BAB I PENDAHULUAN
1.6 Definisi Operasional
Pengelolaan uang saku dalam penelitian ini merupakan pengaturan kondisi keuangan yang diberikan orang tua dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan anak dalam menempuh pendidikan. Pengelolaan uang saku yang diterima didasari pada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemberian uang saku, dimana hal ini akan membantu dalam mengelola uang saku dan memahami mengenai kondisi keuangan yang dimiliki.
2) Media Sosial.
Media sosial dalam penelitian ini merupakan penggunaan sarana berbasis dunia maya yang bertujuan untuk memperoleh informasi, menjalin relasi, bekerja, dan atau memperoleh keuntungan. Penggunaan media sosial pada dasarnya membutuhkan akun dari pemilik media sosial agar dapat mengakses media sosial dengan mudah serta dapat di akses sewaktu-waktu.
Kemudahan dalam menggunakan media sosial dapat juga menimbulkan berbagai macam dampak bagi penggunanya.
3) Gaya Hidup.
Gaya hidup dalam penelitian ini merupakan tindakan sesorang dalam memenuhi kebutuhan konsumsi diri berdasarkan pada pola aktivias keseharian yang dimiliki, dimana selain dalam aktivitasnya seseorang akan memiliki minat terhadap hal-hal yang dapat menunjang kehidupannya serta pemikiran mengenai kondisi di lingkungan sekitarnya akan mengembangkan pola pikir terhadap diri sendiri dan sekitarnya.
8
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Landasan Teori 2.1 Gaya Hidup
Gaya hidup diartikan sebagai sebuah konsep diri. Suatu pembeda sosial, gaya hidup dimaknai dengan uraian yang berbeda, oleh karena itu, tak dapat dihindari bahwa gaya hidup adalah kata yang dapat ditafsirkan secara luas seperti yang disampaikan oleh Chaney (2017).
2.1.1. Pengertian Gaya Hidup
Menurut Mandey (2009) mengemukakan “gaya hidup menjadi dasar pada gaya konsumsi seseorang dalam menentukan pilihan dan proses seseorang dalam menggunakan waktu dan uang.” Sedangkan Sutisna (2002:145) mengemukakan bahwa:
Gaya hidup didefinisikan secara lebih luas yaitu sebagai pola dan cara hidup yang dimaknai dengan bagaimana seseorang menggunakan waktu atau beraktifitas, sesuatu yang dapat menarik minat dalam lingkungannya, serta bagaimana yang dipikirkan mengenai diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Menurut Sumarwan (2011: 46), “gaya hidup dapat diukur dengan melakukan metode psikografik (psychographic).” Psikografik merupakan indikator yang digunakan dengan pendekatan kuantitatif.
Menurut Setiadi (2003: 3). “Gaya hidup menggambarkan proses seseorang menjalani hidup, memanfaatkan uangnya, serta dalam menghabiskan waktu.” Gaya hidup mencangkup berbagai macam
kebiasaan, pola pikir, respon terhadap hidup, dan penggunaan peralatan untuk hidup. Selain itu, gaya hidup juga dilihat dari bagaimana seseorang berpakaian, bekerja, pola konsumsi, dan cara individu dalam mengisi kegiatan sehari-hari dimana hal itu termasuk dalam faktor pembentuk gaya hidup. Menurut Adlin (2006: 36). “Gaya hidup mendapat pengaruh dari seseorang yang melibatkan diri dalam kelompok sosial, seringnya membangun komunikasi dengan sesama, serta berpendapat teradap suatu fenomena.”
2.1.2. Indikator Gaya Hidup
Berdasarkan analisis psikologis dari indikator gaya hidup yang didefinisikan dalam AIO (Aktivitas, Minat dan Opini). AIO, sebuah kata yang mendeskripsikan arti "psikologi", yang mengacu pada pengukuran aktivitas, ketertarikan, dan pendapat. AIO merupakan teknik utama yang digunakan untuk mengukur gaya hidup. Menurut definisi Sumarwan (2011: 46-47), kategori AIO adalah sebagai berikut:
Activities (kegiatan) merupakan aktivitas yang dilakukan sehari-hari misalnya menonton, bekerja, berolahraga, dan / atau melakukan kegiatan secara langsung.
Interest (minat) adalah daya tarik terhadap objek yang menghasilkan daya tarik khusus. Misalnya minat dalam fashion, melakukan liburan, dan minat terhadap media.
Opinion (pendapat) merupakan respon terhadap situasi yang ada, dan dapat memberikan jawaban atau pernyataan. Misalnya berpendapat mengenai isu sosial atau politik yang sedang terjadi.
2.1.3. Sifat Umum Gaya Hidup
Menurut Adlin (2006: 46) gaya hidup memiliki beberapa sifat umum, diantaranya sebagai berikut:
1) Gaya hidup adalah suatu pola, yaitu kegiatan dimana seseorang secara sadar mengulang kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan. Seperti seseorang yang setiap harinya menjalani kehidupan dengan membiasakan untuk berolahraga pagi sebelum bekerja, maka kegiatan olahraga pagi akan dilakukan secara berulang.
2) Gaya hidup memiliki massa atau pengikut maka sifat gaya hidup tidak ada yang personal, yaitu gaya hidup yang dijalankan oleh setiap individu bisa berasal dari pengaruh orang lain, media sosial, lingkungan ataupun mengikuti gaya hidup orang lain.
3) Gaya hidup memiliki daur hidup (life cicle), yaitu gaya hidup mengalami masa seperti kelahiran, tumbuh, puncak, surut, dan mati.
Gaya hidup dapat berubah, atau berkembang dengan adanya interaksi dari percampuran personal yang dimiliki secara terus menerus dengan berbagai kemungkinan dalam kenyataan.
2.1.4. Klasifikasi Gaya Hidup
Gaya hidup diklasifikasikan menurut values and lifestyle (VALS) dari Stanford Research International (Mowen dan Minor, 2002) yaitu
actualizes, fulfilled, believers, achievers, strivers, experiences, makers, dan strungglers. Selain itu, menurut Solomon (2009) SRI mengembangkan klasifikasi gaya hidup berdasarkan pandangan nilai budaya diantaranya outer directed, inner directed, serta need driven.
Pertama, Actualizes yaitu individu dengan pendapatan tinggi, memiliki harga diri yang tinggi, dapat membimbing orang lain, dan menyertakan sumber daya dalam mengatur kehidupan pribadi. Kedua, Fulfilled yaitu seseorang yang professional, bertanggung jawab, dan berpendidikan. Kemudian ketiga, Believers yaitu konsumen yang kehidupannya berpusat pada keluarga, agama, masyarakat, dan negara serta memiliki pendapatan relatif kecil. Keempat, Achievers mengacu pada mereka yang sukses, berorientasi pada pekerjaan, individu yang selalu mentaati peraturan, menyukai produk yang ternama, dan mendapatkan kepuasan dari keluarga dan pekerjaan.
Setelah achievers yang kelima, Strivers adalah individu yang menganut nilai sama dengan achievers tetapi memiliki sumber daya yang dimiliki lebih sedikit, memiliki penghasilan rendah, serta meyakini bahwa gaya adalah hal penting. Keenam, Experiences adalah individu yang memiliki kemauan besar dalam mencoba hal baru, serta berorientasi pada tindakan seperti senang membeli pakaian ataupun menyukai produk baru yang trendi. Ketujuh, Makers yaitu individu yang dapat memberikan pengaruh kepada lingkungannya dengan hal-hal praktis dan sangat menghargai arti kemandirian, serta menyukai produk yang memiliki nilai
fungsional. Serta yang terakhir adalah Strungglers, individu dengan pendapatan sangat rendah dan sumber daya sedikit dengan demikian individu dengan sumber daya sedikit tersebut akan sangat loyal pasa suatu merek.
Selanjutnya, klasifikasi berdasarkan aspek nilai kultural adalah outer directed merupakan gaya hidup yang harus disesuaikan dengan kehidupan lampau atau nilai-nilai tradisional yang ada pada saat melakukan transaksi. Sedangkan, Inner directed merupakan keinginan membeli produk untuk memenuhi kebutuhannya, tanpa memperhatikan dari spesifikasi yang dimiliki produk. Need driven yaitu konsumen membeli sesuatu sesuai dengan kebutuhannya sendiri daripada keinginannya sendiri, seperti seseorang membutuhkan peralatan kantor untuk bekerja, maka orang tersebut akan membeli peralatan kantor yang dibutuhkannya.
2.1.5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Gaya Hidup
Menurut Kotler dan Amstrong (2006) menjelaskan seseorang yang memiliki gaya hidup biasanya dipengaruhi oleh berbagai hal. Oleh karna itu, berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat memepengaruhi gaya hidup:
1) Sikap mengacu pada pikiran dan jiwa, keadaan pikiran memiliki reaksi terhadap objek dalam pengalaman, serta dapat berpengaruh pada perilaku seseorang. Keadaan rohani sebagian besar diwariskan oleh tradisi, adat istiadat, budaya serta lingkungan.
2) Pengalaman dan pengamatan. Pengalaman dapat berpengaruh pada sudut pandang dan perilaku masyarakat, pengalaman didapat dari perilaku dimasa lalu serta dapat mempelajari pengalaman tersebut.
Pengalaman yang diperoleh akan menciptakan pandangan seseorang dalam melihat suatu objek.
3) Kepribadian adalah gambaran karakter seseorang serta tingkah laku yang menjadi perbedaan setiap individu dalam berperilaku.
4) Konsep diri merupakan pendekatan untuk menggambarkan konsep dalam diri mengenai suatu objek. Konsep diri merupakan gambaran pribadi seseorang untuk menentukan tingkah laku dalam mengatasi permasalahan.
5) Perilaku individu timbul dari keinginan terhadap kebutuhan. Motif dari kebutuhan berbelanja adalah contoh. Jika keinginan individu terhadap kebutuhan berlebihan menimbulkan terjadinya sifat gaya hidup hedonis.
6) Persepsi adalah cara seseorang dalam mencerna, memilah, serta mengintepretasikan semua informasi yang diperoleh untuk dituangkan kedalam kehidupannya.
2.2 Uang Saku
2.2.1. Pengertian Uang Saku
Menurut Collins dictionary.com (1993) bahwa “uang saku merupakan sejumlah uang dengan jumlah kecil yang diberikan kepada anak-anak oleh orang tua sebagai tunjangan dalam jangka waktu
mingguan” atau “pocket money is a small weekly sum of money given to children by parents as allowance”. “Uang saku diberikan secara harian, mingguan ataupun bulanan, yang membuat mereka dapat membayar hal-hal yang penting bagi mereka” (Marteniawati, 2012: 16)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa “uang saku adalah uang yang dibawa untuk keperluan sewaktu-waktu”. Arti lain uang saku adalah uang jajan. Uang saku menurut Departemen Pendidikan (2008:1512) merupakan “uang yang dibawa setiap waktu untuk keperluan tertentu atau untuk keperluan uang jajan dan uang saku merupakan dasar yang perlu ditanamkan dan dipertanggung jawabkan nilainya kepada seseorang, sehingga uang yang diberikan oleh orang tua.”
Berdasarkan pengertian-pengertian uang saku tersebut, dapat ditarik kesimpulan uang saku merupakan uang yang diperoleh dari orang tua untuk anaknya yang digunakan dan dibawa sewaktu-waktu untuk memenuhi kebutuhannya.
2.2.2. Pengelolaan Uang Saku
Menurut Rusmawati (2013), “mahasiswa diberikan hak kebebasan dalam mengatur dan mengelola uang saku, pengelolaan uang saku sebagai tanggung jawab masing-masing mahasiswa”. Perencanaan dan pengelolaan keuangan dapat membantu seseorang dalam mengatur kondisi keuangan yang dimiliki. Perbedaan keadaan mengakibatkan
perencanaan dan pemanfaatan keuangan yang dialami oleh setiap orang juga berbeda. “Pengelolaan uang saku merupakan upaya yang dilakukan seseorang (mahasiswa) untuk mengatur uang yang diterima dari keluarga yang ditujukan untuk biaya hidup selama yang bersangkutan menempuh studi” (Marteniawati 2012: 16).
Dalam mengelola uang saku seseorang dapat mengalami kegagalan dan keberhasilan. Kegagalan dan keberhasilan pengelolaan uang saku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. “Adapun faktor internalnya yaitu literasi keuangan membantu pengelolaan uang saku menjadi lebih efektif dan efisien” (Ameliawati & Setiyani, 2018)
“Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan uang saku adalah keluarga” (Vhalery Leksono, et al., 2018)
Keberhasilan dan kegagalan dalam pengelolaan uang saku bergantung pada pribadi setiap individu masing-masing. Pada dasarnya masih banyak mahasiswa yang kurang berhasil dalam pengelolaan keuangan karena pola perilaku konsumsi yang cukup besar. Semakin sering menghabiskan waktu bersama teman sebaya atau untuk hiburan maka semakin besar pula pengeluaran yang mengakibatkan pengelolaan uang saku yang cenderung kurang serta masih banyak remaja atau mahasiswa tidak memperhatikan mengenai literasi sebagai pendukung pengelolaan keuangan.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Mengelola Uang Saku
Menurut Lermitte (2004) uang saku memiliki prinsip yang dapat diterapkan kepada remaja atau mahasiswa sehingga mereka lebih memahami mengenai pentingnya mengelola keuangan. Adapun prinsip-prinsip mengelola uang saku sebagai berikut:
1) Kontrak uang saku, pemberian kontrak uang saku bertujuan untuk memberikan batasan kapan uang saku diberikan dan sampai kapan uang saku dipergunakan. Hal ini berguna agar individu tersebut dapat mempertanggung jawabkan pemberian uang saku dari orang tua.
2) Memberikan uang saku dengan maksud sebagaian dapat ditabung dan sebagain dapat dipergunakan sesuai kebutuhan. Hal ini dimaksudkan agar uang saku dapat dikelola sebagai mana mestinya sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan.
3) Melatih individu dapat bersikap konsisten, menerima uang saku digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila dapat mengelola dengan baik, maka uang saku yang diberikan dapat memenuhi kebutuhan. Jika uang habis jangan meminta tambahan sebagaimana sesuai dengan kontrak uang saku.
4) Orang tua memberikan uang saku tidak diperbolehkan untuk mengaitkan uang saku dengan prestasi. Uang saku diberikan atas dasar anak merupakan bagian dari keluarga.
2.2.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uang Saku
Uang saku yang diterima anak dari orang tua memiliki tujuan tertentu dan juga adanya pandangan tersendiri terhadap pemberian uang saku. Pemberian uang saku oleh orang tua dipengaruhi oleh beberapa fakor yang dikemukakan oleh Muji (2012) yaitu:
1) Besar kecilnya jumlah uang saku yang diberikan orang tua akan berdampak pada kebutuhan untuk berbelanja. Jumlah uang saku yang diperoleh besar maka kemampuan untuk berbelanja juga akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
2) Orang tua memberikan uang saku sesuai dengan kondisi ekonomi yang dimiliki. Kondisi ekonomi orang tua menyebabkan seorang anak dapat mengelola keuangan berdasarkan kondisi uang saku yang diperoleh.
3) Sebagai orang tua perlu melakukan pengawasan, kontrol, dan mengetahui tindakan anaknya. Pemberian uang saku harus terencana dengan jelas apa tujuan diberikannya uang saku, jumlah uang saku yang akan dikelola, maupun tenggang waktu dalam pemberian uang saku. Jangan asal memberikan uang tanpa adanya tujuan yang jelas.
2.3 Media Sosial
2.3.1. Pengertian Media Sosial
“Istilah media sosial berasal dari dua suku kata, yaitu media dan sosial. Media diartikan alat untuk berkomunikasi, untuk kata sosial
diartikan kehidupan sosial setiap individu dalam aksi yang memberikan kontribusi kepada masyarakat” (McQuail, 2003). Arti lain menurut Nasrullah (2017) “untuk menyusun definisi media sosial, kita perlu melihat perkembangan hubungan individu dengan perangkat media.”
Menurut Appel, et al (2020) media sosial merupakan koleksi dari berbagai software didunia yang terbagi dalam beberapa aplikasi, dimana semua orang dapat mengirimkan interaksi dan komunikasi mereka melalui aplikasi media sosial. Media sosial tidak hanya semata-mata sebagai sarana untuk berkomunikasi tetapi media sosial dapat digunakan sebagai sarana komersial seperti iklan, berbisnis, dan juga dapat sebagai wadah pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
2.3.2. Indikator Penggunaan Media Sosial
Menurut Rasyidah (2017:63), indikator yang mendukung dalam penggunaan media sosial seseorang adalah:
1) Alokasi waktu mengakses media sosial, dalam mengakses media sosial seseorang akan mengalokasikan waktunya secara rutin untuk menggunakan media sosial, dimana dalam hal ini biasanya seseorang akan mengecek media sosialnya untuk memperoleh informasi terbaru.
2) Akun media sosial yang dimiliki, dalam menggunakan media sosial perlu adanya akun untuk menunjukkan identitas dari pengguna media sosial tersebut, serta kepemilikan akun juga akan mempermudah dalam mengakses media sosial.
3) Kegunaan atau alasan menggunakan media sosial. Media sosial memiliki berbagai kegunaan atau manfaat seperti kemudahan dalam berinteraksi sesama, selain itu seseorang membuat akun ataupun menggunakan media sosial pada dasarnya memiliki alasan tertentu, diantaranya menambah informasi, koneksi dengan berbagai teman semakin mudah, serta kemudahan dalam bisnis, dll.
4) Dampak positif dan negatif penggunaan media sosial. Dampak positif penggunaan media sosial diantaranya wadah dalam memperoleh informasi, memperluas koneksi dengan teman, keluarga ataupun kerabat, sebagai media baru dalam berbisnis dan berbelanja, serta sebagai media komunikasi. Disisi lain dampak negatif dari penggunaan media sosial adalah munculnya sikap individualistis sebab susah bersosialisasi dengan orang sekitarnya, kurangnya menjaga privasi diri sebab seringnya curhat melalui media sosial, adanya kejahatan dunia maya, dan maraknya kasus pornografi.
2.3.3. Karakteristik Media Sosial
Karakteristik yang dimiliki media sosial terbagi dalam beberapa karakter. Kepopuleran media sosial mengakibatkan hampir seluruh masyrakat menggunakan media sosial untuk berkomunikasi dengan media sosial. Menurut Nasrullah (2017) karakteristik media sosial sebagai berikut:
1) Jaringan, media sosial memiliki jaringan yang dapat menghubungkan kesemua lapisan masyarakat dari berbagai belahan dunia untuk dapat berkomunikasi dalam bentuk vidcall, ruang obrolan (chat) dengan cara online.
2) Informasi menjadi hal yang penting dari media sosial. Sebab tidak seperti media lain, pengguna media sosial dapat mengkreasikan identitasnya, membuat konten tertentu, serta melakukan interaksi berdasarkan informasi yang dimiliki. Contohnya, saat ini banyak influencer media sosial seperti konten creator yang memanfaatkan media sosial youtube untuk membuat berbagai macam konten video dari kehidupan sehari-hari sampai konten edukasi. Disisi lain selain berangkat dari hobi dalam membuat video, saat ini dalam membuat konten dapat menghasilkan keuntungan yang besar di media sosial.
3) Dalam memperoleh informasi dari media sosial agar informasi tersebut dapat tersimpan dengan baik maka biasanya seseorang akan memanfaatkan fitur arsip. Dimana arsip digunakan oleh pengguna media sosial sebagai tanda dan wadah untuk menyimpan informasi yang diperoleh.
4) Media sosial mengakibatkan adanya interaksi antara sesama pengguna. Secara sederhana interaksi yang terjadi di media sosial minimal berbentuk saling mengomentari atau memberikan tanda, seperti tanda jempol atau hati di instagram maupun facebook.
Interaksi dalam hal ini merupakan salah satu pembeda antara media lama dengan media baru.
Selain karakteristik tersebut, ada beberapa karakteristik lain dari media sosial menurut Romeltea (2014) yaitu:
1) Partisipasi
Partisipasi dapat mendorong setiap orang yang menggunakan media sosial dan tertarik menggunakan media sosial untuk berinteraksi atau membalas, sehingga dapat menyatukan ruang antara pengguna dengan media.
2) Keterbukaan
Media sosial yang digunakan saat ini dapat dengan leluasa mengakses interaksi, komentar, polling, dan berbagai cara lain yang dapat memberikan umpan balik dan partisipasi kepada penggunanya.
3) Komunitas
Media sosial dapat menjadi wadah baru bagi terbentuknya berbagai komunitas online. Komunitas tersebut dapat terbentuk secara cepat dan instan, sehingga anggota dapat dengan mudah berkomunikasi berdasarkan minat atau kesamaan antar anggota.
4) Keterhubungan
Media sosial memungkinkan semua pengguna media sosial untuk dengan mudah mengakses alat tautan melalui fungsi tautan, sehingga mencapai kontak yang sangat mudah dan cepat, yang
berguna untuk memberikan informasi atau kenyamanan dalam berbagai cara.
5) Perbincangan
Perbincangan dalam sosial media sangat mudah antar pengguna satu dengan lainnya secara dua arah atau lebih.
2.3.4. Manfaat Media Sosial
Penggunaan media sosial yang semakin kompleks dan terus-menerus dapat meberikan manfaat tersendiri bagi pengguna media sosial.
Adapun manfaat media sosial menurut Endah Triastuti (2017:63) yaitu:
1) Diberikannya kemudahan dalam mengakses segala informasi yang bersifat umum ataupun khusus. Seperti, berita dalam negeri dan luar negeri, kenaikan saham dunia, dan sebagainya.
2) Memperoleh informasi mengenai tugas sekolah, perkuliahan di media sosial. Dengan menggunakan media sosial hubungan antara teman, dan atau keluarga menjadi terasa dekat.
3) Media sosial sebagai penghibur, dimana dalam media sosial banyak ditemukan hiburan yang menarik bagi semua orang. Misalnya, dapat untuk menonton film, dll.
2.3.5. Jenis-Jenis Media Sosial
Menurut Hidayatullah (2020) dalam artikel dari MarketingCraft mengenai “Jenis-Jenis Media Sosial”. Jenis-jenis media sosial dikategorikan menjadi 6 macam yaitu:
Pertama, Layanan Blog adalah ringkasan dari jurnal yang ditulis oleh seseorang yang dapat dipahami oleh pembaca mengenai berbagai hal. Penulis blog biasanya disebut sebagai narablog atau blogger. Contoh dari blog adalah WordPress.
Kedua, Layanan Jejaring Sosial (Social Network) adalah jejaring sosial yang memiliki tujuan untuk berbagi pesan, informasi, video, atau foto kepada sesama pengguna. Pengguna layanan jejaring sosial umumnya memiliki fitur dalam berteman antar pengguna yang dinamakan add atau connect. Contoh dari layanan jejaring sosial dalah Facebook.
Ketiga, Layanan Blog Mikro (Microblogging) merupakan jenis layanan media sosial yang memiliki kesamaan dengan blog, yang menjadi pembeda diantara keduanya adalah layanan blog mikro lebih ringkas sehingga pengguna layanan ini semakin mudah memahami isi dari blog mikro dibandingkan dengan blog pada umumnya. Contoh dari blog mikro adalah Twitter.
Keempat, Layanan Berbagi Media (Media Sharing) merupakan layanan media yang hanya berpusat pada layanan foto, video, atau audio di media sosial. Contoh dari berbagi media adalah Youtube, Soundclound, dan Instragram.
Kelima, Layanan Forum merupakan layanan media yang paling lama dari layanan media sebelumnya. Layanan forum digunakan sebagai tempat untuk berdiskusi hal umum sampai khusus mengenai berbagai
macam topik menggunakan ruang diskusi. Contoh layanan forum adalah Kaskus.
Keenam, Layanan Kolaborasi merupakan layanan media yang memanfaatkan penggunanya untuk dapat membuat, memuat, menyunting, bahkan membuat konten di internet. Layanan ini dimaksudkan agar para pengguna dapat saling berkolaborasi dalam menulis atau membuat konten yang bermanfaat bagi penggunanya.
Contoh layanan kolaborasi adalah Wikipedia.
2.3.6. Pengelolaan Konten Media Sosial
Menurut Iswadi (2019: 53-55) pada umumnya, pengelolaan konten media sosial oleh korporasi melalui lima tahap penting, yaitu sebagai berikut:
Tahap pertama, mengamati dan memilih jenis media sosial yang akan digunakan. Pada tahap ini dilakukan berbagai analisis singkat tentang berbagai karakter berbeda dari jenis media sosial yang tersedia.
Tahap kedua, menentukan konten atau materi dari setiap jenis media sosial yang berbeda dan dipilih sebelumnya. Konten disusun berdasarkan data untuk spesifikasi atau karakteristik jenis media sosial yang berbeda. Data yang dikumpulkan digunakan untuk melihat keingan dan kebutuhan dari khalayak masing-masing netizen yang berbeda. Pada tahap ini dapat diisi dengan mengamati aktivitas netizen untuk mengetahui konten jenis apa yang mereka inginkan, seberapa
banyak informasi yang dibutuhkan netizen, dan dengan cara apa informasi tersebut akan tersampaikan.
Tahap ketiga, melakukan perencanaan dengan memberikan analisis dan evaluasi SWOT yang terdiri dari kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Treaths) terhadap sebuah konten. Secara teknis proses tersebut dapat dimulai dari menentukan konten apa yang akan dikumpulkan berdasarkan kebutuhan, keinginan, dan ekspektasi khalayak sasaran.
Tahap keempat, mulai beraksi dan berkomunikasi disaluran media sosial yang telah terpilih dan direncanakan. Pada tahap ini hal penting yang harus diperhatikan adalah dampak yang muncul dari suatu postingan terhadap online engagement. Online engagement dapat dipahami sebagai reaksi psikologis dari netizen dalam berinteraksi
Tahap keempat, mulai beraksi dan berkomunikasi disaluran media sosial yang telah terpilih dan direncanakan. Pada tahap ini hal penting yang harus diperhatikan adalah dampak yang muncul dari suatu postingan terhadap online engagement. Online engagement dapat dipahami sebagai reaksi psikologis dari netizen dalam berinteraksi