• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

4. Definisi Kebangkrutan dan Financial Distress

Menurut (Rudianto, 2013, hal. 251) Kebangkrutan diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi untuk mencapai tujuannya. Kegagalan ekonomis berarti bahwa pendapatan perusahaan tidak mampu menutup biayanya sendiri. Sedangkankan kegagalan keuangan berarti perusahaan tidak dapat memenuhi kewajibannya ketika harus dipenuhi, walaupun total nilai aset melebihi kewajiban totalnya. Kebangkrutan atau kegagalan keuangan perusahaan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan atau kesulitan likuiditas yang mungkin sebagai awal kebangkrutan.

Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai ketitik tidak sehat yang paling ekstrem sebagai berikut (Hanafi, 2007, hal. 274):

Tidak Solvabel (Hutang lebih besar dibanding aset) Kesulitan Keuangan

(likuiditas)mjangka pendek (technical insolvency

Menurut (Hanafi, 2007, hal. 275) Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel. Kalu tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalu diteruskan.

Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukan prospek dan dengan demikian nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai pereusahaan kalua dilikudasi.

Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan.pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk. Tanda-tanda kebangkrutan tersebut dalam hal ini dilihat dengan menggunakan data-data akuntansi.

Dalam praktik, dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan keuangan sulit untuk didefinisikan. Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek), yamg merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan, yang merupakan kesulitan yang paling berat. Dengan demikian kesulitan keuangan bisa dilihat sebagai kontinum yang panjang, mulai dari yang ringan sampai yang paling berat. Penelitian-penelitian empiris biasanya menggunakan pernyataan kebangkrutan sebagai definisi kebangkrutan.

Perhatikan empat kategori semacam ini.

Tidak dalam kesulitan keuangan

Dalam kesulitan keuangan

Tidak Bangkrut I II

Bangkrut III IV

Perusahaan yang berada dalam kategori II barangkali mengalami kesulitan, tetapi berhaasil mengatasi masalah tersebut dan karena itu tidak bangkrut. Perusahaan yang berada pada kategori III sebenarnya tidak mengalami kesulitan keuangan. Tetapi karena suatu hal, misalkan karena ingin mengatasi tekanan dari pekerja, perusahaan tersebut memutuskan untuk menyatakan bangkrut. Dengan situasi semacam itu nampak kebangkrutan bisa mempunyai pengertian yang tidak jelas. Pada situasi ke-IV, pengertian kebangkrutanm relatif jelas, perusahaan mengalami kesulitan keungan dan karena itu akan bangkrut. Dem ikian juga pada situasi I, situasi keungan cukup jelas, dalam hal ini perusahaan tidak mempunyai kesulitan keuangan dan tidak mengalami kebangkrutan. Tidak demikian halnya dengan situasi II dan III yang bisa mempunyai pengertian yang kabur (Hanafi, 2007, hal. 275-276).

2. Tahapan Kebangkrutan

Kebangkrutan bisa disebabkaa oleh banyak factor, dalam beberapa kasus penyebab kebangkrutan bisa dieneli setelah analisis laporan keuangan. Tapi ada beberapa kasus dimana perusahaan sedang mengalami penrunan, namun beberapa item dalam laporan keuangan masih menunjukkan kinerja jangka pendek yang baik. Menurut Kordestani (2011) tahapan terjadinya kebangkrutan sebagai berikut:

Tahapan dari kebangkrutan tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1) Pada tahap latency, return of assets (ROA) akan mengalami penurunan.

2) Shortage of Cash, daam tahap kekurangan kas, perusahaan tidak memiliki cukup sumber day akas untuk memenuhi kewajiban ini, meskipun masih mungkin memiliki tingkat profitabilitas yang kuat.

3) Financial distress, kesulitan keuangan dapat dianggap sebagai keadaan darurat keuangan, dimana kondisi ini mendekati kebangkrutan.

4) Bankruptcy, jika perusahaan tidak dapat menyembuhkan gejala kesulitan keuangan (financial distress), maka perusahaan akan bangkrut.

3. Financial distress

1) Pengertian Financial distress

Masing-masing ahli ekonomi mempunyai pengertian yang berbeda dalam mendefenisikan financial distress. Foster (1986:535) mendefenisikan financial distress sebagai berikut:

“……severe liquidity problems that cannot be resolved without a sizable rescaling of the entity’s operations or structure”(…masalah likuiditas yang tidak dapat diatasi tanpa melakukan perubahan ukuran yang besar terhadap operaai dan struktur perusahaan). Financial distress adalah (kesulitan keuangan) terjadi sebelum kebangkrutan yang benar-benar dialami oleh perusahaan (Lukviarman, 2009). Plat dan Plat (2002:1) mendefenisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Sementara itu, penwlitian yang dilakukan oleh Luciana (2003) mendefenisikan financial distress sebagai suatu kondisi dimana perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah di merger.

Pada situasi tertentu, perusahaan mungkin akan mengalami kesulitan keuangan. Jika tidak diselesaikan dengan benar, kesulitan keungan kecil dapat berkembang ,enjadi lebih besar dan akan sampai pada kebangkrutan.ada dua penyebab kegagalan yaitu dalam segi keuangan dan ekonomi, mulai dari kekurangan pengalaman manajerial sampai kekurangan modal. (Westin &

Copeland, 1997, p. 510).

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan.mode;

financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini

diharapkan dapat dilaukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi kondisi yang mengarah pada prediksi kebangkrutan perusahaan, tetapi hanya sedikit penelitian yang berusaha untuk memprediksi financial distress suatu perusahaan.hal ini dikarenakan sangat sulit mendefenisikan secara obyektif permulaan adanya financial distress. Rasio analisis tradisional berfoku pada profitabilitas, solvency dan likuiditas.

Perusahaan yang mengalami kerugian, tidak dapat membayar kewajiban atau tidak likuid mungkin memerlukan restrukturisasi.

Untuk mengetahui adanya gejala kebangkrutan diperlukan suatu model untuk memprediksi financial distress untuk menghindari kerugian dalam nilai investasi.(Melan dan Hendro, 2015, p.6)

Financial distress pada dasarnya sukar untuk didefinisikan secara tepat. Hal ini disebabkan oleh bermacam-macam kejaduan kejatuhan perusahaan pada saat financial distress. Peristiwa kejadian kejatuhan perusahaan yang disebaabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut ini (Rodoni, 2010, hal. 171):

a) Terjadinya pengurangan deviden.

b) Penutupan perusahaan.

c) Kerugian- kerugian.

d) Pemecatan.

e) Pengunduran diri direksi f) Dan jatuhnya harga saham.

Financial distress adalah kondisi yang menggambarkan keadaaan sebuah perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan, artinya perusahaan berada dalam posisi yang tidak aman dari ancaman kebangkrutan atau kegagalan pada usaha perusahaaan tersebut. Financial distress dapat dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan, sampai kepernyataan kebangkrutan

yang merupakan financial distress yang paling berat (Hanafi, 2007, hal. 274).

Menurut (Dermawan, 2007, hal. 454) menyatakan bahwa perusahaan yang mengalami financial distress adalah perusahaan yang selama beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operation income) negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden.

Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.

Financial distress bisa terjadi di berbagai perusahaan dan bisa menjadi penanda/sinyal dari kebangkrutan yang mungkin

akan dialami perusahaan. Jika perusahaan sudah masuk dalam kondisi financial distress, maka manajemen harus berhati-hati karena bisa saja masuk pada tahap kebangkrutan. Manajemen dari perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dan mencegah terjadinya kebangkrutan.

Menurut (Dermawan, 2007, hal. 454) mengkategorikan perusahaan mengalami kondisi financial distress jika perusahaan mempunyai Earning per Share (EPS) negatif yang selanjutnya akan menjadi acuan dalam penelitian ini. Penggunaan EPS sebagai proksi penelitian karena EPS adalah rasio yang paling terlihat ketika perusahaan mengalami kerugian dalam usahanya.

EPS mampu menggambarkan keuntungan perusahaan yang diperoleh pada periode tersebut dan secara implisit bagaimana kinerja perusahaan pada masa lalu serta prospek ke depannya.

Sebaliknya, EPS yang negatif dalam beberapa periode menggambarkan prospek earning dan pertumbuhan perusahaan yang tidak baik dimana itu bukan merupakan kondisi yang disukai investor. Dalam kondisi semacam itu perusahaan akan

sulit untuk mendapatkan dana dikarenakan pendapatannya negatif, sehingga dapat memicu terjadinya financial distress.

Menurut (Rodoni, 2010, hal. 172) Financial distress menurut Karen Wruck (1990) dalam Ross (2005) adalah situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan (seperti kredit perdagangan atau biaya bung) dan perusahaan ditekan untuk melakukan perbaikan.

Financial distress mengakibatkan perusahaan melalaikan kontrak dan akan terlibat pada restrukturisasi keuangan antar perusahaan, kreditornya dan hak kekayaan investirnya. Biasanya perusahaan diharuskan untuk mengambil tindakan dimana hal itu tidaka akn dilakukan jika sebelumnya perusahaan mempunyai kecukupan arus kas.

Ada beberapa defenisi kesulitan keuangan sesuai tipenya yaitu (Brigham dan Gapenski,1997) (Dermawan, 2007, hal. 454).

a) Economic failure

Economic failure atau kegagalan ekonomi adalah keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capitalnya.bisnis ini dapat melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau menyediakan modal dan pemiliknya mau menerima tongkat pengembalian (rate of return) dibawah pasar. Meskipun tidak ada suntikan modal baru saat asset tua sudah diganti, perusahaan dapat juga menjadi sehat secara ekonomi.

b) Business failure

Kegagalan bisnis didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian pada kreditur.

c) Technical insolvency

Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan technical insovency jika tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara,

yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutangnya dan survive. Disisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster).

d) Insolvency in bankruptcy

Sebuah perusahaan dikatakan dalam keadaan Insolvency in bankruptcy jika nilai buku hutang melebihi nilai pasar asset.

Kondisi ini lebih serius daripada technical insolvency karena, umumnya ini adalah tanda economic failure, dan bahkan mengarah kepada likuidasi bisnis. Perusahaan yang dalam keadaan Insolvency in bankruptcy tidak perlu terlibat dalam tuntutan kebangkrutan secara hukum.

e) Legal bankcruptcy

Perusahaan dikatakan bangkrut secara hukum jika telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.

Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan yang didefinisikan dalam black’s law dictionary adalah ketidak mampuan untuk membayar utang seseorang, suatu kondisi yang demikian dari aktiva dan kewajiban seorang perempuan atau laki-laki, dimana yang terdahulu yang telah membuat dengan segera tersedia tidak cukup untuk membuangnya lebih lanjut. Dari definisi di atas memiliki dua tema yang umum yaitu saham dan aliran kas.dapat dilihat pada gambar berikut:

i. Kebangkrutan berdasarkan saham

Perusahaan yang mampu membayar hutang UTANG

Perusahaan Yang Bangkrut

ii. Kebangkrutan berdasarkan aliran kas (Dermawan, 2007, hal. 454).

Kebangkrutan

Kebangkrutan berdasarkan saham terjadi bila nilai aktiva dari sebuah perusahaan kurang dari nilai utang. Ini meliputi ekuitas yang negatif. Kebangkrutan berdasarkan aliran kas terjadi bila aliran kas perusahaan tidak cukup untuk menutup pembayaran yang dibutuhkan berdasarkan kontrak.

Saham didasarkan pada kejadian kebangkrutan bila sebuah perusahaan memiliki nilai bersih yang negative, dan begitu nilai aktivakurang dari nilai utangnya.

Menurut (Rodoni, 2010, hal. 172) Definisi financial distress diperluas oleh Altman (1993) terkait pada ketidakmampuan membayar hutang. Hal ini dirumuskan

A S S E T S

D E B T

Negatif Equity

Kewajiban berdasarkan secara kontraktual Kekurangan aliran kas

Aliran Kas Perusahaan

dalam Black’s Law Dictionary sebagai: ketidakmampuan membayar hutang (insolvency), kondisi dari asset atau milik dan kewajiban seseorang yang dahulunya tersedia menjadi tidak cukup untuk melunasi hutang. Definisi ini mempunyai dua bagian yaitu stock dan flow. Keduanya menggambarkan mengenai ketidakmampuan membayar hutang (insolvency) stock-based insolvency terjadi ketika perusahaan memiliki kekayaan bersih yang negative dan nilai asset kurang dari nilai hutang. Stock-based insolvency terjadi ketika arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban yang diminta. Flow-based insolvency mengacu pada ketidakmampuan perusahaan untuk membayar hutang.

Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan.

Tidak ada istilah yang tepat mengenai financial distress dari studi-studi yang ada sebelumnya. Setiap studi mengambil masing-masing definisinya sendiri. Dalam penelitian terdahulu financial distress dapat diartikan sebagai berikut (Rodoni, 2010, hal. 171-172).

a) Jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif, digunakan oleh Hofer (1980) dan Whitaker (1999).

b) Adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran deviden, digunakan oleh Lau (1987) dan Hill, et al. (1996).

c) Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban perusahaan, digunakan oleh Karen Wruck (1990).

d) Rendahnya Interest Coverage Ratio, atau EBITDA negatif, digunakan oleh Asquith, et.al. (1991) dan Pindando, et.al. (2006).

e) Perubahan harga ekuitas atau EBIT negatif, digunakan oleh John, et.al. (1992) dan Platt (2004).

f) Stock-based insolvency yaitu kekayaan bersih negatif dan nilai asset kurang dari nilai hutang dan flow –based insolvency yaitu arus kas yang berjalan tidak cukup un tuk memenuhi kewajiban, digunakan oleh Altman (1993).

g) Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang saaat ini digunakan oleh Whitaker (1999).

h) Perusahaan diberhentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan perencanaan restrukrisasi, digunakan oleh Tirapat dan Nittayagasetwat (1999).

i) Negatif EBITDA Interest Coverage, Negatif EBIT, Negattif Net Income digunakan oleh Plata (2004).

j) Beberapa tahun menalami laba bersih operasi (net operating income negatif) dan selama lebih dari stu tahun tidak melakukan pembayaran deviden, digunakan oleh Almilia dan Kristijadi (2003).

k) Perusahaaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut, serta perusahaan tersebut telah dimerger, digunakan olen Almilia (2004).

l) Perusahaan yang selama dua tahun beerturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif, digunakan oleh Almilia (2006).

Financial distress pada perusahaan dapat diatasi dengan beberapa cara yaitu :

a) Berhubungan dengan aset perusahaan yaitu dengan menjual aset-aset utama, melakukan merger dengan perusahaan lain, menurunkan pengeluaran dan biaya penelitian dan pengembangan.

b) Berhubungan dengan restrukturisasi keuangan yaitu dengan menerbitkan sekuritas baru, mengadakan negosiasi dengan bank dan kreditor, dan bankrut.

Financial distress dapat melibatkan restrukturisasi aset ataupun restrukturisasi keuangan.

Menurut (Mas'ud, 2013, hal. 143) Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Model financial distress perlu dikembangkan, karena mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan-tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi p[erhatian banyak pihak. Pihak–pihak yang menggunakan model tersebut meliputi:

a) Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress mempunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.

b) Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.

c) Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutag menilai stabilitas perusahaan.

d) Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antirust regulation.

e) Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.

f) Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsun g (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan).sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung kebangkrutan.

2) Faktor Keuangan Perusahaan penyebab Financial Distress

Menurut (Rodoni, 2010, hal. 176-178) secara umum kegiatan perusahaan dapat dianggap sebagai suatu proses arus dana. Dimulai dengan proses penarikan dana dari berbagai sumber kemudian dilakukan pembelanjaan dana tersebut pada harta perusahaan, lalu dilakukan pengoperasian atas harta perusahaan tersebut, dilanjutkan dengan reinvestasi dana yang diperoleh dari operasi perusahaan dan diakhiri dengan pengembalian. Dengan mendasarkan kepada pengertian arus dana ini dapat dikatakan bahwa financial distress merupakan keburukan dari bisnis perusahaan. Salah satu penyebab terjadinya financial distress adalah keburukan dalam pengelolaan bisnis (mismanagement) perusahaan tersebut. Namun demikian dengan bervariasinya kondisi ionternal dan eksternal maka terdapat banyak hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya financial distress pada suatu perusahaan.

Apabila ditinjau dari aspek keuangan, maka terdapat tiga keadaaan yang dapat menyebabkan financial distress yaitu :

a) Faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan modal

Ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan tidak mampu menarik dana untuk memenuhi kekurangan dana tersebut, maka perusahaan akan berada pada kondisi tidak likuid.

b) Besarnya beban hutang dan bunga

Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar, misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutup kekurangan dana, maka masalah likuiditas perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu. Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterikatan kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit.

Walaupundemikian hal ini tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan bagi perusahaan apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta (Return on Assett) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan manajemen resiko atas hutang yang diterimanya. Manajemen resiko atas hutang ini sangat penting terutama apabila hutang yang diterima tidak dalam mata uang yang sama dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan. Ketidakmampuan perusahaan melakukan manajemen resiko atas hutangnya dapat mengakibatkan perusahaan harus mendapatkan resiko menderita kerugian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

c) Menderita kerugian

Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus mampu menutup seluruh biaya yang dikel;uarkan dan menghasilkan laba bersih.besarnya laba bersih sangat penting bagi perusahaan untuk melakukan reinvestasi, sehingga akan menambah kekayaan bersih perusahaan dan meningkatkan ROE (Return on Equity) untuk menjamin kepentingan

pemegang saham. Oleh karena itu perusahaan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan tingkat biaya. Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan keseimbangan pendapatan dngan biaya, niscaya perusahaan akan mengalami financial distress.

Ketiga aspek tersebut saling berkaitan. Oleh karena itu harus dijaga keseimbangan agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang mengarah kepada kebangkrutan. Caranya adalah dengan cara memperoleh laba, likuiditas dan tingkat hutang dalam struktur permodalan.

Kemampulabaan adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang cukup dari modal yang digunakan. Jadi setiap pendapatan harus menghasilkan laba kotor (gross profit) jauh diatas biaya operasional agar menghasilkan laba kotor sisa yang disebut laba bersih (net profit). Setiap laba bersih kemudian harus diinvestasikan perusahaan guna memperbesar dana perusahaan.

Manajemen resiko atas hutang ini sangat penting terutama apabila hutang yang diterima tidak dalam mata uang yang sama dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan. Ketidakmampuan perusahaan melakukan manajemen resiko atas hutangnya dapat mengakibatkan perusahaan harus mendapatkan resiko menderita kerugian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan dan membayar kewajiban jangka pendeknya dengan harta lancarnya terutama kas. Oleh karena itu perusahaan harus menjaga kualitas dan tingkat investasi piutang dan persediaan dalam arti kecepatan mengubah kas dengan resiko yang paling kecil.

Menurut (Muflihah, 2017, hal. 257) dalam Agusti (2013) menyatakan bahwa faktor utama penyebab financial distress berasal dari entitas itu sendiri, antara lain:

a) Kesulitan arus ka

Terjadi ketika pendapatan yang diperoleh dari operasional lebih kecil daripada beban yang dikeluarkan dan kesa;ahan manajemen dalam mengolah arus kas yang ada sehingga memperburuk keadaan.

b) Besarnya jumlah hutan

Terjadi ketika perusahaan berhutang guna menutupi biaya operasional perusahaan pada periode transaksi sehingga menimbulkan kewajiban melunasi hutang diperiode yang akan datang.ketika tagihan jatuh tempo dan perusahaan tidak memiliki kas atau uang untuk membayar dimungkinkan kreditur akan melekukan penyitaan guna melunasi hutang tersebut.

c) Kerugian perusahaan

Kerugian dalam kegiataan operasional beberapa tahun sehingga menimbulkan aru kas negatif. Hal ini dikarenakan beban operasional tidak seimbang dengan pendapatan.

Faktor penyebab terjadinya financial distress karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan (internal) maupun dari luar perusahaan. Faktor penyebab financial distress dari dalam perusahaan lebih bersifat mikro, faktor-faktor dari dalam perusahaan tersebut adalah : Kesulitan arus kas, terjadi ketika penerimaan pendapatan perusahaan dari hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk menutupi beban-beban usaha yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan.

Besarnya jumlah hutang, ketika perusahaan mengelurkan kebijakan dalam mengambil hutang untuk pembiayaan operasi perusahaan akan menimbulkan kewajiban bagi perusahaan untuk mengembalikan hutang dimasa depan. Kerugian operasional perusahaan menimbulkan arus kas negatif dalam perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena beban operasional lebih besar dari pendapatan yang diterima perusahaan (Sulastri, 2018, p. 28).

3) Prediksi Financial Distress

Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah kegunaannya untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan (haryetti, 2010, hlm. 27). Prediksi kelangsungan hidup perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan.

Financial distress merupaka n kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri

Financial distress merupaka n kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri

Dokumen terkait