• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Desain Interior

1. Pengertian Desain Interior

Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (2006: 287), desain adalah kerangka bentuk, rancangan.

Susanto (2012: 102), menjelaskan bahwa desain adalah rancangan/seleksi atau aransemen dari elemen formal karya seni, ekspresi konsep seniman dalam berkarya yang mengkomposisikan berbagai elemen dan unsur yang mendukung. Desain merupakan aktivitas menata unsur-unsur karya seni yang memerlukan pedoman yaitu azas-azas desain (principles of design), antara lain unity, balance, rhythm, dan proporsi. Desain sangat terkait dengan komponen visual seperti garis, warna, bentuk, bangun, tekstur, value. Sedangkan desain interior adalah sebuah rancangan, karya desain yang membidangi masalah tata ruang dalam (interior). Menurut Susanto (2012: 196-197), interior merupakan desain, dekorasi dan penyelenggara alat-alat atau perlengkapan sebuah ruang dari sebuah ruang.

Menurut Ching (2011: 36-37), desain interior adalah perencanaan, penyusunan tata ruang, dan pendesainan ruang interior di dalam bangunan. Pengaturan fisik ini memenuhi kebutuhan dasar kita akan naungan dan perlindungan, pengaturan ini mengatur tahapan dan mempengaruhi aktivitas kita, pengaturan ini mengeluarkan aspirasi kita dan mengekspresikan ide yang menemani tindakan-tindakan kita, pengaturan ini mempengaruhi pandangan, mood, dan kepribadian kita.

Tujuan desain apa pun adalah menyusun bagian-bagiannya menjadi kesatuan terpadu, untuk mencapai sasaran tertentu. Dengan desain interior elemen-elemen

yang dipilih diatur ke dalam pola tiga dimensi menurut pedoman fungsi, estetika, dan perilaku. Hubungan antarelemen yang ditetapkan oleh pola ini pada akhirnya menentukan ciri visual dan kesesuaian fungsi ruang interior tertentu serta mempengaruhi cara kita merasakan dan menggunakannya (Ching, 2011: 37).

Sesuai dengan pendapat para ahli di atas, maka desain interior berarti proses perencanaan, penyusunan, dan pendesaian ruang di dalam sebuah bangunan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kita akan naungan dan perlindungan.

2. Prinsip-prinsip Desain Interior

Dalam merancang sebuah gedung perpustakaan kita juga harus memperhatikan prinsip-prinsip desainnya. Menurut Hakim (2012: 141), prinsip desain adalah dasar dari terwujudnya suatu rancangan atau rekayasa bentuk. Prinsip-prinsip desain yang baik adalah alat yang digunakan oleh seorang perancang untuk membuat komposisi desain yang efektif. Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah keseimbangan, pengulangan, penekanan, kesederhanaan, kontras, proporsi, dan kesatuan.

a. Keseimbangan

Menurut Hakim (2012: 144), keseimbangan (balance) dalam desain berarti perasaan persamaan berat, perhatian, atau daya tarik dari berbagai elemen dalam komposisi sebagai sarana untuk mencapai kesatuan atau penyamaan tekanan visual suatu komposisi antara unsur-unsur yang ada. Menurut Ballast (2010: 21), keseimbangan merupakan pengaturan elemen-elemen pada komposisi yang tepat. Keseimbangan merupakan faktor penting dalam desain interior sebab setiap ruang

terdiri dari berbagai bentuk, warna, garis, pola, tekstur, dan cahaya. Menurut Ishar (1995: 90), keseimbangan adalah suatu nilai yang ada pada objek yang daya tarik visualnya di kedua sisi pusat keseimbangan atau pusat daya tarik adalah seimbang. Pusat keseimbangan ini ialah titik istirahat mata, titik perhentian mata, yang menghilangkan keresahan dan kekacauan.

b. Ritme

Menurut Hakim (2012: 149), ritme (rythme) adalah pengulangan, yang dipergunakan pada tempat yang berbeda dalam suatu tapak, sehingga membentuk suatu ikatan atau hubungan visual dari bagian-bagian yang berbeda. Menurut Ishar (1995: 106), ritme/irama adalah pengulangan ciri secara sistematis dari unsur-unsur yang mempunyai hubungan yang dikenal. Dalam desain interior yang dimaksud dengan pengulangan adalah pengulangan unsur-unsur dalam perancangan bangunan, seperti bentuk garis-garis lurus, lengkung, bentuk masif, perbedaan warna, kolom-kolom, volume interior, massa dan garis, jarak unsur-unsur yang sama atau mirip, jenis-jenis pembukaan. Irama dipakai dengan tujuan untuk menghilangkan kesan monoton atau menghilangkan kesan yang sama atau menjemukan, untuk menciptakan kegairahan dan variasi.

c. Penekanan/Aksentuasi (Dominan)

Menurut Hakim (2012: 153-154), dominan dapat diartikan sebagai upaya untuk menonjolkan salah satu unsur agar lebih tampak terlihat. Penekanan ditimbulkan oleh dominannya salah satu komponen unsur sehingga menimbulkan kontras terhadap elemen lainnya. Penekanan dapat diciptakan melalui ukuran,

bentuknya sendiri, tata letaknya, juga unsur-unsur lain seperti garis, warna, bentuk, tekstur, dan ruang.

d. Kesederhanaan

Menurut Hakim (2012: 157), kesederhanaan yaitu menghilangkan semua unsur yang tidak penting yang tidak memberikan kontribusi terhadap esensi dari komposisi rancangan keseluruhan. Kesederhanaan menuntut penciptaan karya yang tidak lebih dan tidak kurang. Kesederhanaan juga diartikan tepat dan tidak berlebihan. Pencapaian kesederhanaan mendorong penikmat untuk menatap lama dan tidak merasa jenuh.

e. Kontras

Menurut Hakim (2012: 159), kontras dalam seni dan rancang terjadi ketika dua elemen berbeda saling terkait. Semakin besar perbedaan semakin besar terjadinya kontras. Kontras menambahkan variasi dalam rancangan secara keseluruhan dan dapat menciptakan kesatuan. Kunci untuk penerapan kontras adalah memastikan adanya perbedaan yang jelas. Cara yang paling umum menciptakan kontras adalah dengan menciptakan perbedaan dalam ukuran, tekstur, warna, bentuk, pola, dan jenis.

f. Proporsi

Menurut Hakim (2012: 162), proporsi desain adalah hubungan rasio perbandingan yang harmonis antara dua atau lebih elemen dalam komposisi yang berkaitan dengan ukuran, warna, kuantitas, layout, sehingga menghasilkan keindahan yang menarik. Menurut Ballast (2010: 31), proporsi adalah hubungan antara

kumpulan berbagai objek atau komposisi antara beberapa objek dengan ruang, atau antara satu elemen dengan elemen yang lainnya.

g. Kesatuan/Keterpaduan (Unity)

Menurut Hakim (2012: 166), kesatuan/keterpaduan (unity) dalam komposisi dicapai ketika semua prinsip-prinsip rancangan telah diterapkan dengan benar. Prinsip kesatuan yaitu menghubungkan beberapa unsur prinsip rancangan secara menyeluruh. Menurut Ishar (1995: 79), unity berarti keterpaduan yang berarti tersusunnya beberapa unsur menjadi satu-kesatuan yang utuh dan serasi.

3. Elemen-elemen Desain Interior

Ruang interior di dalam bangunan dipengaruhi oleh struktur arsitektur dan pelengkapnya, seperti kolom, dinding, lantai dan atap. Elemen-elemen ini memberikan bentuk ke bangunan, memberi demarkasi sebagian ruang yang tidak terbatas dan membentuk pola ruang interior. Cara kita memilih dan memanipulasi elemen-elemen ini ke dalam pola keruangan, visual, dan sensorik akan mempengaruhi tidak hanya fungsi dan penggunaan ruang tetapi juga sifat ekspresif bentuk dan gayanya. Menurut Ching (2011: 146-196), ada beberapa elemen-elemen desain interior sebagai berikut.

a. Lantai

Lantai adalah bidang pada ruang interior di tingkat dasar yang datar. Sebagai platform yang mendukung aktivitas interior dan furnishing kita, lantai harus terstruktur untuk menahan dengan aman beban yang dihasilkan. Permukaannya harus

cukup tahan untuk menahan penggunaan yang berkelanjutan. Struktur lantai harus mampu mentransfer secara horizontal beban mereka di seluruh ruang ke para pendukungnya tanpa defleksi (perubahan arah) yang berlebihan. Lantai harus dibangun dari serangkaian batang paralel yang ditumpukkan ke atas sub lantai, bahan struktur seperti lapisan kayu, plang beton, atau dek baja yang mampu membentangkan batang. Sub lantai atau batang-batang ini diamankan sehingga dapat bertindak bersama sebagai unit struktur dalam menahan tegangan dan mentransfer beban ke para pendukungnya.

Lantai juga dapat terdiri dari bidang beton berulang baja monolitik yang mampu memperluas ke satu atau dua arah. Bentuk bagian bawah slab biasanya mencerminkan cara ia meluas melintasi ruang dan mentransfer bebannya. Bukannya dicetak secara monolitik di tempat, slab juga dapat dicetak sebelumnya sebagai plang. Apapun struktur lantai berupa slab monolitik atau gabungan kerangka, permukannya harus mulus, rata, dan cukup padat agar mampu menerima bahan penutup lantai. Untuk mengkompensasi kekasaran atau keganjilan apa pun, lapisan bagian bawah atau topping semen diperlukan untuk beberapa material penutup lantai.

b. Dinding

Dinding adalah elemen arsitektur yang penting pada bangunan apa pun. Sejak awal, dinding bertindak sebagai pendukung, struktur bagi lantai di atas tanah, langit-langit, dan atap. Dinding membentuk fasad bangunan. Dinding melingkupi, memisahkan, dan juga melindungi ruang interior yang diciptakan oleh dinding tersebut. Dinding interior membagi kembali ruang interior bangunan, memberikan privasi ke masing-masing ruang, dan mengendalikan jalur suara, panas, dan

pencahayaan dari satu ruang ke ruang lainnya. Baik dinding eksterior maupun interior dapat menjadi struktur penahan beban bagi konstruksi homogen atau komposit yang dirancang untuk menahan beban yang diteruskan dari lantai dan atap. Dinding juga harus mengandung kerangka kolom dan batang dengan panel non struktur yang dilekatkan atau diisikan ke antaranya.

1) Konstruksi Dinding

Dinding dengan kerangka pasak dapat dibangun dari pasak kayu atau logam yang diikat bersama oleh plat sol dan plat atas ke dalam kerangka ini, diletakkan satu lembar material bahan atau lebih, seperti papan plywood atau gipsum, yang memperkaku bidang dinding. Material lembaran ini dapat bertindak sebagai penutup dinding interior, tetapi lebih sering lagi, bertindak sebagai pendukung bagi lapisan material penutup yang terpisah. Dinding beton dan pasangan batu biasanya adalah konstruksi penahan beban dan memiliki sifat sebagai konstruksi yang tahan api. Dinding ini dengan kuat memperjelas batas fisik ruang dan lebih sulit diubah daripada dinding berkerangka. Dinding beton dan pasangan batu biasanya lebih tebal daripada dinding berkerangka pasak karena dinding ini tergantung pada massanya untuk membentuk kekuatan dan stabilitasnya. Lubang sering digunakan untuk mengakomodasi insulasi termal dan mengurangi jalur kelembaban dan uap air.

2) Dinding Penahan Beban

Pola dinding penahan beban harus dikoordinasikan dengan bentang lantai dan struktur atap yang didukungnya. Pada waktu yang bersamaan, pola struktur ini akan mulai memaksakan ukuran, bentuk, dan tampilan ruang interior yang digunakan.

3) Tekstur Dinding

Dinding memberikan latar belakang bagi furnishing atau pengguna ruangan. Jika warnanya halus dan netral, dinding bertindak sebagai latar belakang pasif bagi elemen di depannya. Jika bentuknya tidak beraturan atau diberi tekstur, pola, atau warna yang keras, dinding ini akan menjadi lebih aktif dan bersaing mendapatkan perhatian kita. Tekstur dinding juga mempengaruhi seberapa banyak cahaya yang akan dipantulkan atau diserap. Dinding yang mulus akan memantulkan lebih banyak cahaya daripada dinding yang bertekstur, yang cenderung mendifusikan cahaya yang menerpa permukaannya. Dalam cara yang sama, permukaan dinding yang mulus dan keras akan memantulkan kembali lebih banyak suara ke ruang daripada dinding yang kasar atau bertekstur halus.

4) Warna Dinding

Dinding berwarna muda memantulkan cahaya efektif dan bertindak sebagai latar belakang yang efisien bagi elemen-elemen yang diletakkan di depannya. Warna muda dan hangat pada dinding mengungkapkan kehangatan, sementara warna yang muda dan sejuk meningkatkan keluasan ruang. Dinding berwarna tua menyerap cahaya, yang membuat ruangan menjadi lebih sulit diterangi, dan menyampaikan rasa yang tertutup dan intim.

c. Langit-langit

Elemen arsitektur utama ketiga dari ruang interior adalah langit-langit. Walaupun di luar jangkauan kita dan tidak digunakan dalam cara seperti dinding dan lantai, langit-langit memainkan peran visual yang penting dalam membentuk ruang

interior dan membatasi dimensi vertikalnya. Elemen ini merupakan elemen penaung desain interior, yang menawarkan perlindungan fisik dan psikologis bagi mereka yang berada di bawah kanopinya.

1) Tinggi Langit-langit

Tinggi langit-langit memiliki dampak sangat besar pada skala ruang. Meskipun tinggi langit-langit harus dipertimbangkan relatif terhadap dimensi lain ruang atau terhadap penempatan dan penggunannya, beberapa generalisasi masih dapat dilakukan mengenai dimensi ruang vertikal ini. Langit-langit yang tinggi cenderung memberikan perasaan terbuka, lega, dan nyaman ke ruang. Langit-langit ini juga memberikan perasaan kebanggaan atau formalitas, khususnya ketika bentuknya beraturan. Langit-langit yang rendah, di sisi lain menekankan sifat penaungan mereka dan cenderung menciptakan ruang yang intim dan nyaman.

2) Bentuk Langit-langit

Langit-langit yang didukung oleh struktur lantai di atas biasanya datar. Akan tetapi, ketika dicipta oleh struktur atap, langit-langit dapat memiliki bentuk lain yang mencerminkan bentuk struktur, menambahkan daya tarik visual, dan memberikan arah kepada ruang. Bentuk miring atau menurun tunggal dapat mengarahkan mata ke atas ke arah puncak nok atau ke bawah arah garis jendela, tergantung pada lokasi sumber cahaya matahari ke dalam ruangan tertentu. Langit-langit dengan atap limas meluaskan ruang ke arah atas ke bagian nok. Tergantung arah elemen struktur manapun yang diekspos, bentuk memuncak ini dapat mengarahkan perhatian kita ke tinggi nok atau panjangnya. Langit langit piramida mengarahkan mata ke arah atas

ke puncaknya, fokus yang dapat diaksentuasi lebih jauh dengan skylight yang menerangi bagian dalamnya. Langit-langit lengkung menggunakan permukaan lengkung untuk memperhalus pertemuan dengan bidang dinding yang mengelilinginya. Penggabungan yang dihasilkan dari permukaan vertikal dan horizontal memberi ruang tertutup ini sifat yang plastis dan dapat melebur.

3) Langit-langit dan Cahaya

Semua elemen fungsional, langit-langit mempengaruhi iluminasi ruang, sifat akustiknya, dan jumlah energi yang diperlukan untuk memanaskan atau mendinginkan ruang. Sifat tinggi dan permukaan langit-langit mempengaruhi tingkat cahaya di dalam ruang. Sambungan yang ditempatkan di langit-langit tinggi harus memberikan cahaya pada jarak yang lebih jauh untuk mencapai tingkat iluminasi yang sama dengan beberapa sambungan yang digantung dengan langit-langit. Karena biasanya tidak dibebani dengan elemen-elemen yang dapat menghalangi iluminasi dari sumber cahaya, bidang langit-langit dapat menjadi reflektor cahaya yang efisien jika berwarna muda dan halus. Ketika secara langsung diterangi dari bawah atau samping, permukaan langit-langit itu sendiri dapat menjadi permukaan iluminasi lembut yang luas.

4) Langit-langit dan Akustik

Karena langit-langit mewakili permukaan terbesar yang tidak digunakan di dalam ruangan, bentuk dan teksturnya dapat memiliki dampak yang signifikan pada akustik ruangan. Permukaan yang mulus dan keras sebagian besar material langit-langit memantulkan suara yang disampaikan oleh udara di dalam ruang. Kekacuan

yang tidak diinginkan di dalam ruang terjadi ketika beragam gema dipantulkan kesana kemari di antara dua bidang paralel yang tidak menyerap, seperti langit-langit keras dan datar dengan lantai berpermukaan keras.

d. Jendela

Jendela dan pintu menginterupsi bidang dinding memberi tepi bentuk dan ruang interior bangunan. Jendela adalah elemen transisi dari arsitektur dan desain interior yang menghubungkan secara visual dan fisik satu ruang dengan lainnya, dan bagian dalam dengan luar. Ukuran, bentuk, dan penempatan jendela mempengaruhi integritas visual permukaan dinding dan rasa lingkup yang diberikan. Jendela dapat dipandang sebagai area terang di dalam dinding atau bidang gelap di malam hari, kerangka bukaan oleh dinding, atau lubang yang memisahkan dua bidang. Jendela juga dapat diperbesar hingga titik yang memungkinkan ia menjadi bidang dinding fisik, dinding jendela transparan yang sepenuhnya menggabungkan ruang interior dengan ruang luar atau dengan ruang interior lain yang berbatasan.

Skala jendela dihubungkan tidak hanya ke bidang dinding sekitarnya, tetapi juga ke dimensi kita sendiri. Kita terbiasa dengan jendela berdasar tinggi kepala yang sedikit di atas kepala kita dan pada tinggi ambang yang berhubungan dengan tinggi pinggul kita. Ketika jendela yang besar digunakan untuk memperluas ruang secara visual, memperluas pemandangan, atau mengkomplemenkan skalanya, jendela dapat dibagi kembali menjadi unit-unit yang lebih kecil untuk mempertahankan skala manusia.

e. Pintu

Pintu memungkinkan akses fisik kita bagi diri kita, furnishing, dan barang kita untuk keluar dan masuk dari bangunan dan dari satu ruang ke ruang lain di dalamnya. Melalui desain, konstruksi, dan lokasinya, pintu dapat mengendalikan penggunaan ruangan, pemandangan dari satu ruang ke ruang berikutnya, dan jalur masuk cahaya, suara, kehangatan, dan udara.

f. Tangga

Tangga memungkinkan kita bergerak secara vertikal antara beragam tingkat lantai bangunan. Dua kriteria fungsi yang paling penting dalam desain tangga adalah keamanan dan kemudahan naik dan turun. Dimensi anak tangga dan galurnya harus disesuaikan dengan gerakan tubuh kita. Puncaknya jika curam, dapat membuat gerakan naik secara fisik melelahkan dan secara psikologis melarang dan dapat membuat gerakan turun menjadi sulit dan berbahaya. Jika landai, tangga harus memiliki tapak anak tangga yang cukup dalam agar sesuai dengan langkah kita.

4. Tata Kondisi Ruang Interior

Menurut Lasa (2008: 161), produktivitas manusia bekerja di ruangan dipengaruhi oleh faktor pribadi (internal) dan faktor di luar dirinya (eksternal). Perasaan, emosi, motivasi, kesehatan, dan keyakinan seseorang mempengaruhi produktivitas mereka. Demikian pula lingkungan kerja sebagai faktor eksternal akan mempengaruhi produktivitas seseorang. Kondisi lingkungan dikatakan baik apabila dalam kondisi itu seseorang mampu melakukan kegiatannya secara optimal dengan sehat, aman, senang, dan selamat. Dalam pencapaian kondisi lingkungan kerja itu

dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti penghawaan, tata suara, warna, pengaturan udara, dan pencahayaan.

a. Penghawaan

Keadaan suhu normal bagi manusia adalah bekisar kurang lebih 24 ºC. Tingkat pengkondisian kelembaban ruang berkisar antara 45-55%. Dengan kesesuaian temperatur ruangan dengan kebutuhan suhu tubuh manusia akan memberikan dampak positif bagi seseorang dalam aktivitasnya di dalam ruangan. Berikut adalah pengaturan temperatur ruang berdasarkan Pedoman Standar Nasional Perpustakan Perguruan Tinggi yang disusun Perpustakaan Nasional RI tahun 2011. Tabel 1: Pengaturan Temperatur Ruang Perpustakaan

Ruang Perpustakaan Temperatur (ºC)

Area baca pemustaka 20º-25ºC

Area koleksi 20º-25ºC

Ruang kerja 20º-25ºC

Sumber: Pedoman Standar Nasional Perpustakan Perguruan Tinggi yang disusun Perpustakaan Nasional RI tahun 2011

Menurut Lasa (2008: 168), untuk menjaga kenyamanan ruangan, diperlukan pemasangan alat pengatur suhu, misalnya:

1) Memasang Air Conditioning (AC) untuk mengatur udara di dalam ruangan. 2) Mengusahakan agar peredaran udara dalam ruangan itu cukup baik, misalnya

dengan memasang lubang-lubang angin dan membuka jendela pada saat kegiatan di perpustakaan sedang berlangsung.

3) Memasang kipas angin untuk mempercepat pertukaran udara dalam ruangan. Kecepatan pertukaran ini mempengaruhi kenyamanan udara. Adapun kecepatan udara yang ideal adalah berkisar antara 0,5-1 m/detik.

b. Tata Suara

Kenyamanan ruangan dipengaruhi oleh kenyamanan suara, baik dari dalam ruangan atau dari luar ruangan. Suara dari dalam mungkin ditimbulkan oleh bunyi (mesin ketik, komputer, fotokopi, penjilidan, AC, kipas angin) suara orang, langkah orang, dan lainnya. Suara luar mungkin berupa suara pesawat udara, suara kereta api, suara lalu lintas, banjir, pasar, dan lainnya. Suara dari dalam dapat dikurangi atau diredam, antara lain dengan pembuatan mebeler, dinding, dan plafon terdiri dari kayu dan sejenisnya, serta lantainya diberi karpet. Oleh karena itu, dalam mendesain ruang perpustakaan perlu diperhatikan adanya suara/bunyi yang dapat menentukan tingkat gangguan bagi manusia, yakni; lama suara, frekuensi, dan intensitas (Lasa, 2008: 163-164).

c. Warna

Warna memegang peranan penting dalam menciptakan kesan umum pada sebuah ruang perpustakaan. Penggunaan warna pada perpustakaan harus dapat memberikan perasaan menyenangkan bagi pengguna. Menurut Pedoman Tata Ruang dan Perabot Perpustakaan Umum RI (2011: 40-44), dalam memilih dan menggunakan warna di ruang perpustakaan diperlukan berbagai pertimbangan sebagai berikut:

1) Warna yang dipilih harus sesuai dengan jiwa pengguna perpustakaan. 2) Ruang perpustakaan dapat menggunakan warna-warna netral.

3) Ruang perpustakaan dapat menggunakan lebih dari satu warna yang dipadukan untuk mewarnai berbagai bagian perpustakaan.

5) Penggunaan warna dapat digunakan pada berbagai bagian ruang perpustakaan, yaitu pada dinding, lantai, lagit-langit serta perabot yang ada dalam ruang. 6) Pemilihan jenis cat yang aman bagi pengguna.

Pemilihan warna yang sesuai untuk ruang dalam akan memberikan kesan: 1) Suasana yang menyenangkan dan menarik.

2) Secara tidak langsung dapat meningkatkan semangat dan gairah kerja. Dengan demikian diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas kerja.

3) Mengurangi kelelahan.

Menurut Hakim (2012: 140), dalam mengekspresikan suatu objek dan memadukannya diperlukan pengetahuan tentang teori dan prinsip-prinsip warna, sehingga menunjang sistem perancangan yang lengkap. Di bawah ini diperlihatkan contoh sebuah matriks warna dalam hubungannya dengan ekspresi yang ditimbulkan. Tabel 2: Matriks Warna dalam Hubungannya dengan Ekspresi yang

Ditimbulkan

Warna Persepsi Waktu Ukuran Berat Volume

Hangat (Merah, jingga, kuning) Waktu melebihi perkiraan, warna hangat lebih menyenangkan untuk area rekreasi.

Benda kelihatan lebih panjang dan lebih besar. Terlihat lebih berat. Ukuran yang tampak lebih kecil. Dingin (Biru, hijau, violet) Waktu di bawah perkiraan, penggunaan warna dingin untuk area kegiatan yang rutin atau monoton.

Benda kelihatan lebih pendek dan lebih kecil. Terlihat lebih ringan. Ukuran yang tampak lebih luas.

Menurut Pedoman Tata Ruang dan Perabot Perpustakaan Umum Republik Indonesia tahun 2011 warna memegang peranan penting dalam menciptakan kesan umum pada sebuah ruang perpustakaan. Penggunaan warna pada perpustakaan harus

dapat memberikan perasaan menyenangkan bagi pengguna. Selain itu juga perlu diperhatikan intensitas pantulan cahaya di ruang perpustakaan sebagai berikut. Tabel 3: Intensitas Pantulan Warna

No. Warna Intensitas Pantulan Cahaya

1. White (putih) 80

2. Salmon (blewah) 53

3. Ivory muda (krem) 71

4. Pale apple green (hijau apel) 51

5. Apricot beige (kuning kunyit) 66

6. Medium grey (abu-abu) 43

7. Lemon yellow (kuning muda) 65

8. Light green (hijau muda) 41

9. Ivory (kuning gading) 59

10. Pale blue (biru muda) 41

11. Light buff (coklat muda) 56

12. Deep rose (merah mawar) 12

13. Peach (kuning tua) 53

14. Dark green (hijau tua) 9

Sumber: Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi yang disusun Departemen Pendidikan Nasional tahun 2004

Warna yang kondusif untuk ruang perpustakaan antara lain warna merah, warna kuning, dan warna hijau. Warna merah menggambarkan panas, kegemaran, dan kegiatan bekerja. Warna ini berguna untuk merangsang pancaindera dan jiwa

Dokumen terkait