• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARIAN RAKJAT SEBAGAI ALAT KAMPANYE PKI DALAM PEMILU 1955

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HARIAN RAKJAT SEBAGAI ALAT KAMPANYE PKI DALAM PEMILU 1955"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

i

HARIAN RAKJAT SEBAGAI ALAT KAMPANYE PKI

DALAM PEMILU 1955

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra

Program Studi Sejarah

Oleh:

Bimo Bagas Basworo NIM 144314006

PROGRAM STUDI SEJARAH FAKULTAS SASTRA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

If you wanna make the world a better place

Take a look at yourself and then make that change!

(6)

vi

(7)
(8)

viii

ABSTRAK

Bimo Bagas Basworo, Harian Rakjat Sebagai Alat Kampanye PKI Dalam Pemilu

1955. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas

Sanata Dharma, 2019.

Skripsi berjudul Harian Rakjat Sebagai Alat Kampanye PKI Dalam

Pemilu 1955 bertujuan untuk meneliti peranan surat kabar Harian Rakjat untuk mengkampanyekan PKI pada pemilihan umum 1955. Penelitian ini akan

menjawab tiga pertanyaan. Pertama, peranan apa yang dimainkan oleh Harian

Rakjat pada kampanye PKI pada pemilu tersebut. Kedua, isu apa saja yang digunakan surat kabar tersebut pada kampanye ini. Ketiga, seberapa besar peranan

Harian Rakjat bagi kesuksesan yang diraih PKI pada pemilu 1955.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yakni pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi atau analisis data, dan penulisan atau historiografi.

Sumber yang digunakan adalah arsip koran Harian Rakjat tahun 1954-1955 dan

sumber sekunder terkait. Penelitian ini menggunakan teori pers komunis yang dikemukakan oleh Hachten.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan peranan besar Harian Rakjat pada

keberhasilan yang diraih oleh PKI pada Pemilu 1955. Surat kabar ini aktif mendukung kampanye dan propaganda PKI melalui berbagai saluran, mulai dari artikel, karikatur, hingga cerita bergambar. Surat kabar ini juga berperan sebagai penyedia bahan-bahan propaganda dan latihan pemilu bagi anggota-anggota cabang PKI diberbagai PKI.

(9)

ix

ABSTRACT

Bimo Bagas Basworo, Harian Rakjat Sebagai Alat Kampanye PKI Dalam Pemilu

1955. An Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Department of History, Faculty of

Letters, Sanata Dharma University, 2019.

This study entitled Harian Rakjat Sebagai Alat Kampanye PKI Dalam

Pemilu 1955is aimed to investigate the roles of a newspaper called Harian Rakjat

to campaign Indonesian Communist Party (Partai Komunis Indonesia, PKI) in

1955 election. This research will answer three questions. They are (1) “What role

does Harian Rakjat play in PKI campaign in the election?” (2) “What issue used

in the newspaper for the campaign?” and (3) “How huge is Harian Rakjat role for

the success of PKI in 1955 election?”

This research used historical method, namely source gathering, source critics, data interpretation or analysis, and writings or historiography. The source

used for this study was Harian Rakjat newspaper archives around 1954-1955 and

related secondary source. This study used communist press theory stated by Hatchen.

The result of this study shows the huge role of Harian Rakjat towards the

success of PKI in 1955 election. This newspaper actively supported PKI campaigns and propagandas through many media, from articles, caricatures, until comics. This newspaper also played a role as propaganda media provider and election practice for members of PKI.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Ucapan syukur dan terima kasih saya ucapkan kepada:

1. Dosen Ilmu Sejarah, Pak Rio, Pak Hery, Mas Heri, Mas Yerry, Romo

Baskara, Romo Banar, Pak Purwanta, Pak Sandiwan, dan Bu Ning, yang

telah banyak membimbing dan dan mendukung saya sejak awal masuk

kuliah hingga saat ini.

2. Kedua Orang Tua saya, dan seluruh keluarga saya yang selama ini terus

membantu, mendukung, dan memotivasi saya supaya tetap semangat

untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Mas Doni sebagai Sekretaris Prodi Sejarah yang selama ini membantu saya

mengurus administrasi kuliah

4. Teman-teman Sejarah Angkatan 2014, Fajar, Ara, Hendy, Rosma, Edut,

Tiur, Omi, Vendy, Berang, Ageng, Gustan, Gerrard, dan Katon yang tidak

pernah lelah menemani dan mendukung saya selama ini.

5. Teman-teman Jurusan Sejarah lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu yang selama ini telah menemani dan menghibur saya.

6. Teman-teman “De Kantiners”, Eko, Oom Irawan, Mas Deaz, Pitrus, dan

lainnya, yang telah banyak membantu saya.

7. Semua staf Mikrofilm Perpustakaan Nasional yang sudah direpotkan

dengan pesanan scan dari saya selama 2 bulan penelitian ini berlangsung.

8. Kepada teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang

telah membantu memberikan informasi dan mendukung saya selama

(11)

xi

Saya sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Saya

harap semoga skripsi ini dapat mendorong munculnya penelitian-penelitian lain

yang akan melengkapi, ataupun menyanggah hasil dari penelitian ini.

(12)

xii

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

A. Membangkitkan Kembali Partai ... 14

B. Sejarah Singkat Harian Rakjat ... 16

C. Njoto: Tokoh di Balik Harian Rakjat ... 22

BAB III KAMPANYE PEMILU 1955 DI HARIAN RAKJAT ... 26

A. Harian Rakjat dan Pemilu ... 26

B. Masa Persiapan Kampanye ... 27

1. Membela Kabinet, Menyerang Oposisi ... 27

2. Masjumi, Darul Islam, dan Modal Asing ... 28

3. Demonstrasi Masjumi dan BKOI ... 31

4. Pembentukan Panitia Pemilihan Indonesia ... 35

5. Ceramah Umum dan Rapat Umum PKI ... 37

C. Masa Awal Kampanye ... 37

1. Demokrasi Rakyat ... 39

(13)

xiii

3. Pendidikan ... 47

4. Pengusaha Nasional ... 48

5. Wanita ... 49

6. Agama ... 50

7. Tanda Gambar PKI ... 52

8. Menyerang Oposisi ... 57

D. Masa Kampanye Pemilu Parlementer ... 60

1. Bubarnya Kabinet Ali dan Menjadi Oposisi ... 60

2. Kampanye Harian Rakjat Menjelang Pemilihan Anggota Parlemen ... 69

3. Sosialisasi Menjelang Pemilihan Umum ... 74

E. Kampanye Pemilihan Anggota Konstituante ... 77

BAB IV HASIL PEMILU 1955 ... 82

A. Jalannya Pemilihan Umum ... 82

B. Pengaruh Harian Rakjat Pada Pemilihan Umum 1955 ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 98

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Perolehan Suara Pemilu Parlemen………... 84

Tabel 2. Jumlah Perolehan Suara Pemilihan Parlemen dan Konstituante.. 88

Tabel 3. Perbandingan Perolehan Suara PKI Pada Pemilu Parlemen dan

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kolom Ruangan Wanita Harian Rakjat……… 19

Gambar 2. Seruan Untuk Mengumpulkan Donasi Kampanye PKI di Harian Rakjat………... 46

Gambar 3. Pengumuman Daftar Calon PKI Dalam Harian Rakjat……… 56

Gambar 4. Karikatur Yang Menyindir Tingginya Harga Beras Masa Pemerintahan Burhanuddin Harahap………. 64

Gambar 5. Kolom “Sumbangan Kepada Propaganda Masjumi”…………. 68

Gambar 6. Contoh Biografi Singkat Calon PKI yang Terbit Di Harian Rakjat………. 70

Gambar 7. Contoh Iklan Kampanye PKI di Harian Rakjat Untuk Kaum Tani……… 71

Gambar 8. Contoh Iklan Kampanye PKI di Harian Rakjat Untuk Pengusaha Nasional………... 71

Gambar 9. Iklan Kampanye PKI di Harian Rakjat………. 72

Gambar 10. Contoh Komik Srip Pemilu Di Harian Rakjat……….. 75

Gambar 11. Instruksi Menjelang Pemilu dari Harian Rakjat……… 76

Gambar 12. Contoh Kolom “Kalau saudara memilih Masjumi”…………... 79

Gambar 13. Contoh Kolom “Memilih Masjumi Berarti Memilih DI”…….. 79

Gambar 14. Contoh Iklan Kampanye Pemilu Konstituante PKI…………... 80

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Artikel “Pers dan Pemilihan Umum” Njoto……… 102

Lampiran 2. Foto Presidium Kongres dan Anggota CC PKI Pada

Kongres Nasional Ke-V………... 103

Lampiran 3. Manifes Pemilihan Umum PKI yang Dimuat di Harian

Rakjat……… 104

Lampiran 4. Pengumuman Daftar Calon “PKI dan Orang Tak Berpartai”

di Harian Rakjat……….. 105 Lampiran 5. Berita Tuduhan Kecurangan Masjumi Dalam Pemilu di

Harian Rakjat…... 106

Lampiran 6. Kampanye PKI di Kolom “Ruangan Wanita” Harian

Rakjat………... 107

Lampiran 7. Pengumuman Rencana Acara Kampanye PKI…………... 108

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Periode 1950-an adalah masa yang penting dalam sejarah politik bangsa

Indonesia. Dinamika politik yang terjadi di masa Demokrasi Liberal itu banyak

mempengaruhi kondisi Indonesia di masa setelahnya. Sayangnya, masih sedikit

kajian mengenai periode ini. Bahkan Mc Vey menyebutnya sebagai dekade yang

hilang (diseppearing decade)1.

Pada masa ini, sistem demokrasi di Indonesia berkembang dengan pesat.

Salah satu tandanya adalah keberhasilan pemerintah menyelenggarakan pemilihan

umum (pemilu) nasional pertama di Indonesia. Pemilu ini diselenggarakan pada

tahun 1955 dalam 2 tahap. Tahap pertama dilaksanakan pada 29 September 1955

yang bertujuan untuk memilih anggota Parlemen. Tahap kedua diselenggarakan

pada tanggal 15 Desember 1955 dengan agenda pemilihan anggota Konstituante.

Suksesnya penyelenggaraan pemilu ini adalah suatu prestasi yang besar bagi

pemerintah. Tingginya tensi di antara partai-partai politik pada masa ini tidak

menghalangi diselenggarakannya pesta demokrasi ini dengan aman. Selain itu,

1 Adrian Vickers. Mengapa Tahun 1950-an Penting Bagi Kajian Indonesia. Dalam

(18)

tingginya tingkat partisipasi masyarakat pada pemilu ini menandakan tingginya

antusiasme dan kesadaran warga akan pentingnya kegiatan tersebut.

Hasil dari pemilu nasional pertama ini di luar dugaan banyak orang. Salah

satunya adalah prestasi gemilang yang diraih oleh Partai Komunis Indonesia

(PKI) pada ajang ini. Prestasi ini menakjubkan mengingat hasil ini diraih hanya

sekitar 7 tahun pasca peristiwa Madiun yang membuat mereka kehilangan banyak

pemimpin dan anggotanya dan sekaligus mencoreng reputasi partai.

Untuk mencapai prestasi tersebut bukanlah perkara yang mudah bagi PKI.

Mereka harus menghadapi berbagai rintangan, salah satunya adalah memperbaiki

citra partai yang rusak di mata masyarakat setelah peristiwa Madiun 1948. Partai

ini gencar berkampanye dengan menggunakan seluruh sumber daya yang mereka

punya, salah satunya adalah media massa.

Pada tahun 1953, PKI membeli surat kabar Harian Rakjat. Mereka

kemudian menempatkannya di bawah Departemen Agitasi dan Propaganda partai.

Sejak saat itu, harian tersebut menjadi corong propaganda partai, baik untuk

menyebarkan program atau pernyataan resmi partai dan organisasi sayapnya,

hingga menyerang musuh-musuh politik mereka.

Pada saat masa kampanye Pemilu 1955, Harian Rakjat juga turut aktif

dalam usaha memenangkan PKI dalam ajang tersebut. Berbagai peranan penting

dijalankan oleh surat kabar ini, membuatnya sebagai salah satu tulang punggung

partai pada masa kampanye. Melalui artikel-artikel yang dimuat, harian ini

berusaha memperbaiki citra partai di masyarakat sekaligus menyebarkan isu-isu

(19)

B.

Pembatasan Masalah

Penelitian ini akan membahas mengenai penggunaan surat kabar Harian

Rakjat sebagai media kampanye PKI dalam pemilu nasional tahun 1955.

Penelitian ini akan membatasi pembahasan pada artikel-artikel propaganda di

surat kabar ini yang digunakan untuk menyerang musuh-musuh politik PKI dan

menarik suara masyarakat dalam pemilu 1955.

Periode penelitian mencakup tahun 1954 hingga 1955. Pada Maret 1954,

PKI mengadakan Kongres Nasional ke-V yang salah satu pokok bahasannya

adalah manifes pemilihan umum partai. Manifes ini menggambarkan garis besar

kebijakan kampanye PKI untuk menghadapi Pemilu 1955. Kongres nasional

tersebut juga menjadi tanda dimulainya masa kampanye PKI untuk pemilu 1955

yang akan datang. Tahun 1955 menjadi akhir dari periode penelitian karena pada

tahun ini diadakan pemilu nasional pertama di Indonesia. Pemilu ini diadakan

dalam dua tahap. Tahap pertama diadakan pada tanggal 29 September 1955

dengan agenda pemilihan anggota Dewan Legislatif. Pada pemilu tahap kedua

yang diadakan tanggal 15 Desember 1955 diadakan pemilihan anggota

Konstituante.

C.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Peran apa yang dimainkan oleh Harian Rakjat dalam kampanye PKI pada

(20)

2. Isu apa saja yang digunakan surat kabar ini untuk menggalang suara serta

menyerang partai lainnya?

3. Seberapa pentingnya peranan Harian Rakjat atas prestasi yang diraih oleh PKI

pada pemilihan umum tersebut?

D.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menjelaskan bagaimana Harian Rakjat sebagai alat kampanye PKI pada

Pemilu 1955.

2. Menjelaskan isu-isu yang digunakan kedua media untuk menggalang suara

partai dan menjatuhkan partai lainnya pada pemilu tersebut.

3. Menjelaskan dampak dari kampanye Harian Rakjat atas kesuksesan PKI

pada pemilu tersebut.

E.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperluas pengetahuan

masyarakat mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia pada periode

1950-an melalui sudut p1950-and1950-ang pers. Peneliti1950-an ini juga diharapk1950-an dapat mendorong

para peneliti dan pemerhati sejarah Indonesia untuk meneliti lebih dalam sejarah

Indonesia pada periode 1950-an yang selama ini masih jarang dibahas. Di

samping itu, penelitian ini memberikan bahan refleksi pemilihan umum di masa

kontemporer, khususnya tentang penggunaan media massa oleh partai politik

(21)

F.

Kajian Pustaka

Buku berjudul “The Indonesian Elections of 1955” karya Herberth Feith

membahas tentang Pemilu 1955 di Indonesia.2 Buku ini menyoroti persaingan

partai-partai pada masa kampanye dan juga membahas hasil dari pemilihan umum

tersebut. Hanya saja, buku ini tidak membahas secara detail mengenai

penggunaan media massa sebagai alat kampanye partai politik pada pemilu

tersebut.

Penelitian lain terkait dengan perkembangan demokrasi dan politik di

Indonesia pada periode 1950-an dilakukan oleh Tri Basuki.3 Ia meneliti terkait

dengan dinamika politik di Yogyakarta dalam pemilu tahun 1955. Dalam

penelitian ini, ia menyoroti persaingan dan konflik antara 4 partai besar (PNI,

PKI, Masyumi, dan NU) selama pemilu tahun 1955 di Yogyakarta. Keempat

partai tersebut saling bersaing untuk mendapatkan suara dengan “menjual”

ideologi mereka. Akan tetapi dalam karayanya ini, Basuki justru kurang

menyoroti contoh-contoh konkrit terkait dengan konflik-konflik antar partai di

Yogyakarta selama masa kampanye untuk pemilu tahun 1955 tersebut. Ia lebih

menyoroti pertentangan ideologi antara keempat partai tersebut ketimbang

(22)

Tsabit Azinar Ahmad menulis tentang kampanye dan pertarungan politik di

Jawa Tengah menjelang pemilu tahun 1955.4 Dalam penelitian ini ia juga

menjelaskan perang wacana antar partai melalui surat kabar menjelang pemilu

tahun 1955. Perang wacana melalui surat kabar ini dilakukan dalam rangka

persaingan antar partai untuk menyebarkan ideologinya dan meraup suara

sebesar-besarnya.

Selanjutnya adalah skripsi karya Luh Putu Ayu Riska Widarmiati yang

berjudul “Latar Belakang Suksesnya PKI Di Indonesia Tahun 1955-1962 Studi

Kasus Di Balik Keberhasilan PKI Pada Pemilu 1955”.5 Dalam skripsi ini dibahas mengenai latar belakang dan strategi kesuksesan PKI untuk bangkit kembali pasca

peristiwa Madiun tahun 1948. Keberhasilan PKI untuk bangkit kembali pada

periode ini tercermin dalam keberhasilan mereka meraih peringkat keempat dalam

pemilu tahun 1955. Penelitian ini menyoroti langkah-langkah dan strategi PKI

untuk memperkuat kembali basis massa mereka dan meraih kemenangan.

Penelitian Barep Rifaldi Chandra Perdana yang berjudul “Strategi

Pemenangan Partai Komunis Indonesia Pada Pemilu Tahun 1955 Di

Yogyakarta”6 membahas strategi dan cara-cara yang digunakan PKI untuk

Yogyakarta: Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, 2006.

6 Barep Rifaldi Chandra Perdana.Strategi Pemenangan Partai Komunis Indonesia

(23)

membangkitkan kembali partai tersebut karena Peristiwa Madiun 1948. Sekilas

tulisan ini memang mirip dengan Luh Putu Ayu Riska Widarmiati. Akan tetapi,

setidaknya ada 2 perbedaan mendasar pada kedua tulisan tersebut. Perbedaan yang

pertama adalah scope temporal keduanya. Karya Barep fokus pada strategi PKI

untuk bangkit kembali pada pemilu tahun 1955. Karya Luh Putu Riska berokus

pada strategi-strategi politik PKI untuk membangun kembali basis massa mereka

pasca Peristiwa Madiun, dimulai dari usaha-usaha pembangunan kembali partai

tersebut hingga periode awal Demokrasi Terpimpin. Perbedaan selanjutnya adalah

scope spasial keduanya. Barep membatasi ruang lingkup tempatnya pada daerah

Yogyakarta, sedangkan penelitian Riska memiliki ruang lingkup tempat yang

lebih luas, yakni Indonesia.

Penelitian berjudul “Partai Lokal Dalam Pemilu 1955 (Gerinda Dalam

Pemilihan Umum 1955 di Yogyakarta)” karya Sawitri Tri Prabawati adalah suatu

karya yang sangat menarik.7 Dalam karyanya ini, Sawitri menuliskan sepak

terjang Partai Gerakan Rakyat Indonesia (Gerinda) dalam pemilu 1955. Partai

Gerinda adalah sebuah partai lokal di Yogyakarta dan sekitarnya. Partai Gerinda

ini berasal dari suatu organisasi bernama Pakempalan Kawulan Ngayogyakarta

(PKN) yang didirikan pada tahun 1930. PKN kemudian berubah nama menjadi

Perkumpulan Rakyat Jogjakarta (PRJ) pada tahun 1942. Perkumpulan ini

7 Sawitri Tri Prabawati. Partai Lokal Dalam Pemilu 1955 (Gerinda Dalam Pemilihan

(24)

kemudian dibubarkan pada masa penjajahan Jepang karena kebijakan Jepang yang

melarang seluruh organisasi politik kecuali yang dibentuk oleh Jepang sendiri.

Bekas anggota PKN dan PRJ yang masih setia kemudian mendirikan kembali

organisasinya dengan nama Gerakan Rakyat Indonesia (Gerinda) sebagai salah

satu partai politik lokal di Yogyakarta dan sekitarnya.

Karya lain terkait dengan periode ini adalah Partai Nasional Indonesia Pada

Pemilihan Umum Tahun 1955 Di Semarang karya Aryani Dewantarina.8 Karya

ini membahas sepak terjang PNI selama pemilu tahun 1955 di Semarang. PNI

yang berideologi Marhaenis berkeliling kota Semarang guna menyebarkan

ideologinya dan program-program mereka untuk memperoleh suara masyarakat

dalam pemilu tahun 1955.

Tulisan berjudul Mobilisasi Massa Partai Melalui Seni Pertunjukan Reog

Di Ponorogo Tahun 1950-1980 karya Sururil Mukarromah dan Sinta Devi I.S.R.9 membahas penggunaan kesenian Reog Ponorogo oleh partai-partai politik untuk

menarik perhatian dan simpati masyarakat kepada mereka. Hal ini sudah

dilakukan oleh partai-partai seperti PKI, NU, dan PNI. Penggunaan kesenian

tersebut ternyata menjadi strategi efektif untuk meraih suara rakyat. Pada pemilu

tahun 1955, PKI yang “menguasai” kesenian tersebut berhasil mengumpulkan

8 Aryani Dewantarina. Partai Nasional Indonesia Pada Pemilihan Umum Tahun

1955 Di Semarang”. Semarang: Journal of Indonesian History Vol 1 No. 2, 2012.

9 Sururil Mukarromah dan Sinta Devi I.S.R., Mobilisasi Massa Partai Melalui Seni

(25)

suara terbanyak. Hal ini menandakan seberapa ampuhnya penggunaan kesenian

dalam meraih suara masyarakat.

Ria Sovi Revianti dan Muryadi dalam karyanya yang berjudul Partisipasi

Politik GP Anshor Cabang Sidoarjo Dalam Pemilu Tahun 1953-1955 membahas

sepak terjang GP Anshor, khususnya cabang Sidoarjo, selama pemilu tahun

1955.10 GP Anshor sebagai sebuah organisasi pemuda yang berafiliasi dengan NU

tentu memiliki peranan penting dalam keberhasilan NU pada pemilu 1955.

Mereka ikut membantu kampanye dalam rangka mencari dukungan masyarakat

untuk memenangkan pemilu 1955.

Buku karya Muhammad Zulfikar berjudul “Politik Surat Kabar Berebut

Wacana Antara Harian Rakjat Dengan Abadi 1952-1955” membahas

pertaruangan wacana antara Abadi dan Harian Rakjat. Buku ini membahas

penggunaan kedua surat kabar tersebut oleh Masjumi dan PKI untuk

berpropaganda dan saling menyerang satu dengan yang lain. Hanya saja, buku ini

berfokus pada pertarungan wacana antara kedua surat kabar itu dan kurang

membahas pada peranan kedua surat kabar tersebut pada kampanye pemilihan

umum 1955 secara keseluruhan.11

Dari karya-karya tersebut, kebanyakan menyoroti masalah dinamika politik

serta pertarungan antar partai politik selama periode 1950-an. Sedangkan

penelitian mengenai pers lebih banyak meyoroti hubungan antara pers dan

10 Muryadi dan Ria Sovi Revianti. Partisipasi Politik GP Anshor Cabang Sidoarjo

Dalam Pemilu Tahun 1953-1955. Surabaya: Verleden, Vol. 2 No. 2, 2016. ISSN 2301-8127.

11 Muhammad Zulkifar. 2018. Politik Surat Kabar: Berebut Wacana Harian Rakjat

(26)

pemerintah. Karya I Wayan Artika cukup menarik karena membahas karya sastra

yang digunakan sebagai sarana penyebaran ideologi politik kelompok tertentu.

Berbeda dengan karya lainnya, penelitian ini berusaha untuk melihat bagaimana

Harian Rakjat berperan sebagai media kampanye PKI untuk memenangkan

Pemilu 1955.

G.

Landasan Teori

Penelitian ini berusaha menganalisis kampanye Pemilu 1955 dari perspektif

pers. Dalam arti sempit, pers berarti media cetak.12 Menurut KBBI, media cetak

adalah sarana media massa yang dicetak dan diterbitkan secara berkala seperti

surat kabar, majalah.13

Harian Rakjat adalah salah satu pers milik PKI. Sebagai organ pers milik

partai komunis, surat kabar ini mengacu pada pers di negara-negara komunis

lainnya, salah satunya adalah Uni Soviet. Menurut Hachten, pers komunis adalah

media massa yang menjadi bagian dari pemerintah atau partai politik [komunis].

Menurutnya, tujuan dari pers komunis menekankan pada penyebaran pandangan

dan kebijakan pejabat; serta memobilisasi dukungan untuk kemajuan nasional.14

Pemilu dan kampanye politik merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan. Menurut KBBI, kampanye dapat diartikan sebagai kegiatan yang

12 I Gusti Ngurah Putra. “Demokrasi dan Kinerja Pers Indonesia”. Yogyakarta: Jurnal

Komunikasi Vol. 3, No. 2, Juni 2004. ISSN: 2548-8643. Hlm: 131.

13 KBBI Edisi V versi luring. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Diakses pada 15 Januari 2019.

14 Hachten dalam Zainal Abidin Achmad. 2014. Perbandingan Sistem Pers dan

(27)

dilaksanakan oleh organisasi politik atau calon yang bersaing memperebutkan

kedudukan dalam parlemen dan sebagainya untuk mendapat dukungan massa

pemilih dalam suatu pemungutan suara.15 Pada pasal 1 ayat 35 Undang-Undang

No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum menyebutkan bahwa Kampanye

Pemilu adalah kegiatan Peserta Pemilu atau pihak yang lain ditunjuk oleh Peserta

Pemilu untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, program

dan/atau citra diri Peserta Pemilu.16 Menurut Arnold Steinberg, kampanye politik

adalah suatu usaha yang terkelola, terorganisir untuk mengikhtiarkan orang

dicalonkan, dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jabatan resmi.17

Pada dasarnya kampanye dibagi menjadi tiga, yakni kampanye positif,

kampanye negatif, dan kampanye hitam. Kampanye positif adalah bentuk

kampanye yang mengedepankan kata-kata hiperbolis yang bertujuan mengenalkan

calon pemimpin atau presiden secara pribadi, baik program kerja dan visi misinya.

Sedangkan kampanye negatif adalah kampanye yang memberikan

informasi-informasi negatif mengenai kapabilitas, rekam jejak dari lawan politik

berdasarkan fakta yang relevan. Kampanye hitam adalah model kampanye yang

berisi kebohongan dan fitnah. 18

15 KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kampanye. Diakses pada 20 Okt

2018 pukul : 14.32.

(28)

Dalam penelitian ini, peneliti hanya membagi jenis kampanye menjadi dua,

yakni kampanye positif dan kampanye negatif. Kampanye hitam akan dimasukkan

sebagai bagian dari kampanye negatif dengan pertimbangan bahwa keduanya

sama-sama bertujuan untuk menjatuhkan musuh politik.

H.

Metode Penelitian

Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian sejarah. Metode

penelitian sejarah dibagi ke dalam 4 tahapan, yakni (1) heuristik atau

pengumpulan sumber, (2) kritik sumber, (3) interpretasi atau analisis, dan (4)

historiografi atau penulisan sejarah. Data disajikan dalam bentuk kualitatif. Data

yang digunakan berupa arsip koran Harian Rakjat tahun 1954-1955 yang

ditemukan pada koleksi microfilm Perpustakaan Nasional Republik Indonesia

disertai dengan sumber-sumber sekunder dan tersier untuk melengkapinya. Data

kualitatif tetap dibutuhkan untuk melihat jumlah oplah surat kabar ini serta jumlah

suara yang diraih oleh PKI pada Pemilu 1955.

I.

Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi menjadi 5 bab. Bab pertama membahas latar belakang

penelitian, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

landasan teori, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab

kedua membahas sejarah singkat PKI pasca Peristiwa Madiun 1948, sejarah

Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.

(29)

singkat Harian Rakjat, dan Njoto, tokoh dibalik Harian Rakjat. Bab ketiga

membahas tentang kampanye PKI di Harian Rakjat pada periode 1954-1955. Bab

keempat membahas hasil pemilu yang diraih oleh PKI dan seberapa besarnya

peranan Harian Rakjat pada kemenangan yang diraih oleh partai ini. Bab kelima

(30)

BAB II

PKI DAN HARIAN RAKJAT

A.

Membangkitkan Kembali Partai

Kekalahan PKI di Madiun tahun 1948 telah menghancurkan partai ini. Para

pemimpinnya seperti Musso dan Amir Sjarifoeddin mati bersama dengan ribuan

anggota lainnya. Sekitar 35.000 orang juga ditangkap karena terlibat peristiwa

ini.1 Para pemimpin yang tersisa terpaksa melarikan diri dan bersembunyi dari

kejaran apparat pemerintah.

Revolusi Madiun 1948 ini tidak menyebabkan PKI dilarang oleh

pemerintah. Pada September 1949, Alimin – salah seorang tokoh senior di PKI –

berusaha membangun kembali partai dengan cara konsolidasi terbatas. Keputusan

Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) untuk melegalkan PKI disambut

dengan pengumuman susunan sekretariat CC PKI. Di bawah pimpinan Alimin,

partai ini menjadi partai ekslusif.2

Disaat yang sama, Aidit, Lukman, Sudisman, dan Njoto juga berusaha

membangun kembali partai ini di Jakarta. Pendekatan yang digunakan oleh

tokoh-tokoh muda ini berbeda dengan Alimin. Mereka ingin membangun kembali PKI

1 M.C. Ricklefs. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi

Ilmu Semesta. Hlm: 483.

2 Fadrik Aziz Firdausi. 2017. Njoto: Biografi Pemikiran 1951-1965. Tangerang

(31)

sebagai partai massa dan memposisikan diri sebagai pelantang konsepsi Jalan

Baru Musso.3

Dualisme kepemimpinan partai ini berakhir pada tahun 1951, ketika Aidit

dan tokoh-tokoh muda secara resmi mengambilalih kekuasaan politbiro dari

golongan tua. Di bawah kepemimpinan kelompok muda, PKI menggunakan

strategi bari : Front Persatuan Nasional untuk membangun partai yang berbasiskan

massa. Strategi ini berarti PKI membuka diri untuk bekerjasama dengan

partai-partai lain, terutama yang tidak secara prinsipiil atau tegas anti-komunis. PKI juga

berusaha untuk memperluas basis masa mereka ke berbagai kelompok sosial

dengan mendirikan berbagai organisasi massa, seperti SOBSI (buruh), BTI

(petani), Gerwani (wanita), Pemuda Rakjat (pemuda), dan Lekra (seniman).4

Menurut Ricklefs, strategi baru yang dijalankan oleh PKI ini menyimpang dari

teori Marxis-Leninis yang konvensional yang ia gambarkan sebagai berikut:

“…. Strategi partai ini berselubung dalam terminologi Marxis-Leninis yang menyembunyikan penyimpangan dari teori Marxis-Leninis yang konvensional. Di dalam uraian-uraian Aidit, orientasi politiklah yang menjadi faktor penentu kelas sosial, bukannya kelas sosial itu sendiri yang menentukan orientasi politik. Jadi, dia menyatakan bahwa kaum komunis dapat bekerja sama dengan kaum borjuis kecil-kecilan dan kaum borjuis nasional melawan kelas borjuis komprador dan kelas feodal. Akan tetapi, partai politik utama yang didukung oleh kaum borjuis pribumi adalah Masyumi yang para pemimpinnya bersikap anti komunis. Oleh karena itu, Masyumi, bersama-sama dengan PSI, dicap sebagai partai kaum borjuis komprador. PNI, yang lebih bersifat birokratis

(malah dalam beberapa hal “feodal”) daripada borjuis, ternyata lebih dapat menerima rayuan PKI dan, oleh karenanya, PMI diidentifikasikan oleh Aidit sebagai partai kaum borjuis nasional…”5

3Ibid., hlm: 27-29.

4 G. Moedjanto. 1988. Indonesia Abad Ke-20 Jilid 2: Dari Perang Kemerdekaan

Pertama Sampai Pelita III. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Hlm: 133-134.

(32)

Lebih lanjut lagi Ricklefs menyebut bahwa strategi PKI ini bersifat defensif.

Usaha ini memang berhasil mempertahankan PKI selama hamper 15 tahun, tetapi

strategi ini dinilai lebih mementingkan masa depan PKI sebagai organisasi,

disbanding masa depan kelas buruh atau komunisme sebagai ideologi politik.6

Meskipun demikian, strategi yang dimainkan partai ini telah berhasil menjadikan

PKI menjadi salah satu partai terbesar di Indonesia.

B.

Sejarah Singkat

Harian Rakjat

Pada Januari 1951, Siauw Giok Tjhan – seorang jurnalis senior dan pendiri

Sunday Courier- menerbitkan majalah mingguan bernama Suara Rakjat. Pada

bulan Juli, majalah ini berubah menjadi surat kabar dengan nama Harian Rakjat.

Pada masa ini, Harian Rakjat belumlah menjadi organ propaganda dari PKI. Akan

tetapi, keterlibatan Njoto – salah satu petinggi PKI – dalam dewan redaksi koran

ini membuat berita-berita kegiatan PKI dimuat dalam koran ini.7

Harian Rakjat memiliki cakupan distribusi yang cukup luas di kota-kota

besar di Jawa dan Sumatra. Akan tetapi, luasnya distribusi koran ini tidak dapat

membuat keuntungan yang besar bagi koran tersebut. Di tengah masalah kesulitan

pendanaan, Siauw Giok Tjhan mulai berpikir untuk menjual perusahaan

penerbitan tersebut.8

6Ibid., hlm:502.

7 Muhammad Zulkifar. 2018. Politik Surat Kabar: Berebut Wacana Harian Rakjat

Dengan Abadi 1952-1955. Jakarta: Respublica Institute. Hlm: 25-26.

(33)

Niatan Siauw Giok Tjhan untuk menjual Harian Rakjat dilihat PKI sebagai

sebuah kesempatan yang besar. PKI memang telah mengincar Harian Rakjat

untuk dijadikan media propaganda partai. Kebutuhan PKI akan media massa

sebagai alat agitasi partai tidak dapat terlepas dari strategi partai saat itu. Fadrik

Aziz Firdausi menyebutkan:

“… Pada dekade 1950an, PKI dibangun sebagai partai komunis berbasis massa. PKI memasifkan agitasi dan propagandanya kepada kaum proletar di kota dan kalangan petani miskin di daerah-daerah perkebunan. PKI juga membangun aliansi lebar yang menyatukan golongan buruh, petani, borjuasi kecil, dan borjuasi nasionalis. Dari komposisi yang demikian itu, aliansi ini jelas melebihi batas-batas partai dan ideologinya. Karena itu, dalam mengelola massa yang nisbi heterogen itu,

diperlukan suatu media untuk diseminasi ideologi dan penerangan politik.”9

Penggunaan media cetak untuk memperkuat organisasi dan ideologi partai

ini sebenarnya sudah dimulai dengan penerbitan kembali Bintang Merah pada 15

Agustus 1950. Bintang Merah merupakan sebuah majalah politik tempat para

pimpinan PKI menuangkan gagasan ideologi mereka. Akan tetapi, Bintang Merah

merupakan sebuah jurnal politik serius.10 PKI membutuhkan media massa lainnya

untuk memperluas pengaruh mereka ke berbagai golongan. Surat kabar

merupakan media yang tepat untuk tujuan PKI tersebut.

PKI memanfaatkan kedekatan Njoto dan Siauw Giok Tjhan untuk

memperlancar proses pembelian Harian Rakjat. Pada penghujung Oktober 1953,

Harian Rakjat secara resmi diakuisisi oleh partai komunis tersebut.11 PKI

9Ibid., hlm: 75.

10 Pembahasan mengenai Bintang Merah dapat dibaca di Rhoma Dwi Aria Yuliantri. “Bintang Merah: Dengan Jurnal Kembali Ke Atas Panggung”. Dalam Taufik Rahzen, et. al. 2007. Seabad Pers Kebangsaan. Jakarta: I:Boekoe. Hlm: 518-520.

(34)

menempatkan Harian Rakjat di bawah Departemen Agitasi dan Propaganda

partai. Pasca akuisisi ini, Njoto dipilih untuk menggantikan Siauw Giok Tjhan

untuk memimpin Harian Rakjat. Untuk menjalankan tugasnya mengelola surat

kabar ini, Njoto dibantu oleh Naibaho dan Supeno. Fungsi utama Harian Rakjat

bagi PKI adalah untuk membentuk opini publik supaya meyakini dan

mempraktikkan ide revolusi berbasiskan perjuangan kelas.12

Sebagai alat propaganda partai, Harian Rakjat mengembangkan gaya

jurnalisme yang bersifat agresif. Mereka tidak takut untuk menyerang dan

memukul langsung lawan-lawan politiknya. Rhoma menyebut gaya jurnalisme

Harian Rakjat sebagai “jurnalisme konfrontasi dengan bahasa yang meledak,

tembak langsung, jambak, sikat, dan pukul di tempat”.13 Gaya jurnalisme dan bahasa yang digunakan oleh harian ini tidak terlepas dari target pembaca mereka.

Surat kabar tersebut menargetkan pembacanya dari berbagai golongan, termasuk

buruh dan petani yang tingkat pendidikannya cenderung rendah. Gaya bahasa

yang lugas, tidak bertele-tele, dan terkadang cenderung kasar digunakan supaya

para pembaca dapat dengan mudah memahami informasi yang hendak mereka

sampaikan.

Konten dalam surat kabar Harian Rakjat cukup beragam, meliputi berita

nasional, berita daerah, berita internasional, editorial, kolom Komentar Ketjil,

kolom Bisikan, kolom kebudayaan, HR Muda, Ruangan Wanita, dan berita

12 Kerry William Groves. 1983. Harian Rakjat, Daily Newspaper of the Communist

Party of Indonesia – Its History and Role. Tesis. Faculty of Asian Studies, Australia National University. Hlm: 31.

13 Rhoma Dwi Aria Yuliantri. Harian Rakjat : Di Bawah Pukulan dan Sabetan Palu

(35)

olahraga. Berita-berita yang disampaikan kebanyakan berupa berita politik dan

berita pergerakan buruh dan tani. Harian Rakjat juga memuat berita-berita

tentang kegiatan-kegiatan PKI maupun organisasi-organisasi yang berafiliasi

dengan partai tersebut, seperti SOBSI dan Gerwani. Setiap hari Sabtu Harian

Rakjat juga memuat kolom yang berisi rangkuman kejadian selama seminggu

dalam bentuk karikatur yang dilengkapi dengan keterangan singkat di bawahnya.

Tidak jarang kolom ini juga digunakan untuk propaganda dan menyindir

musuh-musuh politik mereka.

Gambar 1. Kolom Ruangan Wanita Harian Rakjat

(36)

Sirkulasi Harian Rakjat juga terus membaik. Pada tahun 1951, tiras Harian

Rakjat sebanyak 2.000 perhari.14 Pada tahun 1954, oplah surat kabar ini

berkembang menjadi 15.000 eksemplar.15 Akan tetapi, perkembangan oplah ini

nampaknya masih jauh dari harapan. Dalam artikel berjudul “Berjuang Dalam

Pers” Njoto mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap oplah koran ini:

“….15.000! Memang angka ini boleh dibilang besar. Tetapi, besar dibandingkan

dengan mana! Dibandingkan dengan djumlah harian2lain, ja. Tetapi djika dibandingkan dengan Rakjat jang terorganisasi, belum apa2. Ambil sadjalah Sobsi. Anggotanja lebih dari 2.500.000. Djika tiap lima puluh anggota Sobsi berlengganan 1 lembar sadja Harian Rakjat, Harian Rakjat ini sudah harus beroplah 50.000! Kapan angka ini akan kita tjapai? Toh kita harus mentjapainja! Belum lagi terhitung anggota2 BTI, anggota2 Pemuda Rakjat, anggota2 organisasi2 demokratis lainnja, dan belum dihitung sama sekali orang2 jang tidak

terorganisasi.”16

Oplah Harian Rakjat sebesar 15.000 tidak menunjukkan jumlah pembaca

surat kabar tersebut. Menurut Njoto, setiap eksemplar Harian Rakjat dapat dibaca

oleh 5-7 orang17, yang berarti setidaknya ada 75.000 pembaca surat kabar ini.

Untuk meningkatkan jumlah pembaca dan oplah Harian Rakjat, surat kabar ini

juga melibatkan massa. Pada tanggal 18 Oktober 1955, dimuat artikel pengalaman

Herry – salah seorang pembaca – yang turut aktif dalam penyebaran informasi

14 Kerry William Groves, op. cit., hlm: 110.

15 Njoto. Berjuang Dalam Pers. Harian Rakjat 25 Februari 1954 dalam Fadrik Aziz

Firdausi, op.cit., hlm:158.

16Ibid., hlm: 160.

17 Ibid. Hlm: 159. Menurut Kerry William Groves berdasarkan pada pernyataan

(37)

Harian Rakjat. Herry menuliskan pengalamannya membawa dan menitipkan

Harian Rakjat miliknya ke kantin supaya koran itu dapat dibaca oleh orang lain.18

Contoh lain juga dapat dilihat dari tulisan Husin, seorang pelanggan Harian

Rakjat di Tanah Abang, yang diterbitkan pada tanggal 20 Oktober 1955. Ia

membawa Harian Rakjat ke tetangga-tetangganya supaya mereka dapat membaca

informasi yang diberitakan harian ini. Para tetangganya tertarik karena ingin

mengikuti info mengenai hasil pemilu, akan tetapi mereka kemudian mulai

membeli Harian Rakjat, baik membelinya secara eceran maupun berlangganan.

Menariknya, Husin juga bercerita bahwa:

“Tetapi lama-kelamaan, merekaterus senang djuga membatja tulisan2 lainnja

dalam Harian Rakjat. Mereka senang, ‘tjotjok buat hati saja’, kata mereka. Saja

tidak tahu apa sebenarnja jang ditusuknja dalam pemungutan suara, sebab saja djuga tidak mau tanja. Tetapi, rupa2nja jang satu pilih Masjumi, jang satu lagi Partai Buruh, satu lagi PNI, dan menurut dugaan saja jang dua Palu Arit. Tetapi

semuanja setiap sore ikut membatja Harian Rakjat”.19

Pernyataan Husin tersebut mengindikasikan bahwa pembaca Harian Rakjat

tidak hanya terbatas pada kalangan anggota PKI atau simpatisan partai tersebut

saja, melainkan juga simpatisan partai lainnya.

Organisasi-organisasi yang dekat dengan PKI juga berperan penting dalam

meningkatkan pembaca Harian Rakjat. Organisasi seperti Gerwani memiliki

program untuk memberantas buta huruf di masyarakat. Harian Rakjat menjadi

salah satu bahan bacaan yang digunakan dalam program ini.20

18 Pindjamkan HR Kita Kepada Orang2

JangTidak Berlangganan. Harian Rakjat 18 Oktober 1955. Hlm: 2.

19Tetangga Saja Djuga Langganan HR. Harian Rakjat 20 Oktober 1955. Hlm: 2.

(38)

C.

Njoto: Tokoh di Balik

Harian Rakjat

Njoto lahir di Jember pada tanggal 17 Januari 1927. Ia adalah anak sulung

dari pasangan Rustandar Sosrohartono dan Masalmah. Ayahnya adalah seorang

pedagang batik dan jamu, tetapi ia juga aktif sebagai anggota PKI sejak tahun

1920-an. Toko miliknya –Yosobusono – di Bondowoso menjadi tempat

berkumpul bagi para aktivis pejuang kemerdekaan, termasuk yang pernah dibuang

ke Digul.21

Njoto sejak kecil telah bermimpi menjadi seorang jurnalis. Sabar

Anantaguna – salah seorang teman sekelas Njoto di MULO – mengingatnya

sebagai sesosok orang yang piawai menulis dan bergaul. Ia juga gemar bermain

musik dan menciptakan lagu.22

Ketertarikan Njoto akan ideologi komunisme dipengaruhi oleh rekan-rekan

ayahnya yang eks-digulis. Ia kemudian mengembangkan pengetahuannya

mengenai ideologi tersebut melalui buku-buku “kiri” yang ia baca, seperti karya

Karl Marx, Stalin, dan Lenin.

Menurut Peter Edman, Njoto telah aktif dalam gerakan komunis sejak usia

14 tahun, ia turut andil dalam berbagai kegiatan bawah tanah di Jawa Timur

selama masa pendudukan Jepang.23 Njoto juga turut serta dalam usaha perlucutan

senjata Jepang di Surabaya, Jember, dan Bangil. Ia juga terpilih menjadi anggota

21 Arif Zulkifli, dkk. 2010. Njoto Peniup Saksofon di Tengah Prahara. Jakarta:

Tempo dan Kepustakaan Populer Gramedia. Hlm: 10.

22Ibid., Hlm: 7-8.

23 Peter Edman dalam Julius Pour. 2011. Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan,

(39)

Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada umur 16 tahun.24 Pada tahun 1948, Njoto bergabung dalam Komisi Penterjemah PKI; di sini ia bertemu dengan Aidit

dan Lukman.25

Njoto memulai karirnya dalam dunia jurnalistik dengan menulis di dalam

majalah teori Bintang Merah pada tahun 1947. Ia kemudian bergabung dalam

redaksi harian Suara Ibu Kota yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan.26 Di sinilah

kedekatan antara Njoto dan Siauw mulai dijalin. Pasca peristiwa Madiun 1948,

Njoto bersama dengan Aidit, Lukman, dan Peris Pardede membangkitkan kembali

Bintang Merah yang terbit perdana pada tanggal 15 Agustus 1950. Ia juga

bergabung ke dalam majalah mingguan Sunday Courier yang diterbitkan oleh

Siauw Giok Tjhan.27 Ketika Siauw Giok Tjhan menerbitkan majalah mingguan

Suara Rakjat yang kemudian berganti menjadi surat kabar Harian Rakjat, ia ikut

mengajak Njoto sebagai salah satu pembantunya untuk mengurus penerbitan ini.

Karena keterlibatan Njoto inilah berita-berita tentang PKI dapat masuk ke dalam

Harian Rakjat.28

Pada tahun 1953, Harian Rakjat dibeli oleh PKI. Njoto ditunjuk oleh partai

untuk menggantikan posisi Siauw Giok Tjhan dalam surat kabar ini. Ia kemudian

menjadi otak dari propaganda PKI dalam Harian Rakjat.

24 Arif Zulkifi, dkk., op. cit., hlm: 13. Menurut Joesoef Isak, Njoto harus memalsukan

umurnya lebih tua 2 tahun supaya dapat menjadi anggota KNIP.

25 Ibid., hlm: 15

26 Fadrik Aziz Firdausi, op. cit., hlm: 23.

27Ibid., hlm: 28-29.

(40)

Dalam mengelola Harian Rakjat ataupun penerbitan PKI lainnya, Njoto

dipengaruhi pemikiran dari Lenin tentang peranan pers. Lenin menyebutkan

bahwa pers berperan sebagai propagandis kolektif (collective propagandist),

agitator kolektif (collective agitator), dan organisator kolektif (collective

organizer). Menurut Groves, dengan mengadopsi tugas ini, pers bertugas untuk

membantu perjuangan kelas untuk mendirikan negara sosialis.29 Pengaruh ide

Lenin pada konsep pers Njoto ini dapat dilihat dari kutipan tulisan Njoto berikut:

“Akhir2 ini sadja tidak sedikit pengalaman jang kita dapat, jaitu: bahwa sesuatu

aksi massa, baik demonstrasi, atau pemogokan, atau kongres, atau lain2nja, berlangsung dengan efektif dan mentjapai sukses, djika ia dibantu oleh kampanje jang di baik didalam pers. Sebaiknja aksi2 massa jang dilakukan tidak dengan bantuan kampanje didalam pers, mengalami kegagalan, atau tidak mentjapai tudjuannja dengan sepenuhnja.

Harian Rakjat adalah suatu harian jang tidak mempunjai tudjuan lain ketjuali mengabdi kepada Rakjat dan perdjuangannja. Sedang pers kaum reaksi, dari hari kesehari semakin banjak melakukan pemalsuan2, pemutarbalikan2, dan kebohongan2, pers Rakjat bertambah setia melakukan tugasnja: memberikan informasi jang benar, menelandjangi kepalsuan musuh2 Rakjat, membela segala sesuatu jang benar dan adil, memberi didikan politik kepada massa, dan memobilisasi

massa agat massa lebih teguh membela hak2 dan kepentingan2nja.”30

Njoto juga memiliki pandangannya tersendiri mengenai objektivitas surat

kabar. Menurut Njoto, objektif bukan berarti netral. Objektivitas pers harus

memihak kepada kelas yang menindas atau pada kelas yang tertindas.

Objektivitas ini hadir setelah jurnalis memilih di pihak mana dia berdiri, sehingga

objektivitas dipraktikkan di dalam suatu sudut pandang pemberitaan tertentu,

dalam keberpihakan.

29 Kerry William Groves., op. cit., hlm: 29-30.

(41)

Pemikiran Njoto inilah yang mempengaruhi kebijakan pemberitaan surat

kabar Harian Rakjat. Njoto menempatkan Harian Rakjat sebagai surat kabar yang

membela rakyat atau kaum proletar, sehingga surat kabar ini banyak

memberitakan gerakan-gerakan buruh maupun tani dan kelompok-kelompok kecil

lainnya. Pemberitaan di Harian Rakjat juga membela kaum proletar dan anti

terhadap kaum kapitalis, imperialis, fasis, dan antek-anteknya yang mereka

(42)

BAB III

KAMPANYE PEMILU 1955 DI HARIAN RAKJAT

A.

Harian Rakjat

dan Pemilu

Sebagai surat kabar milik partai, Harian Rakjat memiliki peranan besar

dalam propaganda PKI. PKI aktif menggunakan media ini sebagai saluran agitasi,

seperti menyebarkan program-program partai ataupun menyerang partai lawan.

Saat kampanye untuk pemilihan umum tahun 1955, Harian Rakjat memegang

peranan besar dalam kampanye partai ini. Mengenai peranan pers dalam

kampanye, pada tanggal 12 september 1955 Harian Rakjat memuat pendapat

Njoto mengenai pers dan pemilihan umum sebagai berikut:

Per-tama2 harus diingat, bahwa pekerdjaan agitasi dengan menggunakan pers tidak akan mentjapai hasil jang baik, selama soal ini hanja mendjadi soal agen2 harian Rakjat, soal Comite2 Partai dan soal kader2 tertentu dari gerakan revolusioner. Pekerdjaan ini hanja bisa berhasil baik, djika bukan hanja agen2 dan Comite2 dan sipolan dan sianu, tetapi semua anggota gerakan progresif ikut serta…

…Disamping itu, pers harus digunakan setjaralebih efektif untuk membongkar

kepalsuan2, kongkalikong, suap2an, dsb. jang dilakukan oleh partai2 reaksioner. Didalam keadaan mendesak seperti sekarang ini, mereka tidak mungkin mentjapai kemenangan sonder memakai djalan2 illegal. Waktu tinggal singkat sadja, tetapi laporkanlah pengalaman2mu kepada redaksi harianmu. Kebohongan2 apa jang diomongkosongkan oleh pemimpin2 Masjumi-PSI didalam pidato2 mereka, ketjurangan2 apa jang terdjadi, suap2an jang bagaimana jang dilakukan, semua ini harus dilaporkan setjara kongkrit. Djangan ada satupun pengalaman jang disimpan buat diri sendiri. Hal ini berlaku sampai hari2 sesudah pemungutan suara, jaitu di-saat2 penghitungan suara. Untuk ini semua alat pengiriman meti digunakan: kawat pers, telpon interlokal, kurir, surat expres, dsb.

Gunakanlah Harian Rakjat se-maximal2nja didalam semua pekerdjaan: untuk rapat2, tjeramah2, untuk andjangsana, untuk latihan2 mentjoblos Palu-Arit, untuk pertjakapan2, pendeknja untuk memenangkan demokrasi dalam pemilihan umum. Pekerdjaan ini bisa dan pasti membawa hasil jang besar. Tergantung sekarang dari kita sekalian.”1

(43)

Dari artikel tersebut, Harian Rakjat dalam kaitannya dengan kampanye

pemilu 1955, tidak hanya berfungsi sebagai alat propaganda saja. Surat kabar ini

juga menjalankan fungsi sebagai sarana komunikasi antara partai dengan para

kader dan simpatisan, di mana PKI menggunakannya sebagai media untuk

menyuarakan instruksi bagi para anggota-anggotanya. Harian Rakjat juga

menjadi sarana penyebaran isu yang harus disebarkan oleh para kader dan

simpatisan PKI kepada orang-orang di sekitarnya. Di samping itu, Harian Rakjat

juga menjadi sarana bagi anggota partai ini untuk menyuarakan

kecurangan-kecurangan partai lainnya pada pemilihan umum ini.

B.

Masa Persiapan Kampanye

Bulan Januari 1954 hingga 15 Maret 1954 merupakan masa persiapan

kampanye pemilihan umum bagi PKI. Pada masa ini, belum banyak artikel-artikel

kampanye yang dimuat dalam Harian Rakjat. Pemberitaan di surat kabar ini

masih banyak berkutat seputar pemberitaan-pemberitaan berbagai peristiwa yang

terjadi di Indonesia maupun di dunia internasional.

1. Membela Kabinet, Menyerang Oposisi

Pada masa ini, Harian Rakjat sudah mulai menyerang Masjumi dan PSI.

Pada waktu itu, PKI mengambil kebijakan untuk mendukung pemerintahan Ali

Sastroamidjojo yang juga didukung oleh PNI, NU, PSII dan berbagai partai

lainnya. Sedangkan pada waktu itu, Masjumi dan PSI menjadi oposisi pemerintah.

Pada tanggal 2 Januari 1954, Harian Rakjat menerbitkan artikel liputan dari

(44)

pernyataan-pernyataan dari Sidik Djojosukarto – ketua PNI – yang menyebut

bahwa oposisi terus berusaha menjatuhkan kebinet, baik dengan mengajukan mosi

di parlemen maupun melakukan politik pecah belah. Harian Rakjat juga

menanggapi pernyataan ini lewat kolom editorialnya. Melalui artikel tersebut,

mereka menyatakan:

“Penegasan dari Sidik akan watak jang sesungguhnja dari oposisi sekarang ini

adalah suatu hal jang menggembirakan dan patut dihargai. Tetapi penegasan sadja barulah setengah pekerdjaan, jang setengah lainnja jalah tindakan tegas dan berani untuk menggagalkan usaha djahat dari mereka jang hendak mendjatuhkan pemerintahan Ali ini dan menggantikannja dengan suatu kabinet jang terang2an akan mengabdi pada kepentingan2 asing seperti jang telah kita kenal di zaman pemerintahan Masjumi-PSI pada waktu jang lewat.”2

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Harian Rakjat menyetujui

pernyataan Sidik mengenai sikap dari pihak oposisi yang hanya mencari-cari cara

untuk menjatuhkan kabinet Ali Sastroamidjojo. Mereka juga menuduh oposisi

sebagai kaki tangan dari modal asing.

2. Masjumi, Darul Islam, dan Modal Asing

Pada masa persiapan kampanye ini, Harian Rakjat banyak menyoroti soal

pemberontakan Darul Islam (DI). Pada tanggal 5 Januari 1954, Harian Rakjat

memuat artikel yang meliput tuntutan dari 4 pemuka Aceh yang menyatakan

adanya kaki tangan Daud Beureueh di pemerintahan. Pada artikel tersebut,

dituliskan:

“…bahwa orang2 jang turut dalam gerakan pengatjauan di Atjeh masih menduduki djabatan2 di Atjeh. Mereka itu bukan sadja menghambat usaha2 Pemerintah untuk memulihkan tetapi djuga terus mendjadi kaki-tangan kaum pengatjau dengan memberikan keterangan2 dan pengundjukan2 jang menjebabkan

(45)

tidak sedikit orang2 jg. menjokong pemerintah ditjulik atau rumahnja dibakar oleh

anggota2 gerombolan Daud Beureueh…

…Selandjutnja diterangkannja bahwa merekapun akan meminta perhatian

Pemerintah, bahwa sampai sekarang masih banjak rakjat Atjeh jang tidak bersalah belum dibebaskan dari tahanan. Sementara itu orang2 jang benar2 mendjadi kaki-tangan Daud Beurueuh telah dibebaskan kembali dari tahanannja, jaitu disebabkan karena orang2 itu mendapat pertolongan dari komplotan Daud Beureueh jang sampai

sekarang masih menduduki djabatan2 penting didalam pemeritnahan.”3

Artikel tersebut dapat dilihat sebagai pembenaran akan tuduhan PKI

mengenai Masjumi sebagai pendukung gerakan Darul Islam dan Daud Beureueh.

Artikel itu juga menuduh orang-orang Masjumi yang duduk di pemerintahan telah

menggunakan kekuasaan mereka untuk membantu Darul Islam dan

menghalang-halangi usaha pemerintah untuk memberantas gerombolan tersebut.

Harian Rakjat juga memuat berita-berita yang mengkaitkan

anggota-anggota Masjumi dengan DI secara langsung. Pada tanggal 11 Februari 1954,

surat kabar ini memberitakan penangkapan beberapa tokoh Masjumi oleh tentara.

Dalam pemberitaan tersebut disebutkan:

“EMPAT pemimpin Masjumi, Tjisaat, Sukabumi, diantaranja ketua Masjumi

daerah tersebut, Satia, ditangkap pihak tentara, karena telah melakukan pemerasan

kepada penduduk untuk perbekalan gerombolan terlarang TII.”4

Surat kabar ini juga memberitakan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh DI. Pada tanggal 13 Maret 1954, Harian Rakjat memuat laporan tentang pembakaran

Masdjid oleh “gerombolan” di Garut. Dalam berita tersebut disebutkan:

“Menurut berita dari Garut. setelah gerombolan bersendjata jang terdiri atas l.k.

200 orang pada t.g. 9 Mrt. Telah melakukan pengatjauan didesa Panjindangan (ketjamatan Tjisompet, distrik Pameungpeuk) 36 Buah rumah dan 2 mesdjid telah

dibakar sampai habis dan seorang pembunuh dibunuh oleh gerombolan itu…”5

Melalui pemberitaan-pemberitaan soal kekejaman DI, Harian Rakjat ingin

membangkitkan amarah dan antipati rakyat Indonesia terhadap gerakan tersebut,

3Banjak kaki tangan Daud Beurueuh jang masih duduk dalam pemerintahan.Harian

Rakjat 5 Januari 1954. Hlm: 2.

4Harian Rakjat 11 Februari 1954. Hlm: 2.

(46)

Peberitaan mengenai pembakaran masjid di atas adalah salah satu bentuk upaya

surat kabar ini untuk membangkitkan amarah umat Islam Indonesia,. Selain itu,

pemberitaan ini juga ingin memperlihatkan kepada masyarakat bahwa DI

bukanlah pembela umat Islam seperti yang mereka (DI) propagandakan .

Harian Rakjat juga menuduh bahwa gerakan Darul Islam juga mendapat

dukungan dari pihak asing. Pada awal Januari 1954, muncul berita penangkapan

beberapa orang asing di Indonesia. Mereka diduga ditangkap karena memiliki

hubungan dengan gerombolan bersenjata. Harian Rakjat tidak ketinggalan

menyoroti peristiwa ini dan menjadikannya sebagai bahan propaganda untuk

menyerang pihak oposisi. Dalam kolom editorialnya, menyatakan:

“Penangkapan thd. orang2 Belanda itu sudah tentu akan menimbulkan reaksi

jang hebat dikalangan kaum modal besar asing dan dikalangan golongan2 jang melihat keselamatannja dalam kemenangan Smit, Bosch, dan gerombolan teror

Darul Islam.”6

Dengan mengutip laporan Merdeka, Harian Rakjat juga menuduh Belanda

memiliki hubungan langsung dengan kejadian ini. Salah satu warga asing yang

ditangkap – Smith – dilaporkan sering menggunakan mobil dengan plat CD

(Corps Diplomatik) yang dimiliki oleh kedutaan Belanda. Selain itu, ia juga sering

menggunakan seragam tentara Belanda, sehingga bisa melewati pos-pos

penyelidikan tentara Indonesia.7

Dengan mengkaitkan Masjumi dengan gerakan Darul Islam, Harian Rakjat

ingin membentuk opini masyarakat bahwa Masjumi melakukan segala cara untuk

mendapatkan kekuasaan,sekalipun dengan cara-cara yang melanggar hukum dan

6Harian Rakjat 8 Januari 1954. Hlm: 1.

(47)

menyengsarakan rakyat. Selain itu, mereka juga ingin masyarakat menganggap

Masjumi anti-Pancasila, anti-persatuan, dan anti-demokrasi karena mendukung

gerakan yang bercita-cita untuk mendirikan negara Islam di Indonesia ini. Berita

mengenai dukungan modal asing pada gerakan Darul Islam secara tidak langsung

ingin memperlihatkan bahwa segala upaya yang dilakukan oleh Masjumi, baik

secara legal maupun tidak legal, dilakukan demi membela kepentingan modal

asing.

3. Demonstrasi Masjumi dan BKOI

Pada Februari 1954, Masjumi mengadakan demonstrasi terkait pembentukan

Panitia Pemilihan Jakarta. Harian Rakjat dalam artikel berjudul “NU, PSII,

PERTI, dan 6 partai lainnja menentang demonstrasi Masjumi” yang terbit tanggal

12 Februari 1954, memuat pernyataan partai-partai dan organisasi-organisasi

massa pro-pemerintah yang menolak rencana Masjumi tersebut karena dianggap

sebagai usaha partai tersebut untuk menguasai seluruh Panitia Pemilihan Jakarta.

Menariknya, meskipun PNI dan PKI termasuk di dalam partai-partai yang

menolak rencana demonstrasi Masjumi, akan tetapi judul artikel tersebut

menyoroti NU, PSII dan PERTI yang notabene merupakan partai-partai Islam.

Hal ini dilakukan untuk memperlihatkan kepada masyarakat bahwa Masjumi

bukanlah satu-satunya partai yang mewakili umat Islam di Indonesia, seperti yang

dipropagandakan selama ini oleh mereka. Harian Rakjat ingin memperlihatkan

bahwa partai-partai Islam lainnya mengambil posisi yang sama seperti PKI dan

(48)

Tidak hanya sampai disitu saja, Harian Rakjat juga memuat pernyataan

bersama partai-partai dan organisasi-organisasi massa yang menentang rencana

demonstrasi Masjumi tersebut. Dalam pernyataan tersebut, mereka mengatakan

bahwa:

“Untuk melantjarkan nafsu dan kemarahan mereka – golongan jang selalu tidak puas ini – maka mereka akan menempuh semua djalan baik jang sjah maupun tidak sjah, djudjur ataupun tidak djudjur benar ataupun salah asal sadja menguntungkan diri dan golongannja. Pengalaman menudjukkan kepada kita, bagaimana golongan ini

jang dengan tidak segan2 dan tidak malu2 menggunakan ‘kenduri’ utk mengambil

suatu resolusi mendjatuhkan kabinet,; menggunakan langgar dan mesdjid sebagai mimbar propaganda politiknja jg merugikan Rakjat dan demokrasi; mempergunakan nama Rakjat dan umat Muslimin / Muslimat untuk mempertahankan dan mentjahari kedudukannja dsb.

Bagi golongan ini perkataan ‘demokratis’ hanja harus berarti semua tempat, kedudukan dan kekuasaan ditangan mereka sendiri!

Adil bagi mereka berarti bahwa golongan lain – meskipun merupakan majoriteit –

harus tunduk kepada kehendak mereka sendiri !”8

Pasca demonstrasi Masjumi dilakukan, Harian Rakjat kembali

menyampaikan pendapatnya. Dalam editorial bertajuk “Menghilangkan Dongeng

Tentang Masjumi”, Harian Rakjat meledek Masjumi yang hanya bisa

mengerahkan 20.000 orang dalam demonstrasi yang mereka lakukan, walaupun

sudah mendatangkan anggota-anggotanya dari wilayah lain. Selain itu, mereka

juga meledek Masjumi dan PSI yang menurut mereka masih seumur jagung

dibandingkan dengan partai-partai lain seperti PNI, NU, dan PSII yang sudah

berumur belasan hingga puluhan tahun dan memiliki riwayat anti-kolonial.9

Harian Rakjat juga menuduh bahwa demonstrasi ini didukung oleh kaum

modal asing. Mereka menyebut bahwa ada perusahaan-perusahaan asing yang

8 Harian Rakjat 13 Februari 1954. Hlm: 1. Hal lain yang menarik dari artikel ini

adalah PKI menuduh Masjumi menggunakan rumah ibadah sebagai tempat propaganda mereka.

(49)

menyuruh buruh-buruhnya untuk ikut serta dalam aksi unjuk rasa tersebut, dan

upah mereka tetap dibayar meskipun mereka tidak bekerja.

Untuk menentang politik Masjumi ini, partai-partai pro-pemerintah

mengadakan demonstrasi tandingan pada tanggal 20 Februari 1954. Tak pelak

demonstrasi ini mendapatkan perhatian besar dari Harian Rakjat. Selain menjadi

headline berita di surat kabar ini tanggal 22 Februari 1954, pada hari yang sama

surat kabar ini juga memuat editorial yang berisi tanggapan tentang aksi tersebut

sekaligus mengejek Masjumi dan demo yang mereka lakukan sebelumnya. Pada

pernyataannya, mereka mengatakan:

“Demonstrasi jang pertama, jang hanja dipersiapkan dalam waktu kurang dari

seminggu, telah mendemonstrasikan kekuatan tenaga2 demokratis diibukota. Satu dari tiap2 empat penduduk dewasa Djakarta turut didalam demonstrasi itu. Sungguh djawaban jang berat bagi Masjumi, jang minggu jang lalu dengan pengaruhnja jang

kuranglebih 2% tjoba2 mau mempengaruhi suasana politik diibukota.”10

Pada tanggal 28 Februari 1954, Badan Kontak Organisasi Islam (BKOI)

melakukan aksi di Jakarta. Aksi ini dilakukan untuk menuntuk kejaksaan untuk

menuntut Hadi – anggota PNI – yang di dalam pidatonya di Sumatera Tengah

dianggap telah menghina agama Islam. Akan tetapi, demo ini berakhir dengan

kericuhan, karena peserta aksi melakukan perusakan dan mengeroyok seorang

perwira tentara bernama Kapten Suparta hingga Tewas.

Aksi tersebut menjadi sorotan Harian Rakjat yang menggunakannya sebagai

alat untuk menyerang Masjumi. Pada pemberitaannya, mereka menceritakan

betapa hebat dan biadabnya para demonstran ketika melakukan tindakan anarkis

tersebut. Tidak hanya itu, surat kabar ini juga menuduh ada anggota-anggota DI

(50)

yang menyusup di aksi ini, dan kericuhan serta pengeroyokan tersebut adalah

tantangan mereka kepada tentara.11

Melalui kolom editorialnya, Harian Rakjat menuduh hasutan berbisa dari

para petinggi Masjumi yang menyebabkan terjadinya kericuhan tersebut. Pada

artikel tersebut, mereka menyatakan:

“Dengan menggunakan alasan ‘agama’ itu. Rapat kemarin dikundjungi oleh massa

jang lumajan djuga djumlahnja….

…Tiap2 rapat politik adalah baik, djika ia membitjarakan politik jang zakelijk.

Tetapi hasutan2 jang kita dengar kemarin seperti djuga hasutan2 jang sudah lumrah di-hambur-hamburkan oleh Isa Anshary dan gembong2 Masjumi lainnja begitu tidak zakelijk, begitu tidak kenal batas, begitu tidak sopan, sampai2 perkataan2 penghinaan

seperti ‘babi’ dll. dipakai.

Apa akibatnja?

Massa jang fanatik jang dibakar2 sentimennja itu me-luap2 semangatnja, sehingga mereka menimbulkan keonaran, melakukan kekatjauan dengan menjerbu rumah, membakar barang2nja , dan mengerojok serta menganiaja perwira TNI, sehingga

seorang perwira, jaitu kapten Suparta, meninggal dunia.”12

Harian Rakjat kembali memanaskan situasi dengan menuduh bahwa

kericuhan yang terjadi ketika demo BKOI tersebut sudah direncanakan. Di dalam

sebuah artikel berjudul “Terror di djalan Banteng sudah diatur lebih dulu?”

mereka menyebut:

“Antara lain telah menarik perhatian bahwa batu2 jang dipakai untuk melempari rumah dan merusak djendela dsbnja adalah sematjam batu2 besar jang tidak terdapat disekitar rumah tsb, malahan djuga tidak ada dalam kota Djakarta. Batu2 ini diduga telah dengan sengadja dibawa dari luarkota, dgn. mengendarai truck2 dan kendaraan2 lainnja jang sedjak pagi itu memasuki kota Djakarta dari ber-bagai2 arah. Djuga dugaan bahwa dalam demonstrasi tsb. ikut orang2 Darul

Islam dikuatkan oleh berbagai kalangan.”13

Harian Rakjat, melalui kolom editorialnya juga menuduh Masjumi dan PSI

sebagai pihak dibalik rencana kericuhan tersebut. Menurut pendapat mereka,

11Harian Rakjat 1 Maret 1954.

12Ibid.

(51)

kedua partai tersebut saling bekerjasama untuk menjatuhkan pemerintahan Ali

yang mereka sebut-sebut didukung oleh rakyat, dan ingin mendirikan

pemerintahan seperti pemerintah Sukiman atau Sjahrir yang disebut sebagai

pemerintah pro-asing. Menurut pendapatnya, kerusuhan tersebut hanyalah cara

oposisi untuk mengukur kekuatan pemerintah, karena untuk membuat kudeta baru

terlalu besar resikonya.14

Harian Rakjat juga memuat pernyataan CC PKI mengenai kerusuhan demo

BKOI-Masjumi tersebut. Dalam pernyataannya, PKI menuduh Masjumi ingin

“lempar batu sembunyi tangan” karena para pimpinannya seperti Isa Anshary,

Natsir, dan Sukiman tidak hadir dalam unjuk rasa tersebut. Selain itu, PKI juga

memprotes kebijakan pemerintah yang melarang diadakannya demonstrasi.

Menurut mereka, larangan untuk mengadakan aksi unjuk rasa cukup ditujukan

kepada Masjumi-PSI. Mereka juga menuntut supaya Masjumi bertanggung jawab

atas kerusuhan tersebut.15

4. Pembentukan Panitia Pemilihan Indonesia

Pada masa ini, mulai dimbentuk panitia-panitia pemilihan pusat dan daerah.

Anggota panitia pemilihan umum ini berasal dari partai-partai dan

anggota-anggota organisasi massa. Tentu saja partai-partai saling berebut kursi

keanggotaan panitia pemilihan ini.

14Ibid.

Gambar

Tabel 3. Perbandingan Perolehan Suara PKI Pada Pemilu Parlemen dan
Gambar 1. Kolom Ruangan Wanita Harian Rakjat (Sumber: Harian Rakjat 29 Desember 1954)
Gambar 2. Seruan Untuk Mengumpulkan Donasi Kampanye PKI di Harian Rakjat
Gambar 3. Pengumuman Daftar Calon PKI di dalam Harian Rakjat (Sumber: Harian Rakjat 20 Desember 1954.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari ulasan antara teori dan hasil yang didapatkan oleh peneliti bahwa tidak sesuai dengan teori, banyak teori dan hasil penelitian yang lain mengatakan bahwa depresi

Menurut perbandingan saat ini dan didasarkan pada prinsip-prinsip dari algoritma algoritma dan non metode (dijelaskan dalam bagian sebelumnya); untuk menggunakan

[r]

Some studies show that in certain cases non-verbal communication is even more important that the verbal one (Manusov, Valerie Lynn, and Miles L Patterson).. ‘Individual differences

penelitian ini ingin mengkaji bagaimanakah persepsi pengunjung yang datang terhadap fasad Mall Gandaria City dengan tujuan untuk mengetahui bagian fasad mana yang paling

Berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat 1, yang menyatakan bahwa “debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat

Kemenangan ini juga dianalisis dari perilaku memilih masyarakat dengan pendekatan sosiologis Haryanto-Budiyono memiliki basis massa dari kesamaan agama, kalangan