketersediaan dana dekonsetrasi dan tugas pembantuan.

Secara garis besar data yang dikumpulkan dapat dikelompokan menjadi 4 kategori, yaitu: (1) Penerimaan Daerah, (2) Pengeluaran Daerah, (3) Alokasi Dana Dekonsentrasi untuk Sektor Pertanian, dan (4) Data Sektor Riil, yang meliputi PDRB, penyerapan tenaga kerja, kemiskinan dan sebagainya. Unit data yang digunakan adalah tingkat provinsi. Dengan demikian untuk data keuangan daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran daerah merupakan penggabungan antara keuangan daerah provinsi dan keuangan daerah kabupaten/kota di provinsi tersebut.

Berkaitan dengan data keuangan daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran daerah, pada beberapa variabel dilakukan penggabungan dan dekomposisi dari data yang tersedia. Secara rinci definisi beberapa variabel dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Data Penerimaan Daerah

Struktur penerimaan daerah secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (1) Pendapatan Asli Daerah, (2) Dana Perimbangan, dan (3) Penerimaan Daerah Lainnya. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari pendapatan dari pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah lainnya, yang antara lain pendapatan dari BUMD, pendapatan dari penjualan aset daerah, pendapatan dari pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah, bunga, penerimaan tuntutan ganti rugi dan denda-denda, dan sebagainya.

Dana perimbangan; adalah penerimaan daerah yang berasal dari transfer pendanaan dari pemerintah yang lebih tinggi. Dalam kerangka ini, komponen dana perimbangan terdiri dari: (1) Dana Alokasi Umum, (2) Dana Bagi Hasil, yang terdiri atas bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak (sumberdaya), dan (3) Dana Alokasi Khusus. Dari data komponen pendapatan asli daerah dan komponen dana perimbangan, dalam penelitian ini dimunculkan variabel Kapasitas Fiskal Daerah. Kapasitas Fiskal Daerah adalah kemampuan daerah dalam menghasilkan penerimaan sebagai sumber pembiayaan daerah yang berasal dari pengelolaan sumberdaya dan ekonomi daerah. Dengan definisi tersebut, Kapasitas Fiskal daerah adalah penjumlahan dari Pendapatan Asli Daerah dan penerimaan dari bagi hasil (pajak dan bukan pajak).

Penerimaan Daerah Lainnya; penerimaan daerah lainnya dalam kerangka penelitian ini merupakan penjumlahan dari pendapatan lain-lain yang syah dan penerimaan pembiayaan daerah. Pendapatan lain-lain yang syah meliputi: Pendapatan Hibah, Pendapatan Dana Darurat, Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya, Dana Penyesuaian; dan Dana Otonomi Khusus. Sementara penerimaan pembiayaan sesuai dengan definisi keuangan daerah meliputi: Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Lalu, Pencairan Dana Cadangan, Penerimaan pinjaman daerah, Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan Penerimaan piutang daerah.

2. Data Pengeluaran Daerah

Kategorisasi data pengeluaran daerah, didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Rincian detail tentang jenis dan pengelompokan pengeluaran daerah diuraikan pada Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2, dimana tercantum secara rinci klasifikasi pengeluaran daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis pengeluaran.

Klasifikasi pengeluaran berdasarkan urusan wajib dan urusan pilihan, terdiri dari 24 urusan wajib dan 8 urusan pilihan. Urusan wajib pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota terutama berkaitan dengan melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Urusan wajib tersebut adalah: (1) Pendidikan, (2) Kesehatan, (3) Pekerjaan Umum, (4) Perumahan Rakyat, (5) Penataan Ruang, (6) Perencanaan Pembangunan, (7) Perhubungan, (8) Lingkungan Hidup, (9) Pertanahan, (10) Kependudukan dan Catatan Sipil, (11) Pemberdayaan Perempuan, (12) Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera, (13) Sosial, (14) Tenaga Kerja, (15) Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, (16) Penanaman Modal, (17) Kebudayaan, (18) Pemuda dan Olah Raga, (19) Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri, (20) Pemerintahan Umum, (21) Kepegawaian,(22) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, (23) Statistik, (24) Arsip, dan (25) Komunikasi dan Informatika.

Sementara itu, untuk urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah, meliputi: (1) Pertanian, (2) Kehutanan, (3) Energi dan Sumber Daya Mineral, (4) Pariwisata, (5) Kelautan dan Perikanan, (6) Perdagangan, (7) Perindustrian, dan (8) Transmigrasi.

Struktur data laporan pengeluaran daerah berdasarkan klasifikasi menurut jenis pengeluaran, secara garis besar membagi pengeluaran daerah menjadi: pengeluaran tidak langsung dan pengeluaran langsung. Pengeluaran tidak langsung, merupakan pengeluaran yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Sedangkan pengeluaran langsung merupakan pengeluaran yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Dengan definisi tersebut dan penjelasan komponen-komponen pengeluaran dalam dua kategori kelompok pengeluaran tersebut, pengeluaran tidak langsung sebenarnya setara dengan pengeluaran rutin sementara pengeluaran langsung adalah pengeluaran pembangunan pada terminologi anggaran pada tahun-tahun sebelumnya. Kelompok pengeluaran tidak langsung terdiri dari: (1) Pengeluaran Pegawai, (2) Bunga, (3) Subsidi, (4) Hibah, (5) Bantuan Sosial, (6) Pengeluaran Bagi Hasil, (7) Bantuan Keuangan; dan (8) Pengeluaran Tak Terduga. Sementara untuk pengeluaran tidak langsung dikategorikan menjadi (1) Pengeluaran Pegawai, (2) Pengeluaran Barang dan Jasa, serta (3) Pengeluaran Modal. Struktur anggaran pembangunan hanya diklasifikasikan berdasarkan jenis pengeluaran tersebut, dan tidak dirinci berdasarkan sektor ekonomi sebagaimana yang diperlukan dalam penelitian ini. Klasifikasi pengeluaran berdasarkan struktur organisasi dan program, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah, sehingga pada tingkat nasional tidak tersedia data secara lengkap.

Struktur data pengeluaran pemerintah daerah yang tersedia dan dapat diperoleh adalah struktur pengeluaran yang didasarkan pada jenis pengeluaran dan urusan. Khusus untuk data tahun 2005 dan 2006, struktur pengeluaran per urusan masih dinamakan pengeluaran menurut bidang. Sebenarnya agak mirip dengan struktur urusan daerah, hanya saja yang per bidang kategorinya lebih sedikit, yaitu hanya 22 jenis bidang, yaitu: (1) Pertanian, (2) Kehutanan dan Perkebunan, (3) Perikanan, (4) Industri, (5) Koperasi dan UMKM, (6)Perdagangan, (7) Pariwisata, (8) Pekerjaan Umum, (9) Perhubungan, (10) Pertambangan dan Energi, (11) Penanaman Modal, (12) Pendidikan, (13) Kesehatan, (14) Pemukiman, (15) Sosial, (16) Administrasi Pemerintahan, (17)

Ketenagakerjaan, (18) Penataan Ruang, (19) Lingkungan Hidup, (20) Kependudukan, (21) Olahraga, dan (22) Pertanahan.

Dalam penelitian ini, jenis pengeluaran pemerintah daerah akan dikategorikan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan berdasarkan sektor ekonomi. Pengeluaran pembangunan akan dikelompokan menjadi enam sektor, yaitu sektor: (1) pertanian, (2) industri, (3) jasa, (4) infrastruktur, dan (5) pelayanan umum, serta (6) sektor lainnya untuk menampung diluar pengeluaran pada kelima sektor tersebut. Untuk keperluan tersebut, maka akan dilakukan dekomposisi data dari dua jenis publikasi data yang tersedia tersebut. Pengeluaran rutin diambil dari pengeluaran tidak langsung, sementara klasifikasi keenam sektor ekonomi dilakukan dengan melakukan reklasifikasi pengeluaran berdasarkan urusan wajib dan pilihan, yang nantinya digunakan untuk proksi perhitungan dalam dekomposisi pengeluaran pembangunan (pengeluaran tidak langsung) ke dalam sektor ekonomi. Reklasifikasi 33 urusan ke dalam 6 sektor ekonomi sebagaimana disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Reklasifikasi Pengeluaran Pembangunan Daerah berdasarkan Klasifikasi Urusan Wajib dan Pilihan.

No Sektor Eknomi

Klasifikasi Berdasarkan Bidang (2005 dan 2006)

Klasifikasi Urusan Wajib dan Pilihan (2007-2010)

1. Pertanian Pertanian, Ketahanan Pangan, Kehutanan, dan Kelautan, Perikanan

Pertanian, Ketahanan Pangan, Kehutanan, dan Kelautan, Perikanan

2. Industri Industri dan Koperasi dan UMKM

Industri dan Koperasi dan UMKM 3. Jasa Perdagangan dan

Pariwisata

Perdagangan dan Pariwisata 4. Infrastruktur Pekerjaan Umum,

Perhubungan,

Pertambangan dan Energi, dan Penanaman Modal

Pekerjaan Umum, Perhubungan, Energi, Transmigrasi, dan Penanaman Modal 5. Pelayanan

Umum

Pendidikan, Kesehatan, Pemukiman, dan Sosial

Pendidikan, Kesehatan, Perumahan, Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana, Sosial

6 Lainnya Administrasi Pemerintahan, Ketenagakerjaan,

Penataan Ruang, Lingkungan Hidup, Kependudukan, Olahraga, dan Pertanahan

Penataan ruang, Perencanaan Pembangunan, Lingkungan Hidup, Pertanahan, Kependudukan dan Catatan Sipil, Tenaga Kerja, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga, Kesatuan, Politik dalam Negeri, Pemerintahan Umum, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Statistik, Arsip, Kepegawaian, Komunikasi dan Informasi, Perpustakaan.

3. Data Dekonsentrasi Kementerian Pertanian

Dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang dianalisis berasal dari satu kemeterian, yaitu Kementerian Pertanian. Hal ini karena fokus penelitian ini hanya pada sektor pertanian, terutama yang terkait dengan analisis efektivitas pengeluaran pembangunan yang berasal dari pemeritah pusat dan daerah. Analisis lebih jauh dilakukan dengan membagi sektor pertanian ke dalam beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, serta lainnya. Dengan demikian alokasi anggaran dekonsetrasi dan tugas pembantuan juga dirinci ke dalam sub sektor pertanian tersebut.

4. Data Kinerja Perekonomian

Secara garis besar data kinerja perekonomian daerah dapat dikelompokan mejadi data produk domestik regional bruto, penyerapan tenaga kerja, tingkat upah, kemiskinan, dan data-data lain yang relevan. Rincian data mengikuti kategori sektor yang dianalisis dan khusus untuk pertanian dirinci ke dalam sub sektor.