DAFTAR LAMPIRAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.7 Daya Dukung Lingkungan
Dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan di pulau-pulau kecil, faktor daya dukung lingkungan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan apabila pengelolaan dan pemanfaatannya dilakukan dengan tetap memperhatikan daya dukung lingkungannya.
2.7.1 Definisi Daya Dukung
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa Daya Dukung didefinisikan sebagai kemampuan lingkungan untuk menyerap bahan, energi dan/atau komponen lainnya yang memasuki atau dibuang kedalamnya. Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang kedalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi.
Ada bermacam definisi tentang daya dukung, tetapi dalam pengelolaam pesisir dan pulau-pulau kecil ada beberapa tingkatan daya dukung yang perlu diperhatikan beserta kriteria-kriterianya dalam rangka pembangunan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan, daya dukung tersebut antara lain:
1) Daya Dukung Ekologis
Menurut Piagram (1983) daya dukung ekologis dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam penilaian daya dukung ekologis ini adalah jenis kawasan atau ekosistem yang tidak dapat pulih, seperti berbagai ekosistem lahan basah (wetland) antara lain rawa payau, danau, laut, pesisir dan sungai. Selanjutnya dijelaskan bahwa pengertian ekosistem yang digunakan sebagai dasar dari penilaian daya dukung ini dinyatakan sebagai suatu sistem (tatanan) kesatuan secara utuh antara semua unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi atau ekosistem adalah suatu sistem dalam alam yang mengandung mahluk hidup dan lingkungannya yang terdiri dari zat-zat yang tak hidup dan dan saling mempengaruhi, dan diantara keduanya terjadi pertukaran zat atau energi yang diperlukan dalam dan untuk mempertahankan kehidupannya.
2) Daya Dukung Fisik
Menurut Piagram (1983) daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tersebut tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik. Pada hakekatnya daya dukung fisik juga merupakan suatu bentuk ukuran kapasitas rancangan dan juga model rancangan untuk berbagai fasilitas yang diakomodasikan pada kawasan tersebut. Kawasan yang telah melampaui kondisi daya dukungnya secara fisik, antara lain dapat dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan terutama udara dan air sungai atau air permukaan, banyaknya sampah kota, suhu kota yang meningkat, konflik sosial yang terjadi pada masyarakat karena terbatasnya ruang, atau pemadatan tanah yang terjadi pada tempat-tempat rekreasi. Dari contoh yang dikemukakan tersebut, dapat dilihat bahwa terlampauinya daya dukung fisik suatu kawasan akan berdampak (negatif) tidak saja terhadap aspek fisiknya
tetapi juga terhadap aspek-aspek lainnya yaitu aspek-aspek sosial, ekonomi, dan juga ekologis.
3) Daya Dukung Ekonomi
Menurut Scones (1993) daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi (skala usaha) yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usaha secara ekonomi, dalam hal ini digunakan parameter-parameter kelayakan usaha secara ekonomi seperti Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), dan Internal Rate of Return (IRR).
4) Daya Dukung Sosial
Menurut Piagram (1983) daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat penggunaan di dalam suatu kawasan, dimana dalam kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pengguna (pemakai) pada kawasan tersebut. Terganggunya pola, tatanan atau sistem kehidupan dan sosial budaya manusia (indvidu, kelompok) pemakai ruang tersebut, yang dapat dinyatakan sebagai ruang sosialnya, juga merupakan gambaran telah terlampauinya batas daya dukung sosial ruang tersebut. Disamping dampak yang terjadi yang mengganggu kenyamanan atau kepuasan pemakai kawasan/ruang ini, dampak negatif lanjutan lainnya dapat terjadi misalnya menurunnya spesies biota di suatu kawasan. Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan karena pengaruh over-crowding pada suatu kawasan.
2.7.2 Daya Dukung Sebagai Dasar Penentuan Peruntukan Lahan
Soerianegara (1978) mengemukakan bahwa untuk mengetahui daya dukung lahan atau lingkungan, harus diperhitungkan semua potensi yang ada di wilayah yang bersangkutan dan faktor kendala apa saja yang mempengaruhi potensi tersebut dalam jangka panjang. Tanda-tanda dilampauinya daya dukung lingkungan adalah adanya kerusakan lingkungan. Selanjutnya dikatakan bahwa
untuk populasi manusia batasan daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu satuan luas sumberdaya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera.
Menurut Bengen (2002b) dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam di pulau-pulau kecil, faktor daya dukung lahan/lingkungan merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan apabila dikelola dengan tetap memperhatikan daya dukung lahan dan lingkungannya. Selanjutnya dikatakan bahwa, nilai yang dihasilkan dari perhitungan atau pendekatan daya dukung dari sumberdaya alam dan lingkungan adalah penting untuk menentukan bentuk-bentuk pengelolaan terhadap sumberdaya tersebut terutama dalam tujuan menjaga, mengendalikan, dan juga melestarikan lingkungan. Penilaian yang sistematik terhadap sumberdaya alam dan lingkungan yang menjadi dasar dari kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dilakukan terutama untuk mengetahui potensinya. Dengan pendekatan ini maka akan dapat diketahui kapasitas dari suatu kawasan atau ekosistem yang dinilai, yang selanjutnya akan dapat merupakan ukuran dan/atau nilai pendugaan terhadap kualitas sumberdaya alam dan lingkungan.
Menurut Dahuri (1998) kawasan pulau-pulau kecil sangat rentan secara ekologis. Selain itu wilayah ini memiliki keterkaitan ekologis, sosial ekonomi dan sosial budaya dengan ekosistem disekitarnya. Dengan alokasi ruang yang didasarkan pada daya dukung ekologis, jaringan sosial budaya antara masyarakat dan integrasi kegiatan sosial ekonomi yang sudah berlangsung selama ini, akan memberikan pilihan investasi yang tepat. Tata ruang dengan pendekatan ekosistem harus menjadi instrumen kebijakan utama untuk menjaga keamanan dan keselamatan sosial budaya dan ekologis dalam pengelolaan pulau-pulau kecil. Dengan demikian, menurut Dahuri (2001) tahapan untuk menetapkan atau menentukan daya dukung pulau kecil adalah :
1) Menetapkan batas-batas, vertikal, horisontal terhadap garis pantai pulau kecil sebagai suatu unit pengelolaan.
3) Mengalokasikan zona wilayah menjadi tiga yaitu, zona preservasi, zona konservasi dan zona pemanfaatan.
4) Menyusun tata ruang pembangunan pada zona konservasi dan zona pemanfaatan.
5) Melakukan penghitungan tentang potensi dan distrubusi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tersedia, misalnya stock assessment sumberdaya perikanan, potensi hutan mangrove, pengkajian ketersediaan air tawar, pengkajian tentang kapasitas asimilasi dan pengkajian tentang permintaan internal terhadap sumberdaya alam dan jasa lingkungan.
Mengingat rentannya ekosistem pulau-pulau kecil, pemerintah melakukan pembatasan kegiatan yang sudah terbukti menimbulkan dampak negatif yang luas,baik secara ekologis maupun sosial. Pemerintah hanya mengizinkan pengelolaan pulau-pulau kecil untuk konservasi, budidaya laut, ekowisata, serta usaha penangkapan ikan dan industri perikanan yang lestari. Dalam usaha pemanfaatan pulau-pulau kecil ini oleh pengusaha dari luar pulau, pemerintah menjadi fasilitator pelibatan masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti akses berusaha bagi penduduk lokal, kemitraan usaha dan penyertaan modal.
Dahuri (1991) mengemukakan bahwa pembangunan pulau-pulau kecil dan sumberdaya alamnya yang berkelanjutan hanya dapat dicapai apabila setiap kegiatan pembangunan ditempatkan pada lokasi-lokasi yang sesuai secara biofisik di wilayah yang bersangkutan. Implementasi yang berhasil dari setiap kerangka pengelolaan pulau-pulau kecil akan bergantung pada apakah kerangka tersebut dirancang berdasarkan pada kondisi sosial ekonomi dan kondisi sosial budaya yang ada serta susunan kelembagaan dari wilayah tersebut
Pengelolaan berkelanjutan suatu wilayah kepulauan secara ekologis menurut Dahuri (1998) memerlukan 4 persyaratan yaitu:
1) Setiap kegiatan pembangunan (seperti tambak, pertanian, dan pariwisata) harus ditempatkan pada lokasi yang secara biofisik sesuai. Persyaratan ini dapat dipenuhi dengan cara membuat peta kesesuaian lahan (land suitability) termasuk juga perairannya.
2) Jika memanfaatkan sumberdaya yang dapat pulih, seperti penangkapan ikan di laut, maka tingkat penangkapannya tidak boleh melebihi potensi lestari
stok ikan tersebut. Demikian juga jika kita menggunakan air tawar (biasanya merupakan faktor pembatas terpenting dalam suatu ekosistem pulau-pulau kecil), maka laju penggunaannya tidak boleh melebihi kemampuan pulau tersebut untuk menghasilkan air tawar dalam kurun waktu tertentu.
3) Jika kita membuang limbah ke lingkungan pulau, maka jumlah limbah (bukan limbah B3
4) Jika kita memodifikasi bentang alam (landskap) suatu pulau (seperti penambangan pasir dan reklamasi) atau melakukan kegiatan konstruksi di lingkungan pulau, khususnya di tepi pantai, seperti membangun dermaga (jetty) dan hotel, maka harus sesuai dengan pola hidrodinamika setempat dan proses-proses alami lainnya.
, tetapi jenis limbah yang biodegradable) tidak melebihi kapasitas asimilasi lingkungan pulau tersebut.