• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN IKLAN TELEVISI LAYANAN MASYARAKAT SEBAGAI PENYEBAR PERUBAHAN TATACARA PEMILU

LEGISLATIF DENGAN PENGETAHUAN PEMIRSA (Kasus Masyarakat Desa Cihideung Ilir, Ciampea, Bogor )

Oleh:

RYAN PERDANA I34062059

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia

(2)

ABSTRACT

The objectives of this study were to analyze the role of public service advertising on television to socialize the change of choosing method in Legislative Election 2009, to analyze spectator’s knowledge about the change of choosing method in Legislative Election 2009 and to analyze the correlation between role of public service advertising on television and spectator’s knowledge. This research was conducted at Cihideung Ilir Village, Ciampea, Bogor, West Java, using survey on 98 people from Cihideung Ilir. The respondents were selected using a simple random sampling method. Data were collected and analyzed using chi square’s test and rank Spearman’s test. The results of this research showed that the role of public service advertising in television to socialize the change of choosing method in Legislative Election 2009 was in medium level. Then, spectator’s knowledge about the change of choosing method in Legislative Election 2009 was in medium level. Last, the results said that there were significant correlation between role of public service advertising on television and spectator’s knowledge.

(3)

RINGKASAN

RYAN PERDANA. PERAN IKLAN TELEVISI LAYANAN MASYARAKAT SEBAGAI PENYEBAR PERUBAHAN TATACARA PEMILU LEGISLATIF DENGAN PENGETAHUAN PEMIRSA. Kasus: Masyarakat Desa Cihideung Ilir, Ciampea, Bogor. Di bawah bimbingan Amiruddin Saleh

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran iklan televisi layanan

masyarakat sebagai media penyebar informasi perubahan tatacara Pemilu

Legislatif 2009 dari mencoblos ke mencontreng, mengidentifikasi pengetahuan

tentang perubahan tatacara Pemilu Legislatif dan menganalisis hubungan peran

iklan televisi layanan masyarakat sebagai media penyebar informasi perubahan

tatacara Pemilu Legislatif dengan pengetahuan pemirsa.

Penelitian dilakukan di Desa Cihideung Ilir, Kecamatan Ciampea,

Kabupaten Bogor, dengan fokus pada masyarakat desa yang terdaftar sebagai

daftar pemilih tetap Pemilu Legislatif 2009. Penelitian ini menggunakan metode

survei. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling). Responden dalam penelitian ini sebanyak 98 orang yang didapatkan dari rumus Slovin. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan wawancara

terstruktur dengan metode survei. Instrumen pengumpulan data yang digunakan

adalah kuesioner. Sementara itu data sekunder dikumpulkan dari data monografi

desa, dokumen kependudukan dan studi literatur terhadap daftar pemilih tetap

yang dimiliki oleh kantor desa. Data yang diperoleh dari kuesioner diolah dengan

menggunakan program SPSS for Windows versi 17, uji crosstab chi square dan

rank Spearman.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa peran iklan televisi layanan

masyarakat Pemilu Legislatif 2009 berada pada kategori sedang. Peran iklan

televisi layanan masyarakat Pemilu Legislatif 2009 dalam penelitian ini dibagi

menjadi dua yaitu peran komunikasi dan peran pendidikan. Peran komunikasi

adalah peran yang dimiliki iklan televisi layanan masyarakat dalam rangka

mengkomunikasikan informasi perubahan tata cara Pemilu 2009 kepada

responden. Sedangkan peran pendidikan adalah peran yang dimiliki iklan televisi

layanan masyarakat dalam mendidik dan memperkenalkan hal-hal baru yang

(4)

perubahan tata cara Pemilu 2009. Kedua jenis peran iklan televisi layanan

masyarakat tersebut berada pada kategori sedang.

Selanjutnya, hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat pemahaman

pemirsa berada pada kategori sedang. Pemahaman adalah kemampuan yang

dimiliki pemirsa dalam membaca dan memahami arahan dan peraturan yang

ditampilkan dalam iklan layanan masyarakat Pemilu Legislatif 2009. Berdasarkan

hasil penelitian, pemahaman pemirsa berada pada kategori sedang, artinya

pemahaman pemirsa dalam membaca dan memahami arahan dan peraturan yang

ditampilkan dalam iklan layanan masyarakat Pemilu Legislatif 2009 masih perlu

ditingkatkan.

Kemudian, penelitian ini membahas hubungan antara peran iklan televisi

layanan masyarakat dan tingkat pengetahuan pada ranah pemahaman. Peran iklan

di sini dibagi menjadi dua yaitu peran komunikasi dan peran pendidikan. Hasil

penelitian mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang erat atau signifikan di

antara peran iklan televisi layanan masyarakat Pemilu Legislatif 2009 dengan

(5)

PERAN IKLAN TELEVISI LAYANAN MASYARAKAT SEBAGAI PENYEBAR PERUBAHAN TATACARA PEMILU

LEGISLATIF DENGAN PENGETAHUAN PEMIRSA (Kasus Masyarakat Desa Cihideung Ilir, Ciampea, Bogor)

Oleh Ryan Perdana

I34062059

SKRIPSI

Sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Pada

Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia

(6)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

Judul Skripsi : Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat sebagai Penyebar Perubahan Tatacara Pemilu Legislatif dengan Pengetahuan Pemirsa (Kasus: Masyarakat Desa Cihideung Ilir, Ciampea Bogor)

Nama Mahasiswa : Ryan Perdana

Nomor Induk Mahasiswa : I34062059

Mayor : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

dapat diterima sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS. NIP. 19611113 198811 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Soeryo Adiwibowo NIP. 19550630 1981031 003

(7)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “PERAN IKLAN TELEVISI LAYANAN MASYARAKAT SEBAGAI

PENYEBAR PERUBAHAN TATACARA PEMILU LEGISLATIF

DENGAN PENGETAHUA N PEMIRSA” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA

JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL

KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN

YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN

KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juli 2010

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Grobogan, Jawa Tengah pada tanggal 3 Mei 1988.

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Haryanto, SE

dan Ibu Sri Nurani. Penulis menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) di

TK Bustanul Athfal Kecamatan Wirosari (1993-1994), Sekolah Dasar Negeri 6

Wirosari (1994-2000), Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Wirosari

(2000-2003) dan Sekolah Menengah Umum di SMUN 1 Purwodadi (2003-2006).

Kemudian pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian

Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis di IPB

diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia, yang merupakan departemen yang menjadi pilihan

pertama penulis.

Selama di IPB, penulis tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu-Ilmu

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) sebagai staf di Divisi

Advertising dan Multimedia dari tahun 2007-2009. Selain itu penulis juga pernah

menjadi Ketua Panitia Masa Perkenalan Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat (2008), Ketua Panitia Paket Qiyamu Ramadhan

FORSIA (2007), Ketua Panitia Malam Keakraban Departemen Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat Angkatan 43 (2008), Duta II Fakultas Ekologi

Manusia dan Ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Purwodadi Grobogan periode

2008-2009. Penulis juga aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Dasar-Dasar

Komunikasi (2008) selama satu semester, Mata Kuliah Sosiologi Umum

(2009-2010) selama tiga semester dan Mata Kuliah Komunikasi Kelompok ((2009-2010)

selama satu semester.

Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kepanitiaan dalam beberapa

event di kampus IPB seperti Masa Perkenalan Fakultas Ekologi Manusia (2008),

Ecology Sport Event (2008), Indonesia Ecology Expo (2008) dan Let’s CSR on Campus (2009). Penulis juga pernah menjadi pembicara dalam diskusi dengan tema “Perlukah Oposisi dalam Pemerintah” yang diadakan oleh BEM Fakultas

Ekologi Manusia (2009). Tulisan penulis juga pernah dimuat di dalam rubrik

Suara Mahasiswa di Harian Seputar Indonesia (Koran Sindo) di tahun 2009 dan

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdullillah puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas

rahmat, petunjuk dan nikmat-Nya dalam mengerjakan skripsi ini, sehingga dapat

terselesaikan dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat sebagai

Penyebar Perubahan Tatacara Pemilu Legislatif dengan Pengetahuan Pemirsa”

merupakan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Sains

Komunikasi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada

Bapak Dr.Ir.H Amiruddin Saleh, MS. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan untuk

memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti juga

ingin menyampaikan terima kasih dengan setulus hati kepada pihak-pihak yang

telah membantu kelancaran dalam pembuatan skripsi ini.

Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat diterima oleh pihak yang terkait

dan penelitian dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2010

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan

berbagai pihak. Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan segala taufik, hidayah dan inayah-Nya, sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan lancar dan baik. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarmya kepada pihak-pihak yang telah

membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian

skripsi ini, antara lain:

1. Dr. Ir. H. Amiruddin Saleh, MS. sebagai dosen pembimbing skripsi atas

kesabarannya serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

2. Ir. Hadiyanto, MSi sebagai dosen penguji utama dan Ir. Dwi Sadono, MSi

sebagai dosen penguji wakil departemen, yang telah berkenan menjadi penguji

dan memberikan petunjuk-petunjuk kepada penulis.

3. Dr. Sarwititi S. Agung sebagai pembimbing akademik yang selalu memberi

dukungan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Kedua orang tuaku Papah Hary dan Mamah Ani yang selalu memberikan

dukungan dan tak henti mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, serta

adikku Sofya yang selalu memberi semangat dan dorongan kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu, yang selalu perhatian dan memberikan doa restunya kepada

penulis.

6. Dewi Kumalasari, yang selalu memberi motivasi, bantuan dan kesabarannya

yang luar biasa dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Pakdhe K.H. Noerhadi Rois dan Mbah Yahya yang telah memberikan doa

restunya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi, Vio, Thika, Amel dan Bowo sebagai

teman diskusi dan yang selalu memberi semangat dalam penulisan skripsi ini.

9. Abdillah Bedil yang membantu semua pengolahan data penelitian dan dengan

(11)

10.Rinaldy Yusuf sebagai konco langen saya, the best reparator laptop saya, penyedia layanan gratis unduh lagu dan penulis note dan cerpen yang selalu saya tunggu karya-karyanya.

11.Irfan, Imam, Asri, Come, Icha, Maulan, Dewi, Demul, sebagai partners in crime yang selalu memberikan keceriaan dan suasana yang menyenangkan. 12.Seluruh teman-teman KPM 43, atas semua kisah hidup yang menakjubkan dan

semangat dalam penulisan skripsi ini.

13.Mbak Maria dan Mbak Nisa (Pegawai Sekretariat KPM), yang bagi saya

merupakan orang paling baik dan sabar yang pernah saya jumpai di bagian

pelayanan publik.

14.Bapak dan Ibu Kosan Gizi Abadi, yang telah mendoakan saya dan

memberikan tempat berteduh yang nyaman selama tiga tahun terakhir ini.

15.Teman-teman kostan di Gizi Abadi nan sejuk dan nyaman yaitu Fiqy, Dodo,

Doddy, Heri, Mahesa, Epal, Budi, Yadin, Yandi, Vei, Aab, Elhaq, Ary, Faiz,

Angga, Andre, Kang Asep, Kang Didin, Bang Alpa, Mas Hoerip, Mas Galih,

Mas Aga, Mas Ekam, dan lain-lain yang selalu jadi teman cerita dan teman

senasib sepenanggungan di perantauan.

16.Semua musisi di dunia yang selalu menghibur dan memberi semangat dengan

karya-karya indahnya melalui music player di laptop saya dalam setiap pengerjaan skripsi ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

(12)

DAFTAR ISI

(13)

4.6.2 Reliabilitas Instrumen ... 46

5.3 Gambaran Iklan Televisi Layanan Masyarakat Pemilu Legislatif 2009 ... 54

5.7 Hubungan Karakteristik Individu dengan Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 71

5.8 Hubungan Karakteristik Sosiologis dengan Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 72

5.8.1 Hubungan Lingkungan Keluarga Responden dengan Peran Komunikasi Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 73

5.8.2 Hubungan Lingkungan Tempat Tinggal dengan Peran Komunikasi Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 73

5.8.3 Hubungan Lingkungan Keluarga Responden dengan Peran Pendidikan Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 74

(14)

5.9 Hubungan Perilaku Menonton dengan Peran Iklan

Televisi Layanan Masyarakat ... 75

5.9.1 Hubungan Lamanya Menonton Televisi dengan Peran Komunikasi Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 76

5.9.2 Hubungan Frekuensi Menonton Televisi dengan Peran Komunikasi Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 77

5.9.3 Hubungan Waktu Luang dengan Peran Komunikasi Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 77

5.9.4 Hubungan Lamanya Menonton Televisi dengan Peran Pendidikan Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 78

5.9.5 Hubungan Frekuensi Menonton Televisi dengan Peran Pendidikan Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 78

5.9.6 Hubungan Waktu Luang dengan Peran Pendidikan Iklan Televisi Layanan Masyarakat ... 79

5.10 Hubungan Peran Iklan Televisi Layanan Masyarakat dengan Tingkat Pengetahuan Pemirsa ... 80

5.10.1 Hubungan Peran Komunikasi Iklan Televisi Layanan Masyarakat dengan Tingkat Pengetahuan Pemirsa ... 80

5.10.2 Hubungan Peran Pendidikan Iklan Televisi Layanan Masyarakat dengan Tingkat Pengetahuan Pemirsa ... 80

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 87

(15)

Halaman

1. Jumlah sarana pendidikan di Desa Cihideung Ilir tahun 2009 ... 49

2. Komposisi penduduk berdasarkan tingkat usia di Cihideung Ilir per Oktober 2009 ... 49

3. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Cihideung Ilir 2009 ... 50

4. Jumlah penduduk berdasarkan usia kerja di Desa Cihideung Ilir tahun 2009 ... 50

5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Cihideung Ilir tahun 2009 ... 51

6. Sarana Peribadatan di desa Cihideung Ilir tahun 2009 ... 52

7. Sarana kesehatan di Desa Cihideung Ilir ... 52

8. Pemerintahan desa dan jumlah anggota di Desa Cihideung Ilir tahun 2009 ... 53

9. Tempat pemungutan suara dan jumlah pemilih di Desa Cihideung Ilir 2009 ... 54

10. Distribusi karakteristik individu responden penelitian ... 56

11. Distribusi karakteristik sosiologis responden penelitian ... 60

12. Perilaku menonton televisi responden ... 64

13. Peran iklan televisi layanan masyarakat ... 68

14. Korelasi karakteristik individu dan peran iklan televisi layanan masyarakat ... 71

15. Korelasi karakteristik sosiologis dan peran iklan televisi layanan masyarakat ... 72

16. Korelasi perilaku menonton dengan peran iklan televisi layanan masyarakat ... 76

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 39

2. Persentase usia responden di Desa Cihideung Ilir tahun 2010 ... 57

3. Persentase jenis kelamin responden di Desa Cihideung Ilir tahun 2009 ... 57

4. Persentase tingkat pendidikan responden di Desa Cihideung tahun 2009 ... 58

5. Persentase status pekerjaan responden di Cihideung Ilir tahun 2009 ... 59

6. Tingkat keseringan responden dalam membicarakan iklan televisi layanan masyarakat pemilu legislatif 2009 di lingkungan keluarga ... 61

7. Tingkat keseringan responden dalam membicarakan iklan layanan masyarakat pemilu legislatif 2009 di lingkungan tempat tinggal ... 63

8. Persentase lamanya menonton televisi ... 65

9. Persentase frekuensi menonton televisi ... 66

10. Persentase waktu luang responden ... 67

(17)

-DAFTAR LAMPIRAN

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 2009 melaksanakan dua

kali Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu pertama berlangsung pada tanggal 9 April

2009 yang dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah1. Sedangkan

Pemilu yang kedua dilaksanakan pada tanggal 8 Juli 2009 yang dilaksanakan

untuk memilih presiden dan wakil presiden2.

Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan sepuluh kali pemilu

anggota DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,

1992, 1997, 1999, 2004 dan 20093. Tetapi pemilu yang dilaksanakan untuk

memilih presiden dan wakil presiden baru dua kali dilaksanakan, yaitu pada

pemilu tahun 2004 dan tahun 2009. Sejak pertama kali dilaksanakan pemilu

memiliki cara khusus untuk memilih partai, anggota legislatif, maupun presiden

dan wakil presiden, yaitu dengan cara mencoblos gambar partai maupun gambar

anggota legislatif, presiden dan wakil presiden dengan menggunakan semacam

besi panjang dan tajam.

Tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok pada pemilu legislatif

maupun eksekutif yang dilaksanakan pada tahun 2009. Perbedaan tersebut

terdapat pada tatacara memilih. Pada awalnya seperti yang telah diungkapkan di

atas, bahwa pemilu dari mulai dilaksanakan pada 1955 sampai pada pemilu 2004,

tatacara memilihnya adalah dengan mencoblos. Sedangkan pada pemilu 2009,

tatacara memilih yang digunakan adalah dengan cara mencontreng4. Mencontreng

1

DPR-RI dan Presiden RI. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. http: //www.legalitas.org. [diakses 11 Oktober 2009], 2008a, hal.3.

2DPR-RI dan Presiden RI. Undang-Undang Republik Indonesia No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. http://pemilu.indonesia-ottawa.org/files/UU_No.42_Tahun_2008.pdf. [diakses 11 Oktober 2009), 2008b, hal 2.

3Wikipedia. Pemilu di Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_di_Indonesia [diakses 11 Oktober 2009], 2009, hal. 1.

(19)

yang dimaksudkan di sini adalah memberi tanda contreng (Ö) pada gambar partai,

anggota legislatif, maupun presiden dan wakil presiden.

Perubahan tatacara pemilu dari mencoblos menjadi mencontreng adalah

sesuatu yang baru bagi rakyat Indonesia. Sebelum kita melaksanakan

pencontrengan pada Pemilu 2009 yang lalu, hampir tiap hari di berbagai tempat

dan media kita menyaksikan sosialisasi tentang perubahan tatacara pemilu ini.

Mulai dari pamflet, poster, spanduk, iklan di media cetak dan iklan layanan

masyarakat. Tetapi dari semua kemasan iklan yang terdapat di berbagai media,

tentu saja iklan layanan masyarakat inilah yang paling menarik untuk kita

saksikan. Karena memang iklan ini dikemas dalam media audiovisual yaitu

televisi, yang menampilkan iklan dalam bentuk gambar bergerak dan

mengeluarkan suara. Iklan layanan masyarakat adalah iklan yang berfokus pada

kesejahteraan masyarakat dan tidak berfokus pada pemasaran produk tetapi lebih

mengarah pada bentuk tujuan sosial yang biasanya disponsori oleh institusi

keagamaan, kelompok politik, organisasi yang tidak mencari keuntungan dan

asosiasi perdagangan (Rosenberg, 1995) dalam (Tjuatjadinata, 2008). Jadi, iklan layanan masyarakat ini adalah jenis iklan yang tidak berorientasi pada pencarian

keuntungan, tetapi lebih pada motif sosial. Dapat kita lihat pada iklan layanan

masyarakat dengan tema sosialisasi perubahan tatacara Pemilu 2009, bahwa iklan

tersebut tidak berniat untuk menjual suatu produk dalam kaitannya untuk

mendapat keuntungan, namun iklan tersebut berniat untuk menyosialisasikan

perubahan tatacara Pemilu dari mencoblos ke mencontreng. Jadi hal yang

diharapkan oleh ditayangkannya iklan ini adalah agar para calon pemilih

mengetahui perubahan tatacara pemilu tersebut, sehingga mereka akan

melaksanakannya pada hari pemungutan suara.

Berangkat dari fenomena menarik di atas, maka diadakan penelitian yang

mengkonsentrasikan pada masalah peran iklan televisi layanan masyarakat

sebagai penyebar perubahan tatacara pemilu legislatif dengan pengetahuan

pemirsa yang dalam hal ini adalah penduduk desa lingkar kampus IPB. Penelitian

ini bermaksud untuk memberikan sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan

permasalahan yang telah disebutkan di atas. Maka dari itu diperlukanlah suatu

(20)

informasi perubahan tatacara Pemilu Legislatif dari mencoblos ke mencontreng

terhadap pengetahuan masyarakat desa lingkar kampus IPB.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui

bahwa penelitian ini mengkaji peranan iklan televisi layanan masyarakat sebagai

media penyebar perubahan tatacara Pemilu Legislatif. Kemudian secara spesifik

penelitian ini memusatkan perhatian pada permasalahan yang disebutkan di bawah

ini:

1. Sejauh mana peran iklan televisi layanan masyarakat sebagai media penyebar

perubahan tatacara Pemilu Legislatif dari mencoblos ke mencontreng?

2. Sejauh mana pengetahuan pemirsa tentang perubahan tatacara Pemilu

Legislatif?

3. Sejauh mana hubungan peran iklan televisi layanan masyarakat sebagai

penyebar perubahan tatacara Pemilu Legislatif dengan pengetahuan pemirsa?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka

tujuan dilaksanakannya penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi peran iklan televisi layanan masyarakat sebagai media

penyebar informasi perubahan tatacara Pemilu Legislatif dari mencoblos ke

mencontreng.

2. Mengidentifikasi pengetahuan tentang perubahan tatacara Pemilu Legislatif.

3. Menganalisis hubungan peran iklan televisi layanan masyarakat sebagai media

penyebar informasi perubahan tatacara Pemilu Legislatif dengan pengetahuan

pemirsa.

1.4 Kegunaan Penelitian

Mengacu kepada tujuan penelitian, maka kegunaan dilaksanakannya

penelitian ini terbagi menjadi kegunaan penelitian bagi pemerintah khususnya

Komisi Pemilihan Umum, masyarakat awam, dan akademisi. Kegunaan penelitian

(21)

a. Kegunaan Penelitian bagi Komisi Pemilihan Umum

Penelitian ini dapat digunakan sebagai media evaluasi bagi KPU dalam

memproduksi iklan layanan masyarakat. Jika nantinya diketahui bahwa peran

iklan layanan masyarakat kecil, maka KPU perlu mengevaluasi dan meningkatkan

mutu iklan masyarakat yang diproduksinya. Sehingga dapat menjadi media

penyebar informasi perubahan tatacara Pemilu yang efektif.

b. Kegunaan Penelitian bagi Masyarakat Awam

Bagi masyarakat awam penelitian ini dapat menjadi media penambah

pengetahuan tentang peran iklan masyarakat sebagai media penyebar informasi

perubahan tatacara Pemilu Legislatif terhadap tingkat pengetahuan masyarakat

desa.lingkar.kampus.

c. Kegunaan Penelitian bagi Akademisi

Bagi akademisi, khususnya yang berkonsentrasi pada masalah ini,

diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran. Sehingga para akademisi

segera paham apa yang harus mereka lakukan demi terciptanya keadaan yang

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Komunikasi Massa

Komunikasi Massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan

kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media

cetak atau elektronis sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan

sesaat (Rakhmat 2007). Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan

sistem komunikasi interpersonal, secara teknis kita dapat menunjukkan empat

tanda pokok dari komunikasi massa (1) bersifat tidak langsung, artinya harus

melewati media teknis; (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara

peserta-peserta komunikasi (para komunikan); (3) bersifat terbuka, artinya

ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim; (4) mempunyai publik

yang secara geografis tersebar (Neumann 1973 dalam Rakhmat, 2007).

Kemudian, Dominick (1996) mengatakan bahwa komunikasi massa adalah

mengacu pada proses yang terjadi di dalam organisasi yang kompleks dengan

bantuan suatu mesin atau alat yang memproduksi dan mentransmisikan pesan

publik secara langsung ke khalayak yang luas, heterogen dan tersebar. Kemudian

dijelaskan pula bahwa komunikasi massa adalah suatu produk yang dihasilkan

oleh lebih dari satu orang produsen. Sumber dalam komunikasi massa mempunyai

informasi yang detail tentang khalayak mereka secara teliti. Komunikasi massa

mungkin telah memiliki data tentang khalayak yang akan dituju, tetapi

komunikasi massa akan merilisnya kepada khalayak secara kasar atau umum saja.

Khalayak komunikasi massa adalah kelompok anonim dan hanya diketahui

melalui ringkasan data statistik. Proses penyandian (encoding) dalam komunikasi massa selalu terjadi dalam beberapa tahap proses. Saluran komunikasi massa

mempunyai karakteristik yaitu paling tidak dilakukan oleh satu bahkan lebih

media dalam proses pengiriman pesan. Media tersebut menerjemahkan pesan dari

satu saluran ke saluran lain. Televisi memakai alat yang rumit untuk merubah

energi cahaya ke energi listrik dan kembali lagi menjadi bentuk energi cahaya.

(23)

komunikasi interpersonal yang tersedia banyak saluran di dalamnya, komunikasi

massa hanya terbatas pada satu atau dua saluran.

Baran (2003) mendefinisikan komunikasi massa sebagai proses pembagian

makna pesan di antara media massa dan khalayak mereka. Kemudian dinyatakan

bahwa perbedaan antara elemen individu dari komunikasi interpersonal dan

komunikasi massa mengganti proses komunikasi yang paling mendasar. Sebagai

contoh, kesiapan dan kelangsungan dari umpan balik (feedback) dalam komunikasi interpersonal membebaskan komunikator untuk berspekulasi dan

bereksperimen dengan pendekatan yang berbeda. Pengetahuan komunikator

tentang peserta komunikan dan juga sebaliknya memungkinkan mereka untuk

menyesuaikan pesan-pesan mereka dalam kesempatan sesempit apapun dan yang

sesuai dengan yang mereka harapkan. Hasilnya, komunikasi interpersonal lebih

sering relevan secara personal dan bahkan memungkinkan untuk lebih bersifat

petualangan dan menantang. Sebaliknya, jarak yang terdapat diantara partisipan

dalam proses komunikasi massa karena ditentukan oleh teknologi, akhirnya

menciptakan semacam konservatisme komunikasi. Umpan balik datang sangat

terlambat untuk memungkinkan terjadinya koreksi atau merubah proses

komunikasi yang gagal.

2.2 Efek Komunikasi Massa

Efek kehadiran komunikasi massa erat kaitannya dengan teori uses and gratification yang dikemukakan oleh Elihu Katz, Jay G. Blumer dan Michael Gurevitch (1974 dalam Rakhmat, 2007. Teori ini meneliti asal mula kebutuhan secara psikologis dan sosial, yang menimbulkan harapan tertentu dari media

massa atau sumber-sumber lain, yang membawa pada pola terpaan media yang

berlainan (atau keterlibatan pada kegiatan lain) dan menimbulkan pemenuhan

kebutuhan dan akibat-akibat lain, barangkali termasuk juga yang tidak kita

inginkan. (Rakhmat, 2007) menyatakan bahwa umumnya kita lebih tertarik bukan

kepada apa yang kita lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan

media kepada kita. Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau

(24)

pengetahuan, mengubah sikap atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang

disebut sebagai efek komunikasi massa.

2.2.1 Efek Kehadiran Media Massa

Efek kehadiran media massa sangat terkait dengan teori yang

dikemukakan oleh McLuhan yaitu teori perpanjangan alat indera. Teori ini menyatakan bahwa media adalah perluasan dari alat indera manusia; telepon

adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Kemudian

McLuhan mengatakan bahwa secara operasional dan praktis, medium adalah

pesan. Ini berarti bahwa akibat-akibat personal dan sosial dari media timbul

karena skala baru yang dimasukkan pada kehidupan kita oleh perluasan diri kita

atau oleh teknologi baru. Media adalah pesan karena media membentuk dan

mengendalikan skala serta bentuk hubungan dan tindakan manusia (McLuhan

1964 dalam Rakhmat, 2007).

Rakhmat (2007) menyebut lima hal efek kehadiran media massa, yaitu: (1)

efek ekonomis, (2) efek sosial, (3) efek penjadwalan kegiatan, (4) efek pada

penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan (5) efek pada perasaan orang

terhadap media. Tentang efek ekonomis, diakui bahwa kehadiran media massa

menggerakkan berbagai usaha, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi “jasa”

media massa. Kehadiran surat kabar berarti menghidupkan pabrik yang menyuplai

kertas koran, menyuburkan pengusaha percetakan dan grafika, memberi pekerjaan

pada wartawan, ahli rancang grafis, pengedar, pengecer, pencari iklan dan

sebagainya.

Suparlan (1979) seperti dikutip Rakhmat (2007) efek sosial berkenaan

dengan perubahan pada struktur atau interaksi sosial akibat kehadiran massa.

Sudah diketahui bahwa kehadiran televisi meningkatkan status pemiliknya. Di

pedesaan, televisi telah membentuk jaringan-jaringan interaksi sosial baru.

Pemilik televisi sekarang menjadi pusat jaringan sosial, yang menghimpun di

sekitarnya tetangga dan penduduk seideologi. Televisi telah menjadi sarana untuk

menciptakan hubungan “patron-client” yang baru.

Tentang efek kehadiran media ketiga yaitu penjadwalan kegiatan kembali,

(25)

orang biasanya pergi tidur malam sekitar pukul delapan malam dan bangun pagi

sekali karena harus berangkat kerja ke tempat yang jauh. Sesudah ada televisi,

banyak diantara mereka, terutama muda-mudi yang sering menonton televisi

sampai malam, telah mengubah kebiasaan rutin mereka. Penduduk desa yang

tua-tua mengeluh karena merasa anak-anak mereka menjadi lebih malas dan lebih

sukar bekerja atau berangkat ke sekolah pada waktu dini. Demikianlah pula,

kebanyakan mereka tidak dapat bekerja seperti dulu ketika televisi belum masuk

(10 sampai 11 jam sehari). Mereka cenderung berangkat ke ladang mereka lebih

siang dan pulang lebih cepat. Televisi telah mengubah kegiatan penduduk desa.

Efek kehadiran massa yang ketiga dan keempat adalah sebagai objek fisik

hilangnya perasaan tertentu terhadap media massa. Sering terjadi orang juga

menggunakan media untuk menghilangkan perasaan tidak enak, misalnya

kesepian, marah, kecewa dan sebagainya. Media dipergunakan tanpa

mempersoalkan isi pesan yang disampaikannya. Kehadiran media massa bukan

saja menghilangkan perasaan, ia pun menumbuhkan perasaan tertentu. Kita

memiliki perasaan tertentu. Kita memiliki perasaan positif atau negatif pada media

tertentu. Di Amerika orang melihat kecintaan anak-anak pada televisi, yang

ternyata lebih sering menyertai mereka daripada orang tua mereka. Televisi juga

terbukti lebih dipercaya daripada keduanya. Itu di Amerika. Di Indonesia,

penelitian penulis pada tokoh-tokoh politik membuktikan buku sebagai media

terpercaya, disusul radio, surat kabar dan yang paling tidak dapat dipercaya adalah

televisi (Rakhmat, 1982a dalam Rakhmat, 2007). Tumbuhnya perasaan senang atau percaya pada media massa tertentu erat kaitannya dengan pengalaman

individu bersama media massa tersebut, boleh jadi faktor isi pesan mula-mula

amat berpengaruh, tetapi kemudian jenis media itu yang diperhatikan, apapun

yang disiarkannya (Rakhmat, 2007).

2.2.2 Efek Kognitif Komunikasi Massa

Wilbur Schramm (1977) seperti dikutip Rakhmat (2007) mendefinisikan

informasi sebagai segala sesuatu “yang mengurangi ketidakpastian atau

mengurangi jumlah kemungkinan alternatif dalam situasi.” Ketidakpastian

(26)

Sekarang realitas yang ada bukan lagi menjadi menjadi realitas tak berstruktur.

Informasi yang diperoleh telah menstruktur atau mengorganisasikan realitas.

Realitas itu sekarang tampak sebagai gambaran yang mempunyai makna.

Gambaran tersebut disebut citra.

Citra oleh Rakhmat (2007) didefinisikan sebagai peta anda tentang dunia.

Tanpa citra anda akan selalu berada dalam suasana yang tidak pasti. Citra adalah

gambaran tentang realitas dan tidak harus selalu sesuai dengan realitas. Citra

adalah dunia menurut persepsi kita. Roberts (1977) sebagaimana dikutip Rakhmat

(2007) mengatakan komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku

tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita

tentang lingkungan dan citra inilah yang mempengaruhi cara kita berperilaku.

Citra terbentuk berdasarkan informasi yang kita terima. Media massa

bekerja untuk menyampaikan informasi. Untuk khalayak, informasi itu dapat

membentuk, mempertahankan atau meredefinisi citra. Media massa datang

menyampaikan informasi tentang lingkungan sosial dan politik, televisi menjadi

jendela kecil untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang jauh dari jangkauan alat

indera kita, surat kabar menjadi teropong kecil untuk melihat gejala-gejala yang

terjadi waktu ini di seluruh penjuru bumi, buku kadang-kadang bisa menjadi

kapsul waktu yang membawa kita ke masa lalu, masa kini dan masa yang akan

datang, film menyajikan pengalaman imajiner yang melintas ruang dan waktu.

Realitas yang ditampilkan media adalah realitas yang sudah diseleksi atau biasa

disebut tangan kedua (second hand reality). Televisi memilih tokoh-tokoh tertentu untuk ditampilkan dan mengesampingkan tokoh yang lain. Surat kabar, melalui

proses yang disebut “gatekeeping,” menapis berbagai berita dan memuat berita tentang “darah dan dada” (blood and breast) daripada tentang contoh dan teladan. Payahnya, kita tidak dapat dan tidak sempat mengecek peristiwa-peristiwa yang

disajikan media, kita cenderung memperoleh informasi itu semata-mata

berdasarkan pada apa yang dilaporkan. Jadi, akhirnya kita membentuk citra

tentang lingkungan sosial kita berdasarkan realitas kedua yang ditampilkan media

massa. Karena televisi sering menyajikan adegan kekerasan, penonton televisi

cenderung memandang dunia ini lebih keras, lebih tidak aman dan lebih

(27)

dengan persepsi penonton televisi tentang realitas sosial. Ia menemukan bahwa

penonton televisi kelas berat (heavy viewers) cenderung memandang lebih banyak orang yang berbuat jahat, lebih merasa bahwa berjalan sendirian berbahaya dan

lebih berpikir bahwa orang hanya memikirkan dirinya sendiri. Jelas citranya

tentang dunia dipengaruhi oleh apa yang dilihatnya.

De Fleur & Rokeach (1982) menyatakan tentang dorongan untuk

menonton televisi. Menurut dia terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sebagai alat

ukur untuk mengidentifikasi perilaku menonton televisi. Ketiga hal tersebut

adalah total waktu yang digunakan untuk menonton televisi dalam sehari, pilihan

program acara yang ditonton dalam sehari serta program acara yang paling disukai

dan frekuensi menonton program acara televisi dalam sehari.

2.2.3 Efek Afektif Komunikasi Massa

Rakhmat (2007) menyatakan bahwa efek afektif komunikasi massa

berkaitan dengan pembentukan dan perubahan sikap. Klapper (1960) sebagaimana

dikutip Rakhmat (2007) melaporkan hasil penelitian yang komprehensif tentang

efek media massa. Dalam hubungannya dengan pembentukan dan perubahan

sikap, pengaruh media massa dapat disimpulkan pada lima prinsip umum:

1. Pengaruh komunikasi massa diantarai oleh faktor-faktor seperti predisposisi

personal, proses selektif dan keanggotaan kelompok.

2. Karena faktor-faktor ini, komunikasi massa biasanya berfungsi memperkokoh

sikap dan pendapat yang ada, walaupun kadang-kadang berfungsi sebagai

media pengubah.

3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada

intensitas sikap lebih umum terjadi daripada “konversi” (perubahan seluruh

sikap) dari satu sisi masalah ke sisi yang lain.

4. Komunikasi massa cukup efektif dalam mengubah sikap pada bidang di mana

pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial.

5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang

masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh

(28)

Rakhmat (2007) menyatakan bahwa sebenarnya para peneliti tidak

berhasil menemukan perubahan sikap yang berarti sebagai pengaruh media massa.

Kegagalan ini dijelaskan para peneliti dengan berbagai dalih: (1) diduga media

massa sebenarnya efektif dalam mengubah sikap dan perilaku, tetapi alat ukur kita

gagal untuk mendeteksi perubahan tersebut; (2) terjadi terpaan selektif yang

menyebabkan orang cenderung menerima hanya informasi yang menunjang

konsepsi yang telah ada sebelumnya; (3) ketika kita mengukur efek media massa,

kita mengukur efek yang saling menghapus; artinya orang menerima bukan saja

media massa yang mengkampanyekan hal tertentu, tetapi juga media yang

menantang hal tersebut; (4) media memang tidak menyebabkan orang beralih

sikap, tetapi hanya memperkokoh kecenderungan yang sudah ada, sehingga setiap

pihak, dengan kampanye, berusaha menghindari pindah ke pihak yang lain; (5)

umumnya kita mengukur efek media massa pada sikap-sikap politik yang

didasarkan pada keyakinan yang dipegang teguh, bukan pada sikap yang

berlandaskan keyakinan yang dangkal; (6) diduga mereka yang diterpa media

massa adalah orang-orang yang lebih terpelajar, lebih tahu dan juga lebih stabil

dalam hal kepribadian, sehingg mereka menerima pesan media dengan gagasan

yang sudah terumus lebih tegas; (7) diduga media massa tidak berpengaruh

langsung pada khalayak, tetapi melewati dulu pemuka-pemuka pendapat; (8)

media massa tidak mengubah pendapat, tetapi mempengaruhi suatu isu yang lain.

Rakhmat (2007) menyatakan sesungguhnya efek afektif bukan tidak

pernah dibuktikan dalam penelitian ilmiah. Penelitian dalam bidang komunikasi

politik, khususnya peranan media massa dalam sosialisasi politik, telah berulang

kali menunjukkan korelasi yang berarti antara terpaan media massa dengan

sikap-sikap politik. Sikap terhadap pemerintah, penolakan pada otoritas, kesenangan

pada pemimpin negara, sikap pada politisi erat berkaitan dengan terpaan televisi,

radio dan surat kabar.

2.2.4 Efek Behavioral Komunikasi Massa

Dalam efek behavioral komunikasi massa, Rakhmat (2007) menyatakan

dalam efek prososial behavioral. Salah satu perilaku prososial ialah memiliki

(29)

seperti ini biasanya diperoleh dari saluran interpersonal: orang tua, atasan, pelatih

atau guru. Pada dunia modern, sebagian tugas dari mendidik telah juga dilakukan

media massa. Buku, majalah dan surat kabar sudah kita ketahui mengajarkan

kepadanya berbagai keterampilan. Buku teks menyajikan petunjuk penguasaan

keterampilan secara sistematis dan terarah. Majalah profesi memberikan

resep-resep praktis dalam mengatasi persoalan. Surat kabar membuka berbagai ruang

keterampilan seperti fotografi, petunjuk penggunaan komputer mini, resep

makanan dan sebagainya. Yang sering diragukan orang adalah pengaruh prososial

behavioral media elektronis seperti radio, televisi atau film.

Rakhmat (2007) mengatakan bahwa ketiga media elektronis itu di berbagai

negara telah digunakan sebagai media pendidikan. Sebagian laporan telah

menunjukkan manfaat nyata dari siaran radio-televisi dan pemutaran film.

Sebagian lagi melaporkan kegagalan. Di Ekuador, siaran iklan satu menit untuk

kampanye anti gondok telah meningkatkan jumlah rumah tangga yang

menggunakan garam yodium dari 5 persen sampai 98 persen. Di Kongo, siaran

pedesaan telah mendorong kaum pria membantu kaum wanita memanen ketela.

Mereka melakukannya “because the radio said so.” Banyak juga yang melaporkan sebaliknya. Radio tidak berhasil mengubah kebiasaan makan

pendengarnya. Televisi gagal mendorong pirsawan untuk menabung di bank. Film

tidak sanggup memotivasikan penduduk di dusun Afrika untuk bertindak

menghindari bahaya lalat tse-tse.

Dalam penelitian ini dalam hal efek kehadiran media massa hanya dibatasi

dalam efek kognitif media massa. Kognitif dalam hal ini adalah tingkat

pengetahuan dalam ranah pemahaman.

2.3 Taksonomi Bloom

Kandar (2009) menyatakan bahwa Taksonomi Bloom merujuk pada

taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali

disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan

pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan

(30)

Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu pertama, cognitive domain (ranah kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian dan keterampilan berpikir. Kedua,

affective domain (ranah afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan cara penyesuaian diri.

Ketiga, psychomotoric domain (ranah psikomotorik) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik,

berenang dan mengoperasikan mesin.

Beberapa istilah lain yang juga menggambarkan hal yang sama dengan

ketiga domain tersebut di antaranya seperti yang diungkapkan oleh Ki Hajar

Dewantoro, yaitu cipta, rasa dan karsa. Selain itu, juga dikenal istilah: penalaran,

penghayatan dan pengamalan. Dari setiap ranah tersebut dibagi kembali menjadi

beberapa kategori dan subkategori yang berurutan secara hirarkis (bertingkat),

mulai dari tingkah laku yang sederhana sampai tingkah laku yang paling

kompleks. Tingkah laku dalam setiap tingkat diasumsikan menyertakan juga

tingkah laku dari tingkat yang lebih rendah, seperti misalnya dalam ranah kognitif,

untuk mencapai “pemahaman” yang berada di tingkatan kedua juga diperlukan

“pengetahuan” yang ada pada tingkatan pertama. 1. Domain Kognitif

1.1. Pengetahuan (Knowledge) 1.2. Pemahaman (Comprehension) 1.3. Aplikasi (Application)

1.4. Analisis (Analysis) 1.5. Sintesis (Synthesis) 1.6. Evaluasi (Evaluation) 2. Domain Afektif

2.1. Penerimaan (Receiving/Attending) 2.2. Tanggapan (Responding)

2.3. Penghargaan (Valuing)

2.4. Pengorganisasian (Organization)

(31)

3. Domain Psikomotor

3.1. Persepsi (Perception) 3.2. Kesiapan (Set)

3.3. Guided Response (Respon Terpimpin) 3.4. Mekanisme (Mechanism)

3.5. Repon Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response) 3.6. Penyesuaian (Adaptation)

3.7. Penciptaan (Origination)

1. Domain Kognitif

Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari

dua bagian: Bagian pertama berupa adalah Pengetahuan (kategori 1) dan

bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6)

1.1. Pengetahuan (Knowledge)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan,

definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi dan prinsip dasar.

Sebagai contoh, ketika diminta menjelaskan manajemen kualitas, orang yg

berada di level ini bisa menguraikan dengan baik definisi dari kualitas,

karakteristik produk yang berkualitas dan standar kualitas minimum untuk

produk.

1.2. Pemahaman (Comprehension)

Dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran,

laporan, tabel, diagram, arahan dan peraturan. Sebagai contoh, orang di

level ini bisa memahami apa yang diuraikan dalam fish bone diagram, pareto chart dan sebagainya.

1.3. Aplikasi (Application)

Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan

gagasan, prosedur, metode, rumus, teori di dalam kondisi kerja. Sebagai

contoh, ketika diberi informasi tentang penyebab meningkatnya reject di produksi, seseorang yg berada di tingkat aplikasi akan mampu merangkum

dan menggambarkan penyebab turunnya kualitas dalam bentuk fish bone

(32)

1.4. Analisis (Analysis)

Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang

masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian

yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya dan mampu

mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah

skenario yg rumit. Sebagai contoh, di level ini seseorang akan mampu

memilah-milah penyebab meningkatnya reject, membanding-bandingkan tingkat keparahan dari setiap penyebab dan menggolongkan setiap

penyebab ke dalam tingkat keparahan yang ditimbulkan.

1.5. Sintesis (Synthesis)

Satu tingkat di atas analisa, seseorang di tingkat sintesa akan mampu

menjelaskan struktur atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya

tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus

didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan. Sebagai contoh, di

tingkat ini seorang manajer kualitas mampu memberikan solusi untuk

menurunkan tingkat reject di produksi berdasarkan pengamatannya terhadap semua penyebab turunnya kualitas produk.

1.6. Evaluasi (Evaluation)

Dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi,

gagasan dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau

standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

Sebagai contoh, di tingkat ini seorang manajer kualitas harus mampu

menilai alternatif solusi yang sesuai untuk dijalankan berdasarkan

efektivitas, urgensi, nilai manfaat dan nilai ekonomis.

2. Domain Afektif

Pembagian domain ini disusun Bloom bersama dengan David Krathwol.

2.1. Penerimaan (Receiving/Attending)

Kesediaan untuk menyadari adanya suatu fenomena di lingkungannya.

Dalam pengajaran bentuknya berupa mendapatkan perhatian,

(33)

2.2. Tanggapan (Responding)

Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya.

Meliputi persetujuan, kesediaan dan kepuasan dalam memberikan

tanggapan.

2.3. Penghargaan (Valuing)

Berkaitan dengan harga atau nilai yang diterapkan pada suatu objek,

fenomena, atau tingkah laku. Penilaian berdasar pada internalisasi dari

serangkaian nilai tertentu yang diekspresikan ke dalam tingkah laku.

2.4. Pengorganisasian (Organization)

Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya,

dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten.

2.5. Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex)

Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga

menjadi karakteristik gaya-hidupnya.

3. Domain Psikomotor

Rincian dalam domain ini tidak dibuat oleh Bloom, tapi oleh ahli lain

berdasarkan domain yang dibuat Bloom.

3.1. Persepsi (Perception)

Penggunaan alat indera untuk menjadi pegangan dalam membantu

gerakan.

3.2. Kesiapan (Set)

Kesiapan fisik, mental dan emosional untuk melakukan gerakan.

3.3. Guided Response (Respons Terpimpin)

Tahap awal dalam mempelajari keterampilan yang kompleks, termasuk di

dalamnya imitasi dan gerakan coba-coba.

3.4. Mekanisme (Mechanism)

Membiasakan gerakan-gerakan yang telah dipelajari sehingga tampil

dengan meyakinkan dan cakap.

3.5. Respons Tampak yang Kompleks (Complex Overt Response)

Gerakan motoris yang terampil yang di dalamnya terdiri dari pola-pola

(34)

3.6. Penyesuaian (Adaptation)

Keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam

berbagai situasi.

3.7. Penciptaan (Origination)

Membuat pola gerakan baru yang disesuaikan dengan situasi atau

permasalahan tertentu.

Dalam penelitian ini, perilaku hanya dibatasi dalam ranah kognitif.

Kemudian ranah kognitif masih dipilih lagi yaitu pada bagian pemahaman.

Pemahaman seperti telah dijelaskan di atas adalah dikenali dari kemampuan untuk

membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan dan

peraturan. Sebagai contoh, orang di level ini bisa memahami apa yang diuraikan

dalam fish bone diagram, pareto chart dan sebagainya. Jadi pemahaman dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki responden untuk membaca dan

memahami gambaran, arahan dan peraturan yang ditampilkan dalam iklan layanan

masyarakat tentang perubahan tatacara Pemilu 2009.

2.4 Iklan

2.4.1 Sejarah Iklan

Widyatama (2009) menyatakan bahwa iklan sebenarnya sudah ada sejak

zaman Neolitikum yaitu kira-kira 5000 tahun sebelum masehi. Menurut Jack

Angel (1980 dalam Widyatama 2009), bentuk iklan yang paling awal adalah disampaikan melalui komunikasi lisan. Penyampaian pesan dari komunikator pada

komunikannya dalam bentuk personal yang dilakukan secara tatap muka melalui

mulut ke mulut (word of mouth). Praktik semacam ini oleh para ahli sejarah periklanan disebut sebagai bentuk mentransfer pesan. Apakah dalam penyampaian

ide tersebut menggunakan media atau tidak, tidak banyak dipersoalkan. Bentuk

kegiatan iklan semacam ini terjadi khususnya ketika zaman Batu Muda, yang

terjadi kurang lebih 5000 tahun sebelum masehi. Pada saat itu, manusia saling

menukar barang yang mereka miliki dengan saling berkomunikasi melalui

komunikasi lisan. Pada saat itu bahasa yang disampaikan masih sangat sederhana

dan cenderung sangat tidak terstruktur dengan baik dan efektif. Bahkan belum

(35)

sebentuk kata-kata, pesan akhirnya banyak disampaikan dalam bentuk komunikasi

non verbal visual melalui gerak tubuh (gestural). Pesan yang disampaikan sangat sederhana. Visualisasi pesan menjadi ikut berperan dan sangat dibutuhkan.

Artinya masyarakat lebih mudah menyampaikan pesan bilamana benda yang

dipercakapkan ada di depan mata. Sebaliknya, bilamana obyek yang

diperbincangkan tidak dilihat secara bersama, maka kesulitan komunikasi akan

terjadi. Dengan demikian, iklan yang mereka lakukan umumnya membutuhkan

kehadiran barang.

Pada masa Yunani kuno, praktik periklanan lisan masih banyak dilakukan

oleh para penjaja barang (salesman) yang berteriak keliling kota. Menurut Jack Angel (1980) seperti dikutip Widyatama (2009), praktik periklanan semacam ini

mendapat tempat karena kebanyakan masyarakat (sekalipun kelas atas), banyak

yang tidak mampu baca tulis. Mereka akan lebih mengerti simbol-simbol visual

bukan tertulis dan komunikasi verbal.

Widyatama (2009) mengatakan bahwa ketika manusia mengenal tulisan,

praktik beriklan sebagaimana era sekarang baru mulai dilakukan. Pada zaman ini,

bentuk iklan sudah bergerak maju yaitu menggunakan sarana media tulis. Saat itu

media iklan yang paling banyak digunakan adalah media yang disediakan oleh

alam, seperti batu, tanah liat, daun papyrus, kulit binatang, dan semacamnya.

Sekalipun sudah mengenal tulisan, namun kegiatan beriklan yang disampaikan

melalui komunikasi lisan tidak serta merta berhenti. Penyampaian pesan iklan

melalui komunikasi lisan terus dilakukan.

Widyatama (2009) juga menyatakan bahwa ketika papyrus digunakan sebagai kertas tulis, media ini juga dipakai untuk menulis pesan-pesan iklan. Dari

penggalian atas reruntuhan Kota Herculaneum dan kota tua Pompei dekat Roma,

ditemukan adanya iklan “lost and found” (cari dan temukan) yang ditulis di atas papyrus. Iklan yang ditempelkan di dinding-dinding kota tersebut berisikan

informasi budak-budak yang melarikan diri. Selain itu, iklan ini juga memuat

pesan tentang pertarungan para gladiator. Papyrus tersebut ditulis dengan

menggunakan pena yang terbuat dari alang-alang. Di kota Pompei iklan juga

(36)

masyarakat agar memilih dirinya saat pemilihan umum. Iklan yang sama juga

banyak dijumpai di Yunani.

Bisnis periklanan juga makin bertambah pesat pada tahun 1920 ketika

dunia cetak-mencetak mulai mampu menerbitkan materi cetakan secara berwarna.

Selain itu, pesatnya bidang periklanan juga ditopang dengan digunakannya

teknik-teknik baru dalam beriklan sebagaimana dikenalkan oleh para pekerja periklanan

semacam Benjamin Franklin, Edgar Allen Poe, oleh J Walter Thompson, George

Rowell, Francis Wayland Ayer dan sebagainya (Widyatama, 2009).

Pada akhir abad ke-19, bisnis di Amerika mengalami kemajuan. Kemajuan

tersebut mendorong para pebisnis melakukan inovasi, di antaranya membuat pasar

swalayan. Sebenarnya konsep department store bukanlah konsep asli Amerika, namun awalnya muncul di Perancis. Pasar swalayan adalah tempat belanja

berbagai barang apa saja, namun disediakan di bawah satu atap bangunan toko

tanpa harus keluar masuk berbagai toko, di mana seluruh keluarga dapat

menikmati. Atas munculnya bentuk pasar swalayan ini, kebutuhan akan iklan toko

secara besar-besaran juga muncul, menggunakan surat kabar, majalah dan direct mail. Munculnya pasar swalayan yang menyebabkan meningkatnya aktivitas beriklan, juga memunculkan perusahaan yang khusus menangani iklan direct mail, misalnya Montgomery Ward di Kota Chicago (Widyatama, 2009).

Masih di Amerika, media iklan juga banyak mengalami perkembangan.

Ketika di Inggris surat kabar yang terbit setiap hari mampu menjangkau seluruh

negeri secara cepat, maka di Amerika, hal seperti itu tidak mungkin terjadi.

Penerbitan yang melayani setiap hari hingga ke seluruh penjuru Amerika sulit

dilakukan, kecuali penerbitan tersebut bersifat periodik dan tidak dilakukan secara

harian. Hal itu disebabkan oleh keadaan geografis dimana letak kota-kota di

Amerika sangat berjauhan. Untuk mengiklankan produk secara nasional hingga ke

seluruh penjuru kota, sulit dilakukan karena membutuhkan banyak media harian

surat kabar. Sementara di sisi lain, kebutuhan untuk mengiklankan produk secara

nasional makin kuat. Keadaan itu memunculkan pengembangan media periklanan

baru, yaitu majalah yang mampu meng-cover secara nasional (Widyatama, 2009). Tentang aspek isi iklan, sebenarnya juga mengalami perkembangan yang

(37)

unsur salesmanship mulai digunakan. Dalam teknik tersebut, iklan menjadi lebih mempunyai daya jual. Iklan tidak lagi berkesan kaku, namun seperti seorang

salesman yang menghadapi calon konsumen. Selain itu, iklan juga melibatkan bintang film terkenal, sehingga membangun citra di tengah masyarakat bahwa

para bintang itu juga menggunakan produk sebagaimana diiklankan. Rupanya,

teknik identifikasi dalam dunia periklanan sudah mulai diterapkan (Widyatama,

2009).

Pada masa kini, periklanan semakin pesat perkembangannya. Iklan banyak

dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Kini, iklan telah menjadi bisnis besar.

Kreativitas mulai beraneka ragam, sehingga periklanan menjadi lebih bervariasi.

Media yang digunakan tidak lagi hanya bertumpu pada suratkabar, majalah, radio,

dan televisi semata, namun juga menggunakan beragam media lain. Munculnya

beragam media akhirnya juga mempengaruhi dunia periklanan. Berbagai media

yang muncul menyebabkan iklan mulai bergeser paradigma dalam

pemasangannya, yaitu dari penggunaan media yang paling banyak/luas

jangkauannya menjadi media yang paling spesifik yang mampu menjangkau

khalayak sasarannya. Sehingga kini perusahaan kecil pun dapat menggunakan

media televisi untuk menyampaikan pesannya (Widyatama, 2009).

Dalam perkembangannya, sekarang ini iklan lebih banyak disusun dengan

cara yang lebih rasional ketimbang dirancang dengan mengikuti intuisi. Semua

aspek dalam iklan dirancang sedemikian rupa dengan mendasarkan diri pada

pertimbangan rasional. Teknik-teknik baru dalam iklan banyak ditemukan, yang

semuanya mendasarkan diri pada pertimbangan-pertimbangan rasional

(Widyatama, 2009).

2.4.2 Definisi Iklan

Klepper (1986) sebagaimana dikutip Widyatama (2009), seorang ahli

periklanan terkenal asal Amerika, merupakan orang yang berjasa besar dalam

menuntut asal-muasal istilah advertising. Dalam bukunya yang berjudul

(38)

informasi, bersifat persuasif mengenai produk, layanan, ide-ide oleh sponsor

tertentu menggunakan media (Bovee & Arens, 1989 dalam Ongkowijoyo, 2008). Iklan adalah kegiatan berbayar dengan bentuk presentasi dan promosi

non-personal mengenai ide, produk atau layanan oleh suatu sponsor tertentu, dalam

iklan, media digunakan oleh pemasang iklan sebagai saluran berkomunikasi

(Antrim, 1978 dalam Ongkowijoyo, 2008). Dunn dan Barban (1978 dalam

Widyatama, 2009) menuliskan bahwa iklan merupakan bentuk kegiatan

komunikasi non-personal yang disampaikan lewat media dengan membayar ruang

yang dipakainya untuk menyampaikan pesan yang bersifat membujuk (persuasif)

kepada konsumen oleh perusahaan, lembaga non-komersial, maupun pribadi yang

berkepentingan.

Periklanan merupakan salah satu media promosi dalam memasarkan

produk yang ditujukan pada konsumen agar bereaksi mengkonsumsi produk yang

ditawarkan. Strategi yang sering dilakukan produsen dalam memasarkan

produknya melalui media periklanan adalah membidik segmen pasar tertentu.

Dalam menghadapi pasar bebas di era global tentunya strategi ini sangat efisien

dan tepat, karena sesuai faktor pasar, seperti; geografis, demografis, psikologis

dan behavioristik. Bila informasi yang disampaikan jelas sesuai dengan segmen

tentunya akan mendapat tanggapan positif di pihak konsumen yang akhirnya

membeli produk yang ditawarkan (Pujiyanto, 2003).

Kotler (1991) dalam Widyatama (2009) mengartikan iklan sebagai semua bentuk penyajian nonpersonal, promosi ide-ide, promosi barang produk atau jasa

yang dilakukan oleh sponsor tertentu yang dibayar. Artinya dalam menyampaikan

pesan tersebut, komunikator memang secara khusus melakukannya dengan cara

membayar kepada pemilik media atau membayari orang yang mengupahkannya.

Di Indonesia, Masyarakat Periklanan Indonesia sebagaimana dikutip Widyatama

(2009) mengartikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk atau

jasa yang disampaikan lewat suatu media dan ditujukan kepada sebagian atau

seluruh masyarakat. Sementara istilah periklanan diartikan sebagai keseluruhan

proses yang meliputi persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan

(39)

Iklan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai segala bentuk

presentasi nonpersonal dan promosi dari ide, barang dan pelayanan yang biasanya

dibayar oleh sebuah sponsor yang dapat diketahui. Terdapat tiga kata kunci dari

definisi iklan tersebut. Pertama, iklan adalah interpersonal, berarti iklan secara langsung disiarkan kepada kelompok luas yang anonim. Kedua, iklan dibuat untuk kebutuhan komersial. Fakta ini membedakan iklan dari publisitas, yang biasanya

tidak menggunakan biaya. Ketiga, sponsor dari iklan dapat diketahui atau diidentifikasi. Faktanya, sponsor adalah tujuan utama dari dibuatnya sebuah iklan

(Dominick, 1996).

Dewi (2008) menyatakan iklan mempunyai dampak untuk memunculkan

keinginan yang cukup positif dari audiens iklan dalam membeli dan menggunakan

suatu produk. Hal ini dapat dilihat dari gambaran dimana audiens iklan cukup

menyukai dan menerima suatu iklan produk dan audiens sedikit terpengaruh iklan

yang ditayangkan televisi tersebut. Dampak lainnya berupa realisasi penjualan

yang lebih besar dari target yang ditetapkan setelah adanya promosi yang

dilakukan.

Suhartono (2004) menyatakan dalam kaitannya dengan perilaku

konsumen, dalam menciptakan iklan yang efektif, para pengiklan perlu

memperhatikan perilaku konsumen yang hendak dituju. Pengiklan harus

mengetahui karakteristik konsumen, karena tujuan dari periklanan sendiri adalah

untuk membujuk konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk atau jasa.

Karena itulah riset perilaku konsumen yang didasarkan pada faktor budaya, sosial,

pribadi serta psikologis menjadi faktor yang sangat penting dalam menganalisis

kebutuhan dan karakteristik pembalian konsumen.

2.4.3 Jenis-Jenis Iklan

Secara teoritik menurut Bittner (1986) sebagaimana dikutip Widyatama

(2009) menyatakan bahwa ada dua jenis iklan yaitu iklan standar dan iklan

layanan masyarakat. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Iklan standar. Iklan jenis ini adalah iklan yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa, pelayanan untuk konsumen melalui

(40)

pembeli atau para pemakai. Dengan kata lain, iklan standar memiliki tujuan

untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomi. Umumnya iklan

standar ditangani oleh perusahaan periklanan secara profesional. Pesan-pesan

dalam iklan standar disusun secara mantap baik dalam kata-kata, kalimat,

pemilihan gambar dan warna, memilih tempat pemasangan atau media yang

tepat agar mampu menjangkau jenis khalayak sasaran tertentu, sampai dengan

menyebarkannya pada waktu yang sesuai, seluruhnya ditangani oleh

orang-orang profesional.

2. Iklan Layanan Masyarakat. Iklan jenis ini adalah jenis iklan yang bersifat

nonprofit. Disebut bersifat nonprofit dalam hal ini jangan diartikan sebagai tidak mencari keuntungan apapun. Sebab iklan layanan masyarakat juga tetap

mencari keuntungan, namun keuntungan yang dituju bersifat keuntungan

sosial, bukan keuntungan komersial secara langsung. Penjelasan lebih lanjut

tentang iklan layanan masyarakat dipaparkan di sub-bab khusus yang

membahas masalah iklan layanan masyarakat.

Selain Bittner, Liliweri (1992) dalam Widyatama (2009) juga mempunyai pendapat sendiri berkait dengan pembagian jenis-jenis iklan. Ia membaginya

dalam dua kelompok besar, yaitu pembagian secara umum dan pembagian khusus.

Namun, di sini hanya menjelaskan pembagian secara umum. Penjelasannya adalah

sebagai berikut:

1. Iklan Tanggung Jawab Sosial, yaitu iklan yang bertujuan untuk menyebarkan

pesan yang bersifat informatif, penerangan, pendidikan agar membentuk sikap

warga sehingga mereka bertanggung jawab terhadap masalah sosial dan

kemasyarakatan tertentu. Dalam arti yang lain, kategori iklan seperti ini dapat

pula disebut sebagai iklan layanan masyarakat. Termasuk iklan ini adalah iklan

anjuran dan iklan pengamatan sosial.

2. Iklan Bantahan, adalah iklan yang digunakan untuk membantah atau melawan

atas sesuatu isu yang merugikan dan memperbaiki citra seseorang, perusahaan

atau merek yang tercemar akibat informasi yang tidak benar. Iklan seperti ini

biasanya digunakan oleh pihak-pihak yang merasa tercemar nama baiknya oleh

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran
Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cihideung Ilir tahun 2009
Tabel 10. Distribusi karakteristik individu responden penelitian
Gambar 2. Persentase usia responden di Desa Cihideung Ilir tahun 2010
+3

Referensi

Dokumen terkait

RODIAH RUMATA. Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda – tanda atau pesan yang ada di dalam iklan layanan masyarakat versi lalulintas kereta api di televisi berupa

Karena iklan Axis selalu membuat sebuah iklan yang dikemas selalu menarik perhatian pemirsa televisi tanpa ada unsur yang negatif, walau ada sedikit unsur sindiran,

Yang menjadi objek dari penelitian ini yaitu dua sekuel iklan layanan masyarakat milik Pertamina yang ditayangkan di media televisi tahun 2011 dan 2012 dalam rangka menyambut

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan konsep komunikasi massa, konsep televisi, konsep iklan, konsep iklan layanan masyarakat, konsep penyakit kaki gajah, konsep sikap

Dalarn hal ini peneliti berharap semakin tinggi tingkat pengetahuan remaja di Surabaya tentang iklan layanan masyarakat BNN "Keluarga Bahagia Tanpa Narkoba" di

Hasil penelitian wujud tindak tutur ilokusi dalam iklan layanan masyarakat di televisi, peneliti menemukan lima jenis tindak tutur ilokusi yaitu 1 tindak tutur representatif ;

Iklan Layanan Masyarakat tentang Kesehatan yang Pernah Ditonton Melalui Televisi Pesan Iklan Layanan Masyarakat Jumlah % Pemakaian Obat Generik 36 36 % Penggunaan Alat Kontrasepsi