3.1. Kerangka Teoritis
3.1.3. Definisi Promosi dan Jenis Jenis Bauran
Dalam upaya merumuskan dan menganalisis strategi promosi, penting untuk mengetahui definisi promosi dan jenis-jenis bauran promosi. Kedua hal tersebut dijelaskan sebagai berikut.
3.1.3.1. Definisi Promosi
Definisi promosi menurut Kotler dan Andreasan (1995) adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh produsen untuk menyampaikan manfaat dari produknya, serta membujuk dan mengingatkan para konsumen sasaran agar membeli produk tersebut. Bauran promosi merupakan penentu keberhasilan suatu strategi pemasaran; selain bauran produk, bauran harga, dan bauran distribusi.
Betapa pun berkualitasnya suatu produk, bila konsumen belum pernah mendengarnya dan tidak yakin bahwa produk tersebut akan berguna bagi mereka, maka mereka tidak akan pernah membelinya. Tjiptono (2008) menyatakan bahwa promosi sangat penting untuk mendukung kegiatan pemasaran karena promosi bertujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi, membujuk, serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang produk dan perusahaan.
Jadi promosi dapat didefinisikan sebagai salah satu aktivitas pemasaran yang memperkenalkan dan menginformasikan keberadaan produk dan perusahaan kepada konsumen sasaran; serta mempengaruhi, membujuk, dan mengingatkan mereka akan produk dan perusahaan tersebut. Selain itu dalam pelaksanaannya, bauran promosi berkaitan erat dengan pelaksanaan bauran pemasaran lainnya seperti bauran produk, bauran harga, dan bauran tempat/distribusi.
3.1.3.2. Jenis - Jenis Bauran Promosi
Menurut Tjiptono (2008) terdapat lima jenis bauran promosi yaitu periklanan, promosi penjualan, hubungan masyarakat dan publisitas, pemasaran langsung, dan penjualan pribadi. Berikut penjelasan dari masing-masing bauran promosi tersebut.
1) Periklanan (Advertising)
Kebutuhan akan adanya periklanan berkembang seiring dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan kota-kota yang dipenuhi oleh banyak toko, restoran, dan pusat-pusat perdagangan besar. Hal lain yang turut mempengaruhi perkembangan periklanan adalah tumbuhnya pola-pola produksi secara massal di berbagai pabrik, terbukanya jaringan komunikasi darat (dalam bentuk jalan raya dan rel-rel kereta api) yang mengalirkan berbagai barang dari satu tempat ke tempat lain, serta terbitnya surat-surat kabar populer yang menjadi tempat menarik untuk memasang iklan (Jefkins 1997).
Menurut Jefkins (1997), iklan adalah pesan penjualan produk (barang atau jasa) yang bersifat persuasif dan terarah kepada calon pembeli yang paling potensial dengan biaya yang serendah mungkin, sedangkan periklanan adalah proses komunikasi yang membawa konsumen ke informasi penting (iklan) yang memang perlu mereka ketahui. Periklanan meliputi cara menjual melalui
penyebaran informasi yang perlu dikemukakan karena tidak semua informasi merupakan iklan. Selain itu, periklanan pada umumnya bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi sikap-sikap konsumen; sedangkan periklanan yang komersial bertujuan untuk membujuk konsumen untuk membeli produk perusahaan bukan produk pesaing, serta mempromosikan produk perusahaan agar konsumen berminat membeli untuk untuk seterusnya (asumsi bahwa konsumen tidak akan sekaligus membeli produk perusahaan dan produk pesaing).
Sementara menurut Tjiptono (2008), iklan adalah komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian; sedangkan periklanan adalah seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan iklan. Selain itu, iklan memiliki empat fungsi utama yaitu menginformasikan kepada konsumen mengenai seluk beluk produk (informative), mempengaruhi konsumen untuk membeli (persuading), menyegarkan informasi yang telah diterima konsumen (reminding), dan menciptakan suasana yang menyenangkan sewaktu konsumen menerima dan mencerna informasi (entertainment). Sedangkan sifat-sifat iklan meliputi public presentation (memungkinkan setiap orang menerima pesan iklan yang sama),
pervasiveness (pesan iklan yang sama diulang-ulang untuk memantapkan penerimaan informasi), amplified expressiveness (iklan mampu mendramatisasi perusahaan dan produknya melalui gambar dan suara untuk menggugah dan mempengaruhi perasaan konsumen), dan impersonality (iklan tidak memaksa konsumen untuk memperhatikan dan menanggapinya karena merupakan komunikasi monolog atau komunikasi satu arah).
Dalam periklanan penting menerapkan prinsip-prinsip VIPS yang terdiri dari visibilitas, identitas, janji (promise), dan pikiran yang terarah (singlemindedness). Sebuah iklan harus visible yaitu mudah dilihat atau mudah menarik perhatian. Identitas pengiklan, serta produk barang dan jasanya harus dibuat sejelas mungkin dan tidak tertutup oleh pernak-pernik hiasan atau rancangan yang serampangan. Janji perusahaan kepada konsumen juga harus dibuat sejelas mungkin. Untuk mencapai semua hal tersebut, maka kegiatan
periklanan harus berkonsentrasi sepenuhnya pada tujuan utama, dan tidak terpancing untuk mengemukakan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu (Jefkins 1997).
Klasifikasi iklan menurut Jefkins (1997) yaitu iklan lini atas (above the line) dan iklan lini bawah (below the line). Iklan lini atas adalah iklan yang mengharuskan adanya komisi, misalnya dengan memanfaatkan biro iklan. Media iklan lini atas berupa media pers (surat kabar, majalah, jurnal, dan buku tahunan), radio, televisi, televisi alternatif (televisi kabel, televisi satelit, video cassette recorder, video games); bioskop; serta media iklan luar ruang dan iklan transportasi (poster-poster di tempat pemberhentian alat transportasi maupun pada alat transportasi itu sendiri).
Sementara iklan lini bawah merupakan iklan yang tidak menggunakan pembayaran komisi. Media iklan lini bawah berupa literatur penjualan (leaflet,
folder, brosur, broadsheet, katalog, jadwal perjalanan atau timetable, kartu pos bergambar, peralatan tulis menulis, sisipan atau stuffer, agenda, catatan nomor telepon, kartu jaminan, kartu-kartu garansi, daftar harga dan formulir pemesanan, serta formulir sayembara); benda-benda pajangan di tempat penjualan (alat peraga bergerak, poster, stiker, contoh kemasan, produk sisa, stand kasa, jam dinding, maskot/tokoh iklan, pajangan berlampu); media iklan di udara (seruan melalui udara, proyeksi iklan di langit dengan sinar laser, pesawat, balon udara, atau balon bercahaya); kalender (bergambar, gulung, kalender caturwulan); tas-tas iklan; iklan tubuh (kaos, topi); bendera; media iklan buku; dan lencana (Jefkins 1997).
Jefkins (1997) mengemukakan bahwa dalam upaya menciptakan iklan dan pemilihan media yang terbaik, maka beberapa tindakan penting yang perlu diperhatikan sebelum iklan diterbitkan antara lain (1) meneliti pasar, produk, nama atau merek, harga dan pengemasan, melalui kelompok diskusi yang anggotanya dinilai mewakili seluruh konsumen sasaran sehingga hasil diskusi diharapkan dapat menunjukkan contoh iklan yang paling menarik minat seluruh konsumen, kemudian dilakukan uji contoh iklan di beberapa media dan menemukan kelemahan dan kekuatan iklan misalnya dengan menyeleksi dan mewawancarai pembaca koran yang membaca dan melihat iklan dimana mereka dapat mewakili seluruh pembaca yang mencermati iklan; (2) meneliti survei-
survei yang berhubungan dengan apa, bagaimana, mengapa, dan dimana para konsumen membeli untuk menemukan motif-motif pembelian yang tersembunyi; (3) meneliti pergerakan stok persediaan barang untuk mengidentifikasi pengaruh iklan terhadap penjualan produk.
Selama iklan diterbitkan, pemasar dapat mengetahui efektifitas iklan dalam mempengaruhi penjualan produk yaitu dengan cara (1) membagi biaya ruang di media dengan jumlah masuknya pertanyaan sehingga langsung dapat diketahui biaya setiap pengulangan iklan dan hal ini perlu dilakukan untuk mendapatkan angka biaya periklanan yang mengiringi setiap perubahan dalam penjualan; (2) mengukur dan membandingkan data tentang jumlah penerimaan respon atau pesanan baru atas produk pada saat sebelum dan setelah iklan diterbitkan; dan (3) menganalisis informasi penjualan produk dari laporan audit berlangganan perusahaan yang dibuat oleh agen penjualan pada saat sebelum dan setelah iklan diterbitkan. Informasi yang diperoleh dari laporan audit agen penjual dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan sebuah grafik efek iklan selama masa peredarannya. Berdasarkan data tersebut, perusahaan dapat menyusun target penjualannya seperti memperkirakan persentase peningkatan total penjualan dan perluasan pangsa pasar yang dapat dicapai oleh produk yang diiklankan, dibandingkan merek pesaing (Jefkins 1997).
Kotler (1983) mengukur pengaruh iklan terhadap penjualan berdasarkan pendekatan sejarah dan percobaan periklanan. Berdasarkan pendekatan sejarah, anggaran iklan dan hasil penjualan di masa lalu dibandingkan dengan anggaran iklan dan hasil penjualan saat ini. Percobaan periklanan dilakukan untuk memperkirakan fungsi-fungsi reaksi penjualan untuk berbagai segmen pasar dan wilayah-wilayah penjualan dalam mempengaruhi biaya iklan, misalnya dengan membagi suatu wilayah dengan space iklan yang berbeda. Hasil dari percobaan iklan biasanya menunjukkan bahwa tingkat pengeluaran iklan yang paling tinggi pada space iklan yang paling banyak berdampak pada peningkatan penjualan dengan kecepatan yang berkurang (Kotler 1983).
Menurut Jefkins (1997), dampak dari iklan bukanlah hal yang konstan. Setelah iklan selesai dilaksanakan, dampaknya cepat atau lambat akan mengalami kemunduran karena setiap harinya konsumen sasaran dihadapkan pada begitu
banyak iklan sehingga mereka tidak dapat diharapkan untuk mengingat sebuah iklan secara permanen. Kondisi tersebut mendukung pemasar untuk mempertahankan pemasangan iklan dalam jangka waktu relatif lama. Namun perlu disadari bahwa iklan tidak mungkin diterbitkan terlalu lama karena iklan yang sama diulang secara terus menerus akan mencapai tingkat kejenuhan dan berakibat pada penurunan popularitas produk. Untuk itu, pemasar dituntut untuk menentukan waktu yang tepat untuk menyiarkan iklan demi mencapai dampak maksimal dan sejauh mungkin memperlambat penurunan dampak tersebut. Dalam mengefektifkan biaya periklanan, pemasar dapat memilih teknik menyiarkan iklan seperti teknik tetesan (disiarkan sedikit demi sedikit dalam waktu lama) atau teknik ledakan (disiarkan secara mendadak dan besar-besaran).
Dari keseluruhan uraian mengenai periklanan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa periklanan adalah salah satu bentuk promosi yang menggunakan komunikasi satu arah sehingga harus visible (menarik perhatian) dan bersifat persuasif melalui pemilihan waktu, media, teknik penerbitan dan tampilan iklan yang tepat; dengan memperhatikan kesesuaian iklan ditinjau dari segi biaya pemasangan iklan, serta karakteristik dan motif-motif pembelian dari konsumen sasaran. Peningkatan penjualan mungkin saja terjadi bukan karena iklan tetapi adanya promosi penjualan seperti penawaran produk secara gratis, yang dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
2) Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan memiliki kesamaan dengan periklanan yaitu berdampak pada rentang waktu jangka pendek dimana penjualan hanya meningkat selama kegiatan promosi penjualan atau periklanan berlangsung. Namun promosi penjualan menghasilkan tanggapan yang lebih cepat daripada iklan (Tjiptono 2008). Selain itu, dibandingkan dengan iklan, promosi penjualan merupakan suatu bentuk komunikasi pemasaran yang sifatnya lebih personal (Jefkins 1992).
Tjiptono (2008) mendefinisikan promosi penjualan sebagai bentuk persuasi langsung yang diatur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan/atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. Sementara Jefkins (1997) mengemukakan bahwa promosi penjualan terdiri atas langkah-langkah jangka pendek yang biasanya dilakukan saat penjualan berlangsung untuk
memperkenalkan produk baru, ataupun mempertahankan dan mempertinggi volume penjualan. Perkembangan promosi penjualan yang pesat disebabkan oleh: a. hasrat pemasang iklan untuk menemukan bentuk-bentuk promosi yang lebih
hemat biaya karena mahalnya media iklan (misalnya televisi) yang meningkat jauh lebih pesat daripada laju inflasi;
b. meningkatnya kebutuhan untuk mendongkrak penjualan, baik untuk meraih
cashflow yang memuaskan para pengecer maupun untuk menyerap output
produksi pabrik yang bervolume tinggi;
c. promosi penjualan dilakukan lebih langsung dan lebih bersifat personal sehingga dalam pelaksanaannya, pihak perusahaan/pabrik dan para pedagang pengecer dituntut untuk saling membantu yang menjadikan lebih akrab; d. dalam promosi penjualan biasanya terdapat unsur permainan dan hiburan yang
dapat dinikmati oleh para pembeli; dan
e. promosi penjualan dapat lebih merangsang seseorang untuk membeli atau mencoba produk, khususnya produk berunit kecil dan harganya relatif murah;
Menurut Tjiptono (2008), melalui promosi penjualan, perusahaan dapat menarik pelanggan baru, mempengaruhi pelanggannya untuk mencoba produk baru, mendorong pelanggan membeli lebih banyak, menyerang aktivitas promosi pesaing, meningkatkan impulse buying (pembelian tanpa rencana sebelumnya), atau mengupayakan kerjasama yang lebih erat dengan pengecer. Selain itu, sifat- sifat promosi penjualan antara lain komunikasi (mampu menarik perhatian dan memberi informasi yang memperkenalkan produk kepada pelanggan), insentif (memberi keistimewaan dan rangsangan yang bernilai bagi pelanggan), dan
invitation atau undangan (mengundang konsumen untuk membeli saat itu juga). Aneka kegiatan promosi penjualan menurut Jefkins (1997) antara lain undian tanpa syarat dan sayembara; penawaran harga cuci gudang; penawaran hadiah lewat pos; hadiah dalam kemasan; kartu-kartu bergambar; kupon-kupon berhadiah; hadiah uang tunai; pencocokan potongan kupon; voucher potongan harga; produk ukuran jumbo atau ganda; produk gabungan; kemasan-kemasan bertanda khusus; demonstrasi penggunaan produk di dalam toko; permainan yang bersifat promosi; dan menawarkan harga promo untuk produk baru.
Jefkins (1997) mengemukakan bahwa kegagalan promosi penjualan biasanya diakibatkan oleh (1) habisnya persediaan karena besarnya permintaan yang melebihi perkiraan; (2) pengiriman barang yang tertunda atau diantar terlalu lama; (3) cacatnya barang-barang yang diterima konsumen; dan (4) pengumuman pemenang yang tidak efisien dalam undian berhadiah. Keterampilan utama yang paling diperlukan dalam menjalankan promosi penjualan adalah kemampuan untuk memperkirakan permintaan yang akan terjadi. Jika permintaan aktual lebih tinggi dari perkiraan sehingga persediaan tidak mendukung, reputasi perusahaan bisa terancam. Jika perkiraan permintaan lebih tinggi dari permintaan aktual sehingga banyak stock yang tidak terjual, perusahaan bisa mengalami kerugian. Jika promosi periklanan dilakukan melalui media cetak, maka daya jangkau media tersebut terhadap pembaca yang menjadi konsumen sasaran juga harus diperhitungkan.
Kegiatan promosi penjualan dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan kehumasan karena dalam pelaksanaannya terkandung aspek kehumasan seperti sambutan baik dari konsumen sasaran terhadap penawaran potongan harga, penawaran harga khusus yang bisa dinikmati oleh konsumen sasaran, dan para pembeli terhibur dengan mengikuti undian berhadiah. Namun promosi penjualan dan humas jelas tidak bisa disamakan meskipun promosi penjualan mampu membawa dampak positif seperti yang dihasilkan humas, yakni semakin dekatnya produsen dengan konsumennya. Perbedaaannya adalah humas harus mampu merebut kepercayaan konsumen agar bersedia menerima produk dan perusahaan (Jefkins 1997).
Berdasarkan seluruh uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa promosi penjualan adalah salah satu bentuk promosi yang dapat merangsang konsumen sasaran dalam mengambil keputusan pembelian secara cepat ataupun membeli lebih banyak sehingga meningkatkan penjualan dimana dampak tersebut biasanya hanya berlaku dalam jangka waktu relatif pendek. Selain itu, meskipun promosi penjualan mampu memberi dampak positif seperti humas, promosi penjualan memiliki batas waktu dalam pelaksanaannya karena jika dilakukan terus menerus, konsumen sasaran dapat meragukan kualitas produk. Sementara humas harus dilakukan secara terus menerus dalam waktu jangka panjang dalam rangka
menciptakan kredibilitas produk dan perusahaan dalam benak konsumen sasaran agar mereka bersedia menerima produk dan perusahaan.
3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas (Public Relations)
Humas dan publisitas memang lebih banyak dibaca dan dipercayai daripada periklanan. Selain itu, humas dan publisitas yang dikombinasikan dengan promosi penjualan akan berdampak potensial pada penjualan dan keuntungan yang besar (Kotler 1983).
Public Relation News dalam Cutlip et al (2005) mendefinisikan hubungan masyarakat sebagai fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap konsumen, mengenali perilaku organisasi dalam menanggapi kepentingan konsumen, dan merencanakan serta melaksanakan program-program untuk mendapatkan pengertian dan penerimaan konsumen. Pada intinya, humas senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak yakni perubahan ke arah yang diharapkan. PR adalah bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non komersial, di sektor publik/pemerintah maupun privat/swasta (Jefkins 1992). Menurut Effendy (1992), ciri-ciri humas yakni:
a. humas adalah kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi yang berlangsung dua arah secara timbal balik;
b. humas merupakan penunjang tercapainya tujuan yang ditetapkan oleh manajemen suatu organisasi;
c. publik yang menjadi sasaran kegiatan humas adalah publik internal (karyawan perusahaan dan pemegang saham) dan publik eksternal (pelanggan, komunitas, pemerintah dan media massa);
d. operasionalisasi humas adalah membina hubungan yang harmonis antara organisasi dengan publik dan mencegah terjadinya rintangan psikologi, baik yang timbul dari pihak organisasi maupun dari pihak publik.
Menurut Anggoro (2002), manfaat humas antara lain membangun kesadaran produk (brand awareness), membangun pengetahuan produk (brand knowledge), mengembangkan loyalitas merek, mencitrakan kredibilitas, sebagai pelopor penjualan dan meningkatkan efektivitas promosi lainnya seperti iklan,
serta mendidik konsumen dan masyarakat mengenai manfaat produk atau jasa yang ditawarkan. Humas juga membantu pemasaran dalam memotivasi para tenaga penjual, distributor dan pengecer.
Menurut Jefkins (1992), humas bukan salah satu bentuk periklanan. Humas menyangkut seluruh komunikasi yang berlangsung pada suatu organisasi, sedangkan periklanan terbatas hanya pada bidang atau fungsi pemasaran yang berkaitan dengan penjualan dan pembelian. Jika berita mengenai suatu perusahaan atau lembaga muncul di halaman depan atau kolom editorial suatu surat kabar, nilainya tidak dapat dihitung hanya berdasarkan tarif iklan per kolom. Iklan tidak dilakukan oleh semua organisasi tetapi semua organisasi tidak dapat lepas dari kehumasan. Namun dalam prakteknya terkadang humas memang menggunakan iklan sebagai alatnya karena humas berfungsi menunjang pendidikan pasar (market education) dengan menjadikan masyarakat mengetahui keberadaan serta kegunaan produk perusahaan, dan hal ini sangat menentukan keberhasilan upaya- upaya periklanan yang dijalankan oleh perusahaan.
Menurut Jefkins (1992), humas berbeda dengan publisitas meskipun keduanya saling berkaitan erat. Pada dasarnya humas berfokus pada perilaku seseorang, suatu organisasi, suatu perusahaan, dan suatu produk; sedangkan hasil dari perilaku tersebut terkait erat secara timbal balik dengan baik-buruknya publisitas. Namun meski berbeda, humas dan publisitas seringkali masih disamakan karena keduanya saling mempengaruhi dan dalam aplikasinya cenderung sulit dipisahkan.
Aktivitas humas menurut Cutlip (2005) diantaranya publikasi, press agency, manajemen isu, dan lobi. Publikasi meliputi informasi dari sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu mempunyai nilai berita. Publikasi merupakan metode penempatan pesan di media yang tidak dikendalikan karena sumber tidak membayar media itu untuk penempatannya. Press agency yakni agen pers yang menciptakan cerita dan peristiwa yang layak diberitakan untuk menarik perhatian media dan mendapatkan perhatian publik. Manajemen isu yaitu proses mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi dan merespon isu-isu yang mempengaruhi hubungan organisasi dengan publiknya. Lobi merupakan bagian
khusus dari humas yang membangun dan memelihara hubungan dengan pemerintah dan lembaga lainnya yang berkaitan dengan perusahaan.
Menurut Jefkins (1992), penerapan riset pemasaran mampu mendukung aktivitas humas. Media-media humas yang pokok meliputi media pers (press), audio visual (slide, kaset video, dan film dokumenter), radio, televisi, penerbitan buku khusus (sponsored books), pesan-pesan lisan (spoken word), pemberian sponsor (sponsorship), jurnal organisasi (house journals), ciri khas dan identitas perusahaan, serta pameran (exhibition). Pameran (exhibition) merupakan sarana yang efektif untuk menyebarkan suatu pesan karena bersifat informatif dan persuasif. Berdasarkan pendapat Jack Dove, seorang ahli Audio-Visual Aid (AVA), konsumen akan memperoleh pengetahuan dari pameran lebih dari 90 persen karena pameran mampu menyajikan pengetahuan yang dapat diserap dengan hampir semua indera (Effendy 1992).
Effendy (1992) mengemukakan bahwa pameran yang efektif disebabkan oleh pengunjung dapat menyaksikan peragaan proses benda tertentu, dapat bertanya sepuas hatinya, bahkan untuk benda-benda tertentu dapat mencobanya. Oleh karena itu, banyak lembaga atau perusahaan yang memanfaatkan pameran dalam rangka upaya mempromosikan produk atau jasanya. Klasifikasi pameran berdasarkan lingkup geografisnya yaitu pameran lokal, pameran nasional, dan pameran internasional.
Karakteristik pameran antara lain mudah menarik perhatian, banyak memakan waktu, pertemuan tatap muka, demonstrasi dan pembagian contoh produk (sample), serta suasana akrab dalam pameran (Jefkins 1992). Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk membuat pameran menarik yaitu menciptakan bentuk istimewa, memberi warna kontras, menyajikan suara keras, menciptakan alat bergerak, dan menyebarkan wangi-wangian. Pengunjung yang mendatangi suatu pameran tidak mudah diperkirakan jumlah dan bobotnya karena dipengaruhi oleh jenis pameran itu sendiri (Effendy 1992).
Jefkins (1992) mengemukakan cara-cara mengukur keberhasilan humas dan publisitas dalam mempengaruhi penjualan produk yaitu (1) berdasarkan tingkat liputan, dengan membandingkan jumlah liputan dengan perubahan nilai penjualan pada saat sebelum dan setelah humas berlangsung; (2) berdasarkan data
statistik dan jumlah penduduk, dengan mengkaji volume liputan media, jumlah pembaca dan kualitasnya, dan bobot penekanan dalam menyampaikan pesan
seperti nada acuh tak acuh, penuh permusuhan, simpatik, atau netral; (3) berdasarkan sumber, dengan menetapkan bobot atau nilai pada setiap media
yang meliput produk ataupun perusahaan untuk mengetahui total nilai untuk setiap pesan humas yang disampaikan melalui masing-masing media dimana media dengan bobot tertinggi yang paling efektif; (4) berdasarkan pengumpulan pendapat, dengan mewawancarai sejumlah sampel dari populasi konsumen sasaran yang relevan pada interval waktu tertentu misalnya enam bulan sekali untuk diukur perubahan pendapat dan tingkat kesadaran mereka terhadap aktivitas humas dan publisitas, kemudian dibandingkan antara target dan kondisi aktual dimana jika kondisi aktual kurang dari target maka humas kurang berhasil, sehingga suatu program humas dan publisitas hendaknya dibagi dalam beberapa interval yang cukup banyak agar kegagalan yang terjadi di interval sebelumnya dapat langsung dideteksi dan hasil interval selanjutnya dapat diusahakan menjadi lebih baik; serta (5) berdasarkan umpan balik statistik secara langsung, dengan mengidentifikasi apakah tingkat penjualan telah menjadi lebih baik dengan dilancarkan program humas dan publisitas misalnya dengan mengukur efektivitas humas berdasarkan jumlah pelanggan baru.
Dari keseluruhan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa humas adalah salah satu bentuk promosi yang berdampak jangka panjang dengan menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan kepentingan konsumen sasaran sehingga membentuk pengertian dan hubungan baik antara kedua belah pihak sekaligus mengupayakan penciptaan citra positif produk dan perusahaan dalam benak konsumen sasaran. Publisitas merupakan hasil dari aktivitas humas yang berupaya menjadikan produk dan perusahaan memiliki nilai berita guna menarik minat pers untuk secara sukarela meliput produk dan perusahaan sehingga mampu menekan biaya promosi produk dan perusahaan sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk dan perusahaan. Meskipun humas dan