• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAMPANYE PEMILU 1955 DI HARIAN RAKJAT

C. Masa Awal Kampanye

1. Demokrasi Rakyat

Membentuk pemerintahan Demokrasi Rakyat atau Diktator Rakyat adalah tujuan utama dari PKI. Menurut mereka, bentuk pemerintahan ini yang ideal bagi rakyat Indonesia untuk mencapai kemajuan. Dalam manifes pemilihan umum yang dimuat oleh Harian Rakjat, PKI menjabarkan bentuk pemerintahan ini sebagai berikut:

“Diktatur Rakjat berarti kekuasaan kaum buruh, kaum tani, kaum inteligensia,

kaum pengusaha ketjil dan pengusaha nasional, pendeknja kekuasaan semua tenaga nasional jang demokratis, terhadap kaum komprador, kaum tuan-tanah, dan golongan2 penghisap lainnja. Sonder diktatur Rakjat tidak mungkin mentjapai

Indonesia jang merdeka penuh dan demokratis…

…Pimpinan klas buruh berarti bahwa ideologi jang mendjadi pedoman negara

haruslah ideologi klas buruh, dan bahwa pimpinan pemerintah ada ditangan siapa sadja, dari golongan manapun asalnja, tetapi jang menganut ideologi klas buruh dan jang sanggup djudjur dan setia akan mendjalankannja. Ini perlu sekali, sebab klas buruh adalah satu2nja klas jang anti segala penindasan, anti segala penghisapan dan satu2nja klas jang sudah terlatih dalam disiplin, dan oleh sebab itu ideologi klas buruh adalah satu2nja ideologi jang konsekwen. Ideologi klas buruh bukan untuk mendapatkan ke-enakan atau keuntungan buat beberapa orang sadja, ideologi klas buruh bukan untuk mendapat lisensi, prioritet, fasilitet, atau keuntungan2 lain jang mengutamakan diri sendiri atau klas sendiri.

…Ideologi klas buruh adalah ideologi pembebasan semua klas dari penindasan

kaum kapitalis dan tuantanah…”18

Dari pernyataan di atas, pemerintahan Diktator Rakyat atau Demokrasi Rakyat yang dimaksud oleh PKI adalah pemerintahan yang pro terhadap

kelompok “tenaga nasional yang demokratis” dan anti terhadap golongan

penghisap. Pemerintahan ini harus didirikan berlandaskan ideologi kelas buruh. Hanya saja, tidak dijelaskan lebih rinci mengenai bentuk pemerintahan dan ideologi tersebut.

Dalam pandangan PKI, Demokrasi Rakyat tidak dapat dibentuk oleh para buruh dan tani saja. Pemerintahan ini hanya dapat didirikan dengan kerja sama

semua golongan nasional, mulai dari buruh, tani, pedagang kecil, pengusaha nasional, hingga akademisi. Untuk itu PKI menyerukan supaya semua golongan ini bersatu melawan modal asing dan kolaboratornya.

Untuk mencapai tujuan itu, mereka juga mengajak partai-partai lain bekerja sama dengan mereka. Mereka mencanangkan front demokrasi, atau persatuan partai-partai demokratis untuk melawan para kolaborator dan modal asing. Partai-partai yang masuk ke dalam golongan demokratis ini adalah Partai-partai-Partai-partai yang pro-pemerintahan Ali, seperti PNI, NU, dan PSII. Sedangkan tujuan dari koalisi ini adalah mengalahkan partai kolaborator, yakni Masjumi dan PSI. Persoalan ini juga dibahas dalam manifes pemilihan umum PKI.

Menanggapi Manifes Pemilihan Umum PKI, Harian Rakjat menyatakan:

“…. Jang sangat menarik dari manifes itu jalah sembojannja jang mengandjurkan

supaja Rakjat memilih tidak hanja PKI, tetapi djuga partai2 demokratis lainnja. Dengan sembojan ini, PKI membuktikan ke-sungguh2annja bahwa diatas segala2nja usahanja sekarang ditudjukan untuk terbentuknja suatu pemerintah front persatuan, dengan mengisolasi PSI- Masjumi.

Bahwa PSI-Masjumi itu tidak mungkin diberi tempat didalam front nasional, ini

bukan hanja pendapat kita. “Sulindo” kemarin djuga membuktikan kepararelan PSI

-Masjumi dengan modal asing. Dan ini bukan hanja pendapat “Sulindo”, pendapat ini

pendapat seluruh Rakjat, karena pendapat ini hanja mengkonstatir kenjataan jang

paling kongkrit.”19

Dari pernyataan tersebut Harian Rakjat mengajak rakyat Indonesia untuk

memenangkan partai-partai yang mereka sebut sebagai “Blok Demokratis”, yakni

partai-partai yang saat itu mendukung pemerintahan Ali Sastroamidjojo, mulai dari PNI, NU, SKI, PSII, dan partai-partai lainnya. Menurut mereka, partai-partai Blok Demokratis ini merupakan partai-partai yang mendukung dan

memperjuangkan terbentuknya pemerintahan demokrasi rakyat yang juga memperjuangkan kepentuingan rakyat. Sedangkan, partai-partai lainnya, seperti Masjumi dan PSI dianggap sebagai partai yang memperjuangkan kepentingan kelompok mereka sendiri dan juga modal asing yang akan menyengsarakan rakyat.

Manifes Pemilu PKI ini dilanjutkan dengan seruan Aidit supaya partai-partai demokratis di Indonesia bekerjasama untuk mengalahkan Masjumi dan PSI.

Melalui artikel yang terbit di Harian Rakjat tanggal 19 Mei 1954, Aidit

menyampaikan seruan sebagai berikut:

“…Kepada partai2 demokratis jg tidak ragu2 tentang perlunja mengalahkan Masjumi-PSI dalam pemilihan umum jang akan datang PKI aktif mengadjak untuk mengadakan stembusaccoord ataupun persetudjuan tidak saling menjerang didalam kampanje pemilihan umum.

Blok jang dibikin atas dasar stambusaccoord ataupun atas dasar persetudjuan tidak saling menjerang didalam kampanje dapat diadakan dipusat maupun di daerah2. Tentang ketentuan2 mengenai stambusaccoord dan persetudjuan tidak saling menjerang didalam kampanje dapat dirundingkan dan diputuskan antara partai2 jang

bersangkutan.”20

Pembagian antara partai-partai demokratis dan non-demokratis oleh PKI ini merupakan isu utama dalam kampanye PKI untuk pemilu tahun 1955. Isu ini juga menegaskan pendekatan PKI yang lebih terbuka bekerja sama dengan partai-partai yang tidak secara tegas menolak PKI dan ajaran komunisme. Partai-partai-partai seperti PNI dan NU dimasukkan oleh PKI ke golongan blok demokratis karena mereka masih mau terbuka bekerja sama dengan PKI. Sedangkan Masjumi dan PSI dimasukkan ke dalam golongan non-demokratis karena secara terang-terangan menolak bekerjasama dengan partai ini.

Lalu, apa untungnya PKI juga mendukung dan meminta rakyat untuk memilih partai lainnya asalkan bukan Masjumi dan PSI? PKI menggaungkan seruan ini karena mereka sadar bahwa mereka tidak mampu mengalhkan kedua partai itu sendirian. Mereka butuh untuk bekerjasama dengan partai lain untuk mengalahkan Masjumi dan PSI. Dengan seruan ini PKI juga ingin menampilkan citra bahwa mereka adalah partai yang sungguh-sungguh membela kepentingan rakyat, bahwa mereka adalah partai yang rela mengorbankan kepentingan kelompok mereka dan bekerjasama dengan partai lain untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Tidak seperti Masjumi dan PSI yang mereka gambarkan sebagai partai yang mementingkan kelompok mereka sendiri, bahkan rela bekerjasama dengan pihak asing meskipun menyengsarakan rakyat.

Akan tetapi, PKI tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan

Masjumi. Dalam liputannya mengenai perjalanan Aidit di Sumatera, Harian

Rakjat menulis sebagai berikut:

“…Di-tiap2 rapat Aidit menanamkan kejakinan dan menjerukan kepada semua golongan jang tjinta tanahair, bahwa pada saat sekarang tidak ada jang lebih penting

dari pada persatuan…

…Mereka, anggota2 Masjumi, tidak terbikin dari batu, oleh karena itu mereka bisa berubah. Dan seandainja mereka terbikin dari batu, mereka djuga bisa berubah,

sebagaimana batu bisa berubah karena tetesan air jang terusmenerus…

…Menundjukkan perkataan kepada anggota2 Masjumi, Aidit berkata: kalau sdr2

belum mau bersatu sekarang, berbitjaralah dulu tentang persatuan dan hentikan pembitjaraan tentang permusuhan dan pertentangan antara orang2 Islam, Nasionalis,

Komunis, Kristen, dsb…”21

Melalui pernyataan tersebut, PKI ingin menyampaikan bahwa mereka tidak menganggap Masjumi adalah musuh mereka. Pernyataan ini justru menyampaikan

pesan bahwa PKI terus berusaha supaya Masjumi ikut “memperjuangkan

21 D.N. Aidit: Anggota-anggota Masjumi tidak dibikin dari batu. Harian Rakjat 11 Januari 1955. Hlm:1.

persatuan”. Hanya saja, statement ini menempatkan Masjumi sebagai pihak yang menyebarkan permusuhan dan mengancam persatuan.

Dokumen terkait