BAB III KAMPANYE PEMILU 1955 DI HARIAN RAKJAT
B. Masa Persiapan Kampanye
3. Demonstrasi Masjumi dan BKOI
Pada Februari 1954, Masjumi mengadakan demonstrasi terkait pembentukan
Panitia Pemilihan Jakarta. Harian Rakjat dalam artikel berjudul “NU, PSII,
PERTI, dan 6 partai lainnja menentang demonstrasi Masjumi” yang terbit tanggal
12 Februari 1954, memuat pernyataan partai-partai dan organisasi-organisasi massa pro-pemerintah yang menolak rencana Masjumi tersebut karena dianggap sebagai usaha partai tersebut untuk menguasai seluruh Panitia Pemilihan Jakarta. Menariknya, meskipun PNI dan PKI termasuk di dalam partai-partai yang menolak rencana demonstrasi Masjumi, akan tetapi judul artikel tersebut menyoroti NU, PSII dan PERTI yang notabene merupakan partai-partai Islam. Hal ini dilakukan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa Masjumi bukanlah satu-satunya partai yang mewakili umat Islam di Indonesia, seperti yang
dipropagandakan selama ini oleh mereka. Harian Rakjat ingin memperlihatkan
bahwa partai-partai Islam lainnya mengambil posisi yang sama seperti PKI dan PNI, yaitu menentang rencana Masjumi tersebut.
Tidak hanya sampai disitu saja, Harian Rakjat juga memuat pernyataan bersama partai-partai dan organisasi-organisasi massa yang menentang rencana demonstrasi Masjumi tersebut. Dalam pernyataan tersebut, mereka mengatakan bahwa:
“Untuk melantjarkan nafsu dan kemarahan mereka – golongan jang selalu tidak puas ini – maka mereka akan menempuh semua djalan baik jang sjah maupun tidak sjah, djudjur ataupun tidak djudjur benar ataupun salah asal sadja menguntungkan diri dan golongannja. Pengalaman menudjukkan kepada kita, bagaimana golongan ini
jang dengan tidak segan2 dan tidak malu2 menggunakan ‘kenduri’ utk mengambil
suatu resolusi mendjatuhkan kabinet,; menggunakan langgar dan mesdjid sebagai mimbar propaganda politiknja jg merugikan Rakjat dan demokrasi; mempergunakan nama Rakjat dan umat Muslimin / Muslimat untuk mempertahankan dan mentjahari kedudukannja dsb.
Bagi golongan ini perkataan ‘demokratis’ hanja harus berarti semua tempat,
kedudukan dan kekuasaan ditangan mereka sendiri!
Adil bagi mereka berarti bahwa golongan lain – meskipun merupakan majoriteit – harus tunduk kepada kehendak mereka sendiri !”8
Pasca demonstrasi Masjumi dilakukan, Harian Rakjat kembali
menyampaikan pendapatnya. Dalam editorial bertajuk “Menghilangkan Dongeng
Tentang Masjumi”, Harian Rakjat meledek Masjumi yang hanya bisa
mengerahkan 20.000 orang dalam demonstrasi yang mereka lakukan, walaupun sudah mendatangkan anggota-anggotanya dari wilayah lain. Selain itu, mereka juga meledek Masjumi dan PSI yang menurut mereka masih seumur jagung dibandingkan dengan partai-partai lain seperti PNI, NU, dan PSII yang sudah
berumur belasan hingga puluhan tahun dan memiliki riwayat anti-kolonial.9
Harian Rakjat juga menuduh bahwa demonstrasi ini didukung oleh kaum modal asing. Mereka menyebut bahwa ada perusahaan-perusahaan asing yang
8 Harian Rakjat 13 Februari 1954. Hlm: 1. Hal lain yang menarik dari artikel ini adalah PKI menuduh Masjumi menggunakan rumah ibadah sebagai tempat propaganda mereka.
menyuruh buruh-buruhnya untuk ikut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut, dan upah mereka tetap dibayar meskipun mereka tidak bekerja.
Untuk menentang politik Masjumi ini, partai-partai pro-pemerintah mengadakan demonstrasi tandingan pada tanggal 20 Februari 1954. Tak pelak
demonstrasi ini mendapatkan perhatian besar dari Harian Rakjat. Selain menjadi
headline berita di surat kabar ini tanggal 22 Februari 1954, pada hari yang sama surat kabar ini juga memuat editorial yang berisi tanggapan tentang aksi tersebut sekaligus mengejek Masjumi dan demo yang mereka lakukan sebelumnya. Pada pernyataannya, mereka mengatakan:
“Demonstrasi jang pertama, jang hanja dipersiapkan dalam waktu kurang dari
seminggu, telah mendemonstrasikan kekuatan tenaga2 demokratis diibukota. Satu dari tiap2 empat penduduk dewasa Djakarta turut didalam demonstrasi itu. Sungguh djawaban jang berat bagi Masjumi, jang minggu jang lalu dengan pengaruhnja jang
kuranglebih 2% tjoba2 mau mempengaruhi suasana politik diibukota.”10
Pada tanggal 28 Februari 1954, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI) melakukan aksi di Jakarta. Aksi ini dilakukan untuk menuntuk kejaksaan untuk
menuntut Hadi – anggota PNI – yang di dalam pidatonya di Sumatera Tengah
dianggap telah menghina agama Islam. Akan tetapi, demo ini berakhir dengan kericuhan, karena peserta aksi melakukan perusakan dan mengeroyok seorang perwira tentara bernama Kapten Suparta hingga Tewas.
Aksi tersebut menjadi sorotan Harian Rakjat yang menggunakannya sebagai
alat untuk menyerang Masjumi. Pada pemberitaannya, mereka menceritakan betapa hebat dan biadabnya para demonstran ketika melakukan tindakan anarkis tersebut. Tidak hanya itu, surat kabar ini juga menuduh ada anggota-anggota DI
yang menyusup di aksi ini, dan kericuhan serta pengeroyokan tersebut adalah
tantangan mereka kepada tentara.11
Melalui kolom editorialnya, Harian Rakjat menuduh hasutan berbisa dari
para petinggi Masjumi yang menyebabkan terjadinya kericuhan tersebut. Pada artikel tersebut, mereka menyatakan:
“Dengan menggunakan alasan ‘agama’ itu. Rapat kemarin dikundjungi oleh massa
jang lumajan djuga djumlahnja….
…Tiap2 rapat politik adalah baik, djika ia membitjarakan politik jang zakelijk.
Tetapi hasutan2 jang kita dengar kemarin seperti djuga hasutan2 jang sudah lumrah di-hambur-hamburkan oleh Isa Anshary dan gembong2 Masjumi lainnja begitu tidak zakelijk, begitu tidak kenal batas, begitu tidak sopan, sampai2 perkataan2 penghinaan
seperti ‘babi’ dll. dipakai.
Apa akibatnja?
Massa jang fanatik jang dibakar2 sentimennja itu me-luap2 semangatnja, sehingga mereka menimbulkan keonaran, melakukan kekatjauan dengan menjerbu rumah, membakar barang2nja , dan mengerojok serta menganiaja perwira TNI, sehingga
seorang perwira, jaitu kapten Suparta, meninggal dunia.”12
Harian Rakjat kembali memanaskan situasi dengan menuduh bahwa kericuhan yang terjadi ketika demo BKOI tersebut sudah direncanakan. Di dalam
sebuah artikel berjudul “Terror di djalan Banteng sudah diatur lebih dulu?”
mereka menyebut:
“Antara lain telah menarik perhatian bahwa batu2 jang dipakai untuk melempari rumah dan merusak djendela dsbnja adalah sematjam batu2 besar jang tidak terdapat disekitar rumah tsb, malahan djuga tidak ada dalam kota Djakarta. Batu2 ini diduga telah dengan sengadja dibawa dari luarkota, dgn. mengendarai truck2 dan kendaraan2 lainnja jang sedjak pagi itu memasuki kota Djakarta dari ber-bagai2 arah. Djuga dugaan bahwa dalam demonstrasi tsb. ikut orang2 Darul
Islam dikuatkan oleh berbagai kalangan.”13
Harian Rakjat, melalui kolom editorialnya juga menuduh Masjumi dan PSI sebagai pihak dibalik rencana kericuhan tersebut. Menurut pendapat mereka,
11Harian Rakjat 1 Maret 1954.
12Ibid.
kedua partai tersebut saling bekerjasama untuk menjatuhkan pemerintahan Ali yang mereka sebut-sebut didukung oleh rakyat, dan ingin mendirikan pemerintahan seperti pemerintah Sukiman atau Sjahrir yang disebut sebagai pemerintah pro-asing. Menurut pendapatnya, kerusuhan tersebut hanyalah cara oposisi untuk mengukur kekuatan pemerintah, karena untuk membuat kudeta baru
terlalu besar resikonya.14
Harian Rakjat juga memuat pernyataan CC PKI mengenai kerusuhan demo BKOI-Masjumi tersebut. Dalam pernyataannya, PKI menuduh Masjumi ingin
“lempar batu sembunyi tangan” karena para pimpinannya seperti Isa Anshary,
Natsir, dan Sukiman tidak hadir dalam unjuk rasa tersebut. Selain itu, PKI juga memprotes kebijakan pemerintah yang melarang diadakannya demonstrasi. Menurut mereka, larangan untuk mengadakan aksi unjuk rasa cukup ditujukan kepada Masjumi-PSI. Mereka juga menuntut supaya Masjumi bertanggung jawab
atas kerusuhan tersebut.15