• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Iklan

Dalam dokumen Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat (Halaman 34-37)

TINJAUAN PUSTAKA

3. Domain Psikomotor

3.5. Respons Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

2.4.1 Sejarah Iklan

Widyatama (2009) menyatakan bahwa iklan sebenarnya sudah ada sejak zaman Neolitikum yaitu kira-kira 5000 tahun sebelum masehi. Menurut Jack Angel (1980 dalam Widyatama 2009), bentuk iklan yang paling awal adalah disampaikan melalui komunikasi lisan. Penyampaian pesan dari komunikator pada komunikannya dalam bentuk personal yang dilakukan secara tatap muka melalui mulut ke mulut (word of mouth). Praktik semacam ini oleh para ahli sejarah periklanan disebut sebagai bentuk mentransfer pesan. Apakah dalam penyampaian ide tersebut menggunakan media atau tidak, tidak banyak dipersoalkan. Bentuk kegiatan iklan semacam ini terjadi khususnya ketika zaman Batu Muda, yang terjadi kurang lebih 5000 tahun sebelum masehi. Pada saat itu, manusia saling menukar barang yang mereka miliki dengan saling berkomunikasi melalui komunikasi lisan. Pada saat itu bahasa yang disampaikan masih sangat sederhana dan cenderung sangat tidak terstruktur dengan baik dan efektif. Bahkan belum banyak terjadi kesepakatan dalam melambangkan sebuah konsep dan ide dalam

sebentuk kata-kata, pesan akhirnya banyak disampaikan dalam bentuk komunikasi non verbal visual melalui gerak tubuh (gestural). Pesan yang disampaikan sangat sederhana. Visualisasi pesan menjadi ikut berperan dan sangat dibutuhkan. Artinya masyarakat lebih mudah menyampaikan pesan bilamana benda yang dipercakapkan ada di depan mata. Sebaliknya, bilamana obyek yang diperbincangkan tidak dilihat secara bersama, maka kesulitan komunikasi akan terjadi. Dengan demikian, iklan yang mereka lakukan umumnya membutuhkan kehadiran barang.

Pada masa Yunani kuno, praktik periklanan lisan masih banyak dilakukan oleh para penjaja barang (salesman) yang berteriak keliling kota. Menurut Jack Angel (1980) seperti dikutip Widyatama (2009), praktik periklanan semacam ini mendapat tempat karena kebanyakan masyarakat (sekalipun kelas atas), banyak yang tidak mampu baca tulis. Mereka akan lebih mengerti simbol-simbol visual bukan tertulis dan komunikasi verbal.

Widyatama (2009) mengatakan bahwa ketika manusia mengenal tulisan, praktik beriklan sebagaimana era sekarang baru mulai dilakukan. Pada zaman ini, bentuk iklan sudah bergerak maju yaitu menggunakan sarana media tulis. Saat itu media iklan yang paling banyak digunakan adalah media yang disediakan oleh alam, seperti batu, tanah liat, daun papyrus, kulit binatang, dan semacamnya. Sekalipun sudah mengenal tulisan, namun kegiatan beriklan yang disampaikan melalui komunikasi lisan tidak serta merta berhenti. Penyampaian pesan iklan melalui komunikasi lisan terus dilakukan.

Widyatama (2009) juga menyatakan bahwa ketika papyrus digunakan sebagai kertas tulis, media ini juga dipakai untuk menulis pesan-pesan iklan. Dari penggalian atas reruntuhan Kota Herculaneum dan kota tua Pompei dekat Roma, ditemukan adanya iklan “lost and found” (cari dan temukan) yang ditulis di atas papyrus. Iklan yang ditempelkan di dinding-dinding kota tersebut berisikan informasi budak-budak yang melarikan diri. Selain itu, iklan ini juga memuat pesan tentang pertarungan para gladiator. Papyrus tersebut ditulis dengan menggunakan pena yang terbuat dari alang-alang. Di kota Pompei iklan juga dibuat oleh para politisi dalam bentuk grafity sebagai propaganda guna menarik

masyarakat agar memilih dirinya saat pemilihan umum. Iklan yang sama juga banyak dijumpai di Yunani.

Bisnis periklanan juga makin bertambah pesat pada tahun 1920 ketika dunia cetak-mencetak mulai mampu menerbitkan materi cetakan secara berwarna. Selain itu, pesatnya bidang periklanan juga ditopang dengan digunakannya teknik-teknik baru dalam beriklan sebagaimana dikenalkan oleh para pekerja periklanan semacam Benjamin Franklin, Edgar Allen Poe, oleh J Walter Thompson, George Rowell, Francis Wayland Ayer dan sebagainya (Widyatama, 2009).

Pada akhir abad ke-19, bisnis di Amerika mengalami kemajuan. Kemajuan tersebut mendorong para pebisnis melakukan inovasi, di antaranya membuat pasar swalayan. Sebenarnya konsep department store bukanlah konsep asli Amerika, namun awalnya muncul di Perancis. Pasar swalayan adalah tempat belanja berbagai barang apa saja, namun disediakan di bawah satu atap bangunan toko tanpa harus keluar masuk berbagai toko, di mana seluruh keluarga dapat menikmati. Atas munculnya bentuk pasar swalayan ini, kebutuhan akan iklan toko secara besar-besaran juga muncul, menggunakan surat kabar, majalah dan direct mail. Munculnya pasar swalayan yang menyebabkan meningkatnya aktivitas beriklan, juga memunculkan perusahaan yang khusus menangani iklan direct mail, misalnya Montgomery Ward di Kota Chicago (Widyatama, 2009).

Masih di Amerika, media iklan juga banyak mengalami perkembangan. Ketika di Inggris surat kabar yang terbit setiap hari mampu menjangkau seluruh negeri secara cepat, maka di Amerika, hal seperti itu tidak mungkin terjadi. Penerbitan yang melayani setiap hari hingga ke seluruh penjuru Amerika sulit dilakukan, kecuali penerbitan tersebut bersifat periodik dan tidak dilakukan secara harian. Hal itu disebabkan oleh keadaan geografis dimana letak kota-kota di Amerika sangat berjauhan. Untuk mengiklankan produk secara nasional hingga ke seluruh penjuru kota, sulit dilakukan karena membutuhkan banyak media harian surat kabar. Sementara di sisi lain, kebutuhan untuk mengiklankan produk secara nasional makin kuat. Keadaan itu memunculkan pengembangan media periklanan baru, yaitu majalah yang mampu meng-cover secara nasional (Widyatama, 2009).

Tentang aspek isi iklan, sebenarnya juga mengalami perkembangan yang cepat. Dalam menyusun pesan iklan, pada tahun 1930-an, teknik penggunaan

unsur salesmanship mulai digunakan. Dalam teknik tersebut, iklan menjadi lebih mempunyai daya jual. Iklan tidak lagi berkesan kaku, namun seperti seorang

salesman yang menghadapi calon konsumen. Selain itu, iklan juga melibatkan bintang film terkenal, sehingga membangun citra di tengah masyarakat bahwa para bintang itu juga menggunakan produk sebagaimana diiklankan. Rupanya, teknik identifikasi dalam dunia periklanan sudah mulai diterapkan (Widyatama, 2009).

Pada masa kini, periklanan semakin pesat perkembangannya. Iklan banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Kini, iklan telah menjadi bisnis besar. Kreativitas mulai beraneka ragam, sehingga periklanan menjadi lebih bervariasi. Media yang digunakan tidak lagi hanya bertumpu pada suratkabar, majalah, radio, dan televisi semata, namun juga menggunakan beragam media lain. Munculnya beragam media akhirnya juga mempengaruhi dunia periklanan. Berbagai media yang muncul menyebabkan iklan mulai bergeser paradigma dalam pemasangannya, yaitu dari penggunaan media yang paling banyak/luas jangkauannya menjadi media yang paling spesifik yang mampu menjangkau khalayak sasarannya. Sehingga kini perusahaan kecil pun dapat menggunakan media televisi untuk menyampaikan pesannya (Widyatama, 2009).

Dalam perkembangannya, sekarang ini iklan lebih banyak disusun dengan cara yang lebih rasional ketimbang dirancang dengan mengikuti intuisi. Semua aspek dalam iklan dirancang sedemikian rupa dengan mendasarkan diri pada pertimbangan rasional. Teknik-teknik baru dalam iklan banyak ditemukan, yang semuanya mendasarkan diri pada pertimbangan-pertimbangan rasional (Widyatama, 2009).

Dalam dokumen Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat (Halaman 34-37)