• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi Iklan Layanan Masyarakat

Dalam dokumen Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat (Halaman 41-45)

TINJAUAN PUSTAKA

2. Iklan Layanan Masyarakat . Iklan jenis ini adalah jenis iklan yang bersifat

2.4.4 Definisi Iklan Layanan Masyarakat

Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat dan tidak berfokus pada pemasaran produk tetapi lebih mengarah pada bentuk tujuan sosial yang biasanya disponsori oleh institusi keagamaan, kelompok politik, organisasi yang tidak mencari keuntungan dan asosiasi perdagangan (Rosenberg, 1995) dalam (Tjuatjadinata, 2008). Antrim (1978) sebagai mana

dikutip Ongkowijoyo (2008) mendefinisikan iklan layanan masyarakat sebagai iklan yang mengangkat informasi-informasi yang terkait dengan kepentingan publik atau masyarakat, misalnya perlindungan lingkungan atau pelestarian energi. Sedangkan, menurut Bitter (1986) sebagaimana dikutip Widyatama (2009), iklan layanan masyarakat adalah iklan yang bersifat nonprofit. Disebut bersifat nonprofit dalam hal ini jangan diartikan sebagai tidak mencari keuntungan apapun. Sebab iklan layanan masyarakat juga tetap berupaya mencari keuntungan, namun keuntungan yang dituju bersifat keuntungan sosial, bukan keuntungan ekonomi secara langsung.

Widyatama (2009) kembali menyatakan bahwa keuntungan yang diharapkan iklan layanan masyarakat adalah berusaha mendapatkan atau membentuk citra baik di tengah masyarakat. Jadi, esensi yang membedakan iklan standar dan iklan layanan masyarakat adalah terletak pada tujuan keuntungan yang ingin diraih atau diharapkan. Bila iklan standar bertujuan mencari keuntungan ekonomi, maka dalam iklan layanan masyarakat bertujuan mendapatkan keuntungan berupa citra baik di tengah masyarakat. Bila ditelusur lebih jauh, sebenarnya tujuan mendapatkan citra baik tersebut tidak lepas dari konteks pencarian keuntungan ekonomi. Sebab, dengan citra baik di tengah masyarakat yang diperoleh sebuah perusahaan, maka diharapkan khalayak akan memberikan preferensi khusus kepada perusahaan tersebut secara lebih tinggi dibanding perusahaan yang tidak memiliki citra baik. Preferensi yang lebih besar tersebut, maka sangat dimungkinkan konsumen akan lebih memilih produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki citra baik dibanding produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang tidak memiliki citra baik. Inilah sebenarnya target akhir yang ingin dibentuk dari iklan layanan masyarakat yang dilakukan oleh para pemilik produk. Itulah sebabnya, banyak perusahaan komersil mengalokasikan dana bagi pembuatan-pembuatan iklan layanan masyarakat.

Widyatama (2009) kembali menyatakan, bila dilakukan oleh institusi publik semacam departemen pemerintah serta lembaga sosial, maka keuntungan yang diharapkan atas dilakukannya iklan layanan masyarakat juga sama saja, yaitu mendapatkan citra baik di tengah masyarakat. Dengan citra baik tersebut, maka diharapkan keberadaan institusi tersebut dapat diterima baik oleh masyarakat.

Penerimaan yang baik tersebut pada gilirannya akan memungkinkan program-program atau kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut mendapat sambutan baik atau didukung oleh masyarakat. Dengan demikian, keberhasilan kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut akan lebih mudah diraih. Umumnya iklan layanan masyarakat bertujuan memberikan informasi dan penerangan serta pendidikan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi, bersikap positif terhadap pesan yang disampaikan.

Iklan layanan masyarakat sesungguhnya sudah ada sejak tahun 31 SM, meskipun masih dalam bentuk sederhana. Bahkan iklan layanan masyarakat justru lebih dulu ada, dibanding iklan komersial. Awalnya bentuk publikasi seperti ini berasal dari gereja, yang isinya berupa anjuran kepada umat Kristiani untuk cinta damai, mengasihi sesama, dan sebagainya. Publikasi ini pun tidak dicetak di atas kertas, tetapi dipahatkan pada sekeping batu kisva (semacam batu karang), atau ditorehkan di atas kulit binatang. Selanjutnya, iklan layanan masyarakat mula-mula dipasang di tempat-tempat umum. Terkadang, secara atraktif kulit binatang yang sudah ditulisi digantung di leher seorang punggawa kerajaan dan berkeliling pasar, diikuti oleh punggawa lain yang menabuh benda keras untuk menarik perhatian masyarakat (Ongkowijoyo, 2008).

Dalam hasil penelitiannya, Hagijanto (2006) menyatakan bahwa Iklan Layanan Masyarakat (ILM) menjadi milik masyarakat plural sebab masalah yang diangkat adalah harus signifikan mempengaruhi kondisi masyarakat. Kenyataan ini berkembang menjadi sebuah diskursus tentang bagaimana dan dengan media apa pesan persuasi bernama ILM menjadi alat komunikasi yang efektif. Pada kenyataan penguasa media atau pemerintahlah yang menang. Sebab dengan mudah birokrasi itu menjangkau sisi-sisi obyektif yang dituntut dari sebuah pesan dan media dalam konteks ILM dan memutarbalikkannya menjadi suatu bentuk komunikasi yang berbias, ambigu dan subyektif, sarat kepentingan tertentu. Agar ILM menjadi medium yang menciptakan kenyamanan bersama diperlukan pemahaman yang mendalam akan hal-hal seperti: obyek kajian ILM, tema, media, kepentingan dan siapa yang menjadi khalayak ILM itu, perlu dilakukan lagi klasifikasi yang lebih terfokus siapa khalayak primer dan khalayak sekundernya.

Tidak semua masalah sosial dapat serta-merta diangkat menjadi ILM, serta tidak semua masyarakat membutuhkan ILM. Diperlukan sikap cerdas dan bijaksana untuk melihat media apa yang paling tepat secara efektif menjangkau khalayak yang khusus, serta diperlukan pula pemahaman tentang kemungkinan bagaimana pendekatannya, sebab di era global ini masyarakat makin kritis dan mempunyai berbagai kajian dan sudut pandang dalam mempersepsikan hal-hal yang menyangkut segi kehidupannya, agar kampanye ILM tidak berubah menjadi

empty discourse apalagi false campaign yang dapat mengancam integritas bangsa. Di Amerika, iklan layanan masyarakat dikenal ketika tahun 1942 berdiri

The Advertising Council, beberapa hari setelah tragedi Pearl Harbour. Situasi pada saat itu mendorong pada ahli komunikasi untuk merancang suatu media yang dapat memotivasi masyarakat untuk ikut mengambil bagian dalam menyikapi berbagai permasalahan yang sedang menimpa bangsa dan negaranya itu. Ad Council banyak menciptakan iklan layanan masyarakat yang mendorong penghematan bahan, mengajak kaum muda untuk menjadi sukarelawan perang, menghimpun dana untuk membiayai perang, merekrut perawat dan menerangkan tentang pentingnya menjaga informasi rahasia (Ongkowijoyo, 2008).

Di Indonesia, iklan layanan masyarakat pertama juga muncul pada situasi yang tak jauh berbeda, yakni ketika bangsa dan negara Indonesia dalam keadaan terpuruk akibat perang. Beberapa iklan pertama yang muncul di surat kabar

memuat imbauan yang mengajak warga melanjutkan perjuangan,

mempertahankan kemerdekaan, serta mengumpulkan dana untuk perang dan membantu korban perang. Ada pula iklan ucapan bela sungkawa atau ucapan terima kasih yang digunakan sebagai upaya mengangkat solidaritas rakyat dalam perjuangan (Ongkowijoyo, 2008).

Selanjutnya, iklan layanan masyarakat berkembang semakin pesat sejalan dengan bertambahnya berbagai masalah sosial yang berkembang di dalam masyarakat umum. Masalah-masalah tersebut menuntut sebuah penyelesaian, atau paling tidak sikap yang jelas dari masyarakat. Iklan layanan masyarakat adalah media yang ampuh memancing masyarakat untuk ke luar dari zona aman dan bersama-sama dengan pemerintah mencari jalan ke luar yang terbaik dari berbagai permasalahan tersebut. Bahkan sejak krisis moneter menimpa negeri ini pada

tahun 1997, lebih banyak lagi iklan layanan masyarakat dibuat dan disebarluaskan. Selain tema yang diangkat cukup mendalam, kreativitasnya pun mengalami kemajuan yang signifikan. Sejak saat itu iklan layanan masyarakat semakin mendapat perhatian. Pada tanggal 2 November 1990 berdiri Yayasan Pariwara Sosial atau The Indonesian Ad Council yang mengkoordinasikan iklan-iklan layanan masyarakat, terutama kampanye-kampanye kesehatan. Keberadaan iklan layanan masyarakat juga patut diakui kemampuannya mencetuskan ide. Iklan hak cipta (Gesang) memenangkan Adhi Citra Pariwara 1995, sementara iklan lingkungan hidup oleh Matari Advertising menjadi finalis Clio Award dan yang terakhir adalah iklan layanan masyarakat karya McCann Erickson dengan judul Forest yang memperoleh Adhi Citra Pariwara 2005. Di masa krisis, industri periklanan sudah seharusnya tidak tinggal diam, justru harus berbuat sesuatu demi kemajuan bangsa (Ongkowijoyo, 2008).

Ridhoannova (2009) menyatakan keuntungan sosial yang merupakan tujuan dari iklan layanan masyarakat adalah berupa pertambahan pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat terhadap masalah yang diiklankan. Secara normatif, keuntungan sosial tersebut sangat penting bagi peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, karena mereka akan dibangun dan diarahkan pada situasi yang lebih baik. Penyampaian iklan layanan masyarakat juga dapat menguntungkan pihak pengiklan itu sendiri, selain mendapat citra baik dari masyarakat, iklan layanan masyarakat tersebut juga mampu meringankan tugas para pengiklan.

Dalam dokumen Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat (Halaman 41-45)